Anda di halaman 1dari 19

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

GAGAL GINJAL KRONIK


DI RUANG PICU RSUD.DR. SAIFUL ANWAR MALANG

OLEH :
PENDIDIKAN PROFESI NERS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

PENYULUHAN DENGAN TEMA GAGAL GINJAL KRONIK INI TELAH DISARANKAN


DAN DISETUJUI OLEH:

HARI/TANGGAL : JUMAT, 5 APRIL 2019


TEMPAT : RUANG PICU

MENGETAHUI,

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING KLINIK

(...........................................) (.............................................)
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok bahasan : Gagal Ginjal Kronik


Sasaran : Keluarga pasien ruang PICU
Tempat : R. PICU RSSA
Hari, tanggal : Jumat, 5 April 2019
Alokasi waktu : 30 menit
Metode : ceramah, tanya jawab dan diskusi

A. Tujuan Instruksional
1. Tujuan umum
Setelah dilakukan penyuluhan selama 1x30 menit diharapkan sasaran mampu mengetahui
tentang Gagal Ginjal Kronik.
2. Tujuan khusus
Setelah mendapat penyuluhan tentang “Gagal Ginjal Kronik”, diharapkan peserta mampu:
a. Mengetahui pengertian Gagal Ginjal Kronik
b. Mengetahui tentang penyebab terjadinya Gagal Ginjal Kronik
c. Mengetahui tanda dan gejala Gagal Ginjal Kronik
d. Mengetahui pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui adanya Gagal Ginjal Kronik
e. Mengetahui penatalaksanaan pada Gagal Ginjal Kronik

B. Materi Penyuluhan
1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik
2. Penyebab terjadinya Gagal Ginjal Kronik
3. Patofisiologi (proses terjadinya) Gagal Ginjal Kronik
4. Tanda dan gejala Gagal Ginjal Kronik
5. Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui adanya Gagal Ginjal Kronik
6. Penatalaksanaan pada Gagal Ginjal Kronik

7. Sasaran
Sasaran penyuluhan adalah keluarga yang dirawat di ruang PICU

8. Metode
Metode yang digunakan adalah ceramah, diskusi dan tanya jawab

9. Media
Media yang digunakan adalah leaflet, dan powerpoint
10. Kegiatan Penyuluhan

Tahap Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta Metode media

Pembukaan 5 menit 1. Membuka kegiatan 1. Menjawab salam Ceramah -


dengan mengucapkan 2. Mendengarkan
salam. penjelasan
2. Memperkenalkan diri. penyaji
3. Menjelaskan maksud
dan tujuan dari
penyuluhan.
4. Kontrak waktu
5. Membagikan leaflet
Penyajian 20 1. Menggali pengetahuan 1. Mendengarkan Ceramah, Leaflet dan
menit peserta sebelum diberi dan Tanya ppt
penyuluhan. memperhatikan jawab
2. Menjelaskan tentang : 2. Memberikan
- Pengertian Gagal tanggapan dan
Ginjal Kronik pertanyaan
- Penyebab mengenai hal
terjadinya Gagal yang kurang
Ginjal Kronik dimengerti.
- Patofisiologi 3. Mencatat hal-hal
(proses terjadinya) penting
Gagal Ginjal
Kronik
- Tanda dan gejala
Gagal Ginjal
Kronik
- Pemeriksaan yang
dilakukan untuk
mengetahui adanya
Gagal Ginjal
Kronik
- Penatalaksanaan
pada Gagal Ginjal
Kronik
Penutup 5 menit 1. Mengulang informasi 1. Mendengarkan Ceramah, Leaflet
yang penting. dan bertanya, diskusi,
2. Menggali pengetahuan serta menjawab tanya jawab
peserta setelah pertanyaan.
dilakukan penyuluhan 2. Memberikan
dalam bentuk tanya tanggapan balik.
jawab.
3. Meyimpulkan hasil
kegiatan penyuluhan.
4. Menutup dengan
salam

11. Evaluasi
a. Evaluasi input
a) Persiapan peserta sudah sesuai rencana akan tetapi untuk peserta penyuluhan tidak
datang tepat waktu dikarenakan kurang jelas saat dipanggil melalui microphone ruangan
dan panggil kembali oleh perawat ruangan.
b) Persiapan peralatan dan ruangan juga sudah sesuai rencana tetapi untuk peminjaman
LCD terdapat miss komunikasi tetapi sudah dapat teratasi dengan meminjam di bagian
PKRS dengan menyertakan nota permintaan peminjaman LCD dari ruang PICU
c) Moderator sudah sesuai dalam mengatur jalannya penyuluhan tetapi masih terdapat
kekurangan berupa belum mengucapkan salam dan pada akhir penyuluhan belum
mengulang kembali atau bertanya kembali pada peserta penyuluhan terkait materi
penyuluhan yang telah disampaikan.
d) Pemateri sudah menyampaikan materi dengan biaik tetapi masih ada beberapa
kekurangan yaitu perlu dipenataan ulang kalimat saat menyampaikan materi penyuluhan
dan kurangnya gesture tubuh saat menyampaikan materi untuk meyakinkan pada peserta
terkait materi yang disampaikan serta masih kurang komunikasif dalam menyampaikan
materi penyuluhan.
e) Fasilitator sudah melaksanakan tugasnya dengan baik tetapi masih terdapat beberapa
kekurangan berupa belum mendata atau mengisi absensi dan meminta tanda tanan
kehadiran peserta penyuluhan dan kurang mampu dalam mengkondisikan peserta
penyuluhan karena masih terdapat peserta penyuluhan yang kurang kondusif yaitu
berbicara dengan peserta yang lain dan terdapat peserta penyuluhan yang menerima
telepon.
b. Evaluasi proses:
a) Sasaran mengikuti kegiatan penyuluhan dengan baik
b) Sasaran terlibat aktif dan kooperatif dalam kegiatan penyuluhan
c) Sasaran aktif bertanya
d) Sasaran aktif dan antusias dalam mengikuti kegiatan penyuluhan

c. Evaluasi hasil:
a. Jumlah peserta penyuluhan minimal 5 peserta
b. Media yang digunakan adalah leaflet
c. Waktu penyuluhan adalah 30 menit
d. Tidak ada peserta yang meninggalkan ruangan saat kegiatan penyuluhan berlangsung
kecuali terdapat kepentingan yang mendesak yang berhubungan kondisi pasien di PICU
e. Peserta aktif dan antusias dalam megikuti kegiatan penyuluhan

d. Hasil
a) Sasaran mampu memahami tentang pengertian Gagal Ginjal Kronik
b) Sasaran mampu memahami tentang penyebab terjadinya Gagal Ginjal Kronik
c) Sasaran mampu memahami tentang patofisiologi (proses terjadinya) Gagal Ginjal Kronik
d) Sasaran mampu memahami tentang tanda dan gejala Gagal Ginjal Kronik
e) Sasaran mampu memahami tentang pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui
adanya Gagal Ginjal Kronik
f) Sasaran mampu memahami tentang penatalaksanaan pada Gagal Ginjal Kronik

12. Materi Penyuluhan (lampiran )


Lampiran 1
DEFINISI
Penyakit ginjal kronis (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal.
Penyakit ginjal kronis adalah suatu keadaan menurunnya laju filtrasi glomerolus (LFG) yang
bersifat tidak reversibel dan terbagi dalam 5 klasifikasi sesuai dengan jumlah nefron yang masih
berfungsi.Batasan yang tercantum dalam clinical practiceguidelines on chronic kidney disease
menyebutkan bahwa seorang anak dikatakan menderita penyakit ginjal kronis bila terdapat salah satu
kriteria dibawah ini: Laju filtrasi glomerolus adalah kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 dalam tiga
bulan atau lebih dengan atau tanpa gejala kerusakan ginjal lain yang telah disebutkan. Kerusakan
ginjal ≥ 3 bulan, yang didefinisikan sebagai abnormalitas struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa
penurunan LFG, yang bermanifestasi sebagai satu atau lebih gejala : i).Abnormalitas komposisi urin
ii).Abnormalitas pemeriksaan pencitraan iii).Abnormalitas biopsi ginjal

ETIOLOGI
Di Indonesia, menurut data Perhimpunan Nefrologi Indonesia (2000), glomerulonefritis
merupakan 46.39% penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis. Sedangkan diabetes melitus
insidennya 18,65% disusul obstruksi / infeksi ginjal (12.85%) dan hipertensi (8.46%) (Firmansyah,
2010). Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada
tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%),
diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Usu, 2008).
1. Glomerulonefritis
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan
sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri
sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik
lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau
amiloidosis (Usu, 2008).
Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara
kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang
harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis (Usu, 2008).
2. Diabetes melitus
Nefropati diabetik merupakan manifetasi mikroangiopati pada ginjal yang ditandai
dengan adanya proteinuri (mula-mula intermiten kemudian persisten), penurunan GFR
(glomerular filtration rate)peningkatan tekanan darah yang perjalanannya progresif menuju
stadium akhir berupa gagal ginjal terminal. Berbagai teori tentang patogenesis nefropati
diabetik adalah peningkatan produk glikosilasi dengan proses non enzimatik yang disebut
AGEs (Advanced Glicosylation End Products), Peningkatan reaksi jalur poliol (polyol
pathway), glukotoksisitas (oto-oksidasi), dan protein kinase C memberikan kontribusi pada
kerusakan ginjal.Kelainan glomerulus disebabkan oleh denaturasi protein karena tingginya
kadar glukosa, hiperglikemia dan hipertensi intraglomerulus. Kelainan/perubahan terjadi pada
membran basalis glomerulus dengan proliferasi dari sel-sel mesangium. Keadaan ini akan
menyebabkan glomerulosklerosis dan berkurangnya aliran darah, sehingga terjadi perubahan-
perubahan pada permeabilitas membran basalis glomerulus yang ditandai dengan timbulnya
albuminuria (Arsono, 2008).
3. Hipertensi
Hipertensi menyebabkan CKD karena pada pasien dengan hipertensi maka kerja ginjal
semakin berat, jika hal ini terus menerus terjadi maka akan terjadi gagal ginjal.
4. Ginjal polikistik
Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang
tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan
genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik
merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Ternyata kelainan ini dapat
ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat
dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.

Pada anak, penyakit ginjal kronis dapat disebabkan penyakit kongenital, didapat,
genetik, atau metabolik. Penyebab yang mendasari berkaitan erat dengan usia pasien saat penyakit
ginjal kronis pertama terdeteksi. Penyakit ginjal kronis pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun
biasa disebabkan abnormalitas kongenital seperti hipoplasia atau displasia ginjal, dan/atau uropati
obstruktif. Penyebab lain adalah sindrom nefrotik kongenital, sindrom prune belly, nekrosis korteks,
glomerulosklerosis fokal segmental, penyakit ginjal polikistik, trombosis vena renalis, dan sindrom
hemolitik uremik.Setelah usia 5 tahun, penyakitpenyakit didapat (berbagai bentuk glomerulonefritis
termasuk lupus nefritis) lebih mendominasi. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan
berkelanjutan pada penyakit ginjal kronis, yaitu glomerulosklerosis, pembentukan fibrosis
tubulointerstisial, proteinuria, dan sklerosis vaskular.

BATASAN DAN KLASIFIKASI


Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patalogis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda
kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang
dari 60ml/menit/1,73m2 , seperti yang terlihat pada tabel

Kriteria Penyakit Ginjal Kronik

1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
 kelainan patalogik
 terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin,
atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. laju filtrasi gromelurus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau
tanpa kerusakan ginjal

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat (stage) penyakit dan
atas dasar diagnosis etiologi.

TANDA DAN GEJALA


Menurut Nursalam (2006), manifestasi klinis yang terjadi :
- Gastrointestinal : ulserasi saluran pencernaan dan perdarahan.
- Kardiovaskuler : hipertensi, perubahan EKG, perikarditis, efusi pericardium,
tamponade pericardium.
- Respirasi : edema paru, efusi pleura, pleuritis.
- Neuromuskular : lemah, gangguan tidur, sakit kepala, letargi, gangguan muskular,
neuropati perifer, bingung dan koma.
- Metabolik/endokrin : inti glukosa, hiperlipidemia, gangguan hormon seks menyebabkan
penurunan libido, impoten dan ammenore.
- Cairan-elektrolit : gangguan asam basa menyebabkan kehilangan sodium sehingga terjadi
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia, hipokelemia.
- Dermatologi : pucat, hiperpigmentasi, pluritis, eksimosis, uremia frost.
- Abnormal skeletal : osteodistrofi ginjal menyebabkan osteomalaisia.
- Hematologi : anemia, defek kualitas flatelat, perdarahan meningkat.
- Fungsi psikososial : perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan proses kognitif.
Penderita penyakit ginjal kronis stadium 1-3 (LFG>30 ml/ min ) biasanya bersifat
asimptomatik dan gejala klinis baru muncul pada stadium 4 dan 5. Kerusakan ginjal yang progresif
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah akibat overload cairan dan produksi hormon vasoaktif
(hipertensi, edema paru dan gagal jantung kongestif), gejala-gejala uremia (letargi, perikarditis hingga
ensefalopati), akumulasi kalium dengan gejala malaise hingga keadaan fatal yaitu aritmia, anemia
akibat sintesis eritropoetin yang menurun, hiperfosfatemia dan hipokalsemia (akibat defisiensi vitamin
D3), dan asidosis metabolik akibat penumpukan sulfat, fosfat, dan asam urat. Hitung darah lengkap
menunjukkan anemia normokromik, normositik.Kadar kolesterol dan trigliserida serum biasa
meningkat. Urinalisis menunjukkan hematuria dan proteinuria pada anak dengan penyakit ginjal
kronis yang disebabkan glomerulonefritis, sementara displasia ginjal menghasilkan urin dengan
abnormalitas minimal.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik (CKD) meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius,
batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus Sistemik (LES), dan
lain sebagainya.
b. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia,
kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung,
asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida)
2) Gambaran Laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik (CKD) meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan krestinin serum, dan
penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin
serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar
asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremi, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia,
hipokalsemia, asidosis metabolic (Suwitra, 2006). Terdapat penurunan bikarbonat plasma
(15-25 mmol/liter), penurunan pH, dan peningkatan anion gap. Konsentrasi natrium
biasanya normal, namun dapat meningkat atau menurun akibat masukan cairan inadekuat
atau berlebihan. Hiperkalemia adalah tanda gagal ginjal yang berat, kecuali terdapat
masukan berlebihan, asidosi tubular ginjal, atau hiperaldosteronisme. (Pernefri, 2010).
d. Kelainan urinalisis meliputi, proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isostenuria (Suwitra,
2006). Dapat ditemukan proteinuria 200-1.000 mg/hari.Permeriksaan biokimia plasma
akan mengetahui fungsi ginjal dan gangguan elektrolit, mikroskopik urin, urinalisa, tes
serologi untuk mengetahui penyebab glomerulonefritis, dan tes-ts penyaringan sebagai
persiapan sebelum dialisis (biasanya hepatitis B dan HIV) (Pernefri.2010).
3) Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik (CKD) meliputi:
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak.
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter
glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksis oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi.
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifiasi (Suwitra, 2006).
USG ginjal sangat penting untuk mengetahui ukuran ginjal dan penyebab gagal ginjal,
misalnya adanya kista atau obstruksi pelvis ginjal. Dapat pula dipakai foto polos abdomen.
Jika ginjal lebih kecil dibandingkan usia dan besar tubuh pasien maka lebih cenderung ke
arah gagal ginjal kronik (Pernefri, 2010).
e. Pemerikasaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
4) Biopsi dan pemeriksaan Histopatologi ginjal
Biposi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal
yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan.
Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi,
prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal kontra-indikasi
dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil, ginjal polikistik, hipertensi
yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas, dan obesitas
(Suwitra, 2006).
PENATALAKSANAAN
Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik (CKD) sesuai dengan
derajatnya
Derajat LFG (ml/mnt/1,73m2) Rencana tatalaksana

1 ≥ 90 - Terapi penyakit dasar, kondisi


komorbid, evaluasi
pemburukan (progression)
fungsi ginjal, memperkecil
resiko kardiovaskuler
2 60-89 - Menghambat pemburukan
fungsi ginjal
3 30-59 - Evaluasi dan terapi
komplikasi
4 15-29 - Persiapan untuk terapi
pengganti ginjal
5 < 15 - Terapi pengganti ginjal

a. Pembatasan asupan protein.


Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/mnt, sedangkan di
atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6-
0,8/kg.bb/hari, yang 0,35-0,50 gr di antaranya merupakan protein nilai biologi tinggi.
Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Dibutuhkan pemantauan yang
teratur terhadap status nutrisi pasien. Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung
ion hydrogen, posfat, sulfat, dan ion unorganik lain juga diekskresikan melalui ginjal. Oleh
karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK)/CKD
akan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia. Dengan demikian,
pembatasan asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik. Masalah
penting lain adalah asupan protein berlebihan (protein overload) akan mengakibatkan
perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan
intraglomerulus (intraglomerulus hyperfiltration), yang akan meningkatkan progresifitas
perburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan
asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan
fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.
Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik
LFG Asupan protein g/kg/hari Fosfat
ml/menit (g/kg/hari
)
>60 Tidak dianjurkan Tidakdibatasi
25-60 0,6-0,8/kg/hari, termasuk ≥0,35 ≤10 g
gr/kg/hr nilai biologi tinggi.
5-25 0,6-0,8 kg/hari, termasuk ≥0,35 ≤10 g
gr/kg/hr protein nilai biologi
tinggi atau tambahan 0,3 g
asam amino esensial atau
asam keton
<60 0,8/kg/hr (+1 gr protein/g ≤9 g
(sindrom proteinuria atau 0,3 g/kg
nefrotik) tambahan asam amino
esensial atau asam keton
(Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2006)

b. Terapi farmakologis untuk hipertensi intraglomerulus.


Pemakaian obat antihipertensi, di samping bermanfaat untuk memperkecil resiko
kardiovaskuler juga sangat penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron
dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa studi
membuktikan bahwa, pengendalian tekanan darah mempunyai peran yang sama pentingnya
dengan pembatasan asupan protein, dalam memperkecil hipertensi intraglomerulus dan
hipertrofi glomerulus. Disamping itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan
derajat proteinuri. Saat ini diketahui secara luas bahwa, proteinuri merupakan faktor resiko
terjadinya perburukan fungsi ginjal, dengan kata lain derajat proteinuri berkaitan dengan
proses perburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.
Beberapa obat antihipertensi, terutama Penghambat Enzim Konverting Angiotensin
(Angiotensin Converting Enzyme/ACE inhibitor), melalui berbagai studi terbukti dapat
memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal. hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya
sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.
c. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting,
karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit
kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit
kardiovaskuler adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian
dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap
kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan
pencegahan dan terapi terhadap komplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan.

d. Pencegahan dan terapi terhadap Anemia


Anemia pada penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoitin.
Hal-hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan
darah (perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat
terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik,
proses inflamasi akut maupun kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar
hemoglobin ≤10 g% atau hematokrit ≤30%, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar
besi serum/ serum iron, kapasitas ikat besi total/Total iron Binding Capacity, feritin serum),
mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan lain
sebagainya. penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, disamping
penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoitin (EPO) merupakan hal yang
dianjurkan. Dalam pemberian EPO ini, status besi harus selalu mendapat perhatian karena
EPO memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya. Pemberian transfusi pada penyakit ginjal
kronik harus dilakukan secara hati-hati, berdasarkan indiksi yang tepat dan pemantauan
yang cermat. Transfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat mengakibatkan
kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan pemburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin
menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dl.

e. Pembatasan Cairan dan Elektrolit


Pembatasan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi
kardiovaskuler. Air yang masuk kedalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang keluar,
baik melalui urin maupun insensible water loss. Dengan berasumsi bahwa air yang keluar
melalui insensible water loss antara 500-800 ml/hari (sesuai dengan luas permukaan tubuh),
maka air yang masuk dianjurkan 500-800 ml ditambah jumlah urin.
Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan natrium. Pembatasan
kalium dilakukan, karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal.
Oleh karena itu, pemberian obat-obat yang mengandung kalium dan makanan yang tinggi
kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5-5,5
mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan edema.
Jumlah garam natrium yang diberikan, disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan
derajat edema yang terjadi.
Tabel. Rekomendasi nutrisi bagi anak dengan penyakit gagal ginjal kronis stadium akhir

f. Terapi Pengganti Ginjal


Dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15
ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau
transplantasi ginjal. Ketika anak menunjukkan tanda-tanda akut dalam gagal ginjal kronis,
terapi pengganti ginjal diperlukan untuk menyelamatkan nyawanya.Dialisis peritonealdalam
bentuk CAPD (continous ambulatory peritoneal dialysis) dapat digunakan pada anak
sebelum transplantasi ginjal dapat dilakukan
g. Hemodialisis
Tanda-tanda klinis yang perlu diperhatikan untuk segera memulai dialisis adalah
sindrom uremia yang nyata seperti muntah-muntah, kejang, penurunan kesadaran hingga
koma; kelebihan cairan yang menimbulkan gagal jantung, edema paru dan hipertensi; dan
asidosis yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian bikarbonat intravena. Dialisis juga
dapat mulai dilakukan bila ditemukan kadar ureum darah ≥ 200-300 mg/dl atau kreatinin 15
mg/dl, hiperkalemia ≥ 7 mEq/l, atau bikarbonat plasma ≤ 12 mEq/l.Hemodialisis dapat
dilakukan secara akut bila terjadi kelebihan cairan, seperti edema paru atau gagal jantung
kongestif, atau terjadi kondisi serius yang mengancam jiwa pasien, seperti hiperkalemia,
asidosis metabolik, hipo atau hipernatremia. Hemodialisis memiliki delapan kali
kemampuan dialisis peritoneal untuk mengeluarkan zat-zat terlarut dan empat kali
kemampuan dialisis peritoneal untuk mengeluarkan cairan. Sehingga hemodialisa lebih
cocok digunakan untuk kondisi yang memerlukan koreksi cepat Penyakit ginjal kronis
stadium 5 merupakan indikasi untuk transplantasi. Meskipun demikian, tidak semua pasien
dengan penyakit ginjal kronis stadium 5 dapat menjadi kandidat untuk transplantasi ginjal.
Pada gagal ginjal terminal, hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke
dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang
terpisah. Darah pasien di pompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh
selaput semipermeabel buatan (artifisial) dengan kompartemen dialisat. Kompartemen
dialisat dialiri cairan dialisis yang bebas pirogen, berisis larutan dengan komposisi elektrolit
mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisis dan
darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah
dari konsentrasi yang tinggi ke arah konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat terlarut
sama di kedua kompartemen (difus). Pada proses dialisis, air juga dapat berpindah dari
kompartemen darah ke kompartemen dialisat dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik
negatif pada kompartemen cairan dialisat. Perpindahan air ini disebut ultrafiltrasi.
Besar pori pada selaput akan menentukan besar molekul zat terlarut yang berpindah.
Molekul dengan berat molekul lebih besar akan berdifusi lebih lambat dibanding molekul
dengan berat molekul lebih rendah. Kecepatan perpindahan zat terlarut tersebut makin tinggi
bila; 1) perbedaan konsentrasi di kedua kompartemen makin besar, 2) diberi tekanan
hidrolik di kompartemen darah, dan 3) bila tekanan osmotik di kompatemen cairan dialisis
lebih tinggi. Cairan dialisis ini mengalir berlawanan arah dengan darah untuk meningkatkan
efisiensi. Perpindahan zat terlarut pada awalnya berlangsung cepat tetapi kemudian
melambat sampai konsentrasinya sama di kedua kompartemen.
Pada umumnya indikasi dialisis pada GGK adalah bila laju filtrasi glomerulus (LFG <
5mL/menit). Keadaan pasien yang yang mengalami LFG < 5 mL/mnt tidak selalu sama,
sehingga dialisis dianggap perlu dimulai bila dijumpai salah satu hal ini:
 Keadaan umum buruk dan gejala klnis nyata
 K serum > 6 mEq/L
 Ureum darah > 200 mg/dL
 pH darah < 7,1
 Anuria berkepanjangan (> 5 hari)
 Fluid overloaded
Daftar pustaka
Bahrun D. Hipertensisistemik.Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, penyunting.
Buku ajar nefrologianak.Edisi 2. Jakarta. 2009: 242-290
KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and
Stratification.
Rachmadi D. Chronic Kidney Disease.Dalam: Lubis B dkk. Kumpulan NaskahLengkap PIT IV IKA
Medan 2010. USU Press, Medan. 2010. 303-316
Sekarwana N, Rachmadi D, Hilmanto D. Gagal Ginjal Kronis. Dalam: Alatas H, Tambunan T,
Trihono PP, Pardede SO. Buku Ajar Nefrologi Anak, Edisi 2. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
2009. 509-530

Anda mungkin juga menyukai