OLEH :
PENDIDIKAN PROFESI NERS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN
MENGETAHUI,
(...........................................) (.............................................)
SATUAN ACARA PENYULUHAN
A. Tujuan Instruksional
1. Tujuan umum
Setelah dilakukan penyuluhan selama 1x30 menit diharapkan sasaran mampu mengetahui
tentang Gagal Ginjal Kronik.
2. Tujuan khusus
Setelah mendapat penyuluhan tentang “Gagal Ginjal Kronik”, diharapkan peserta mampu:
a. Mengetahui pengertian Gagal Ginjal Kronik
b. Mengetahui tentang penyebab terjadinya Gagal Ginjal Kronik
c. Mengetahui tanda dan gejala Gagal Ginjal Kronik
d. Mengetahui pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui adanya Gagal Ginjal Kronik
e. Mengetahui penatalaksanaan pada Gagal Ginjal Kronik
B. Materi Penyuluhan
1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik
2. Penyebab terjadinya Gagal Ginjal Kronik
3. Patofisiologi (proses terjadinya) Gagal Ginjal Kronik
4. Tanda dan gejala Gagal Ginjal Kronik
5. Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui adanya Gagal Ginjal Kronik
6. Penatalaksanaan pada Gagal Ginjal Kronik
7. Sasaran
Sasaran penyuluhan adalah keluarga yang dirawat di ruang PICU
8. Metode
Metode yang digunakan adalah ceramah, diskusi dan tanya jawab
9. Media
Media yang digunakan adalah leaflet, dan powerpoint
10. Kegiatan Penyuluhan
11. Evaluasi
a. Evaluasi input
a) Persiapan peserta sudah sesuai rencana akan tetapi untuk peserta penyuluhan tidak
datang tepat waktu dikarenakan kurang jelas saat dipanggil melalui microphone ruangan
dan panggil kembali oleh perawat ruangan.
b) Persiapan peralatan dan ruangan juga sudah sesuai rencana tetapi untuk peminjaman
LCD terdapat miss komunikasi tetapi sudah dapat teratasi dengan meminjam di bagian
PKRS dengan menyertakan nota permintaan peminjaman LCD dari ruang PICU
c) Moderator sudah sesuai dalam mengatur jalannya penyuluhan tetapi masih terdapat
kekurangan berupa belum mengucapkan salam dan pada akhir penyuluhan belum
mengulang kembali atau bertanya kembali pada peserta penyuluhan terkait materi
penyuluhan yang telah disampaikan.
d) Pemateri sudah menyampaikan materi dengan biaik tetapi masih ada beberapa
kekurangan yaitu perlu dipenataan ulang kalimat saat menyampaikan materi penyuluhan
dan kurangnya gesture tubuh saat menyampaikan materi untuk meyakinkan pada peserta
terkait materi yang disampaikan serta masih kurang komunikasif dalam menyampaikan
materi penyuluhan.
e) Fasilitator sudah melaksanakan tugasnya dengan baik tetapi masih terdapat beberapa
kekurangan berupa belum mendata atau mengisi absensi dan meminta tanda tanan
kehadiran peserta penyuluhan dan kurang mampu dalam mengkondisikan peserta
penyuluhan karena masih terdapat peserta penyuluhan yang kurang kondusif yaitu
berbicara dengan peserta yang lain dan terdapat peserta penyuluhan yang menerima
telepon.
b. Evaluasi proses:
a) Sasaran mengikuti kegiatan penyuluhan dengan baik
b) Sasaran terlibat aktif dan kooperatif dalam kegiatan penyuluhan
c) Sasaran aktif bertanya
d) Sasaran aktif dan antusias dalam mengikuti kegiatan penyuluhan
c. Evaluasi hasil:
a. Jumlah peserta penyuluhan minimal 5 peserta
b. Media yang digunakan adalah leaflet
c. Waktu penyuluhan adalah 30 menit
d. Tidak ada peserta yang meninggalkan ruangan saat kegiatan penyuluhan berlangsung
kecuali terdapat kepentingan yang mendesak yang berhubungan kondisi pasien di PICU
e. Peserta aktif dan antusias dalam megikuti kegiatan penyuluhan
d. Hasil
a) Sasaran mampu memahami tentang pengertian Gagal Ginjal Kronik
b) Sasaran mampu memahami tentang penyebab terjadinya Gagal Ginjal Kronik
c) Sasaran mampu memahami tentang patofisiologi (proses terjadinya) Gagal Ginjal Kronik
d) Sasaran mampu memahami tentang tanda dan gejala Gagal Ginjal Kronik
e) Sasaran mampu memahami tentang pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui
adanya Gagal Ginjal Kronik
f) Sasaran mampu memahami tentang penatalaksanaan pada Gagal Ginjal Kronik
ETIOLOGI
Di Indonesia, menurut data Perhimpunan Nefrologi Indonesia (2000), glomerulonefritis
merupakan 46.39% penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis. Sedangkan diabetes melitus
insidennya 18,65% disusul obstruksi / infeksi ginjal (12.85%) dan hipertensi (8.46%) (Firmansyah,
2010). Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada
tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%),
diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Usu, 2008).
1. Glomerulonefritis
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan
sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri
sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik
lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau
amiloidosis (Usu, 2008).
Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara
kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang
harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis (Usu, 2008).
2. Diabetes melitus
Nefropati diabetik merupakan manifetasi mikroangiopati pada ginjal yang ditandai
dengan adanya proteinuri (mula-mula intermiten kemudian persisten), penurunan GFR
(glomerular filtration rate)peningkatan tekanan darah yang perjalanannya progresif menuju
stadium akhir berupa gagal ginjal terminal. Berbagai teori tentang patogenesis nefropati
diabetik adalah peningkatan produk glikosilasi dengan proses non enzimatik yang disebut
AGEs (Advanced Glicosylation End Products), Peningkatan reaksi jalur poliol (polyol
pathway), glukotoksisitas (oto-oksidasi), dan protein kinase C memberikan kontribusi pada
kerusakan ginjal.Kelainan glomerulus disebabkan oleh denaturasi protein karena tingginya
kadar glukosa, hiperglikemia dan hipertensi intraglomerulus. Kelainan/perubahan terjadi pada
membran basalis glomerulus dengan proliferasi dari sel-sel mesangium. Keadaan ini akan
menyebabkan glomerulosklerosis dan berkurangnya aliran darah, sehingga terjadi perubahan-
perubahan pada permeabilitas membran basalis glomerulus yang ditandai dengan timbulnya
albuminuria (Arsono, 2008).
3. Hipertensi
Hipertensi menyebabkan CKD karena pada pasien dengan hipertensi maka kerja ginjal
semakin berat, jika hal ini terus menerus terjadi maka akan terjadi gagal ginjal.
4. Ginjal polikistik
Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang
tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan
genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik
merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Ternyata kelainan ini dapat
ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat
dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.
Pada anak, penyakit ginjal kronis dapat disebabkan penyakit kongenital, didapat,
genetik, atau metabolik. Penyebab yang mendasari berkaitan erat dengan usia pasien saat penyakit
ginjal kronis pertama terdeteksi. Penyakit ginjal kronis pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun
biasa disebabkan abnormalitas kongenital seperti hipoplasia atau displasia ginjal, dan/atau uropati
obstruktif. Penyebab lain adalah sindrom nefrotik kongenital, sindrom prune belly, nekrosis korteks,
glomerulosklerosis fokal segmental, penyakit ginjal polikistik, trombosis vena renalis, dan sindrom
hemolitik uremik.Setelah usia 5 tahun, penyakitpenyakit didapat (berbagai bentuk glomerulonefritis
termasuk lupus nefritis) lebih mendominasi. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan
berkelanjutan pada penyakit ginjal kronis, yaitu glomerulosklerosis, pembentukan fibrosis
tubulointerstisial, proteinuria, dan sklerosis vaskular.
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
kelainan patalogik
terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin,
atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. laju filtrasi gromelurus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau
tanpa kerusakan ginjal
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat (stage) penyakit dan
atas dasar diagnosis etiologi.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik (CKD) meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius,
batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus Sistemik (LES), dan
lain sebagainya.
b. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia,
kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung,
asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida)
2) Gambaran Laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik (CKD) meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan krestinin serum, dan
penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin
serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar
asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremi, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia,
hipokalsemia, asidosis metabolic (Suwitra, 2006). Terdapat penurunan bikarbonat plasma
(15-25 mmol/liter), penurunan pH, dan peningkatan anion gap. Konsentrasi natrium
biasanya normal, namun dapat meningkat atau menurun akibat masukan cairan inadekuat
atau berlebihan. Hiperkalemia adalah tanda gagal ginjal yang berat, kecuali terdapat
masukan berlebihan, asidosi tubular ginjal, atau hiperaldosteronisme. (Pernefri, 2010).
d. Kelainan urinalisis meliputi, proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isostenuria (Suwitra,
2006). Dapat ditemukan proteinuria 200-1.000 mg/hari.Permeriksaan biokimia plasma
akan mengetahui fungsi ginjal dan gangguan elektrolit, mikroskopik urin, urinalisa, tes
serologi untuk mengetahui penyebab glomerulonefritis, dan tes-ts penyaringan sebagai
persiapan sebelum dialisis (biasanya hepatitis B dan HIV) (Pernefri.2010).
3) Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik (CKD) meliputi:
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak.
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter
glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksis oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi.
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifiasi (Suwitra, 2006).
USG ginjal sangat penting untuk mengetahui ukuran ginjal dan penyebab gagal ginjal,
misalnya adanya kista atau obstruksi pelvis ginjal. Dapat pula dipakai foto polos abdomen.
Jika ginjal lebih kecil dibandingkan usia dan besar tubuh pasien maka lebih cenderung ke
arah gagal ginjal kronik (Pernefri, 2010).
e. Pemerikasaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
4) Biopsi dan pemeriksaan Histopatologi ginjal
Biposi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal
yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan.
Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi,
prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal kontra-indikasi
dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil, ginjal polikistik, hipertensi
yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas, dan obesitas
(Suwitra, 2006).
PENATALAKSANAAN
Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik (CKD) sesuai dengan
derajatnya
Derajat LFG (ml/mnt/1,73m2) Rencana tatalaksana