Revisi Tahun 2017 Rencana Aksi Kegiatan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
DAFTAR ISI 2
KATA PENGANTAR 3
BAB I. PENDAHULUAN 5
I. LATAR BELAKANG 5
II. KONDISI UMUM, POTENSI DAN PERMASALAHAN 6
A. Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik6
B. Penyakit Terabaikan 9
III. LINGKUNGAN STRATEGIS 10
A. Lingkungan Strategis Nasional 10
B. Lingkungan Strategis Regional 12
C. Lingkungan Strategis Global 13
BAB II. TUJUAN DAN SASARAN STATEGIS DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN 15
I. TUJUAN 15
II. SASARAN STRATEGIS 16
BAB III. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA
KELEMBAGAAN 18
I. TARGET KINERJA 23
II. KERANGKA PENDANAAN 27
V. PEMANTAUAN, PENILAIAN, PELAPORAN 55
Rencana Aksi Kegiatan (RAK) merupakan dokumen turunan dari Rencana Aksi Program
(RAP) yang merupakan penjabaran dari Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian
Kesehatan 2015 - 2019 yang menjadi dokumen perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
kesehatan di Indonesia. RAK memuat tujuan, sasaran, arah kebijakan, strategi, indikator dan
target selama lima tahun (2015-2019).
Sejalan dengan ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 64 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan dimana terjadi perubahan atas susunan
organisasi dan tata kerja. Sehingga terdapat perubahan pada nama satuan kerja Direktorat
Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang menjadi Direktorat Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik.
Buku Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor
dan Zoonotik Tahun 2015-2019 ini disusun untuk menjadi pedoman bersama dalam
mewujudkan outcome Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik.
Buku ini memuat tujuan, sasaran, arah kebijakan, stretegi, indikator, sampai dengan kerangka
pendanaan dan target Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik
selama lima tahun (2015-2019) yang harus dijadikan acuan dan akan memberikan panduan
dalam penyusunan rencana kerja tahunan sekaligus menjadi salah satu dokumen sumber
dalam pelaksanaan penilaian Akuntabilitas Kinerja kegiatan Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik.
Kami meyakini, bahwa Rencana Aksi Kegiatan ini belum sempurna dan terus akan diperbarui
untuk mengakomodir perkembangan kondisi internal dan eksternal pembangunan kesehatan
di bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Oleh karena itu, masukan dari semua
pihak untuk perbaikannya sangat dibutuhkan. Kepada seluruh penyusun buku ini, kami
mengucapkan terima kasih atas segala upayanya. Semoga Rencana Aksi Kegiatan ini dapat
mencapai tujuan penyusunannya.
I. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif
secara sosial dan ekonomis. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh
kesinambungan antar upaya program dan sektor, serta kesinambungan dengan upaya-upaya
yang telah dilaksanakan oleh periode sebelumnya.
Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan
sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui melalui upaya
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan
pemeratan pelayanan kesehatan. Program Indonesia dituangkan dalam sasaran pokok
RPJMN 2015-2019 yaitu: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; (2)
meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan; (4)
meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan
kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat
dan vaksin; serta (6) meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma sehat,
penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional.Pilar paradigma sehat di
lakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan
promotif preventif dan pemberdayaan masyarakat. Pilar penguatan pelayanan kesehatan
dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem
rujukan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan, menggunakan pendekatan continuum
of care dan intervensi berbasis risiko kesehatan. Sementara itu pilar jaminan kesehatan
nasional dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan benefit serta kendali mutu dan
kendali biaya.
Keberhasilan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga juga sangat ditentukan
oleh peran dan tanggung jawab sektor-sektor lain di luar sektor kesehatan (lintas sektor).
Peran dan tanggung jawab lintas sektor antara lain diwujudkan dalam bentuk menyukseskan
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). Gerakan ini dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan masyarakat untuk berperilaku sehat dalam upaya meningkatkan kualitas hidup.
Kegiatan utama yang dilakukan dalam rangka Germas mencakup enam hal sebagai berikut:1)
Peningkatan aktivitas fisik; (2) Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS); 3)
Penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi; 4) Peningkatan pencegahan dan
deteksi dini penyakit; 5) Peningkatan kualitas lingkungan; 6) Peningkatan edukasi hidup
sehat.
Dengan telah ditetapkannya RPJMN 2015-2019 melalui Peraturan Presiden nomor 2 tahun
2015, Renstra Kementerian Kesehatan 2015-2019 melalui Keputusan Menteri Kesehatan
nomor HK.02.02/2015 sebagaimana telah direvisi berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/422/2017 dan Rencana Aksi Program PP dan
PL tahun 2015 – 2019 yang merupakan jabaran kebijakan Kementerian Kesehatan dalam
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Direktorat Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik (P2PTVZ) menyusun Rencana Aksi
Kegiatan P2PTVZ yang merupakan jabaran kebijakan Kementerian Kesehatan dalam
pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor dan zoonotik sesuai dengan tugas pokok
dan fungsi termasuk langkah-langkah antisipasi tantangan program selama lima tahun
mendatang.
Penyakit malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan menjadi salah satu
tujuan ke6 MDGs dan RPJMN 2015-2019 yaitu menurunkan angka kesakitan malaria.
Angka kesakitan malaria berdasarkan API (Annual Paracite Incidence) adalah jumlah
kasus positif malaria per 1000 penduduk pada satu tahun. API ini digunakan untuk
menentukan trend morbiditas malaria dan menentukan endemisitas suatu daerah (masih
terjadi penularan malaria). API juga merupakan salah satu syarat suatu daerah masuk
dalam fase eliminasi yaitu jika API kurang dari 1 per 1000 penduduk. Pada tahun 2014,
dengan jumlah kasus 252.027 dan kelengkapan laporan 90%, API Nasional adalah 0,99
per 1000 penduduk. Angka tersebut telah mencapai target RPJMN tahun 2014 sebesar
1 per 1000 penduduk. Secara nasional kasus malaria selama tahun 2009 – 2014
cenderung menurun yaitu pada tahun 2009 angka API sebesar 1,85 per 1000 menjadi
0,99 per 1000 penduduk dengan jumlah kasus 252.027 pada tahun 2014. Pada tahun
2016 dengan kelengkapan laporan kabupaten/kota 88%, API Nasional adalah 0,84 per
1000 penduduk. Kerugian akibat penyakit malaria pada tahun 2014 yaitu sebanyak 2,5
triliyun sedangkan biaya pencegahan hanya 2,04 Milyar.
Kasus malaria terfokus di kawasan timur Indonesia, oleh karena itu pada tahun 2014-
2015 dilakukan upaya pencegahan berupa pembagian kelambu secara masal (Total
Coverage). Sehingga diharapkan kasus malaria menurun pada 5 tahun mendatang, yang
akan berdampak pada peningkatan jumlah kabupaten/kota dengan API <1 dari 340 di
tahun 2015 menjadi 400 pada tahun 2019 dan Kabupaten/Kota yang mencapai eliminasi
dari 225 tahun 2015 menjadi 300 ditahun 2019.
Saat ini penyakit DBD masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia.Di Indonesia
penyakit ini pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968
dengan jumlah kematian sebanyak 24 orang.Kemudian jumlah kasus terus bertambah
seiring dengan semakin meluasnya daerah endemis DBD dimana pada tahun 2011
penyakit ini telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia (34 provinsi dan 400
Kabupaten/Kota).
Total kasus DBD tahun 2016 sebanyak 204.171 (Incidence rate 78,85/100.000
penduduk) dengan kematian sebanyak 1.598 (CFR 0,78%). Kasus terbanyak ditemukan
di Provinsi Jawa Barat disusul Jawa Timur dan Bali.
Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan pada tahun
1973 di Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur dan di Jakarta. Sejak ditemukan pertama
kali sampai dengan tahun 2010, telah 21 provinsi dan 149 kab/kota di Indonesia pernah
melaporkan adanya KLB Chikungunya. KLB Chikungunya sering terjadi pada awal dan
akhir musim hujan dan penyakit ini lebih sering terjadi di daerah sub urban.
Virus JE pertama kali ditemukan pada 1971 dari nyamuk Culex, dan pada 1972 virus
diisolasi pada hewan babi. Kasus pada manusia telah ditemukan melalui survei di Bali
pada kurun waktu 1990- 2002, dimana rata-rata tiap tahun terdapat 50 - 60 anak yang
positif terjangkit JE berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratorium. JE selain dapat
menimbulkan kematian juga dapat menimbulkan gejala sisa (sekuele) mulai dari depresi
emosi, kelainan perilaku, gangguan intelektual dan fungsi neurologi lainnya.
7
Zoonosis adalah penyakit dan infeksi yang ditularkan secara alami di antara hewan
vertebrata dan manusia (WHO). Dalam rangka akselerasi Pengendalian Zoonosis telah
dibentuk Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis melalui PERPRES No.30 Tahun 2011
tentang Pengendalian Zoonosis.
Rabies adalah penyakit infeksi sistem saraf pusat akut pada manusia dan hewan
berdarah panas yang disebabkan oleh Lyssa virus, dan menyebabkan kematian pada
hampir semua penderita rabies baik manusia maupun hewan. Sebanyak 25 provinsi telah
tertular rabies dan hanya 9 provinsi masih bebas historis dan telah dibebaskan dari rabies
(Provinsi Kepulauan Riau, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua dan Papua Barat). Tahun 2016
terdapat 91 kasus Lyssa dan terlaporkan 68.216 kasus GHPR dan yang diberikan Post
Exposure Treatmeant (PET) sebanyak 45.104 kasus.
Kasus Flu Burung (FB) pertama kali dilaporkan pada manusia pada bulan Juni 2005.
Berdasarkan data kasus FB dalam 5 tahun terakhir (2011 – 2015), terjadi sporadis di 15
provinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Lampung, Jawa Tengah, Sumatera
Utara, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Riau, Bali,
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Bengkulu dan Nusa Tenggara Barat. Jumlah kasus
FB pada manusia tertinggi masih ditemukan di 3 provinsi dengan urutan DKI Jakarta,
Jawa Barat, dan Banten. Jumlah kumulatif kasus FB di Indonesia sejak Juni 2005 sampai
Desember 2015 adalah 199 kasus konfirmasi dengan 167 kasus kematian. Secara
kumulatif jumlah kasus FB pada manusia cenderung menurun, namun pada tahun 2012
sampai 2015, case fatality rate (CFR) FB mencapai 100%.
Sampai saat ini terdapat 15 provinsi di Indonesia yang terkonfirmasi kasus Flu Burung
pada manusia. Untuk tahun 2015 penambahan kasus konfirmasi dan kematian berasal
dari Provinsi Banten. Kasus terbesar terdapat di Provinsi DKI Jakarta yang disusul oleh
Provinsi Jawa Barat lalu Provinsi Banten.
Penyakit antraks adalah termasuk salah satu zoonosis yang disebabkan oleh Bacillus
anthracis, dapat menyerang manusia melalui 3 cara yaitu melalui kulit yang lecet, abrasi
atau luka, dapat melalui pernafasan (inhalasi) dan melalui mulut karena makan bahan
makanan yang tercemar kuman antraks misalnya daging yang terinfeksi yang dimasak
kurang sempurna. Spora antraks ini dapat digunakan sebagai senjata bioterorisme.
Wilayah endemis antraks pada hewan tersebar di 11 provinsi yaitu Jambi, Sumatera
Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, NTB dan NTT. Dalam 5 tahun terakhir (2011 -
Pes (Plague) disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis yang terdapat pada binatang
pengerat/rodensia seperti tikus/bajing dan dapat menular antar binatang pengerat melalui
gigitan pinjal dan ke manusia melalui gigitan pinjal. Fokus Pes di Indonesia adalah
Kabupaten Pasuruan (Jawa Timur), Kabupaten Boyolali (Jawa Tengah), Kabupaten
Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta).
B. Penyakit Terabaikan
Filariasis atau penyakit kaki gajah merupakan salah satu Penyakit Tropik Terabaikan
(Neglected Tropical Diseases/NTDs). Filariasis adalah penyakit menular menahun yang
disebabkan oleh parasit berupa cacing filaria, yang terdiri dari tiga spesies yaitu
Wuchereria bancrofti, Brugia malayidan Brugia timori. Penyakit ini menginfeksi jaringan
limfe (getah bening). Filariasis menularmelalui gigitan nyamuk yang mengandung cacing
filaria dalam tubuhnya. Dalam tubuhmanusia, cacing tersebut tumbuh menjadi cacing
dewasa dan menetap di jaringan limfe sehingga menyebabkan pembengkakan di kaki,
tungkai, payudara, lengan dan organ genital. WHO menetapkan kesepakatan global
untuk mengeliminasi filariasispada tahun 2020 (The Global Goal of Elimination of
Lymphatic Filariasis as a Public Healthproblem by The Year 2020).
Di dunia terdapat 1,3 miliar penduduk yang berisiko tertular penyakit kaki gajah di lebih
dari 83 negara dan 60% kasus berada di Asia Tenggara.Di Indonesia, sampai dengan
akhir tahun 2016 terdapat 13.032 kasus filariasis.
Untuk meningkatkan cakupan minum obat, maka pada Bulan Oktober periode Tahun
2015 – 2020 akan dilaksanakan Bulan Eliminasi Kaki Gajah (BELKAGA). BELKAGA
adalah Bulan dimana seluruh penduduk sasaran di wilayah endemis Filariasis minum
obat pencegahan Filariasis. Pencanangan BELKAGA dilaksanakan pada tanggal 1
Oktober 2015. Cakupan POPM filariasis dalam lima tahun terakhir terus meningkat, dari
56,5%pada tahun 2012 menjadi 69,5% pada tahun 2015, 71% pada tahun 2016.
Keberhasilan upaya pengendalian penyakit tular vektor dan zoonosa lainnya terkait
dengan pemutusan rantai penularan melalui upaya pengendalian vektor dan binatang
pembawa penyakit secara terpadu meliputi aspek teknis/metode, sumber daya baik
manusia dan sarana prasarana, keterpaduan antar program dan lintas sektor serta
melibatkan peran aktif masyarakat.
Masalah penduduk miskin yang sulit berkurang akan masih menjadi masalah penting.
Secara kuantitas jumlah penduduk miskin bertambah, dan ini menyebabkan
permasalahan biaya yang harus ditanggung pemerintah bagi mereka. Tahun 2014
pemerintah harus memberikan uang premium jaminan kesehatan sebanyak 86,4 juta
orang miskin dan mendekati miskin. Data BPS menunjukkan bahwa ternyata selama
tahun 2013 telah terjadi kenaikan indeks kedalaman kemiskinan dari 1,75% menjadi
1,89% dan indeks keparahan kemiskinan dari 0,43% menjadi 0,48%. Hal ini berarti tingkat
kemiskinan penduduk Indonesia semakin parah, sebab semakin menjauhi garis
10
Tingkat pendidikan penduduk merupakan salah satu indikator yang menentukan Indeks
Pembangunan Manusia. Di samping kesehatan, pendidikan memegang porsi yang besar
bagi terwujudnya kualitas SDM Indonesia. Namun demikian, walaupun rata-rata lama
sekolah dari tahun ke tahun semakin meningkat, tetapi angka ini belum memenuhi tujuan
program wajib belajar 9 tahun. Menurut perhitungan Susenas Triwulan I tahun 2013, rata-
rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas di Indonesia adalah 8,14 tahun.
Keadaan tersebut erat kaitannya dengan Angka Partisipasi Sekolah (APS), yakni
persentase jumlah murid sekolah di berbagai jenjang pendidikan terhadap penduduk
kelompok usia sekolah yang sesuai.
Diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Menurut peta jalan menuju
Jaminan Kesehatan Nasional ditargetkan pada tahun 2019 semua penduduk Indonesia
telah tercakup dalam JKN (Universal Health Coverage - UHC). Diberlakukannya JKN ini
jelas menuntut dilakukannya peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, baik
pada fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjutan,
serta perbaikan sistem rujukan pelayanan kesehatan. Untuk mengendalikan beban
anggaran negara yang diperlukan dalam JKN memerlukan dukungan dari upaya
kesehatan masyarakat yang bersifat promotif dan preventif agar masyarakat tetap sehat
dan tidak mudah jatuh sakit. Perkembangan kepesertaan JKN ternyata cukup baik.
Sampai awal September 2014, jumlah peserta telah mencapai 127.763.851 orang
(105,1% dari target). Penambahan peserta yang cepat ini tidak diimbangi dengan
peningkatan jumlah fasilitas kesehatan, sehingga terjadi antrian panjang yang bila tidak
segera diatasi, kualitas pelayanan bisa turun.
11
Berlakunya Undang-Undang Tentang Desa. Pada bulan Januari 2014 telah disahkan UU
Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Sejak itu, maka setiap desa dari 77.548 desa yang
ada, akan mendapat dana alokasi yang cukup besar setiap tahun. Dengan simulasi APBN
2015 misalnya, ke desa akan mengalir rata-rata Rp 1 Miliar. Kucuran dana sebesar ini
akan sangat besar artinya bagi pemberdayaan masyarakat desa. Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) dan pengembangan
Berlakunya Peraturan Tentang Sistem Informasi Kesehatan. Pada tahun 2014 juga
diberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tentang Sistem Informasi Kesehatan
(SIK). PP ini mensyaratkan agar data kesehatan terbuka untuk diakses oleh unit kerja
instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang mengelola SIK sesuai dengan
kewenangan masing-masing.
12
Hal ini berkaitan dengan perjanjian pengakuan bersama (Mutual Recognition Agreement
- MRA) tentang jenis-jenis profesi yang menjadi cakupan dari mobilitas. Dalam MRA
tersebut, selain insinyur, akuntan, dan lain-lain, juga tercakup tenaga medis/dokter,
dokter gigi, dan perawat. Tidak tertutup kemungkinan di masa mendatang, akan dicakupi
pula jenis-jenis tenaga kesehatan lain. Betapa pun, daya saing tenaga kesehatan dalam
negeri juga harus ditingkatkan. Institusi-institusi pendidikan tenaga kesehatan harus
ditingkatkan kualitasnya melalui pembenahan dan akreditasi.
Pemberantasan malaria telah berhasil memenuhi indikator MDG’s yaitu API < 1 pada
tahun 2015. Pada SDG’s pemberantasan malaria masuk dalam goals ke 3.3 yaitu
Menghentikan epidemi AIDS, Tuberkulosis, Malaria dan Penyakit Terabaikan serta
Hepatitis, Water Borne Diseases dan Penyakit menular lainnya.
Termasuk elemen penting dari GHSA adalah zoonosis. Sebagai bentuk dari perwujudan
atas elemen penting (komitmen) tersebut, Pemerintah Indonesia, yang dalam hal ini
diwakili oleh Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian
Kesehatan, dan Kementerian Pertanian membahas lebih jauh berbagai aspek dari
penyakit zoonosis dalam kaitan pencegahan, pendeteksian lebih dini, dan upaya
merespon atas munculnya ancaman dari penyakit tersebut.
14
I. TUJUAN
Terdapat dua tujuan Pembangunan Kesehatan pada tahun 2015-2019, yaitu: 1)
meningkatnya status kesehatan masyarakat dan; 2) meningkatnya daya tanggap
(responsiveness) dan perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang
kesehatan.
15
Tujuan Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular
Vektor dan Zoonotik disusun dalam rangka dukungan dalam keberhasilan Program
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dalam Rencana Aksi Program yaitu menurunnya
penyakit menular dan tidak menular, serta meningkatnya kesehatan jiwa.
Tujuan Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular
Vektor dan Zoonotik berorientasi hasil kepada menurunnya penyakit tular vektor dan zoonotik.
II. SASARAN
Sasaran Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik adalah
meningkatnya pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor dan zoonotik. Sasaran
kinerja dihitung secara kumulatif selama lima tahun dan berakhir pada tahun 2019 dengan
indikator kinerja sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Meningkatnya persentase kabupaten/kota yang melakukan pengendalian vektor terpadu
sebesar 80%
b. Meningkatnya jumlah kabupaten/kota dengan API < 1 per 1.000 penduduk sebanyak 400
Kab/Kota
c. Meningkatnya jumlah kabupaten/kota endemis Filaria berhasil menurunkan angka
mikrofilaria menjadi < 1% sebanyak 75 Kab/Kota
d. Meningkatnya persentase kabupaten/kota dengan IR DBD < 49 per 100.000 penduduk
sebesar 68%
e. Meningkatnya persentase kabupaten/kota yang eliminasi Rabies sebesar 85%
Matrik target tahunan indikator sasaran kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit
tular vektor dan zoonotik sebagai berikut:
16
17
19
20
Regulasi yang akan disusun antara lain adalah perumusan peraturan pemerintah, peraturan
presiden, dan peraturan menteri yang terkait, termasuk dalam rangka menciptakan
sinkronisasi, integrasi penyelenggaraan pembangunan kesehatan antara pusat dan daerah.
21
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Repulik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1508), Pasal 328, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular
Vektor dan Zoonotik mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan
teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pencegahan dan
pengendalian penyakit tular vektor dan zoonotik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 328 Direktorat Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pencegahan dan pengendalian malaria,
zoonosis, filariasis dan kecacingan, dan arbovirosis, serta vektor dan binatang pembawa
penyakit;
b. Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan dan pengendalian malaria,
zoonosis, filariasis dan kecacingan, dan arbovirosis, serta vektor dan binatang pembawa
penyakit;
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pencegahan dan
pengendalian malaria, zoonosis, filariasis dan kecacingan, dan arbovirosis, serta vektor
dan binatang pembawa penyakit;
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pencegahan dan
pengendalian malaria, zoonosis, filariasis dan kecacingan, dan arbovirosis, serta vektor
dan binatang pembawa penyakit;
e. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pencegahan dan pengendalian malaria,
zoonosis, filariasis dan kecacingan, dan arbovirosis, serta vektor dan binatang pembawa
penyakit; dan
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik terdiri atas:
1. Sub Direktorat Malaria
2. Sub Direktorat Zoonosis
3. Sub Direktorat Filariasis dan Kecacingan
4. Sub Direktorat Arbovirosis
5. Sub Direktorat Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
6. Sub Bagian Tata Usaha; dan
7. Kelompok Jabatan Fungsional.
22
I. TARGET KINERJA
Target kinerja merupakan penilaian dari pencapaian program yang diukur secara berkala dan
dievaluasi pada akhir tahun 2019.
Kegiatan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik
mempunyai indikator kinerja sebagai berikut:
1. Jumlah Kabupaten/Kota dengan API < 1/1.000 penduduk
2. Jumlah Kabupaten/Kota endemis yang melakukan pemberian obat massal pencegahan
(POMP) Filariasis
3. Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filaria berhasil menurunkan angka mikrofilaria menjadi
< 1%
4. Presentase Kabupaten/Kota yang melakukan pengendalian vektor terpadu
5. Persentase Kabupaten/Kota dengan IR DBD < 49 per 100.000 penduduk
6. Persentase Kabupaten/Kota yang eliminasi rabies
Target periodik atas kinerja kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor dan
zoonotik sebagai berikut:
Tabel. IV. 1. Matrik Target Periodik Atas Kinerja Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Tahun 2015-2019
No. Indikator Base Target
Line
2015 2016 2017 2018 2019
(2014)
1 Jumlah Kabupaten/Kota dengan API 337 340 360 375 390 400
<1 per 1.000 penduduk
2 Jumlah Kabupaten/Kota endemis 140 170 210 240 245
yang melakukan pemberian obat
massal pencegahan (POMP)
Filariasis
3 Jumlah Kabupaten/Kota endemis 29 35 45 55 65 75
Filaria berhasil menurunkan angka
mikrofilaria menjadi < 1%
4 Persentase Kabupaten/Kota yang 30% 40% 50% 60% 70% 80%
melakukan pengendalian vektor
terpadu
5 Persentase Kabupaten/Kota dengan 58% 60% 62% 64% 66% 68%
IR DBD < 49 per 100.000 penduduk
6 Persentase Kabupaten/Kota yang 10% 25% 40% 55% 70% 85%
eliminasi Rabies
23
24
25
26
27
Arbovirosis
23.394.906.000 7.051.302.000 5.592.120.000 36.038.328.000
Persentase kab/kota
dengan IR DBD Penurunan Kasus
1
kurang dari target penyakit DBD 23.394.906.000
nasional
penurunan IR
DBD per provinsi 5.592.120.000
Pengendalian
faktor risiko dan
sumber penular 4.500.227.000
DBD
Kajian dan
monitoring faktor
risiko sumber
penular dan 2.551.075.000
efektivitas
intervensi DBD
Malaria
69.245.147.000 4.986.893.000 9.732.754.000 83.964.794.000
Persentase kasus
Jumlah Kab/Kota malaria mendapat
2 dengan API <1/1.000 penatalaksanaan
8.507.210.000
pada tahun 2019 kasus sesuai
standar
Persentase
cakupan kelambu
di daerah 60.737.937.000
endemis Malaria
Jumlah Kab/kota
dengan cakupan
penatalaksanaan
7.024.245.000
kasus malaria
sesuai standar
Jumlah Kab/kota
endemis malaria
dg cakupan
2.708.509.000
pendistribusian
kelambu
Pengamatan
faktor risiko dan
sumber penular 2.699.157.000
malaria
Kajian dan
monitoring faktor
risiko sumber
penular dan 2.287.736.000
efektivitas
intervensi malaria
Zoonosis
13.005.760.000 5.307.306.000 3.027.070.000 21.340.136.000
Persentase Jumlah
Kab/Kota endemis
3 rabies yang
12.067.590.000 324.620.000 12.392.210.000
mempunyai Rabies
Center
Jumlah Provinsi
endemis rabies
dengan kab/kota
12.067.590.000
yg mempunyai
rabies center
Jumlah Kab/Kota
endemis rabies
yang mempunyai 324.620.000
rabies center
28
29
30
Norma/Standar/Prosedur/Ketentuan
Output Norma/Standar/Prosedur/Ketentuan
1 (NSPK) Pengendalian Penyakit
Pusat (NSPK) Pengendalian Arbovirosis 1.428.128
Tular Vektor Dan Zoonotik
31
Norma/Standar/Prosedur/Ketentuan
Output Norma/Standar/Prosedur/Ketentuan
1 (NSPK) Pengendalian Penyakit
Pusat (NSPK) Pengendalian Malaria 3.749.200
Tular Vektor Dan Zoonotik
Layanan Pengawasan
Output Layanan Pengawasan
3 Pelaksanaan Pengendalian
Pusat Pelaksanaan Pengendalian Malaria 9.802.295
Penyakit Tular Vektor Dan Zoonotik
Jumlah Output Peringatan Dini Kejadian Penyakit Peringatan Dini Kejadian Penyakit
5
kabupaten/kota Pusat Tular Vektor Dan Zoonotik Malaria 425.000
dengan API
<1/1.000
penduduk Layanan Pembinaan Pelaksanaan
Output Layanan Pembinaan Pelaksanaan
6 Pengendalian Penyakit Tular Vektor
Pusat Pengendalian Penyakit Malaria 1.451.015
Dan Zoonotik
Layanan Pelaksanaan
Output Layanan Pelaksanaan
7 Pengendalian Penyakit Tular Vektor
Dekon Pengendalian Malaria di Kab/Kota 33.520.102
Dan Zoonotik Di Kab/Kota
32
Norma/Standar/Prosedur/Ketentuan
Output Norma/Standar/Prosedur/Ketentuan
1 (NSPK) Pengendalian Penyakit
Pusat (NSPK) Pengendalian Zoonosis 1.293.440
Tular Vektor Dan Zoonotik
Jumlah kab/kota
endemis yang
melakukan Norma/Standar/Prosedur/Ketentuan Norma/Standar/Prosedur/Ketentuan
Output
1 pemberian obat (NSPK) Pengendalian Penyakit (NSPK) Pengendalian Filariasis &
Pusat 430.190
massal Tular Vektor Dan Zoonotik Kecacingan
pencegahan
(POMP) Filariasis
33
Norma/Standar/Prosedur/Ketentuan
Output Norma/Standar/Prosedur/Ketentuan
1 (NSPK) Pengendalian Penyakit
Pusat (NSPK) Pengendalian Vektor 1.885.070
Tular Vektor Dan Zoonotik
34
Advokasi,
Sosialisasi dan
Koordinasi Layanan Dukungan Manajemen Layanan Dukungan Manajemen
Output
1 pelaksanaan Pengendalian Penyakit Tular Vektor Pengendalian Penyakit Tular Vektor
Pusat 3.300.561
POMP Filariasis di Dan Zoonotik Dan Zoonotik
Kab/Kota endemis
menuju eliminasi
N SASARAN SUB OUTPUT DO OUTPUT (DO SUB OUTPUT) SATUA TARGE USULAN
O N T 2017 (Dalam
Ribu)
2017
1 Pemberian Angka absolut orang yang minum obat Orang 35.9
obat pencegahan filariasis di seluruh kabupaten Juta 108.226.591
pencegahan endemis filariasis yang melaksanakan Orang
massal POPM filariasis
filariasis
(POPM) di Norma/Standar/Prosed Jumlah Norma/Standar/Prosedur/Kriteria Jumlah 3
daerah ur/Kriteria (NSPK) (NSPK) Pencegahan dan Pengendalian NSPK 330.000
kab/kota Pencegahan dan Filariasis yang hasilkan
yang Pengendalian Filariasis
endemis Sumber Daya Manusia Jumlah Sumber Daya Manusia Jumlah 100
filariasis Pencegahan dan Pencegahan dan Pengendalian Filariasis SDM 885.400
Pengendalian Filariasis yang mendapat informasi/pelatihan/TOT/
filariasis
Sarana Prasarana Jumlah Sarana Prasarana Pencegahan Paket 12
Pencegahan dan dan Pengendalian Filariasis yang 20.990.000
Pengendalian Filariasis dihasilkan
35
36
Sumber Daya Manusia Jumlah Tenaga yang Mengikuti Pelatihan Orang 132
Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan BPP, Seminar 4.900.000
Pengendalian Vektor yang berhubungan dengan Vektor dan BPP
dan BPP di dan Kursus di Salatiga (Nyamuk, lalat dan
Pelabuhan/Bandara/PL reservoar dan BBTKL surabaya Tikus Dan
BD Pinjal
37
5 Cakupan Jumlah absolut anak (usia pra sekolah dan Anak 33.4
pemberian sekolah) yang minum obat cacing Anak 8.508.162
obat cacing
pada Anak
usia pra
sekolah dan
sekolah
Norma/Standar/Prosed Jumlah Norma/Standar/Prosedur/Kriteria Jumlah 2
ur/Kriteria (NSPK) (NSPK) Pencegahan dan Pengendalian NSPK 220.000
Pencegahan dan Kecacingan yang di hasilkan
Pengendalian
Kecacingan
Sumber Daya Manusia Jumlah Sumber Daya Manusia Jumlah 100
Pencegahan dan Pencegahan dan Pengendalian Cacingan SDM 885.400
Pengendalian yang mendapat tambahan
Kecacingan informasi/pelatihan/ Kecacingan
Sarana Prasarana Jumlah Sarana Prasarana Pencegahan Paket 4
Pencegahan dan dan Pengendalian Kecacingan yang 650.000
Pengendalian dihasilkan
Kecacingan
Layanan Pencegahan Jumlah Layanan Pencegahan dan Layanan 6
dan Pengendalian Pengendalian Penyakit Kecacingan yang 1.180.953
Penyakit Kecacingan dilaksanakan
38
Sumber Daya Manusia Jumlah orang di wilayah kerja KKP yang Orang 1150
Pencegahan dan mendapatkan 4.145.000
Pengendalian sosialisasi/informasi/refreshing
Arbovirosis di pencegahan dan pengendalian arbovirosis.
Pelabuhan/Bandara/PL
BD
39
40
PENDANAAN
VOL
TAHUN 2018
PN/ UM
KODE OUTPUT / SUB OUTPUT / KOMPONEN SATUAN (dalam juta)
PB E/
TAR
GET RUPIAH
Norma/Standar/Prosedur/Kriteria (NSPK)
2059.001 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular PB Dokumen 560.050.000
2
Vektor dan Zoonotik
Norma/Standar/Prosedur/Kriteria (NSPK)
2059.001.002 Dokumen 178.390.000
Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis 1
Penyusunan NSPK pencegahan dan pengendalian
2059.001.002.051 178.390.000
arbovirosis
Norma/Standar/Prosedur/Kriteria (NSPK)
2059.001.003 Dokumen 381.660.000
Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis 1
Penyusunan NSPK Pencegahan dan Pengendalian
2059.001.003.051 381.660.000
Zoonosis
Sumber Daya Manusia Pencegahan dan
2059.002 Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan PN Orang 461.200.000
80
Zoonotik
Sumber Daya Manusia Pencegahan dan
2059.002.003 Orang 461.200.000
Pengendalian Zoonosis 80
Sosialisasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
2059.002.003.054 461.200.000
Zoonosis
Sarana Prasarana Penunjang Prioritas Nasional
2059.003 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular PN Jenis 32.213.700.000
16
Vektor dan Zoonotik
Sarana Prasarana Pencegahan dan Pengendalian
2059.003.002 Jenis 4.390.900.000
Arbovirosis 11
Pelaksanaan pengadaan alat/bahan pencegahan
2059.003.002.052 4.390.900.000
dan pengendalian arbovirosis
Sarana Prasarana Pencegahan dan Pengendalian
2059.003.003 Jenis 27.822.800.000
Zoonosis 5
Pelaksanaan Pengadaan Bahan Pencegahan dan
2059.003.003.053 27.822.800.000
Pengendalian Zoonosis
2059,005 Layanan Capaian Eliminasi Malaria PN Layanan 75.462.900.000
364
Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
2059.005.001 PN Layanan 1.584.900.000
Malaria Pusat 20
2059.005.001.051 Assesment Penilaian Eliminasi malaria 1.000.000.000
Workshop evaluasi Gebrak Malaria dalam
2059.005.001.059 584.900.000
pengembangan dan pengaktifan Malaria Center
Layanan Pelaksanaan Pengendalian Malaria Di
2059.005.002 PN Layanan 15.040.000.000
Kabupaten/Kota 285
2059.005.002.064 Pre Assesment Penilaian Eliminasi Malaria 700.000.000
2059.005.002.065 Post Eliminasi Malaria 4.940.000.000
Akselerasi Penemuan Kasus Malaria di Daerah
2059.005.002.066 3.970.000.000
Endemis Tinggi
41
42
43
44
45
ALOKASI
VOLUME (JUTA
KEMENTRIAN-LEMBAGA/UNIT/PROGRAM/KEGIATAN/OUTPUT/KOMPONEN SATUAN JENIS Pembagian RUPIAH)
2019 2019
024-KEMENTERIAN KESEHATAN
46
47
49
50
101-Larvasida 313,5
102-Fogging 4.628,00
100-Pemetaan 144,83
101-Spraying
1.252,50
009-U04-Layanan Pengendalian Vektor malaria SBK 49 3.940,00
100-Survei Jentik
245,00
101-Survei nyamuk
1.470,00
102-Larvasida
980,00
103-Spraying (IRS)
1.245,00
010-Layanan Pengendalian Penyakit Schistosomiasis Layanan Teknis 58 7.164,01
52
53
54
Pemantauan, evaluasi dan pengendalian merupakan bagian tidak terpisahkan dari tahapan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Pengendalian merupakan upaya untuk
memastikan tercapainya sasaran pembangunan. Berbagai aplikasi dan media pelaporan yang
dibangun digunakan sebagai salah satu alat untuk pengumpulan data realisasi (pemantauan)
pelaksanaan rencana pembangunan. Data hasil pemantauan ini digunakan sebagai bahan
untuk melakukan pengendalian dan bahan bagi pelaksanaan evaluasi, baik evaluasi tahap
pelaksanaan (ongoing), evaluasi hasil, -output-outcome (ex-post) maupun evaluasi pra-
rencana (ex-ante). Kebutuhan akan data secara sistematis akan sangat menentukan kualitas
pengendalian dan hasil evaluasi.
Media informasi pemantauan ditujukan sebagai alat bantu pelaksanaan pemantauan yang
dapat menghasilkan pelaporan pemantauan yang bermanfaat untuk pengendalian
pelaksanaan rencana dan menyediakan data bagi pelaksanaan evaluasi pelaksanaan
rencana pembangunan, khususnya yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN).
Ruang lingkup pemantauan dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu:
1. Input data realisasi komponen data pendukung
Sesuai dengan struktur data Renja KL 2018, pemantauan dilakukan mulai dari level
komponen. Input data dilakukan untuk data realisasi anggaran dan fisik, yang dilengkapi
dengan bukti dokumen Input data pemantauan dilakukan setiap bulan atau setiap saat
tergantung kebutuhan masing-masing indikator.
2. Input data realisasi output dan indikator-indikatornya
Pemantauan atas capaian atau realisasi output dan indikator-indikatornya yang terdiri dari
indikator output kegiatan, indikator kinerja kegiatan, indikator output program dan
indikator kinerja program dilakukan dengan melihat realisasi komponen yang ada di
masing-masing kegiatan/program. Input data dilakukan jika output dan sasaran/target
dari masing-masing indikator telah tercapai.
3. Verifikasi data
Verifikasi data ini terkait dengan pelaporan atas pemantauan dan input data realisasi
komponen/output/indikator yang telah dilakukan. Apabila verifikasi telah dilakukan maka
input data realisasi diasumsikan telah siap menjadi laporan hasil pemantauan.
Secara garis besar pemantauan, penilaian dan pelaporan dibagi menurut periode
pelaksanaannya adalah: 1.) Periode Bulanan (E Sismal, E Monev DJA, E Monev Bappenas
Satker, Simpeka, E Rekon KPPN), 2.) Periode Triwulanan (E Monev Bappenas, Matriks
Sandingan, Monitoring Triwulan atas Capaian Kinerja, E Performance), 3.) Periode Tahunan
(Laporan Kinerja, Profil Direktorat, Laporan Tahunan, Laporan Keuangan dan BMN)
55
Rencana Aksi Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik
ini disusun untuk dijadikan acuan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian upaya
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik dalam kurun
waktu lima tahun ke depan. Dengan demikian, Satuan Kerja Direktorat Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik mempunyai target kinerja yang telah
ditetapkan dan dievaluasi pada pertengahan (2017) dan akhir periode 5 tahun (2019) sesuai
ketentuan yang berlaku.
Jika di kemudian hari diperlukan adanya perubahan pada Rencana Aksi Kegiatan
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik 2015-2019, maka akan
dilakukan penyempurnaan sebagaimana mestinya.
56