Anda di halaman 1dari 19

SEDIAAN OBAT CAIR

TUGAS PRAKTIKUM FARMAKOLOGI


BLOK MEDICAL BASIC SCIENCE 1

HEIDY PUTRI GUMANDANG


1418011099

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
1. Pengertian Obat
Obat merupakan zat kimia yang dapat mempengaruhi jaringan biologi, dan
menurut WHO, obat adalah zat yang dapat mempengaruhi aktivitas fisik
atau psikis. Sedangkan menurut Kebijakan Obat Nasional (KONAS) obat
adalah bahan atau sediaan yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau kondisi patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dari rasa sakit, gejala
sakit, dan/atau penyakit, untuk meningkatkan kesehatan dan kontrasepsi.
Oleh karena itu, pengertian obat meliputi bahan dan sediaan obat yang
terwadah-kemaskan, diberi label dan penandaan yang memuat pernyataan
dan/atau klaim (Priyanto, 2008).

2. Rute Penggunaan Obat

3. Efek Samping Obat


Efek samping obat adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan dan berbahaya
yang diakibatkan oleh suatu pengobatan. Efek samping obat, seperti halnya
efek obat yang diharapkan, merupakan suatu kinerja dari dosis atau kadar
obat pada organ sasaran.
Interaksi obat juga merupakan salah satu penyebab efek samping. Hal ini
terjadi ketika tenaga kesehatan (dokter, apoteker, perawat) lalai dalam
memeriksa obat yang dikonsumsi oleh pasien, sehingga terjadi efek-efek
tertentu yang tidak diharapkan di dalam tubuh pasien. Bertambah parahnya
penyakit pasien yang dapat berujung kematian merupakan kondisi yang
banyak terjadi di seluruh dunia akibat interaksi obat.
4. Cara Penyimpanan Obat
Menstabilkan bentuk sediaan obat pada umumnya adalah untuk mencegah
terjadinya kerusakan obat akibat berbagai factor, antara lain:

a. Suhu
Semua produk sediaan obat harus disimpan dalam suhu yang sesuai,
untuk menghindari terjadinya percepatan kerusakan obat akibat panas.
Secara umum, obat sebaiknya disimpan pada suhu ruangan (25° C) serta
sebaiknya tidak melebihi 30° C ataupun kurang dari 15° C. Kelembaban
relatif ruangan sebaiknya juga dijaga antara 40-60 % RH (Relative
Humidity).

Ada 3 jenis suhu yang disarankan untuk penyimpanan produk obat, yaitu
: disimpan pada suhu ruangan (15-30° C), disimpan sejuk (8-15° C) dan
disimpan dingin (2-8° C).

b. Cahaya
Produk obat yang sensitif terhadap perubahan akibat cahaya, biasanya
akan disimpan dalam botol atau kemasan berwarna gelap. Oleh karena
itu apabila mendapatkan obat yang diberikan dalam wadah berwarna
gelap, tidak dipindahkan obat tersebut ke wadah lain yang transparan
sehingga akan terkena cahaya langsung.

c. Kelembaban
Untuk melindungi produk obat dari kondisi kelembapan tinggi, biasanya
dipilih wadah yang terbuat dari kaca atau plastik.

d. Oksigen
Untuk mencegah terjadinya oksidasi antara produk obat dengan oksigen
bebas (biasanya terjadi pada produk obat cair). Maka biasanya pada
waktu pengemasan dibuat sedemikian rupa, sehingga terdapat sedikit
mungkin oksigen pada wadah obat cairan. Cara lain untuk menghindari
terjadinya oksidasi adalah dengan menambahkan bahan anti oksidan
pada produk obat, yang dapat mengurangi oksigen bebas. Seperti yang
telah disebutkan sebelumnya, pada beberapa kasus akibat dari
penyimpanan obat yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya efek
samping karena obat menjadi kurang efektif atau bahkan beracun. Untuk
mencegah bahaya tersebut, berikut beberapa cara penyimpanan obat :

1) Menyimpan obat di tempat yang tidak terjangkau oleh anak-anak serta di


tempat yang tidak lembap dan terlindung dari cahaya matahari.
2) Tidak meninggalkan penutup kapas di dalam wadah ketika wadah obat
sudah dibuka karena dapat mengundang kelembapan di dalam wadah
obat.
3) Memeriksa tanggal kadaluarsa sebelum dikonsumsi. Apabila sudah
melebihi batas tanggal kadaluarsanya maka tidak boleh digunakan lagi.
4) Tidak mengkonsumsi obat yang telah mengalami perubahan secara fisik,
baik bentuk, warna, ataupun baunya, terlepas apakah obat tersebut sudah
kadaluarsa atau belum. Seperti misalnya tablet/kapsul yang menempel,
terlihat lebih keras atau lunak dari biasanya atau terlihat pecah atau
gompal. Tidak meninggalkan obat di dalam mobil, karena panas dapat
merusak obat tersebut.

5. Daftar Jenis Sediaan Obat


(Slamet, 2013)

6. Larutan
Menurut FI IV, solutiones atau larutan adalah sediaan cair yang
mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlalut. Larutan terjadi jika
sebuah bahan padat tercampur atau terlarut secara kimia maupun fisika ke
dalam bahan cair. Larutan dapat digolongkan menjadi larutan langsung dan
larutan tidak langsung. Larutan langsung adalah larutan yang terjadi karena
semata mata peristiwa fisika , bukan peristiwa kimia. Misalnya, NaCl
dilarutkan kedalam air atau KBr dilarutkan kedalam air, jika pelarutnya (ari)
diuapkan, maka NaCl atau KBr akan diperoleh kembali. Larutan tidak
langsung adalah larutan yang terjadi semata mata karena peristiwa kimia,
bukan peristiwa fisika. Misalnya jika Zn ditambahkan H2SO4 maka akan
terjadi reaksi kimia menjadi laruta ZnSO4 yang tidak dapat kembali Zn dan
H2SO4. Suatu larutan dapat pula digolongkan menjadi larutan
mikromolekuler, miseler, dan Makromolekuler. Larutan mikromolekuler
adalah suatu larutan yang secara keseluruha mengandung mikrounit yang
terdiri dari molekul atau ion, seperti alkohol, gliserin , ion natrium, dan ion
klorida dengan 1-10Å. Larutan miseler adalah suatu larutan yang
mengandung bahan padat terlarut berupa agregat (misel) baik dalam bentuk
molekul atau ion. Jadi, larutan miseler dapat dianggap sebagai larutan
perserikatan koloid. Larutan makromolekuler adalah larutan yang
mengandung bahan padat terlarut berupa larutan mikromolekuler, tetapi
ukuran molekulnya yang lebih besar dari mikromolekuler; misalnya larutan
PGA, larutan CMC, Larutan albumin, dan larutan polivinil pirolidon.

Jika suatu zat A dilarutkan ke dalam air atau pelarut lain akan terjadi
bermacam-macam tipe larutan yang sebagai berikut :
1. Larutan encer, yaitu jumlah zat A yang terlarut kecil.
2. Larutan pekat, yaitu larutan yang mengandung fraksi zat A yang lebih
besar.
3. Larutan jenuh (saturated), adalah larutan yang mengandung sejumlah
maksimum zat A yang dapat larut dalam air pada suhu dan tekanan
tertentu.
4. Larutan lewat jenuh (supersaturated), adalah larutan yang mengandung
sejumlah zat A yang terlarut melebihi batas maksimum kelarutannya di
dalam air pada suhu dan tekanan tertentu (FI IV: semua pengukuran
dilakukan pada suhu 25°C.

Menurut FI IV, bentuk sediaan larutan dapat digolongkan menurut cara


O pemberiannya, yaitu larutan oral dan larutan topikal, atau digolongkan
berdasarkan system pelarut dan zat terlarut seperti spirit, tingtur, dan air
aromatik.

Penggolongan menurut cara pemberiannya:


1. Larutan oral adalah sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral,
mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma,
pemanis, atau pewarna yang larut dalam air atau campuran konsolven-
air.
a. Sirop adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain
dalam kadar tinggi. Selain sukrosa dan gula lain, pada larutan oral
dapat ditambahkan senyawa poliol seperti sorbitol dan gliserin untuk
menghambat penghabluran dan untuk mengubah kelarutan, rasa, dan
sifat zat pembawa lainnya. Umumnya ditambahkan juga zat
antimikroba untuk mencegah pertumbuhan bakteri, jamur, dan ragi.
Larutan oral yang tidak mengandung gula tetapi bahan pemanis
buatan seperti sorbitol atau aspartam, dan bahan pengental, seperti
gom selulosa, sering digunakan untuk penderita diabetes.
b. Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol sebagai kosolven
(pelarut). Untuk mengurangi kadar etanol yang dibutuhkan untuk
pelarut, dapat ditambahkan kosolven lain seperti gliserin dan propilen
glikol.

2. Larutan topikal adalah larutan yang biasanya mengandung air, tetapi


sering kali mengandung pelarut lain seperti etanol dan poliol untuk
penggunaan pada kulit, atau dalam larutan lidokain oral topikal untuk
penggunaan pada permukaan mukosa mulut.
a. Losio (larutan atau suspensi) yang digunakan secara topikal.
b. Larutan otik adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau
pelarut lain dan bahan pendispersi. Penggunaan telinga luar, misalnya
larutan otik benzokain dan antipirin, larutan otik neomisin B sulfat,
dan larutan otik hidrokortison.

Penggolongan berdasarkan sistem pelarut dan zat terlarut:


1. Spirit adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dari zat
mudah menguap, umumnya digunakan sebagai bahan pengaroma.
2. Tingtur adalah larutan mengandung etanol atau hidroalkohol yang dibuat
dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia
3. Air aromatik adalah larutan jernih dan jenuh dalam air, dari minyak
mudah menguap atau senyawa aromatik, atau bahan mudah menguap
lainnya. Air aromatik dibuat dengan cara destilasi dan disimpan dalam
wadah yang terlindungi dari cahaya dan panas berlebih.untuk
mendapatkan suatu larutan dibutuhkan pelarut (solven) dan zat terlarut
(solut). Perbandingan antara zat terlarut dan pelarut disebut konsentrasi
larutan tersebut. Biasanya dinyatakan dalam persen (%).

Pelarut yang biasa digunakan adalah:


1. Air yang melarutkan bermacam-macam garam
2. Spiritus untuk melarutkan kamfer, iodin, mentol.
3. Gliserin untuk melarutkan tanin, zat samak, boraks, fenol.
4. Eter untuk melarutkan kamfer, fosfor, sublimat.
5. Minyak untuk melarutkan kamfer, menthol.
6. Parafin liquidum untuk melarutkan cera, cetasium, minyak-minyak,
kamfer, mentol, klorbutanol.
7. Kloroform untuk melarutkan minyak-minyak lemak.

Keuntungan dan kerugian bentuk larutan:


Keuntungan:
1. Merupakan campuran homogen
2. Dosis dapat diubah-ubah dalam pembuatan
3. Dapat diberikan dalam larutan encer, sedangkan kapsul dan tabel sulit
diencerkan
4. Kerja awal obat lebih cepat karena obat cepat diabsorpsi.
5. Mudah diberi pemanis, baua-bauan, dan warna, dan hal ini cocok untuk
pemberian obat pada anak-anak
6. Untuk pemakaian luar, bentuk larutan mudah digunakan.
Kerugian:
1. Volume bentuk larutan lebih besar
2. Ada oabat yang tidak stabil dalam larutan
3. Ada obat yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam larutan.

7. Suspensi
Suspensi adalah sedian cair yang mengandung partikel tidak larut dalam
bentuk halus yang terdispersi ke dalam fase cair. Suspensi oral adalah
sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang
terdispersi dalam fase cair dengan bahan pengaroma yang sesuai yang
ditujukan untuk penggunaan oral. Beberapa suspensi yang diberi etiket
sebagai susu atau magma termasuk dalam kategori ini. Beberapa suspensi
dapat langsung digunakan, sedangkan yang lain berupa campuran padat
dalam bentuk halus yang harus dikonstitusikan terlebih dahulu dengan
pembawa yang sesuai, segera sebelum digunakan. Sediaan ini disebut
“Untuk Suspensi Oral”.

(google.com/obatsuspensi)

Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam
bentuk halus yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk
penggunaan pada kulit. Losion eksternal harus mudah menyebar di daerah
pemakaian, tidak mudah mengalir dari daerah pemakaian, dan cepat kering
membentuk lapisan film pelindung. Beberapa suspense yang diberi etiket
sebagai “Lotio” termasuk dalam kategori ini.

Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel-partikel


halus yang ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar. Suspensi
oftalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel
sangat halus yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada
mata. Obat dalam suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak
menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea. Suspensi obat mata tidak
boleh digunakan jika terdapat massa yang mengeras atau terjadi
penggumpalan.

Suspensi untuk injeksi adalah sediaan cair steril berupa suspensi serbuk
dalam medium cair yang sesuai dan tidak boleh menyumbat jarum
suntiknya (syringe ability) serta tidak disuntikkan secara intravena atau ke
dalam larutan spinal. Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan
padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan
yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah
penambahan bahan pembawa yang sesuai.

a. Pembentukan Suspensi
Pembentukan suspensi terdiri dari dua system yaitu Sistem Flokulasi
dan Sistem deflokulasi. Dalam sistem flokulasi, partikel terflokulasi
terikat lemah, cepat mengendap dan pada penyimpanan dan mudah
tersuspensi kembali. Sedangkan dalam system deflokulasi partikel
deflokulasi mengendap perlahan dan akhirnya membentuk sedimen
yang keras dan sukar tersuspensi kembali.
Secara umum sifat sifat partikel pada suspensi dengan sistem deflokulasi
adalah Partikel suspensi memiliki ukuran yang kecil dan dalam keadaan
terpisah satu dengan yang lain. Sedimentasi yang terjadi lambat yang
akhirnya sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar
terdispersi lagi, wujud suspense dengan system deflokulasi
menyenangkan karena zat tersuspensi dalam waktu relatif lama. Terlihat
bahwa ada endapan dan cairan atas berkabut, namun dengan sedikit
pengocokan campuran tersebut akan kembali homogen. Sedangkan sifat
partikel pada system flokulasi ukuran Partikel lebih besar dan partikel
merupakan agregat yang bebas, Sedimentasi terjadi cepat namun
Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat serta mudah
terdispersi kembali seperti semula dengan pengocokan.

b. Kestabilan Sediaan Suspensi


Beberapa penelitian menunjukkan bahwa suspending agent
berpengaruh besar dalam kestabilan obat. Namun factor-faktor lain juga
dapat mempengaruhi kestabilan sediaan suspensi salah satunya adalah
suhu penyimpanan. Karna suhu penyimpanan dapat mempengaruhi
viskositas sediaan dan dapat mempengaruhi zat yang tidak tahan
terhadap suhu tinggi.

Sediaan suspensi yang stabil dibuat dengan berbagai rancangan


formulasi oleh seorang alhi farmasi, dimana mereka
mempertimbangkan segala aspek dalam menentukan formulasi. Sampai
dengan pemilihan system pembuatan suspense yang disesuaikan dengan
sifat zat yang akan dibuat dalam sediaan suspensi. Biasanya system
flokulasi dipilih untuk membuat sediaan suspense dengan zat aktif yang
tidak stabil dalam bentuk larutan walaupun dengan penambahan
suspending agent zat tersebut tetap tidak mampu stabil dalam kondisi
terlarut. Baikitu stabil secara fisik, kimia maupun biologi. Kejadian ini
tampak pada sediaan suspense kering pada antibiotik.

Pada suspensi dengan sistem deflokulasi juga terbentuk dari pemikiran


para ahli farmasi yang telah merancang formulasi dengan pertimbangan
beberapa aspek. Kestabilan suspensi deflokulasi lebih lama
dibandingkan dengan suspensi flokulasi dengan ukuran partikel yang
kecil menyebabkan sediaan tidak mudah mengendap namun jiaka terjadi
pengendapan akan sukar terdispersi kembali dan membentuk caking
disinilah para ahli farmasi mempertimbangkan pemilihan suspending
agent yang cocok untuk membuat sediaan suspense deflokulasi yang
baik.

8. Emulsi
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,
terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfaktan yang cocok. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat
yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, dimana cairan yang satu
terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini
tidak stabil, butir-butir uni bergabung (koalesan) membentuk dua lapisan air
dan minyak yang terpisah.
(google.com/obatemulsi)

Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang peling penting agar


memperoleh emulsi yang stabil. Semua emulgator bekerja dengan
membentuk lapisan disekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi
danlapisan ini berfungsi agar mencegah terjadinya koalesan dan terpisahnya
cairan dispers sebagai fase terpisah. Terbentuk dua macam tipe emulsi yaitu
emulsi M/A dimana tetes minyak terdispersi dalam fase air dan tipe A/M
dimana fase intern adalah air dan fase ekstern adalah minyak. Zat
pengemulsi antara lain adalah PGA, tragacantha, gelatin, sapo, senyawa
amonium kwarterner. Kolesterol, surfaktan seperti tween dan Span. Untuk
menjaga kestabilan emulsi perlu ditambahkan pengawet yang cocok.

Tipe emulsi ditentukan oleh sifat emulgator, yaitu bila emulgator yang
digunakan larut dalam air atau suka air (hidrofil) maka akan diperoleh
emulsi tipe M/A tetapi apabila emulgator larut dalam minyak atau suka
minyak (lipofil0 maka akan terbentuk tipe emulsi A/M. Emulgator yang
membentuk emulsi tipe M/A antara lain adalah : PGA, tragacantha, pulvis
gummosus, agar-agar, vitellum ovi, gelatina, sabun monovalen, tween,
natrium laurylsulfat dan sebagainya. Emulgator yang membentuk emulsi
tipe A/M anatara lain adalah kolesterol, span, sabun polivalen.
9. Eliksir
Eliksir: adalah sediaan berupa jernih, manis, merupakan larutan
hidroalkoholik, terutama untuk pemakaian oral, biasanya beraroma.
Ada 2 jenis:
1. Non-medicated elixir: susp sebagai vehikulum
2. Medicated elixir: sebagai obat.

Dibandingkan dengan sirup, eliksir kurang manis, kurang viscous karena


mengandung guka dengan kadar rendah, sehingga kurang efektif untuk
menutup rasa yang tidak enak. Karena berupa hidroalkoholik, maka lebih
mudah untuk dibuat menjadi larutan bagi bahan-bahan yang larut dalam air
maupun yang larut dalam suspens. Dari sisi pembuatan menjadi lebih
sederhana dibandingkan sirup.

Kadar suspensi bervariasi sekali tergantung dari keperluan untuk menjaga


tetap dalam larutan. Konsekwensinya: untuk bahan yang kurang larut dalam
air, jumlah alcohol yang dibutuhkan menjadi lebih besar. Gliserin, propilen
glikol dipakai sebagai ko-solven. Walaupun eliksir dipermanis dengan gula,
banyak juga yang menggunakan sorbitol, gliserin, atau pemanis buatan.
Eliksir dengan kadar suspens tinggi sering memakai saccharin sebagai
pemanis dengan jumlah kecil daripada gula yang sedikit larut dalam
suspens.

Hampir semua eliksir mengandung Flavoring agent dan coloring agent.


Eliksir dengan 10 – 12% suspens adalah self-preserving sehingga tidak
perlu
ditambahkan anti mikroba lagi.
Contoh formula:
Phenobarbital eliksir: Phenobarb. 4 g, Orange oil 025 ml, prop.glikol 100
ml, alcohol 200 ml, larutan sorbitol 600 ml, pewarna qs, air ad 1.000 ml
Theophyllin elixir: Theophyllin 5,3 g, As. Sitrat 10 g, glucose cair 44 g.
sirup 132 g, gliserin 50 g, larutan sorbitol 324 g, 13uspens 200 ml, Na-
saccharin 5 g, Lemon oil 0,5 g, FDC Yellow No.5 0,1 g, air ad 1.000 ml

Keuntungan eliksir: dosis mudah diatur, terutama buat mereka yang sulit
menelan obat. Kerugian: anak/dewasa yang menghindari suspens.
Karena biasanya mengandung suspens dan minyak menguap, eliksir harus
tertutup kedap, terlindung dari cahaya dan panas berlebihan (Aulton, 1994).

10. Gargarisma
Gargarisma atau obat kumur adalah sediaan berupa larutan, umumnya
dalam pekat yang harus diencerkan dahulu sebelum digunakan,
dimaksudkan untuk digunakansebagai pencegahan atau pengobatan infeksi
tenggorok. Tujuan utama penggunaan obat kumur adalah dimaksudkan agar
obat yang terkandung di dalamnya dapat langsungterkena selaput suspen
sepanjang tenggorokan, dan tidak dimaksudkan agar obat itumenjadi
pelindung selaput suspen. Karena itu, obat berupa minyak yang memerlukan
zat pensuspensi dan obat yang bersifat suspen tidak sesuai untuk dijadikan
obat kumur.
Formula suatu gargarisma pada umumnya terdiri dari zat berkhasiat, zat
penyedap rasa, dan bau, serta zat pembawa. Untuk memberikan warna
menarik kedalalm suatu formula gargarisma biasanya ditambahkan suatu
pewarna. Warna yang umum digunakan adalah warna kuning, merah, hijau.
Zat berkhasiat yang digunakan antaralain; fenol, kalium 14uspense14ate,
14uspense 14uspen, timol, eucalyptol, hexatidine, metilsalisilat, menthol,
chlorhexidinegloconat, benzalcolonium clorida, cetyltyridiniumclorida,
14uspense peroksida, domiphen bromide, dan kadang kadang fluoride,
enzimdan kalsium.

Zat-zat yang berkhasiat antigen misalnya (kalium klorat, seng


klorida,tawas) atau zat-zat yang bersifat anti jamur (misalnya asam salisilat,
gentian violet). Sebagai pewarna biasanya disesuaikan dengan aroma yang
digunakan. Bahan-bahan pada obat kumur antara lain; air, pemanis, seperti
sorbitol dan natrium sakarin, dan 14uspens (sekitar 20 %). Obat-obat kumur
bermerek biasanya mengandung pengawet seperti natrium 14uspense untuk
mempertahankan kesegaran setelah sekali dibuka. Beberapa syarat yang
harus dipenuhi oleh obat kumur antara lain:
a. Membasmi kuman yang menyebabkan gangguan kesehatan gigi dan
mulut
b. Tidak menyebabkan iritasic.
c. Tidak mengubah indera perasad.
d. Tidak mengganggu keseimbangan flora mulute.
e. Tidak meningkatkan resistensi mikrobaf.
f. Tidak menimbulkan noda pada gigi
11. Sirup
Secara umum sirup merupakan larutan pekat dari gula yang ditambah obat
atau zat pewangi dan merupakan larutan jernih berasa manis. Sirup adalah
sediaan cair kental yang minimal mengandung 50% sakarosa (Ansel et al.,
2005).

(google.com/obatsirup)

a. Syarat-syarat sirup
Kadar sukrosa dalam sirup tidak kurang dari 64% dan tidak lebih 66%
kecuali dinyatakan lain (Anonim,1979). Kandungan sukrosa yang
tercantum dalam Farmakope Indonesia terletak antara 50% sampai 65%
akan tetapi umumnya antara 60% sampai 65%.

b. Komponen-komponen sirup
1) Bahan Pemanis
Pemanis berfungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Dilihat dari
hasil kalori yang dihasilkan dibagi menjadi dua yaitu berkalori tinggi
dan berkalori rendah. Adapun pemanis tinggi misalnya sorbitol,
sakarin, sukrosa. Sedangkan pemanis berkalori rendah misalnya
laktosa (Lachman dkk., 1994).
2) Bahan Pengental
Bahan pengental digunakan sebagai zat pembawa dalam sediaan cair
dan untuk membentuk suatu cairan dengan kekentalan yang stabil dan
homogen
3) Pemberi rasa
Hampir semua sirup disedapkan dengan pemberi rasa buatan atau
bahan-bahan yang berasal dari alam, untuk membuat sirup sedap
rasanya. Karena sirup adalah sediaan cair, pemberi rasa ini harus
mempunyai kelarutan dalam air yang cukup (Lachman dkk., 1994).
4) Pemberi warna
Untuk menambah daya 16uspe sirup, umunya digunakan zat pewarna
yang berhubungan dengan pemberi rasa yang digunakan (misalnya
hijau untuk rasa permen, cokelat untuk rasa cokelat). Pewarna yang
digunakan umumnya larut dalam air, tidak bereaksi dengan komponen
lain dari sirup, dan warnanya stabil pada kisaran Ph selama masa
penyimpanan. Penampilan keseluruhan dari produk cair terutama
tergantung pada warna dan kejernihan. Pemilihan warna biasanya
dibuat konsisten dengan rasa (Lachman dkk., 1994).

c. Keuntungan dan kerugian sirup


Keuntungan obat dalam sediaan sirup yaitu merupakan campuran yang
homogen, dosis dapat diubah-ubah dalam pembuatan, obat lebih mudah
diabsorbsi, mempunyai rasa manis, mudah diberi bau-bauan dan warna
sehingga menimbulkan daya 16uspe untuk anak-anak, membantu pasien
yang mendapat kesulitan dalam menelan obat. Kerugian obat dalam
sediaan sirup yaitu ada obat yang tidak stabil dalam larutan, volume
bentuk larutan lebih besar, ada yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam
sirup (Ansel et al., 2005).

12. Guttae
Obat tetes merupakan sediaan cairan berupa larutan, emulsi, atau
16uspense, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan
dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan
setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes beku yang disebutkan
Farmacope Indonesia. Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain: Guttae
(obat dalam), Guttae Oris (tetes mulut), Guttae Auriculares (tetes telinga),
Guttae Nasales (tetes hidung), Guttae Ophtalmicae (tetes mata).

a. Guttae Ophtalmicae
Tetes mata adalah larutan steril bebas partikel asing merupakan
sediaan yang dibuatdan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai
digunakan pada mata. Tetes mata juga tersedia dalam bentuk
16uspense, partikel halus dalam bentuk termikronisasi agar
tidak menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea.
b. Guttae Oris
Tetes mulut adalah Obat tetes yang digunakan untuk mulut dengan
caramengencerkan lebih dahulu dengan air untuk dikumur-kumur,
tidak untuk ditelan.

c. Guttae Nasalis
Tetes hidung adalah obat yang digunakan untuk hidung dengan cara
meneteskan obat kedalam rongga hidung, dapat mengandung zat
pensuspensi, pendapar dan pengawet. Minyak lemak atau minyak
mineral tidak boleh digunakan sebagai cairan pembawa.
d. Guttae Auricula
Tetes telinga adalah obat yang digunakan untuk telinga dengan cara
meneteskan obat kedalam rongga telinga, dapat mengandung zat
pensuspensi, pendapar dan pengawet. Minyak lemak atau minyak
mineral tidak boleh digunakan sebagai cairan pembawa.
DAFTAR PUSTAKA

Aulton, M.E. 1994. Pharmaceutics, The Science of Dosage Forms Design.


Edinburg : ELBS.
Gunawan, gan sulistia. 2007. Farmakologi dan terapi edisi 5. Departemen
Farmakologi dan Terapeutik : FKUI.
Katzung, Bertram G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi pertama. Jakarta :
Salemba Medika.
Badan POM RI. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Semarang :
Sagung Seto.
Anief, moh. 2004. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta : Gajah
Mada University Press.
Katzung, Bertram G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi ketiga. Jakarta :
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai