FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
1. Pengertian Obat
Obat merupakan zat kimia yang dapat mempengaruhi jaringan biologi, dan
menurut WHO, obat adalah zat yang dapat mempengaruhi aktivitas fisik
atau psikis. Sedangkan menurut Kebijakan Obat Nasional (KONAS) obat
adalah bahan atau sediaan yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau kondisi patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dari rasa sakit, gejala
sakit, dan/atau penyakit, untuk meningkatkan kesehatan dan kontrasepsi.
Oleh karena itu, pengertian obat meliputi bahan dan sediaan obat yang
terwadah-kemaskan, diberi label dan penandaan yang memuat pernyataan
dan/atau klaim (Priyanto, 2008).
a. Suhu
Semua produk sediaan obat harus disimpan dalam suhu yang sesuai,
untuk menghindari terjadinya percepatan kerusakan obat akibat panas.
Secara umum, obat sebaiknya disimpan pada suhu ruangan (25° C) serta
sebaiknya tidak melebihi 30° C ataupun kurang dari 15° C. Kelembaban
relatif ruangan sebaiknya juga dijaga antara 40-60 % RH (Relative
Humidity).
Ada 3 jenis suhu yang disarankan untuk penyimpanan produk obat, yaitu
: disimpan pada suhu ruangan (15-30° C), disimpan sejuk (8-15° C) dan
disimpan dingin (2-8° C).
b. Cahaya
Produk obat yang sensitif terhadap perubahan akibat cahaya, biasanya
akan disimpan dalam botol atau kemasan berwarna gelap. Oleh karena
itu apabila mendapatkan obat yang diberikan dalam wadah berwarna
gelap, tidak dipindahkan obat tersebut ke wadah lain yang transparan
sehingga akan terkena cahaya langsung.
c. Kelembaban
Untuk melindungi produk obat dari kondisi kelembapan tinggi, biasanya
dipilih wadah yang terbuat dari kaca atau plastik.
d. Oksigen
Untuk mencegah terjadinya oksidasi antara produk obat dengan oksigen
bebas (biasanya terjadi pada produk obat cair). Maka biasanya pada
waktu pengemasan dibuat sedemikian rupa, sehingga terdapat sedikit
mungkin oksigen pada wadah obat cairan. Cara lain untuk menghindari
terjadinya oksidasi adalah dengan menambahkan bahan anti oksidan
pada produk obat, yang dapat mengurangi oksigen bebas. Seperti yang
telah disebutkan sebelumnya, pada beberapa kasus akibat dari
penyimpanan obat yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya efek
samping karena obat menjadi kurang efektif atau bahkan beracun. Untuk
mencegah bahaya tersebut, berikut beberapa cara penyimpanan obat :
6. Larutan
Menurut FI IV, solutiones atau larutan adalah sediaan cair yang
mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlalut. Larutan terjadi jika
sebuah bahan padat tercampur atau terlarut secara kimia maupun fisika ke
dalam bahan cair. Larutan dapat digolongkan menjadi larutan langsung dan
larutan tidak langsung. Larutan langsung adalah larutan yang terjadi karena
semata mata peristiwa fisika , bukan peristiwa kimia. Misalnya, NaCl
dilarutkan kedalam air atau KBr dilarutkan kedalam air, jika pelarutnya (ari)
diuapkan, maka NaCl atau KBr akan diperoleh kembali. Larutan tidak
langsung adalah larutan yang terjadi semata mata karena peristiwa kimia,
bukan peristiwa fisika. Misalnya jika Zn ditambahkan H2SO4 maka akan
terjadi reaksi kimia menjadi laruta ZnSO4 yang tidak dapat kembali Zn dan
H2SO4. Suatu larutan dapat pula digolongkan menjadi larutan
mikromolekuler, miseler, dan Makromolekuler. Larutan mikromolekuler
adalah suatu larutan yang secara keseluruha mengandung mikrounit yang
terdiri dari molekul atau ion, seperti alkohol, gliserin , ion natrium, dan ion
klorida dengan 1-10Å. Larutan miseler adalah suatu larutan yang
mengandung bahan padat terlarut berupa agregat (misel) baik dalam bentuk
molekul atau ion. Jadi, larutan miseler dapat dianggap sebagai larutan
perserikatan koloid. Larutan makromolekuler adalah larutan yang
mengandung bahan padat terlarut berupa larutan mikromolekuler, tetapi
ukuran molekulnya yang lebih besar dari mikromolekuler; misalnya larutan
PGA, larutan CMC, Larutan albumin, dan larutan polivinil pirolidon.
Jika suatu zat A dilarutkan ke dalam air atau pelarut lain akan terjadi
bermacam-macam tipe larutan yang sebagai berikut :
1. Larutan encer, yaitu jumlah zat A yang terlarut kecil.
2. Larutan pekat, yaitu larutan yang mengandung fraksi zat A yang lebih
besar.
3. Larutan jenuh (saturated), adalah larutan yang mengandung sejumlah
maksimum zat A yang dapat larut dalam air pada suhu dan tekanan
tertentu.
4. Larutan lewat jenuh (supersaturated), adalah larutan yang mengandung
sejumlah zat A yang terlarut melebihi batas maksimum kelarutannya di
dalam air pada suhu dan tekanan tertentu (FI IV: semua pengukuran
dilakukan pada suhu 25°C.
7. Suspensi
Suspensi adalah sedian cair yang mengandung partikel tidak larut dalam
bentuk halus yang terdispersi ke dalam fase cair. Suspensi oral adalah
sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang
terdispersi dalam fase cair dengan bahan pengaroma yang sesuai yang
ditujukan untuk penggunaan oral. Beberapa suspensi yang diberi etiket
sebagai susu atau magma termasuk dalam kategori ini. Beberapa suspensi
dapat langsung digunakan, sedangkan yang lain berupa campuran padat
dalam bentuk halus yang harus dikonstitusikan terlebih dahulu dengan
pembawa yang sesuai, segera sebelum digunakan. Sediaan ini disebut
“Untuk Suspensi Oral”.
(google.com/obatsuspensi)
Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam
bentuk halus yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk
penggunaan pada kulit. Losion eksternal harus mudah menyebar di daerah
pemakaian, tidak mudah mengalir dari daerah pemakaian, dan cepat kering
membentuk lapisan film pelindung. Beberapa suspense yang diberi etiket
sebagai “Lotio” termasuk dalam kategori ini.
Suspensi untuk injeksi adalah sediaan cair steril berupa suspensi serbuk
dalam medium cair yang sesuai dan tidak boleh menyumbat jarum
suntiknya (syringe ability) serta tidak disuntikkan secara intravena atau ke
dalam larutan spinal. Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan
padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan
yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah
penambahan bahan pembawa yang sesuai.
a. Pembentukan Suspensi
Pembentukan suspensi terdiri dari dua system yaitu Sistem Flokulasi
dan Sistem deflokulasi. Dalam sistem flokulasi, partikel terflokulasi
terikat lemah, cepat mengendap dan pada penyimpanan dan mudah
tersuspensi kembali. Sedangkan dalam system deflokulasi partikel
deflokulasi mengendap perlahan dan akhirnya membentuk sedimen
yang keras dan sukar tersuspensi kembali.
Secara umum sifat sifat partikel pada suspensi dengan sistem deflokulasi
adalah Partikel suspensi memiliki ukuran yang kecil dan dalam keadaan
terpisah satu dengan yang lain. Sedimentasi yang terjadi lambat yang
akhirnya sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar
terdispersi lagi, wujud suspense dengan system deflokulasi
menyenangkan karena zat tersuspensi dalam waktu relatif lama. Terlihat
bahwa ada endapan dan cairan atas berkabut, namun dengan sedikit
pengocokan campuran tersebut akan kembali homogen. Sedangkan sifat
partikel pada system flokulasi ukuran Partikel lebih besar dan partikel
merupakan agregat yang bebas, Sedimentasi terjadi cepat namun
Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat serta mudah
terdispersi kembali seperti semula dengan pengocokan.
8. Emulsi
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,
terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfaktan yang cocok. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat
yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, dimana cairan yang satu
terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini
tidak stabil, butir-butir uni bergabung (koalesan) membentuk dua lapisan air
dan minyak yang terpisah.
(google.com/obatemulsi)
Tipe emulsi ditentukan oleh sifat emulgator, yaitu bila emulgator yang
digunakan larut dalam air atau suka air (hidrofil) maka akan diperoleh
emulsi tipe M/A tetapi apabila emulgator larut dalam minyak atau suka
minyak (lipofil0 maka akan terbentuk tipe emulsi A/M. Emulgator yang
membentuk emulsi tipe M/A antara lain adalah : PGA, tragacantha, pulvis
gummosus, agar-agar, vitellum ovi, gelatina, sabun monovalen, tween,
natrium laurylsulfat dan sebagainya. Emulgator yang membentuk emulsi
tipe A/M anatara lain adalah kolesterol, span, sabun polivalen.
9. Eliksir
Eliksir: adalah sediaan berupa jernih, manis, merupakan larutan
hidroalkoholik, terutama untuk pemakaian oral, biasanya beraroma.
Ada 2 jenis:
1. Non-medicated elixir: susp sebagai vehikulum
2. Medicated elixir: sebagai obat.
Keuntungan eliksir: dosis mudah diatur, terutama buat mereka yang sulit
menelan obat. Kerugian: anak/dewasa yang menghindari suspens.
Karena biasanya mengandung suspens dan minyak menguap, eliksir harus
tertutup kedap, terlindung dari cahaya dan panas berlebihan (Aulton, 1994).
10. Gargarisma
Gargarisma atau obat kumur adalah sediaan berupa larutan, umumnya
dalam pekat yang harus diencerkan dahulu sebelum digunakan,
dimaksudkan untuk digunakansebagai pencegahan atau pengobatan infeksi
tenggorok. Tujuan utama penggunaan obat kumur adalah dimaksudkan agar
obat yang terkandung di dalamnya dapat langsungterkena selaput suspen
sepanjang tenggorokan, dan tidak dimaksudkan agar obat itumenjadi
pelindung selaput suspen. Karena itu, obat berupa minyak yang memerlukan
zat pensuspensi dan obat yang bersifat suspen tidak sesuai untuk dijadikan
obat kumur.
Formula suatu gargarisma pada umumnya terdiri dari zat berkhasiat, zat
penyedap rasa, dan bau, serta zat pembawa. Untuk memberikan warna
menarik kedalalm suatu formula gargarisma biasanya ditambahkan suatu
pewarna. Warna yang umum digunakan adalah warna kuning, merah, hijau.
Zat berkhasiat yang digunakan antaralain; fenol, kalium 14uspense14ate,
14uspense 14uspen, timol, eucalyptol, hexatidine, metilsalisilat, menthol,
chlorhexidinegloconat, benzalcolonium clorida, cetyltyridiniumclorida,
14uspense peroksida, domiphen bromide, dan kadang kadang fluoride,
enzimdan kalsium.
(google.com/obatsirup)
a. Syarat-syarat sirup
Kadar sukrosa dalam sirup tidak kurang dari 64% dan tidak lebih 66%
kecuali dinyatakan lain (Anonim,1979). Kandungan sukrosa yang
tercantum dalam Farmakope Indonesia terletak antara 50% sampai 65%
akan tetapi umumnya antara 60% sampai 65%.
b. Komponen-komponen sirup
1) Bahan Pemanis
Pemanis berfungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Dilihat dari
hasil kalori yang dihasilkan dibagi menjadi dua yaitu berkalori tinggi
dan berkalori rendah. Adapun pemanis tinggi misalnya sorbitol,
sakarin, sukrosa. Sedangkan pemanis berkalori rendah misalnya
laktosa (Lachman dkk., 1994).
2) Bahan Pengental
Bahan pengental digunakan sebagai zat pembawa dalam sediaan cair
dan untuk membentuk suatu cairan dengan kekentalan yang stabil dan
homogen
3) Pemberi rasa
Hampir semua sirup disedapkan dengan pemberi rasa buatan atau
bahan-bahan yang berasal dari alam, untuk membuat sirup sedap
rasanya. Karena sirup adalah sediaan cair, pemberi rasa ini harus
mempunyai kelarutan dalam air yang cukup (Lachman dkk., 1994).
4) Pemberi warna
Untuk menambah daya 16uspe sirup, umunya digunakan zat pewarna
yang berhubungan dengan pemberi rasa yang digunakan (misalnya
hijau untuk rasa permen, cokelat untuk rasa cokelat). Pewarna yang
digunakan umumnya larut dalam air, tidak bereaksi dengan komponen
lain dari sirup, dan warnanya stabil pada kisaran Ph selama masa
penyimpanan. Penampilan keseluruhan dari produk cair terutama
tergantung pada warna dan kejernihan. Pemilihan warna biasanya
dibuat konsisten dengan rasa (Lachman dkk., 1994).
12. Guttae
Obat tetes merupakan sediaan cairan berupa larutan, emulsi, atau
16uspense, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan
dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan
setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes beku yang disebutkan
Farmacope Indonesia. Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain: Guttae
(obat dalam), Guttae Oris (tetes mulut), Guttae Auriculares (tetes telinga),
Guttae Nasales (tetes hidung), Guttae Ophtalmicae (tetes mata).
a. Guttae Ophtalmicae
Tetes mata adalah larutan steril bebas partikel asing merupakan
sediaan yang dibuatdan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai
digunakan pada mata. Tetes mata juga tersedia dalam bentuk
16uspense, partikel halus dalam bentuk termikronisasi agar
tidak menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea.
b. Guttae Oris
Tetes mulut adalah Obat tetes yang digunakan untuk mulut dengan
caramengencerkan lebih dahulu dengan air untuk dikumur-kumur,
tidak untuk ditelan.
c. Guttae Nasalis
Tetes hidung adalah obat yang digunakan untuk hidung dengan cara
meneteskan obat kedalam rongga hidung, dapat mengandung zat
pensuspensi, pendapar dan pengawet. Minyak lemak atau minyak
mineral tidak boleh digunakan sebagai cairan pembawa.
d. Guttae Auricula
Tetes telinga adalah obat yang digunakan untuk telinga dengan cara
meneteskan obat kedalam rongga telinga, dapat mengandung zat
pensuspensi, pendapar dan pengawet. Minyak lemak atau minyak
mineral tidak boleh digunakan sebagai cairan pembawa.
DAFTAR PUSTAKA