Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Haji merupakan rukun Islam kelima yang diwajibkan atas setiap muslim yang
merdeka, baligh, dan mempunyai kemampuan, dalam seumur hidup sekali,
Namun dari kalangan umum atau masyarakat banyak mulai dari golongan petani,
pedanganng, pengawai dan lain sebagainya masih banyak yang masih belum
mengerti tentang apa yang harus saya lakukan dalam melakukan umrah atau haji,
sehingga dengan demikian maka dengan semestinya bila kita menjelaskan dengan
sedikit pendapat yang di ambil dari beberapa pendapatnya para imam- imam
madhab yang telah menjadi suri tauladan dan pengangan untuk di jadikan rujukan
bagi kita kalangan awam, sehingga kita dalam melaksanakan ibadah haji tidak
haya sekedar pergi begitu saja ketanah Mekkah dengan menelan biaya jutaan
rupiah atau hanya sekedar nikmatnya mengendarai pesawat terbang atau jalan
jalan di tanah suci Mekkah – Madinah. Oleh karana itu, makalah ini khusus kami
membahas tentang tafsir dalam surat Al-Hajj ayat 27-28 yang berkenaan tentang
berhaji .
B. Rumusan masalah
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Haji
Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi. Menurut
etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud,
dan menyengaja.
Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu
untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan
temat-tempat tertentu dalam definisi diatas, selain Ka'bah dan Mas'a(tempat sa'i),
juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah
bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan
Zulhijah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa'i, wukuf, mazbit di
Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain.1[3]
2. Surat Ali Imran 96-97
a. Ayat dan terjemahan

ُ‫ فِ ْي ِه آيَاة ٌ بَ ْينَاتٌ َمقَا ُم اِب َْراهي َْم َو َم ْن دَ َخلَه‬. َ‫ار ًكا َو ُهدًى ِل ْلعَالَ ِميْن‬ ْ ‫اس لَلَّذ‬
َ َ‫ِي بِبَ َّكةَ ُمب‬ ِ َّ‫ض َع ِللن‬ ٍ ‫ا َِّن ا َ َّو َل بَ ْي‬
ِ ‫ت ُو‬
. َ‫ع ِن ْال َعالَ ِميْن‬ َّ ‫ان‬
َ ‫َّللاَ َغنِي‬ َّ َ‫س ِب ْيالً َو َم ْن َكفَ َر ف‬
َ ‫ع اِلَ ْي ِه‬
َ ‫طا‬ ِ ‫اس ِح ُّج ْالبَ ْي‬
َ َ‫ت َم ِن ا ْست‬ ِ َّ‫وَّلل َعلَى الن‬
َّ ‫َكانَ ِآمنًا‬
)97-96 / ‫(ال عمران‬

ِ‫“ا‬Sesungguhnya rumah yang mula-mula di bangun untuk ( tempat beribadah )


bagi manusia ialah bait Allah yang berada di Makkah (Bakkah ), yang di berkahi
dani umat menjadi petunjuk bagi, umat manuasia. Di dalamnya terdapat tanda-
tanda yang nyata di antaranya makam Ibrahim; siapa yang memasukinya (bait
Allah), akan menjadi amanlah dia; dan mengerjakan haji adalah kewajiban bagi
manusia terhadap Allah yaitu bagi orang yang sanggup melakukan perjalanan ke
Bait Allah. Siapa yang mengingkari ( kewajiban haji) maka sesungguhnya allah
maha kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari alam semesta.( Qs. Ali Imran /3:96-
97 ).
b. Tafsir Mufrodat
َ‫ِببَ َّكة‬ : adalah nama lain bagi kota makkah. Diriwayatkan dari mujahid, bahwa
dikalangan bang sa arab dalam percakapan mereka sehari-hari, umum terjadi
menggantikan huruf mim dengan ba’. Adapula yang mengatkan bahwa Bakkah itu
adalah perut ( pusat )bumi makkah yang terletak di tanah haram.
‫ار ًكا‬
َ َ‫ُمب‬ : Teramil dari kata al barkah, yang secara harfiah berarti tumbuh, tambah
dan berkembang’, juga digunakan untuk pengertian kekal dan lestari.Kata al
barkah, demikian paparan dari Al Maraghi: ada yang berwujud hissiyah dan
adapula yang bersifat maknawiyah. Yang pertama berupa limpahan keberkahan
dari bumi semisal buah-buahan, kemajuan ekonomi dan lain sebagainya;
sementara yang kedua berupa antusiasme sambutan umat yangberbondong-
bondong untuk menunaikan ibadah haji dan umroh.2[4]
‫اَ ْل َح ُّخ‬ : al-hajju yang juga umum disebut dengan Al-Hijju, artinya sengaja,
dalam hal ini sengaja pergi ke tanah suci Makkah Al-Mukarramah guna
menunaikan ibadah haji.
c. Makna Global
Ketika arah kiblat Nabi Muhammad SAW beralih dari baitul maqdis di Palestina
ke Ka’bah Bait Allah, orang –orang kafir mencela kenabian Muhammad, seraya
mereka mengatakan bahwa baitul maqdis lebih afdhal dari ka’bah dan karenanya
lebih berhak untuk dijadikan kiblat. Baitul maqdis lebih dulu di bangun sebelum
ka’bah, demikian asumsi orang-orang kafir. Baitul Maqdis,kata mereka lebih jauh,
merupakan bumi mahsyar, dan semua nabi dari keturunan ishaq mengagungkanya
dan melakukan shalat dengan menghadap kepadanya. Ketika kamu (nabi
Muhammad) mengalihkan kiblat dari baitul Maqdis ke Ka’bah, maka berarti
kamu menghianati nabi-nabi yang mendahulukan kamu. Statemen mereka yang
menyatakan bahwa baitul maqdis lebih dulu dibangun, kebenaranya dibantah
dalam ayat di atas yang menyatakan bahwa rumah ibadah yang pertama kali
dibangun dimuka bumi ini adalah ka’bah, Al-Bait Al kharam yang terdapat di
makkah bukan baitul maqdis di Palestina.3[5]
d. Asbabul Nuzul
Diriwayatkan oleh Sa`id bin Manshur yang bersumber dari `Ikhrimah bahwa
ketika turun ayat 85 surat Ali `Imron /3 ynag menyatakan Islamlah satu-satunya
agama yang diterima Allah, kaum yahudi menolak kebenaran itu, seraya mereka
berkata: “ sebenarnya kami ini orang-orang muslimin.” Lalu Nabi Muhammad
SAW. Berkata kepada mereka:” Allah telah mewajibkan kaum muslimin supaya
naik haji ke Bait Allah.” Mereka menolak menjalankan ibadah haji. Maka
turunlah ayat 97 surat Ali `Imron /3 yang pada intinya menyatakan kewajiban haji
bagi orang Islam yang mampu, dan siapa yang mengingkari kewajiban haji
dipandang kafir. 4[6]
e. Penjelasan Ayat
)َ‫اس لَلَّذِي ِببَ َّكة‬
ِ َّ‫ض َع ِللن‬ ٍ ‫ (ا َِّن ا َ َّو َل بَ ْي‬yakni, bahwasanya rumah yang pertama kali
ِ ‫ت ُو‬
dibangununtuk ibadah (masjid) bagi ummat manusia adalah Bait Al-haram yang
terdapat di Bakkah, yakni Makkah.5[7] Bakkah adalah salah satu dari sekian
banyak nama Makkah. Demikian menurut pendapat yang paling masyhur. Hanya
saja seperti disebutkan Ibn Al-`Arabi, terdapat tiga macam pendapat dikalangan
para ahli mengenai kata Bakkah ini. Ada yang menyatakan maksud kota Makkah,
tetapi ada pula yang menyatakannya sebagai masjid(Al-haram) dan seluruh tanah
haram menurut sebagian yang lain.
Adapun Makkah itu dinamai Bakkah, demikian menurut sebagian pendapat,
karena disana terdapat sejumlah penduduk yang cukup banyak, yang
menyebabkan mereka sering berdesak-desakan. Yang dimaksud dengan rumah
ibadah pertama yang ada di Bakkah itu ialah Ka`bah, yang dibangun oleh Nabi
Ibrahim dan putranya Ismail AS. Sedangkan masjid Al-Aqsho, yang terdapat
diPalestina, dibangun Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman dan putra Dawud, pada
sekitar tahun 1005 SM. Jarak perbedaan waktu antara pendirian Masjid Al-Haram
dan masjid Al-Aqsho, demikian ungkap Ibn Katsir dan Ibn Al-`Arabi, disebut-
sebut sekitar 40 tahun lamanya.6[8]
Sebagian rumah ibadah yang pertama, Al Bait Al Haram memiliki kelebihan dari
rumah-rumah ibadah yang lain, termasuk dengan Masjid Al-Aqsho sekalipun.
Firman Allah َ‫ار ًكا َو ُهدًى ِل ْلعَالَ ِميْن‬
َ َ‫ ُمب‬mengisyaratkan keistimewaan yang dimaksud,
yakni dengan adanya tempat ibadah yang pertama itu, Makkah memperoleh
keberkahan berupa kebaikan yang banyak, baik dari segi material dan lain
sebagainya atas kunjungan jama`ah haji dan umroh, orang-prang yang melakukan
i`tikaf dan thawaf disekelilingnya. Dan sekaligus juga berfungsi sebagai hidayah
bagi ummat manusia karena Ka`bah itu adalah kiblat mereka.
)‫ (فِ ْي ِه آيَاتٌ بَيِنَاتٌ َمقَا ُم اِب َْرا ِهيْم‬Di Bait-Al Harram itu juga terdapat bukti-bukti kebenaran
dan tanda-tanda yang nyata,yang tidak sulit di pahami oleh umat manusia,
diantaranya adalah makam ibrahi yakni tempat berdiri ketika beliau mendirikan
shalat dan ibadah-ibadah lainya. Dengan demikian maka masih adakah dalil lain
yang lebihnyata dari dalil ini yang menunjukkan bahwa Al-Bait itu adalah rumah
yang pertama kali dibangun untuk manusia sebagai tempat ibadah? Dan Ibrahim
seperti diketahui, adalah bapak para nabi yang pengaruh kenabianya masih
langgeng dibumi ini.
)‫(و َم ْن ذَ َخلَهُ َكانَ ِآمنًا‬
َ Yakni siapa saja yang masuk kedalamnya untuk beribadah,
niscaya akan memperoleh rasa aman dan tentram. Bangsa arab tempo dulupun
selalu menyatakan bahwa Bait Al-haram merupakan lambing keagungan, dan
karenanya mereka menghormatinya. Penghormatan demikian telah berjalan dalam
deretan masa yang sangat panjang,dari generasi ke generasi dan itu terjadi antara
lainberkat do’a Nabi Ibrahim AS. Seperti di abadikan Al-Quran ketika Allah SWT
berfirman:
ِ ‫ َر‬126 :2/‫ البقرة‬...‫اجْ َع ْل َهذَا ْال َبلَدَ ِآمنًا‬
‫ب‬
Ya Tuhanku jadikanlah Negeri ini Negeri yang aman sentosa…. (QS. Al-Baqarah/
2:126).
ً‫سبِ ْيال‬
َ ‫ع اِلَ ْي ِه‬ ِ ‫اس ِح ُّج ْالبَي‬
َ َ‫ت َم ِن ا ْست‬
َ ‫طا‬ ِ َّ‫ َوَّللِ َعلَى الن‬Maksudnya bahwa haji itu adalah wajib
bagi setiap umat Muhammad yang berkemampuan (Istitha’ah) untuk
melakukanya. Terdapat beberapa pandangan mufasir dalam menafsirkan ayat ini.
Ada yang mengatakan Istitha’ah dalam hal biaya (bekal) dan perjalanan, dan
adapula yang mengatakan sehat badan, aman di perjalanan, dan memiliki harta
untuk biaya dan bekal perjalanan, bahkan juga untuk biaya keluarga yang
ditinggalkan, yang masih menjadi tanggunganya. Ringkasnya istitha’ah dalam haji
itu mempunyai makna yang sangat luas, meliputi kesiapan fisik dan mental, serta
biaya dan perbekalan bahkan juga keamanan selama perjalanan pulang-pergi dan
selama tinggal di Makkah. Namun di balik itu, pada zaman modern ini tidak
sedikit orang yang menunaikan ibadah haji bukan atas biaya sendiri melainkan
atas bantuan,ajakan,undangan orang,dan pihak lain. Ini sekali lagi menunjukkan
betapa luas isi kandungan istitha’ah pada ayat diatas. Al Maraghi menyimpulkan,
kewajiban menunaikan ibadah haji yang disyaratkan istitha’ah itu, batasan
istitha’ahnya bisa saja berbeda-beda sesuai dengan perbedaan personal yang
bersangkutan dan perubahan zaman. Seperti dinyatakan Ali Al-Sayis, umumnya
ulama sepakat bahwa biaya dan bekal serta aman di perjalanan merupakan dua
syarat yang mesti termasuk kedalam makna istitha’ah. Diriwayatkan dari Ibn
Umar bahwasanya Nabi saw. Pernah ditanya tentang maksud Al sabil dalam ayat
diatas. Nabi menjawab :”Al sabil adalah biaya dan bekal serta aman diperjalanan.”
‫َكفَ َر فَا َِّن َّللاَ َغنِي َع ِن ْال َعا لَ ِم ْين ََو َم ْن‬ yang dimaksud dengan kufr pada ayat ini menurut
sebagian ulama` adalah sikap pengingkaran atas kebenaran baitullah sebagai
rumah yang pertama kali dibangun untuk ibadah. Tetapi ada pula yang
menafsirkan Al kufr dengan meninggalkan haji. Dengan demikian maka seolah-
olah Allah berfirman :” Siapa yang tidak menunaikan haji”,maka sesungguhnya
Allah maha berkecukupan ( tidak membutuhkan apapun) darialam semesta.ini
merupakan peringatan keras dari Allah terhadap umat manusia yang sengaja
meninggalkan kewajiban haji.
Penafsiran kedua inilah tampaknya yang dipegang kalangan mayoritas mufassir,
terutama didasarkan pada riwayat yang disampaikan dari Al Dhahak. Katanya,
ketika ayat-ayat haji diturunkan. Rosululloh saw. Mengumpulkan pemeluk agama
secara keseluruhan yang berjumlah enam kelompok, yaitu kaum muslimin, para
pengikut yahudi, pengikut-pengikut nasrani, shabi`in, majusi dan musyrikin.
Dalam pertemuan ituNabi menyampaikan informasi bahwa Allah swt. Telah
mewajibkan haji kepada kalian semua, oleh karena itu maka hendaklah kalian
berhaji. Orang-orang Islam mengimani kewajiban haji, sementara 5 kelompok
agama lain mengingkari seraya mereka mengatakan :” Kami tidak akan sholat dan
pula haji.” Kemudian Allah menurunkan ayat “waman kafara fa-inn Allah
Ghoniyyun `Anil `Alamiin”.7[9]
3. Al-Hajj: 27-29

a. Ayat dan Terjemahannya

ٍ ‫ام ٍر َيأ ْتِيْنَ ِم ْن ُك ِل فَجٍ َع ِم ْي‬


‫ ِل َي ْش َهد ُْوا َمنَافِ َع لَ ُه ْم‬.‫ق‬ َ ‫اس ِب ْال َحجِ َيأْت ُ ْوكَ ِر َجاالً َو َع َلى ُك ِل‬
ِ ‫ض‬ ِ ‫َواَذ ِْن فِى ال َّن‬
‫س‬ َ ‫اط ِع ُموا اَلبآ ِئ‬ ْ ‫ارزَ قَ ُه ْم ِم ْن َب ِه ْي َم ِة الأل َ ْن َع ِام فَ ُكلُ ْوا ِم ْن َها َو‬ ٍ ‫َو َيذْ ُك ُروا اس َْم ََّللاِ ِف ْي اَي ٍَّم م ْعلُو َما‬
َ ‫ت َعلَى َم‬
ِ ‫ت ا َ ْلعَ ِت ْي‬
)29-27 : ‫ق (الحج‬ ِ ‫ط َّوفُ ْوا با ِْلبَ ْي‬
َّ َ‫ار ُه ْم َو ْلي‬
َ ‫ ث ُ َّم ْليَ ْقض ُْوا تَفَ َس ُه ْم َو ْليُوفُ ْوانُذ ُ ْو‬.‫ا َ ْلفَ ِقي َْر‬

“Dan berserulah kamu kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka
akan datang kepadamu dan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus, yang
datang dari segenap penjuru yang jauh. Supaya mereka mempersaksikan berbagai
manfaat bagi mereka (sendiri), dan supaya mereka menyebut nama Allah pada
hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah Allah berikan kepada mereka
berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian dari padanya (dan yang
sebagian lagi) bagi-bagikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi
kafir. Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang ada dibadan)
mereka. Menyempurnakan nazar-nazar mereka dan melakukan tawaf sekeliling
rumah tua (Baituallah) (Qs. Al Hajj/22:27-28)
b. Tafsir Mufradat
‫َواَذ ِْن‬ : al-Adzan dan al-Ta’dzin ialah pemberitahuan dengan suara yang
kuat
(keras), seperti halnya adzan ketika masuk waktu shalat, Yang dimaksud dengan
“wa’adzdzin” disini ialah menyeru atau mengajak umat manusia supaya
menunaikan haji.
ً‫ِر َجاال‬ : jamak dari kata “rajilun” seperti kata “qiyam”, jamak dari kata
qa’im.
‫ام ٍر‬
ِ ‫ض‬َ : al-Tahayyuf al-Hazil, menjadi kurus perlahan-lahan. Yang
dimaksud disini ialah bahwa unta yang dijadikan kendaraan oleh jama’ah haji itu
lambat laun menjadi kurus karena kelelahan lantaran perjalanan yang teramat
jauh.
ٍ‫فَج‬ : asal maknanya adalah jalan (al-thariq) yang terletak di antara dua
gunung. Kemudian kata “fajin” itu digunakan dalam artian jalan yang luas secara
mutlak’ apakah ia diapit dengan gunung atau tidak.
‫ق‬
ٍ ‫َع ِم ْي‬ : artinya sangat jauh (al-baid)
‫س‬َ ِ‫اَلبآئ‬ : orang yang ketimpa kefakiran atau kemiskinan yang amat sangat
(melarat).
‫التَفَس‬ : asalnya bermakna kotoran (al-wasakh), tetapi yang dimaksud
disini adalah memotong rambut dan atau kuku.
َ ‫النُذُ ْو‬
‫ار‬ : apa saja yang di nadzarkan oleh orang-orang yang melakukan haji,
sepanjang berupa amal perbuatan yang baik.

c. Penjelasan

ِ‫اس بِا ْل َحج‬


ِ َّ‫ َواَذ ِْن فِى الن‬maknanya, Allah SWT. Memerintahkan kepada nabi Ibrahim as,
usai membangun ka’bah, memanggil umat manusia seraya beliau diperintahkan
agar memberitahukan kepada mereka bahwa Allah SWT. Mewajibkan mereka
berhaji ke Baitullah. Diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaybah, Ibn jarir, Ibn al-
Mundzir dan al-Hakim serta al-Baihaqi dari Ibn abbas Ra, bahwa begitu selesai
membangun ka’bah, Ibrahim berkata: “ya Tuhan-ku, aku telah selesai
membangun ka’bah.” Lalu Allah memerintahkan Ibrahim “Serulah olehmu umat
manusia supaya menunaikan haji.” Lalu Ibrahim bertanya : “apakah sampai suara
(seruanku) kepada mereka?” Allah menyatakan : “Lakukanlah seruan itu ; Akulah
yang akan menyampaikan (seruanmu).” Ibrahim bertanya lagi “Ya rabbi,
bagaimana aku mengucapkanya?” Allah berfirman: “Katakan kepada mereka,hai
manusia! Diwajibkan atas kamu semua untuk berhaji ke bait al-Atiq.” Seruan nabi
Ibrahim itu di dengar oleh penghuni langit (malaikat) dan penduduk bumi, (seraya
Allah bertanya) “ tidaklah kamu lihat Ibrahim, mereka menyambut seruanmu dari
segenap penjuru dunia dengan membacakan talbiyah.”

Jawaban Allah SWT. Kepada Nabi Ibrahim itu diabadikan dalam firman-Nya
ٍ ‫ام ٍر يَأْتِيْنَ ِم ْن ُك ِل فَجٍ َع ِم ْي‬
‫ق‬ ِ ‫ض‬َ ‫ يَأْت ُ ْوكَ ِر َجاالً َو َعلَى ُك ِل‬bahwa mereka berbondong-bondong
mengunjungi Bait Allah untuk melakukkan haji, baik yang berjalan kaki maupun
menggunakan kendaraan unta yang kurus. Disebutkanya unta yang kurus ialah
guna menggambarkan betapa unta itu mengalami kelelahan akibat jarak
perjalanan yang cukup jauh.
Kebenaran ayat diatas mudah dibuktikan oleh kita semua terutama
di zaman modern sekarang ini yang antara lain ditandai dengan alat-alat
transportasi canggih yang menyebabkan kaum Muslimin relatif mudah melakukan
ibadah haji. Bahkan lebih dari itu , tidak semua peminat ibadah haji tidak
berkesempatan untuk menunaikan rukun islam ke lima ini. Pembatasan quota
jamaah haji yang diterapkan pemerintah Saudi Arabia beberapa tahun yang lalu,
atas persetujuan Negara-negara islam yang lain, membenarkan ayat di atas.
‫ ِليَ ْش َهد ُْوا َمنَافِ َع لَ ُهم‬.Agar mereka para jamaah haji menyaksikan langsung berbagai
manfaat dari ibadah haji itu sendiri.Al-Qur’an maupun Hadist tampaknya sengaja
tidak menyebutkan secara rinci tentang manfaat dari ibadah haji itu. Akan tetapi
cukup mengucapkan “liyasyhadu manafi’a lahum”, agar mereka menyaksikan
manfat-manfat yang diperoleh oleh mereka. Ibadah haji melahirkan manfat
ruhaniah-diniyah dan sekaligus juga manfaat materi-duniawi. Dari aspekmanapun,
ibadah haji melahirkan nilai positif baiksecara individual bagi orang –orang yang
melakukannya, maupun dari segi sosial kemasyarakatan kaum muslimin dan
bahkan umat manusia pada umumnya. Baik itu dari segi ekonomi, sosial, politik
dan lain sebagainya. Ibadah haji, demikian simpul sayyid Quthub, merupakan
suatu musim pertemuan dan mukhtamar, bahkan juga musim perdagangan dan
ibadah. Melalui ibadah haji, terjalin komunikasi dan tukar informasi antara
sesama kaum muslimin dari berbagai bangsa dan Negara yang berbeda budaya,
bahasa dan warna kulit. Pendeknya ibadah haji membuat manfaat dunia
akhirat.8[10]
‫ارزَ قَ ُه ْم ِم ْن َب ِه ْي َم ِة الأل َ ْن َع ِام‬ ٍ ‫ َو َيذْ ُك ُروا اس َْم ََّللاِ فِ ْي اَي ٍَّم م ْعلُو َما‬Dan supaya mereka juga
َ ‫ت َعلَى َم‬
menyebut asma Allah pada hari-hari yang telah dipermaklumkan, yaitu hari ke 10
Dzulhijjah dan 3 hari Tasyriq berikutnya yakni tanggal 11,12,13 Dzulhijjah. Ibnu
katshir berkata, firman Allah “Alla Marazaqahum min bahimah Al an’am”. Yakni
dengan menyebut nama Allah disaat-saat melakukan penyembelihan hewan
qurban. Dipilihnya uslub ini, dengan menyertakan sembelihan sebagai salah satu
mata rantai dari manasik haji seperti bayar dam bagi orang yang melakun ahaji
Tamattu’ dan qiran, mencerminkan bahwa dzikir kepada Allah dengan tulus dan
bersih dari ercikan shirik, itu merupakan tujuan agung dari pensyariatan hiji itu
sendiri, sedangkan membagi-bagikan rezeki melalui hewan qurban mencerminkan
rasa syukur mereka kepada Allah.
‫س اَ ْلفَ ِقي َْر‬ ْ ‫ فَ ُكلُ ْوا ِم ْن َها َو‬Silahkan kamu makan sebagian daging hewan qurban
َ ِ‫اط ِع ُموا اَلبآئ‬
yang kamu sembelih itu dan sebagian lainya bagi-bagiakan kepada orang-orang
yang miskin.
ِ ‫ت اَ ْلعَتِ ْي‬
‫ق‬ ِ ‫ط َّوفُ ْوا با ِْلبَ ْي‬
َّ َ‫ار ُه ْم َو ْلي‬
َ ‫س ُه ْم َو ْليُوفُ ْوانُذُ ْو‬
َ َ‫ث ُ َّم ْليَ ْقض ُْوا تَف‬ Yakni hendaklah mereka
menghilangkan berbagai macam kotoran (membersihkan diri) lalu mencukur
rambut dan memotong kuku dan lain sebagainya, serta memenuhi berbagai nadzar
yang baik (jika ada) untuk kemudian melakukan Thawaf wada’ di bait al-‘Atiq
d. Sabab Nuzul
Diriwayatkan bahwa suatu ketika, tatkala kaum muslimin menunaikan ibadah
haji, sebagian dari mereka ada yang tidak berkendaraan. Tidak lama kemudian
lalu turun ayat 27 surat al-Hajj (22) agar membawa bekal secukupnya dan di
izinkan untuk berkendaraan dan jika perlu bahkan sambil berdagang.9[11]

e. Istimbat Hukum
Ada beberapa garis hukum yang dapat di tarik dari ayat-ayat di atas .
1. Menunaikan haji hukumnya wajib bagi setiap muslim/muslimah yang
berkemampuan untuk melakukanya.
2. Firman Allah ‫ام ٍر‬
ِ ‫ض‬َ ‫يَاْتُوكَ ِر َجاالً َو َعلَى ُك ِل‬, menunjukkan kebolehan menunaikan
ibadah dengan berjalan kaki atau berkendaraan. Hanya saja, menurut ulama
Malikiyah, haji berjalan kaki lebih afdhal dari pada berkendaraan. Alasanya ,di
dahulukanya ً‫ال‬ َ ‫رجا‬dari pada ‫ام ٍر‬
ِ ‫ض‬َ , mengisyaratkan hal itu. Sementara pakar
fiqih yang lain, khususnya Abu Khanifah tidak memandang jalan kaki dalam haji
sebagai lebih utama.
3. Firman Allah ‫ِليَ ْش َهد ُوا َمنَافِ َع لَ ُه ْم‬ ,menunjukkan kebolehan. Melakukan haji
sambil berdagang. Para fuqoha’ telah menggariskan kebolehan hukum berdagang
ini para hujaj, sejauh kegiatan dagang itu sendiri bukan merupakan tujuan utama
dari perjalanan haji yng dia lakukan.
4. Para ulama Malikiyah berdalil dengan firman Allah ‫ َو َيذْ ُك ُروا اس َْم ََّللاِ فِ ْي اَي ٍَّم م ْعلُو َمات‬,
bahwasanya penyembelihan al-hadyu tidak boleh dilakukan dimalam hari;
sementara ulama-ulama lain di luar Malikiyah hanya memandang makruh
melakukan penyembelihan hewan korban di malam hari.
5. Lahiriah firman Allah ‫ فَ ُكلُ ْوا ِم ْن َها‬, mewajibkan pemilik hewan korban supaya
memakan sebagian dagingnya; namun demikian para ulama sepakat bahwa
perintah makan disini tidaklah wajib.
6. Pembatasan terhadap redaksi ‫ االكل والطعم‬menunjukkan ketidak bolehan
menjual belikan daging korban.
ِ ‫ت اَ ْلعَ ِت ْي‬
7. Firman Allah ‫ق‬ ِ ‫ط َّوفُ ْوا با ِْلبَ ْي‬
َّ ‫ار ُه ْم َو ْل َي‬
َ ‫س ُه ْم َو ْليُوفُ ْوا نُد ُْو‬
َ َ‫ ث ُ َّم ْليَ ْقض ُْوا تَف‬masing-masing
menunjukkan bahwa kewajiban jamaah haji untuk melakukan tahallul ashghar
(dalam hal ini bercukur atau memotong rambut, memenuhi nadzar (kalau
bernadzar) dan melakukan thawaf ifadhah.10[12]

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari bahasan yang telah diuraikan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut
Al qur`an ibadah haji wajib dilakukan sekali seumur hidup bagi setiap muslim
yang mampu. Al qur`an banyak menjelaskan tentang permasalahan haji ini, mulai
dari perintah dan hukum melaksankan haji dan amalan-amalan yang dilakukan
ketika berhaji. Qs. Al Imrom ayat 96-97 menjelaskan tentang hukum menunaikan
ibadah haji. Dan Qs. Al Hajj ayat 27-29 menerangkan tentang kewajiban
menunaikan ibadah haji serta diperbolehkannya ibadah haji sambil berniaga
dengan syarat tidak mengganggu pelaksanaan ibadah haji.
Sebenarnya masih banyak lagi ayat- ayat yang membicarakan tentang ibadah haji.
Namun makalah ini hanya membahas tentang tafsiran ayat- ayat yang sudah kami
sebutkan diatas.
Daftar Pustaka
Suma, M Amin, tafsir Ahkam 1, Ciputat : Logos Wacana Ilmu, 1997.
Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Jil.2, Dar al-Fikr, Beirut-Lubnan, 1394 H/ 1974
M.

11[1] Al-Saukani, Nayl al-Awthar syarh Muntaqa al-Akhbar, Jil. 5, Ri’asah


Idarah al-Buhuts al-‘Ilmiyyah wa al-Ifta’wa al-Da’wah wa al-Irsyad, Saudi
Arabia, (t.t.), h.3.
12[2] Nawawi al-Bantani, Marah Labid Tafsir al_Nawawi (al-Tafsir al-Munir),
Jil.2, Dar Ihya al-Qutub al-Arabiyah, Indunisia, (t.t.), h.47.
13[3] Abdullah bin Abdurrahman Ali Bassam, op.cit.,hlm. 457
14[4] Al-Maraghi,Tafsir Al-Maraghi, Jil.2, Dar al-Fikr, Beirut-Lubnan, 1394 H/
1974 M, h. 7.
15[5] Suma M. Amin , Tafsir Ahkam 1, Logos Wacana Ilmu, Ciputat, 1997,
h.126.
16[6] K.H.O.Shaleh, dkk , Asbabun Nuzul, CV. Diponegoro, Bandung, 1990,
h.101.
17[7] Ibn Katsir, tafsir Al-Qur’an al-‘Azhim, Jil.1, al-Haramayn, Singqofurah (t.t),
h. 383.
18[8] Ibn Al ‘Arabi, Ahkam Al-Qur’an, Jil.1, Dar al-Fikr, Beirut-Lubnan, (t.t.),
h.283; Ibn Katsir,loc.cit.
19[9] Suma, M. Amin, op.cit., h. 130.
20[10] Sayid Qutub, Fi Zhilal Al-Qur’an, Jil.4, Dar al-Qalam, Beirut-Lubnan,
1401 H/1981M, h.2418-2419
21[11] K.H.O.Shaleh,Dkk.,op.cit.,h.332.
22[12] Al-Sayis, op.cit, Muqarrarah al-Stalistah,h.69-71.

Anda mungkin juga menyukai