Anda di halaman 1dari 14

EKSTRAKSI, PEMODELAN, dan PEMURNIAN dari FLAVONOID dalam

KULIT BUAH JERUK SUKADE (CITRUS MEDICA PEEL)

Pada jurnal ini yaitu membahas tentang ekstraksi kandungan Flavonoid


dalam kulit buah jeruk sukade (Citrus Medica Peel) serta cara pemurnian dan
pemodelannya. Jeruk sukade (Citrus Medica Peel) biasa disebut sebagai Citron
milik keluarga Rutaceae dan merupakan sebuah spesies buah jeruk yang umumnya
memiliki kulit tebal dan bagian dalam (bulir) yang kecil-kecil dengan rasa yanag
asam seperti jeruk nipis dan lemon. Pohon berasal dari Asia Tenggara, saat ini
banyak tumbuh di Sisilia, Maroko, Crete, Lembah Yunzalin Atas, Ghats Barat, dan
Satpura di kisaran India Tengah Buah ini banyak dibudidayakan sebagai produksi
makanan dan juga obat-obatan di bidang farmasi. Dari analisis fitokimia ekstrak
kulit jeruk sakade kaya akan sumber fenol, flavonoid dan alkaloid. Senyawa ini,
tidak hanya berperan penting peran fisiologis dan ekologis, tetapi juga dari
kepentingan komersial serta memiliki banyak biologis aktivitas seperti antioksidan,
efek antimutagenik, analgesik, anti-inflamasi dan lain-lain.

Teknik ekstraksi Soxhlet secara luas digunakan untuk ekstraksi dan


pemisahan konstituen kimia di tanaman obat. Pada jurnal persamaan pemodelan
untuk quercetin, rutin dan kaempferol dan ekstrak kasar yang diperoleh dengan
ekstraksi soxhlet selanjutnya dimurnikan oleh solvent-solvent pada ekstraksi dan
kromatografi kolom. Ekstraksi dilakukan dengan berbagai interval waktu, untuk
mengevaluasi persamaan pemodelan oleh 80% metanol sebagai pelarut Soxhlet
extractor. Tujuan dari pekerjaan ini adalah untuk mengembangkan model
matematis untuk menggambarkan secara kuantitatif ekstraksi fenomena Quercetin,
Rutin dan Kaempferol dari jeruk medica peel dan pemurnian ekstrak yang diperoleh
setelah ekstraksi soxhlet dengan menggunakan ekstraksi cair-cair dan kromatografi
kolom untuk mendapatkan hasil maksimal flavonoid.

Dalam penelitian kali ini penulis menggunakan 3 jenis metode sekaligus


yaitu dengan Ekstraksi Soxhlet, pemurnian dengan cara (ekstraksi cair-cair dan
kromtografi kolom) dan menerapkan dalam pemodelan matematis mengenai laju
maksimala dalam menghasilkan flavonoid. Langkah pertama yang dilakukan dari 3
metode ini adalah dengan mengupas kulit jeruk (Citrus Medica Peel), kulit dibagi
menjadi 2 bagian, yaitu albedo (warna putih) dan flavedo (warna hijau) dan
dikeringkan di panas matahari selama 48 jam. Selanjutnya kulit yang sudah kering
dihaluskan menggunakan blender agar didapatkan dalam bentuk bubuk agar lebih
mudah dalam proses ektraksi. Langkah selanjutnya yaitu melakukan ekstraksi
soxhlet dimana menggunakan 250 ml metanol sebagai pelarutnya dengan waktu
sekitar 210 menit, setelah hasil ekstraksi didapatkan dilanjutkan dengan
menguapkan metanol dari dalam ekstrak tersebut dengan cara evaporasi. Tetapi
hanya dengan evporasi tentu tingkat kemurnian dari ekstrak flavonoid belum
sempurna, maka dari itu dilakukanlah pemurnian yang terbagi menjadi 2 metode
yaitu dengan Ekstraksi cair-cair dan kromatografi kolom yang menggunakan
heksan sebagai pelarutnya. Setelah ini barulah dilihat hasil maksimal dalam
pemisahan flavonoid dari kulit jeruk sekade (citrus medica peel).

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwasan nya pelarut


Metanol adalah pelarut terbaik untuk ekstraksi flavonoid dari ekstrak kulit jeruk
Medica. 80% metanol menunjukkan hasil tertinggi flavonoid. Final yang diusulkan
persamaan model adalah Es = 0,0849 (t) + 7,0286 untuk Quercetin dan Es = 0,0912
(t) + 25,971 untuk rutin, dan Es = 0,0267 (t) + 7.3714 untuk Kaempferol. Di antara
dua pemurnian metode, ekstraksi pelarut-pelarut disimpulkan sebagai proses
pemurnian terbaik, karena ini menunjukkan hasil tertinggi flavonoid dibandingkan
dengan kromatografi kolom. Dari pengamatan eksperimental model yang diusulkan
menunjukkan pertandingan terbaik.
Biodiesel Production via Esterification of Free Fatty Acids from
Cucurbita pepo L. Seed Oil: Kinetic Studies

Biodiesel cair semakin dianggap sebagai alternatif untuk bensin dan solar
sebagai sumber energi karena potensi mereka untuk mengurangi pencemaran
lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil. Biodiesel
memiliki sifat bahan bakar yang sama dengan diesel dan karena itu bisa digunakan
sebagai pengganti solar, baik dalam bentuk murni atau dalam campuran dengan
petroleum diesel (Pasias et al., 2006). Beberapa keuntungan biodiesel berbasis
minyak bumi terbarukan adalah; karbon netral, lebih cepat terurai, kurang beracun,
memiliki titik nyala yang lebih tinggi dan kandungan belerang yang rendah.

Cucurbita pepo L. merupakan sekelompok tumbuhan merambat anggota


suku labu-labuan yang berasal dari benua Amerika terutama banyak dibudidayakan
di Nigeria, tetapi sekarang banyak menyebar di tempat-tempat yang memiliki iklim
hangat. Buah Cucurbita Pepo L. ini banyak dimanfaatkan daging buah dan juga
daunnya sebagi sayuran, tetapi minyak biji Cucurbita Pepo L. ini belum memiliki
aplikasi komersial yang dikenal. Oleh karena itu, dalam pencarian minyak alternatif
untuk produksi biodiesel ini minyak biji Cucurbita pepo L. menyajikan pilihan yang
menjanjikan. Kesesuaian minyak biji Cucurbita pepo untuk produksi biodiesel telah
diselidiki (Ajiwe et al., 2006) mempelajari sifat biofuel dari metilester dari minyak
biji juga menyelidiki FAME minyak sebagai alternatif solar bahan bakar di Yunani.
Kedua studi merekomendasikan minyak sebagai bahan baku yang baik untuk
produksi biodiesel.

Karena kandungan asam lemak bebas yang tinggi dari bahan baku biodiesel
yang tradisional ini, penelitian dilakukan untuk mengoptimalkan produksi biodiesel
melalui esterifikasi asam lemak bebas dari minyak biji Cucurbita pepo L.
Percobaan dilakukan dengan metanol dan butanol dalam sistem reaksi batch dengan
rasio volume alcohol 6: 1 serta H2SO4 digunakan sebagai katalis. Selain itu beragam
parameter seperti jumlah katalis, pengaruh laju pengadukan, suhu reaksi dan waktu
dipelajari dengan tujuan untuk menentukan kondisi seoptimum mungkin.
Metode percobaan kali ini dilakukan dengan beberapa tahap terlebih dahulu
sebelum nantinya dilanjutkan pada tahap yang didasarkan pada Basecatalysed
Transesterifikasi minyak nabati. Pertama buah Cucurbita pepo L. dikumpulkan dari
sebuah peternakan di Emene lalu buahnya dikupas dan diambil bijinya. Selanjutnya
biji buah dicuci dan dijemur selama 7 hari, kemudian digiling dan disimpan di ruang
kedap udara dalam wadah plastik. Selanjutnya sampel biji buah yang telah kering
diekstraksi secara menyeluruh dengan petroleum ether menggunakan soxhlet alat
pengambilan sari untuk mengambil minyal biji Cucurbita pepo L. Nilai asam lemak
bebas dari minyak yang diekstrak dapat ditentukan menggunakan 0,05 M alkohol
KOH dan ditemukan menjadi 26.32 mgKOH/g. Ini menunjukkan bahwa itu tidak
mungkin diolah langsung menggunakan Basecatalysed Transesterifikasi. Oleh
karena itu dilanjutkan ke proses konversi minyak menjadi asam lemak bebas
dimana minyak akan terhidrolisis menjadi asam lemak bebas dengan penambahan
bertahap penambahan kuantitas perbandingan 1:3 asam sulfat. Kemudian
dilanjutkan dengan proses reaksi esterifikasi menggunakan Metanol dan Butanol
secara terpisah dengan adanya konsentrasi pekat Asam Sulfat sebagai katalis dalam
proses Batch. Perbandingan alkohol terhadap ALB ditetapkan pada 6:1 di seluruh
proses dan menngunakan variasi agitasi dan juga temperature operasi dalam rentang
260-800rpm untuk pengadukan dan 40-80oC untuk temperatur sehingga dapat
menentukan kondisi optimum dalam memproduksi biodiesel.

Dari percobaan yang dilakukan ini dapat dibahas bahwasannya terdapat


beberapa variasi kuantitas kondisi operasi yang pelu diamati dan dianalisa untuk
mengetahui kondisi yang optimum. Pertama yaitu pengaruh kuantitas katalis,
dimana efek katalis ini menunjukan bahhwa adanya pengaruh %konversi dari ALB
menjadi biodiesel menigkat dengan peningkatan kuantitas katalis dan tercapai
optimal pada 3% untuk reaksi esterefikasi menggunakan metanol maupun butanol.
Kedua yaitu pengaruh suhu reaksi dimana Pengaruh suhu pada% konversi biodiesel
untuk methylesters dan butylesters juga dipelajari di rasio volume alkohol 6: 1 dan
tingkat agitasi 260 rpm selama 60 menit. Suhu 28oC, 30oC, 40oC, 50oC diamati itu
merupakan suhu memiliki efek yang menonjol pada% konversi. Tingkat reaksi
meningkat dengan peningkatan suhu dan mencapai optimal pada 50oC, 70oC dan
80oC untuk metilasi dan meningkat hingga 80oC untuk butylation.
Ketiga yaitu pengaruh waktu dan tingkat pengadukan terhadap %konversi
Biodisel Pada 70oC, rasio volume alkohol 6: 1, laju pengadukan 260rpm dan
menggunakan katalis optimum,% konversi menunjukkan kurva kinetik. Hasilnya
mengungkapkan bahwa reaksi rate berlangsung lebih cepat pada tahap awal dan
terbelakang. Sedangkan dalam waktu 10 menit, menunjukkan efek laju pengadukan
pada esterifikasi metil dan esterifikasi butyl % Konversi meningkat dengan
peningkatan laju pengadukan dan tercapai saturasi pada 400 rpm untuk butylation
dan 200rpm untuk metilasi. Tingkat agitasi yang diperlukan untuk butylation lebih
besar hal ini dapat dikaitkan dengan viskositas butanol yang lebih tinggi
dibandingkan dengan metanol. Namun juga kita lihat dari segi kinetika reaksi
metylasi dan butylasi ini masing-masing memerlukan energi aktivasi (Ea) yang
berbeda-beda, dengan menggunakan persamaan Arhenius lnK = (-Ea / R) / T + C
Energi aktivasi untuk metylasi adalah 35,54KJ / mol sedangkan untuk butylasi
adalah 39.91KJ / mol. Metilasi dari ALB memiliki energi yang lebih rendah
dibading aktivasi butylation.

Fokus dan tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengoptimalkan produksi
Biodiesel dari minyak biji Cucurbita pepo L. melalui esterifikasi FFA. Dalam rasio
alkohol/minyak 6:1, 3% berat katalis (H2SO4) dan laju pengadukan 200rpm dan
400rpm dapat ditentukan bahwa dalam kondisi ini reaksi esterifikasi berlangsung
optimal untuk metilasi dan butilasi. Temperatur reaksi 50oC juga ditemukan cukup
untuk reaksi metil esterifikasi sedangkan untuk esterifikasi butil, diperlukan
temperatur lebih tinggi. Selain itu, kinetika orde pertama lebih baik digunakan
untuk butylation dan orde kedua untuk metilasi menurut data eksperimental yang
didapatkan kali ini.
Anaerobic Biodegradability of Agricultural Renewable Fibers

Biodegradabilitas anaerobik ini merupakan suatu kemapuan bahan organik


untuk bisa diuraikan atau terdekomposisi dengan menngunakan aktifitas dari
mikroorganisme anaerob. Dewasa ini seperti yang telah diketahiu bahwasannya
limbah-limbah kertas atau lainnya yang berbasis serat alami kemungkinan dibuang
di air limbah kota, tempat pengomposan ataupun tempat pebuangan akhir (TPA).
Namun ada beberapa laporan penelitian yang melaporkan bahwa pencernaan
anaerob dan biodegradabilitas serat pertanian ini juga perlu pengolahan lanjut agar
limbah tersebut dapat dimanfaatkan kembali. Salah satu pengolahan nya yaitu
dengan cara biodegradasi anaerob, maka kami melakukan serangkaian studi
biodegradasi menggunakan batang jagung dan serat pulp jerami gandum untuk
menjelaskan kinetika biodegradasi dan biodegradasi di bawah kondisi pencernaan
lumpur anaerob.

Sebagian besar bahan berserat dari komoditas kayu lunak atau pohon kayu
keras, yang merupakan sumber utama bahan baku pembuatan untuk pulp dan kertas.
Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat telah menjadi lebih sadar akan masalah
lingkungan dan pemanfaatan sumber daya yang baik. Alternatif bahan non kayu
alami seperti residu pertanian (brangkasan jagung, padi atau jerami, ampas tebu dan
tangkai kapas, dll.) hal ini semakin dieksplorasi untuk mengurangi pasokan dan
biaya meskipun fluktuasi serat pulp berbasis kayu konvensional, namun tantangan
pengumpulan bahan non-kayu, transportasi, penyimpanan, dan bubur kertas. Hal
ini sangat menarik secara komersial untuk mengintegrasikan pengelolaan serat
pertanian menjadi tisu kamar mandi, dan aplikasi papan isi, menggunakan
ffiberssuchas alami jerami gandum untuk dapat aplikasi kemasan pelindung, yaitu
alternatif ramah lingkungan yang bagus untuk Styrofoam tradisional (EPS) dan
kemasan plastik. Jadi percobaan ini bertujuan untuk menguji sifat biodegradabilitas
dari bahan non-kayu sebagai bahan alternaif dalam produksi kertas yang juga
nantinya limbah yang dihasilkan dapat ini mampu dimanfaatkan kembali dengan
proses pencernaan anaerob menggunakan mikorganisme anaerob.

Bahan yang diperlukan dalam percobaan ini yaitu bubur dari serat batang
jagung dan bubur dari kulit jerami biji gandum. Selanjutnya setelah bahan-bahan
telah disiapkan maka masing-masing dari bubur kulit jagung dan jerami ini
ditambahkan lumpur anaerob dengan waktu penyelidikan yang diusulkan yaitu
selama 14 hari pada kondisi anaerob di temperatur 35oC, pH berkisar antara 7,4
hingga 7,8. Warna lumpur akan hitam karena adanya kehadiran organisator.
Kemudian dari biodegradasi berbasis anaerob ini akan menghasilkan gas CO2 dan
Gas CH4. Sampel gas yang diambil dengan menggunakan alat buret dengan
perpindahan air dalam buret 100 mL dan interval waktu bervariasi selama proses
pencernaan sampel anaerob. Jika biodegradasi kurang dari 70% diamati dengan
referensi (berdasarkan produksi CO2 dan CH4), pengujian harus dianggap tidak
valid dan harus diulang dengan inokulum segar.

Jadi biodegradabilitas serat pertanian secara anaerob setiap sampel yang


beratnya sekitar 0,2 gram dengan tiga ulangan. Rata-rata hasil dari pencernaan
lumpur anaerobik dari batang jagung dan serat jerami gandum menunjukkan bahwa
serat batang jagung menghasilkan lebih banyak biogase (157,5 mL) dari pada serat
jerami gandum (139,5 mL). Biodegradabilitas batang jagung serat diperkirakan
78,4% sedangkan untuk jerami serat gandum, itu mencapai biodegradasi 72,4%.
Durasi pengujian untuk semua sampel adalah 56 hari dan bubuk selulosa,
digunakan sebagai bahan referensi, mencapai 73,2% biodegradasi.

Maka dari itu penting untuk memfasilitasi desain produk bagi lingkungan,
khususnya untuk fasilitas pengolahan air limbah dan bioreaktor / tempat
pembuangan sampah konvensional. Residu pertanian yang tersisa dari panen
cropssuchaswheat berbasis makanan jerami, beras, dan batang jagung merupakan
sumber penting serat pembuatan kertas. tujuan pembangunan berkelanjutan yang
ambisius untuk mengurangi jejak serat hutannya. Sisa-sisa tanaman pertanian cocok
dengan strategi keberlanjutan perusahaan dan lebih banyak penelitian produk dari
kegiatan pengembangan menggunakan serat alami non-kayu diharapkan di masa
depan.
Changes in the Composition of Aromatherapeutic Citrus Oils
during Evaporation

Komposisi beberapa minyak Citrus komersial, lemon, jeruk manis, dan


jeruk keprok, ditujukan untuk aromaterapi. Minyak utuh mengandung campuran
mono dan seskuiterpen yang diharapkan, dengan didominasi oleh hidrokarbon dan
jumlah analog teroksigenasi yang lebih sedikit membentuk sisanya. Kromatografi
gas-spektrometri massa digunakan untuk mengikuti perubahan dalam jumlah relatif
dari berbagai komponen yang ada saat penguapan berlangsung. Perubahan ditandai,
dan khususnya komponen yang lebih mudah menguap hadir dalam minyak utuh
menghilang dengan cepat. Dengan demikian keseimbangan konten dialihkan dari
hidrokarbon monoterpen ke alkohol analog dan senyawa karbonil. Kasus minyak
lemon sangat menarik karena jumlah relative banyak, suatu sensitizer yang
diketahui ketika bebrapa waktu lalu mewakili peningkatan persentase dari total
minyak.

Minyak lemon (Citrus limonum L.) yang merupakan salah satu minyak yang
paling populer digunakan dalam aromaterapi, selain itu akan memeriksa dua
minyak Citrus lagi, yaitu minyak jeruk keprok (C. reticulata Blanco) dan jeruk
manis (C. sinensis L.). Pekerjaan saat ini dalam aromaterapi ditandai dengan jumlah
artikel yang muncul menggambarkan komposisi kimia dari berbagai minyak yang
umum digunakan, manfaatnya, dan masalah keamanan terkait, dan sebuah buku
terbaru menyajikan pengantar umum yang sangat baik untuk bidang ini. Sementara
banyak toko diletakkan pada konstituen yang hadir di berbagai minyak sebelum
digunakan, sedikit perhatian tampaknya dimiliki telah diarahkan pada perubahan
yang terjadi selama penggunaan. Satu laporan membahas perubahan yang terjadi
ketika minyak digunakan dalam aromalamp. Ini situasi yang agak mengejutkan
yang membangkitkan minat untuk mendorong studi pendahuluan pada minyak mint
untuk memeriksa sejauh mana penguapan diferensial dapat mempengaruhi esensial.

Bahan dan metode yang digunakan Minyak esensial untuk aromaterapi


dibeli dari Plantlife (Plantlife Natural Bodycare, San Clemente, CA, USA). Minyak
yang diperiksa semuanya dari spesies Citrus dengan menggunakan alat
kromatografi gas. Minyak sedang diperiksa dalam masing-masing minyak terletak
dalam distribusi yang dikenal. Pelarut yang digunakan dalam menyiapkan sampel
untuk analisis kromatografi gas memiliki kualitas analitik dan digunakan tanpa
pemrosesan lebih lanjut. Sistem penguapan yang sangat sederhana dibangun
dengan menggunakan tabung reaksi berbentuk kerucut yang berangsur-angsur
dimana kapiler (1 mL) ditempatkan di bagian bawah tabung dan aliran gas nitrogen
pada laju aliran 2 L / menit dilewatkan melalui kapiler ke dalam tabung tes lulus.
Laju ini memastikan bahwa minyak esensial akan disebarkan dalam lapisan tipis di
atas bagian bawah tabung untuk memungkinkan penguapan paksa di dalam
kromatografi gas.

Hasilnya mengikuti pola yang sama secara umum untuk masing-masing dari
minyak, dan kromatografi gas disajikan pada Gambar 1–3. Kolom yang digunakan
untuk pemisahan adalah tipe nonpolar dan urutan elusi dengan demikian mengikuti
titik didih dari senyawa. Senyawa utama dalam masing-masing minyak adalah
limonene dengan jumlah yang semakin banyak seiring dengan perkembangan satu
rangkaian dari lemon ke jeruk keprok dan jeruk manis. Senyawa diidentifikasi
dalam Tabel 1 yang juga memberikan persentase komposisi berdasarkan volume
puncak.
Antioxidant and Antibacterial Assays on Polygonum minus
Extracts: Different Extraction Methods

Efek dari jenis pelarut dan metode ekstraksi diselidiki untuk mempelajari
aktivitas antioksidan dan antibakteri Polygonum minus. Terdapat dua metode
ekstraksi digunakan yaitu, ekstraksi pelarut menggunakan peralatan Soxhlet dan
ekstraksi fluida superkritis (SFE). Kapasitas antioksidan dievaluasi dengan
menggunakan uji daya pereduksi / antioksidan (FRAP) besi dan kapasitas
pemulungan radikal bebas. Polygonum minus, yang dikenal sebagai kesum yaitu
tanaman ramuan lokal yang telah digunakan secara luas sebagai bumbu-bumbu.
Karena hadirnya aldehida alifatik alami, P. minus adalah salah satu herbal yang
diidentifikasi memiliki potensi besar sebagai sumber minyak esensial, terutama
dalam industri pewangi, karena kandungan kekayaannya dan kemampuan
antioksidan ekstraknya (nilai FRAP dan DPPH) kedua nilai ini berbanding lurus
dengan konten fenolik. Hubungan yang jelas antara fenolik karena adanya
flavonoid. Flavonoid adalah keluarga besar komponen polifenol yang disintesis
oleh tanaman. Mereka mampu melindungi sistem biologis karena kemampuan
antioksidan mereka dan kapasitas mereka untuk mentransfer elektron dan radikal
bebas. Senyawa flavonoid juga menunjukkan efek penghambatan terhadap banyak
jenis virus karena senyawa flavonoid mengandung metabolit lipofilik yang dapat
mengganggu struktur dan fungsi membran mikroorganisme.
Penggunaan SFE dalam ekstraksi senyawa antioksidan telah meningkat
karena komposisi cosolvent dalam ekstraksi SFE memiliki pengaruh besar pada
hasil ekstrak dan komposisi, dalam hal total senyawa fenolik, total flavonoid, dan
aktivitas antioksidan. Selain itu, penelitian tentang pengaruh pilihan pelarut pada
ekstraksi komponen aktif dari P. minus kurang. Studi tentang efek pelarut pada
ekstraksi komponen aktif dari herbal sangat penting untuk penyaringan dan
pemilihan pelarut untuk langkah-langkah ekstraksi, fraksinasi, dan pemurnian
dalam pengolahan bahan herbal. Dengan memahami sifat pelarut, sifat komponen
(zat terlarut) dan zat terlarut interaksi, fraksinasi cepat, dan isolasi yang diinginkan
komponen dapat dicapai. Karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi dan menentukan secara biologis aktivitas, serta kandungan
senyawa bioaktif, dari berbagai jenis ekstrak Polygonum minus melalui metode
bioassay, untuk mempelajari tekanan dan suhu efek ekstraksi cairan superkritis dan
untuk mengidentifikasi yang cosolvent terbaik untuk SFE menggunakan profil
aldehida.

Persiapan metode dan bahan yang harus dilakukan adalah pertama-tama


sampel Polygonum minus segar dibersihkan dan dicuci kemudian dibagi menjadi
dua bagian yaiu daun dan putik. Selanjutnya sampel dikeringkan dalam oven pada
suhu 40oC lalu ditimbuk selama 2-3 menit menggunakan penggiling. Selanjutnya
mempersiapkan bahan kimia dan reagen yang akan digunakan untuk proses
ektraksi. Bahan kimia yang digunakan untuk proses ekstraksi adalah metanol
(99,9), n-heksana (99%), air suling, etanol (95%), aseton, diklorometana, dan
karbon dioksida (99,9%). Untuk tes bioassay, bahan kimia dan reagen yang
digunakan adalah asam galat (99%), reagen Folin Ciocalteu phenol (, natrium
karbonat (Na2CO3, 99%), 2,4,6- tris (2-pyridyl) -1,3,5-triazine (99%), asam klorida
37% .

Proses selanjutnya yaitu ekstraksi dimana dua metode ekstraksi yang


berbeda digunakan dalam penelitian ini ; ekstraksi pelarut oleh Soxhlet dan metode
ekstraksi tekanan tinggi dengan ekstraksi cairan superkritis (SFE). Spada ektraksi
menggunakan soxhlet sampel kering dan ditumbuk untuk kedua bagian tanaman
(10 g) diekstraksi menggunakan Soxhlet alat yang terdiri dari pemanas (Toshniwal,
India), pelarut labu, ruang sampel, dan kondensor. Pelarut (200 mL dari n-heksana,
metanol, atau air) digunakan dalam Soxhlet ekstraktor, dan ekstraksi dilakukan
selama 4 jam. Larutan ekstrak yang dikumpulkan kemudian diuapkan
menggunakan evaporator rotary vakum sehingga menghasilkan massa kental.
Ekstrak kasar ditimbang dan diencerkan sebelum disimpan pada 0–4∘C untuk
analisis lebih lanjut. Selanjutnya jika metode Ekstraksi Cairan Supercritical (SFE).
Sampelnya juga diekstraksi menggunakan ekstraksi cairan superkritis (SFE) sistem
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Karbon dioksida superkritis (SC-CO2)
telah digunakan sebagai pelarut ekstraksi untuk diekstraksi 5g bagian daun dari
sampel P. minus. Kombinasi dari ekstraksi statis setengah jam dilakukan diikuti
oleh ekstraksi dinamis pada laju aliran pelarut 3 mL / menit selama 4 jam. Fraksi
ekstrak dikumpulkan setiap 30 menit selama ekstraksi dinamis. Parameter yang
diamati adalah tekanan. Setelah proses ektraksi selesai maka akan dilanjutkan
dengan metode selanjutnya seperti seleksi Cosolvent, Analisis Kromatografi Gas.
Penentuan Total Konten Fenolik, Uji Daya Antioksidan (FRAP), DPPH Assay
Penangkal Radikal Bebas, Antioksidan, dan Uji Antibakteri Menggunakan Metode
Difusi Disk.

Aktivitas biologis ekstrak tanaman tergantung pada jenis pelarut yang


digunakan, dan metanol terbukti menjadi pelarut terbaik untuk mengekstrak
senyawa fenolik karena ekstrak metanol menunjukkan sifat antioksidan dan
antibakteri terbaik dibandingkan dengan ekstrak lainnya. Hubungan positif antara
kandungan fenolik dan kapasitas antioksidan dapat dilihat dari penelitian ini yaitu
semakin tinggi kandungan fenolik tanaman, semakin tinggi nilai FRAP dan
penghambatan DPPH. Studi ini menunjukkan bahwa P. m i n u s berpotensi sebagai
sumber antioksidan alami dalam industri makanan dan farmasi. Ekstraksi Soxhlet
menunjukkan bahwa metanol adalah pelarut terbaik untuk mendapatkan hasil
ekstrak yang lebih tinggi. Terbaik parameter operasi dari rentang parameter yang
dimiliki telah dipelajari untuk ekstraksi SFE dari P. minus adalah tekanan 200 bar
dan suhu 40∘C, menghasilkan 15,68% .
Yield and Properties of Ethanol Biofuel Produced from
Different Whole Cassava Flours

Beberapa penulis telah melakukan produksi etanol dari singkong melalui


hidrolisis asam dan enzim hanya menggunakan satu kultivar singkong. (Onitilo et
al.2013) melaporkan bahwa ada perbedaan yang signifikan dalam kandungan pati,
amilase, amilopektin, dan keasaman total yang dapat dititrasi dari varietas singkong
yang berbeda yang lebih dari empat puluh jenis, maka diperlukan untuk menyelidiki
hasil dan sifat dari biofuel etanol dihasilkan dari berbagai kultivar singkong.
Panduan penyerahan etanol juga mengungkapkan bahwa konduktivitas listrik,
permen karet, dan semen air, serta kandungan partikulat, adalah sifat fisik penting
yang harus diperiksa dalam etanol bahan bakar sebelum operasi, keasaman, serta
kandungan hidrokarbon, dan titik nyala juga sifat penting yang menggambarkan
kualitas bahan bakar etanol sebelum penggunaan. Oleh karena itu, tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menentukan hasil dan sifat fisik biofuel (etanol) yang
dihasilkan dari berbagai singkong utuh yang berbeda.

Persiapan bahan dan metode yang dilakukan yaitu Kultivar singkong : TMS
91/02324, TMS 92B / 00061, TMS 92B / 00068, TMS 98/0505, dan TMS 98/0581,
diperoleh dari Institut Internasional Pertanian Tropis (IITA) Onne., Rivers, Nigeria.
Sedangkan peralatan yang digunakan antara lain : refraktometer, mesin autoklaf,
tinta kerucut, spatula, oven industri, piknometer, termostat, tabung reaksi,
termometer, alat ash point, alat distilasi, pH kertas dan meteran, ragi aktif kering,
ekstrak ragi, kalium difosfat, kalsium klorida, magnesium sulfat, besi II sulfat
(nutrisi), natrium hidroksida untuk koreksi pH, asam sulfat untuk hidrolisis, etanol
murni 95% (digunakan untuk siapkan kurva standar untuk etanol), air deionisasi,
pipet, solusi tambahan, dan viskometer kapiler tabung-U.

Prosedur selajutnya yaitu, dari masing-masing 10 kg singkong kultivar yang


disebutkan di atas Akar dikupas tangan, dicuci secara terpisah, diparut, dan ditekan
dengan screw presser, akar yang ditekan tersebar secara terpisah. dan dikeringkan
dalam oven udara untuk menghilangkan uap air dan, kemudian, Akhirnya dicampur
menjadi satu partikel secara keseluruhan untuk meningkat luas permukaan.
Persiapan selanjutnya adalah Sterilisasi Media Pertumbuhan. SEBUAH media kalis
semisintetik disiapkan menggunakan berikut ini: kalium difosfat, amonium sulfat,
kalsium klorida magnesium sulfat, besi II sulfat, dan ragi. Bagian paling penting
yaitu hidrolisis Asam Pati dengan 150 ml asam sulfat 0,2 M pada kondisi operasi
70oC selama 90 menit lalu dilanjutkan dengan inokulasi sampel, proses destilasi
menggunakan pemanas termostatik dan didistilasi melalui destilasi ganda
sederhana untuk mendapatkan biofuel etanol dari singkong yang berbeda,
penentuan property etanol, pengujian karakteristik etanol yang dihasilkan mulai
dari uji titik nyala, Uji pH, Uji Kepadatan dan berat jenis, uji viskositas, uji
konduktivitas listrik dan tes rentang distilasi.

Hasil dan sifat biofuel etanol yang dihasilkan dari tepung tepung singkong
yang berbeda diselidiki. Hasil dan sifat fisik (rentang distilasi, viskositas densitas,
flash) titik, dan konduktivitas listrik) dari etanol yang dihasilkan berbeda untuk
berbagai kultivar singkong. Hasil etanol yang optimal adalah diperoleh dengan
menggunakan 0,333 g / mL (tepung singkong / volume asam) dan 10 g / mL
(perbandingan tepung singkong / volume media mineral) untuk TMS 92B / 00068
difermentasi selama 72 jam. Perbedaan di hasil etanol dikaitkan dengan perbedaan
dalam kandungan pati, kandungan protein,% bahan kering, dan komposisi mineral
kultivar singkong. Karenanya menghasilkan etanol hasil tinggi dengan sifat fisik
dan listrik yang baik dari keseluruhan tepung singkong, kultivar singkong dengan
kadar pati tinggi, rendah kandungan protein, dan bahan kering rendah harus
digunakan, sedangkan kultivar singkong dengan kadar pati sedang (<50%), tinggi
protein, dan kadar serat tinggi dapat digunakan sebagai makanan untuk manusia
konsumsi dan produk makanan.

Anda mungkin juga menyukai