BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit Fatima adalah institusi tempat memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat dengan tujuan penyembuhan penyakit
serta terhindar dari kematian atau kecacatan. Dalam melaksanakan
fungsinya Rumah sakit harus pula mengendalikan atau
meminimalkan risiko baik klinis maupun non klinis yang mungkin
terjadi selama proses pelayanan kesehatan berlangsung, sehingga
terlaksana pelayanan yang aman bagi pasien.
Oleh karena itu keselamatan pasien di rumah sakit merupakan
prioritas utama dalam semua bentuk kegiatan di rumah sakit. Untuk
mencapai kondisi pelayanan yang efektif, efisien dan aman bagi
pasien, diperlukan komitmen dan tanggung jawab yang tinggi dari
seluruh personil pemberi pelayanan di rumah sakit sesuai dengan
kompetensi dan kewewenangannya.
Selanjutnya kerjasama para Profesional Pemberi Asuhan (PPA) pasien
merupakan prasyarat untuk mencapai tujuan tersebut dan dilengkapi
dengan komunikasi yang baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa
peranan dokter DPJP sebagai ketua tim asuhan pasien oleh PPA
(clinical leader) agar kesinambungan pelayanan berjalan baik.
Salah satu elemen dalam pemberian asuhan kepada pasien (patient
care) adalah asuhan medis. Asuhan medis diberikan oleh dokter yang
dalam standar keselamatan pasien disebut DPJP (Dokter Penanggung
Jawab Pelayanan). Pangaturan tentang DPJP sangat diperlukan
dalam pelaksanaan asuhan medis di rumah sakit untuk menghindari
kemungkinan terjadinya pelayanan yang kurang baik karena
terjadinya duplikasi, interaksi obat yang kurang terkontrol, kontra
indikasi, ketidak jelasan peranan dokter bila hanya diminta pendapat
saja,dll.
B. PENGERTIAN
1. DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) adalah seorang
dokter, sesuai dengan kewewenagan klinisnya terkait penyakit
pasien, memberikan asuhan medis lengkap (paket) kepada satu
pasien dengan satu patologi / penyakit, dari awal sampai akhir
perawatan di rumah sakit, baik pada layanan rawat jalan dan
rawat inap. Asuhan medis lengkap artinya
melakukan asesmen medis sampai dengan implementasi
rencana serta tindak lanjutnya sesuai kebutuhan pasien.
2. Pasien dengan lebih dari satu penyakit dikelola oleh lebih dari
satu DPJP sesuai kewenangan klinisnya, dalam pola asuhan
secara tim atau terintegrasi, maka harus ada DPJP Utama.
Contoh : pasien dengan Diabetes Mellitus, Katarak dan Stroke,
dikelola oleh lebih dari satu DPJP : Dokter Spesialis Penyakit
Dalam, Dokter Spesialis Mata dan Dokter Spesialis Saraf.
3. DPJP Utama : bila pasien dikelola oleh lebih dari satu DPJP,
maka asuhan medis tsb dilakukan secara terintegrasi dan
secara tim diketuai oleh seorang DPJP Utama. Peran DPJP
Utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan
medis bagi pasien ybs (“Ketua Tim”), dengan tugas menjaga
terlaksananya asuhan medis komprehensif - terpadu - efektif,
demi keselamatan pasien melalui komunikasi efektif dengan
membangun sinergisme dan mencegah duplikasi serta
mendorong penyesuaian pendapat (adjustment) antar anggota
/ DPJP, mengarahkan agar tindakan masing – masing DPJP
bersifat kontributif (bukan intervensi).
4. Dokter yang memberikan pelayanan interpretatif, misalnya
memberikan uraian / data tentang hasil laboratorium atau
radiologi, tidak dipakai istilah DPJP, karena tidak memberikan
asuhan medis yang lengkap.
5. Profesional Pemberi Asuhan – PPA adalah tenaga kesehatan
yang secara langsung memberikan asuhan kepada pasien,
antara lain. dokter, perawat, bidan, ahli gizi, apoteker, psikolog
klinis, penata anestesi, terapis fsik dsb.
6. Asuhan pasien terintegrasi dan Pelayanan berfokus pada pasien
(Patient Centered Care – PCC) adalah istilah yang saling terkait,
yang mengandung aspek pasien merupakan pusat pelayanan,
PPA memberikan asuhan sebagai tim interdisiplin/klinis
dengan DPJP sebagai ketua tim klinis - Clinical Leader, PPA
dengan kompetensi dan kewenangan yang memadai, yang
antara lain. terdiri dari dokter, perawat, bidan, nutrisionis /
dietisien, apoteker, penata anestesi, terapis fsik dsb.
BAB II
RUANG LINGKUP
A. Dasar
1. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 5 : Rumah Sakit
mempunyai fungsi : huruf b. pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna
tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis
2. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 29 Setiap Rumah Sakit
mempunyai kewajiban : huruf r. menyusun dan melaksanakan
peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws)
Penjelasan Pasal 29 huruf r : Yang dimaksud dengan peraturan
internal Rumah Sakit (hospital bylaws) adalah peraturan organisasi
Rumah Sakit (corporate bylaws) dan peraturan staf medis Rumah
Sakit (medical staff bylaw) yang disusun dalam rangka
menyelenggarakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance) dan tata kelola klinis yang baik (good clinical governance).
Dalam peraturan staf medis Rumah Sakit (medical staff bylaw) antara
lain diatur kewenangan klinis (Clinical Privilege).
3. UU no 29/2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 3 Pengaturan
praktik kedokteran bertujuan untuk
a. memberikan perlindungan kepada pasien;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang
diberikan oleh dokter dan dokter gigi; dan
c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan
dokter gigi
4. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 43 menyatakan rumah
sakit wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien.
5. Permenkes 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
6. Pasal 7 Permenkes 1691/2011 mengatur hal berikut :
a. Setiap Rumah Sakit wajib menerapkan Standar Keselamatan
Pasien
b. Standar Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi
I. Hak pasien;
II. Mendidik pasien dan keluarga;
III. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;
IV. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien;
V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;
VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien; dan
VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien.
7. Pada Lampiran Permenkes 1691/2011 pengaturan tentang Standar
I. Hak pasien, sebagai berikut
Standar : Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan
termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Kriteria :
1.1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan.
1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan
penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya
tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur
untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
8. Permenkes 755/2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik di
Rumah Sakit
9. Permenkes 1438/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran
10. Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012, Komisi Akreditasi
Rumah Sakit
11. Kode Etik Kedokteran Indonesia, PB IDI, 2012
12. SK Pengurus Besar IDI no 111/PB/A.4/02/2013 tentang
Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia
13. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia no
21A/KKI/KEP/IX/2006 tentang Pengesahan Standar Kompetensi
Dokter dan Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia no
23/KKI/KEP/XI/2006 tentang Pengesahan Standar Kompetensi
Dokter Gigi
14. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia no 18/KKI/KEP/IX/2006
tentang Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di
Indonesia
15. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia no 4 Tahun 2011 tentang
Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi
B. Pelayanan kesehatan di Rumah sakit
Dalam UU 44/2009 pasal 5 huruf b, dinyatakan bahwa pelayanan
kesehatan di rumah sakit adalah pelayanan kesehatan yang
paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
C. Asuhan medis
Tujuan :
o memberikan perlindungan kepada pasien
o mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medik
o memberikan kepastian hukum kepada masyarakat,
dokter, dan dokter gigi.
D. Kewenangan klinis dan evaluasi kinerja
1. Setiap dokter yang bekerja di rumah sakit yang melakukan
asuhan medis, termasuk pelayanan interpretatif (a.l. DrSp PK,
DrSp PA, DrSp Rad dsb), harus memiliki SK dari Direktur /
Kepala Rumah Sakit berupa Surat Penugasan Klinis / SPK
(Clinical appointment), dengan lampiran Rincian Kewenangan
Klinis / RKK (Clinical Privilege). Penerbitan SPK dan RKK tsb
harus melalui proses kredensial dan rekredensial yang
mengacu kepada Permenkes 755/2011 tentang
penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit.
2. Regulasi tentang evaluasi kinerja DPJP ditetapkan Direktur
dengan mengacu ke Permenkes 755/2011 tentang
penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit dan Standar
Akreditasi Rumah Sakit versi 2012, khususnya Bab KPS
(Kualifikasi dan Pendidikan Staf).
E. Penunjukan DPJP dan pengelompokan DPJP
1. Regulasi tentang penunjukan seorang DPJP untuk mengelola
seorang pasien, pergantian DPJP, selesainya DPJP karena asuhan
medisnya telah tuntas, ditetapkan Direktur Rumah sakit Fatima.
a. Penunjukkan dokter DPJP di Rumah Sakit Fatima berdasarkan
daftar dokter yang memiliki SIP di Rumah Sakit Fatima.
DPJP pasien tanpa surat pengantar adalah dokter
fulltimer Rumah Sakit Fatima
DPJP pasien dengan surat pengantar adalah dokter yang
tertera di surat pengantar
Atas permintaan pasien sepanjang dokter yang diminta
memiliki SIP di Rumah Sakit Fatima.
b. Berdasarkan SPK dan RKK sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan pasien.
2. Regulasi tentang pelaksanaan asuhan medis oleh lebih dari satu
DPJP dan penunjukan DPJP Utama, tugas dan kewenangannya
ditetapkan Direktur Rumah sakit Fatima.
3. Kriteria penunjukan DPJP Utama untuk seorang pasien dapat
digunakan butir-butir sbb :
a. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang pertama kali
mengelola pasien pada awal perawatan
b. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang mengelola pasien
dengan penyakit dalam kondisi (relatif) terparah
c. DPJP Utama dapat ditentukan melalui kesepakatan antar para
DPJP terkait
d. DPJP Utama dapat merupakan pilihan dari pasien
4. Pengaturan tentang pengelompokan DPJP ditetapkan oleh Direktur
sesuai kebutuhan. Di Rumah sakit Fatima Pengelompokan dapat
dilakukan per disiplin (Kelompok staf medis Bedah: spesialis
bedah umum, spesialis Mata, spesialis THT. Kelompok staf medis
penyakit dalam : spesialis penyakit dalam, spesialis kulit dan
kelamin, spesialis syaraf, spesialis paru. Kelompok staf medis
obgyn, kelompok staf medis anastesi, kelompok staf medis gigi,
kelompok staf medis umum).
Lampiran : surat keputusan direktur Rumah sakit Fatiima
No :........
Tanggal :........
Tentang : Penetapan DPJP di RS Fatima
F. Supervisi
1. Pada proses asuhan medis dimana dilaksanakan oleh DPJP
yang dibantu oleh Staf Medis non DPJP, misalnya Residen
(PPDS),
Dokter Ruangan (DR) dsb, maka diperlukan supervisi klinis
medis
untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap asuhan
pelayanan klinis yang dilaksanakan. Supervisi sangat
diperlukan
untuk memastikan asuhan pasien aman dan memastikan
bahwa
koordinasi dan kerjasama tim yang baik adalah pengalaman
belajar bagi para profesional pemberi asuhan, bahwa pelayanan
telah diberikan dengan cara yang efektif, dan juga untuk
kepastian
hukum bagi pemegang kewenangaklinisnya.
2. Diperlukan tingkat pengawasan yang konsisten dengan
tingkat pelatihan dan tingkat kompetensi para staf medis yang
membantu asuhan medis.
3. Seluruh staf medis yang terlibat dalam asuhan medis
memahami
proses supervisi klinis: siapa supervisor dan frekuensi
supervisinya termasuk penandatanganan harian dari semua
catatan
dan perintah, penandatanganan rencana asuhan dan kemajuan
catatan harian, atau membuat entri terpisah dalam catatan
pasien.
Demikian juga, jelas tentang bagaimana bukti pengawasan
yang
didokumentasikan, termasuk frekuensi dan lokasi
dokumentasi.
4. Rumah sakit memiliki prosedur mengidentifkasi dan memonitor
keseragaman proses supervisi klinis, monitoring dan evaluasi
pelayanan asuhan klinis.
5. Apabila supervisi klinis tidak dilaksanakan dengan baik maka
akan menimbulkan potensi untuk terjadinya kejadian yang
tidak
diharapkan, atau menurunnya mutu asuhan medis.
6. Supervisi dan umpan balik yang dihasilkan penting untuk
mengakuisisi dan mengembangkan keterampilan klinis dan
profesionalisme seluruh staf medis yang terlibat dalam asuhan
medis. Supervisi dilakukan secara bertahap meningkatkan
otoritas dan kemandirian pengawasan dan umpan balik.
7. Supervisi yang berlebihan dapat menghambat perkembangan
para
staf untuk menjadi praktisi yang kompeten dalam disiplin
mereka.
8. Rumah sakit fatima menetapkan kebijakan tentang tingkat
supervisi moderat dan supervisi rendah.. supervisi moderat
untuk (dokter ruangan) : proses asesmen pasien (IAR:
Pengumpulan informasi, Analisa informasi, Penyusunan
Rencana) dan implementasinya dilakukan dengan komunikasi
segera dengan DPJP, pencatatannya di rekam medis tanda
tangan dokter, validasi oleh DPJP.
Supervisi rendah proses asesmen pasien untuk dokter : proses
asesmen pasien : IAR (Pengumpulan Informasi, Analisis
Informasi, Penyusunan Rencana) dan implementasinya
dilakukan dengan komunikasi dengan DPJP, pencatatanya di
rekam medis, tandatangan dokter, validasi oleh DPJP.
BAB III
KEBIJAKAN
BAB IV
TATALAKSANA
DOKUMENTASI
Form DPJP
Untuk setiap Pasien
(Std ARK 3.2.)
Dst....