Anda di halaman 1dari 20

PANDUAN DOKTER PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN (DPJP)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit Fatima adalah institusi tempat memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat dengan tujuan penyembuhan penyakit
serta terhindar dari kematian atau kecacatan. Dalam melaksanakan
fungsinya Rumah sakit harus pula mengendalikan atau
meminimalkan risiko baik klinis maupun non klinis yang mungkin
terjadi selama proses pelayanan kesehatan berlangsung, sehingga
terlaksana pelayanan yang aman bagi pasien.
Oleh karena itu keselamatan pasien di rumah sakit merupakan
prioritas utama dalam semua bentuk kegiatan di rumah sakit. Untuk
mencapai kondisi pelayanan yang efektif, efisien dan aman bagi
pasien, diperlukan komitmen dan tanggung jawab yang tinggi dari
seluruh personil pemberi pelayanan di rumah sakit sesuai dengan
kompetensi dan kewewenangannya.
Selanjutnya kerjasama para Profesional Pemberi Asuhan (PPA) pasien
merupakan prasyarat untuk mencapai tujuan tersebut dan dilengkapi
dengan komunikasi yang baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa
peranan dokter DPJP sebagai ketua tim asuhan pasien oleh PPA
(clinical leader) agar kesinambungan pelayanan berjalan baik.
Salah satu elemen dalam pemberian asuhan kepada pasien (patient
care) adalah asuhan medis. Asuhan medis diberikan oleh dokter yang
dalam standar keselamatan pasien disebut DPJP (Dokter Penanggung
Jawab Pelayanan). Pangaturan tentang DPJP sangat diperlukan
dalam pelaksanaan asuhan medis di rumah sakit untuk menghindari
kemungkinan terjadinya pelayanan yang kurang baik karena
terjadinya duplikasi, interaksi obat yang kurang terkontrol, kontra
indikasi, ketidak jelasan peranan dokter bila hanya diminta pendapat
saja,dll.

B. PENGERTIAN
1. DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) adalah seorang
dokter, sesuai dengan kewewenagan klinisnya terkait penyakit
pasien, memberikan asuhan medis lengkap (paket) kepada satu
pasien dengan satu patologi / penyakit, dari awal sampai akhir
perawatan di rumah sakit, baik pada layanan rawat jalan dan
rawat inap. Asuhan medis lengkap artinya
melakukan asesmen medis sampai dengan implementasi
rencana serta tindak lanjutnya sesuai kebutuhan pasien.
2. Pasien dengan lebih dari satu penyakit dikelola oleh lebih dari
satu DPJP sesuai kewenangan klinisnya, dalam pola asuhan
secara tim atau terintegrasi, maka harus ada DPJP Utama.
Contoh : pasien dengan Diabetes Mellitus, Katarak dan Stroke,
dikelola oleh lebih dari satu DPJP : Dokter Spesialis Penyakit
Dalam, Dokter Spesialis Mata dan Dokter Spesialis Saraf.
3. DPJP Utama : bila pasien dikelola oleh lebih dari satu DPJP,
maka asuhan medis tsb dilakukan secara terintegrasi dan
secara tim diketuai oleh seorang DPJP Utama. Peran DPJP
Utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan
medis bagi pasien ybs (“Ketua Tim”), dengan tugas menjaga
terlaksananya asuhan medis komprehensif - terpadu - efektif,
demi keselamatan pasien melalui komunikasi efektif dengan
membangun sinergisme dan mencegah duplikasi serta
mendorong penyesuaian pendapat (adjustment) antar anggota
/ DPJP, mengarahkan agar tindakan masing – masing DPJP
bersifat kontributif (bukan intervensi).
4. Dokter yang memberikan pelayanan interpretatif, misalnya
memberikan uraian / data tentang hasil laboratorium atau
radiologi, tidak dipakai istilah DPJP, karena tidak memberikan
asuhan medis yang lengkap.
5. Profesional Pemberi Asuhan – PPA adalah tenaga kesehatan
yang secara langsung memberikan asuhan kepada pasien,
antara lain. dokter, perawat, bidan, ahli gizi, apoteker, psikolog
klinis, penata anestesi, terapis fsik dsb.
6. Asuhan pasien terintegrasi dan Pelayanan berfokus pada pasien
(Patient Centered Care – PCC) adalah istilah yang saling terkait,
yang mengandung aspek pasien merupakan pusat pelayanan,
PPA memberikan asuhan sebagai tim interdisiplin/klinis
dengan DPJP sebagai ketua tim klinis - Clinical Leader, PPA
dengan kompetensi dan kewenangan yang memadai, yang
antara lain. terdiri dari dokter, perawat, bidan, nutrisionis /
dietisien, apoteker, penata anestesi, terapis fsik dsb.
BAB II

RUANG LINGKUP

Peduan ini berlaku pada semua lini pelayanan rumah sakit


yang meliputi : Emergensi (IGD), Rawat jalan, Rawat inap, Ruang
tindakkan (VK,OK), Ruang perawatan khusus (ICU,Hemodialisa).

A. Dasar
1. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 5 : Rumah Sakit
mempunyai fungsi : huruf b. pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna
tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis
2. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 29 Setiap Rumah Sakit
mempunyai kewajiban : huruf r. menyusun dan melaksanakan
peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws)
Penjelasan Pasal 29 huruf r : Yang dimaksud dengan peraturan
internal Rumah Sakit (hospital bylaws) adalah peraturan organisasi
Rumah Sakit (corporate bylaws) dan peraturan staf medis Rumah
Sakit (medical staff bylaw) yang disusun dalam rangka
menyelenggarakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance) dan tata kelola klinis yang baik (good clinical governance).
Dalam peraturan staf medis Rumah Sakit (medical staff bylaw) antara
lain diatur kewenangan klinis (Clinical Privilege).
3. UU no 29/2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 3 Pengaturan
praktik kedokteran bertujuan untuk
a. memberikan perlindungan kepada pasien;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang
diberikan oleh dokter dan dokter gigi; dan
c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan
dokter gigi
4. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 43 menyatakan rumah
sakit wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien.
5. Permenkes 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
6. Pasal 7 Permenkes 1691/2011 mengatur hal berikut :
a. Setiap Rumah Sakit wajib menerapkan Standar Keselamatan
Pasien
b. Standar Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi
I. Hak pasien;
II. Mendidik pasien dan keluarga;
III. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;
IV. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien;
V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;
VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien; dan
VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien.
7. Pada Lampiran Permenkes 1691/2011 pengaturan tentang Standar
I. Hak pasien, sebagai berikut
Standar : Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan
termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Kriteria :
1.1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan.
1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan
penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya
tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur
untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
8. Permenkes 755/2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik di
Rumah Sakit
9. Permenkes 1438/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran
10. Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012, Komisi Akreditasi
Rumah Sakit
11. Kode Etik Kedokteran Indonesia, PB IDI, 2012
12. SK Pengurus Besar IDI no 111/PB/A.4/02/2013 tentang
Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia
13. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia no
21A/KKI/KEP/IX/2006 tentang Pengesahan Standar Kompetensi
Dokter dan Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia no
23/KKI/KEP/XI/2006 tentang Pengesahan Standar Kompetensi
Dokter Gigi
14. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia no 18/KKI/KEP/IX/2006
tentang Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di
Indonesia
15. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia no 4 Tahun 2011 tentang
Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi
B. Pelayanan kesehatan di Rumah sakit
Dalam UU 44/2009 pasal 5 huruf b, dinyatakan bahwa pelayanan
kesehatan di rumah sakit adalah pelayanan kesehatan yang
paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

Pada penjelasan pasal 5 huruf b, disebutkan : yang dimaksud


dengan pelayanan kesehatan paripurna tingkat kedua adalah
upaya kesehatan perorangan tingkat lanjut dengan
mendayagunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan
spesialistik. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan
paripurna tingkat ketiga adalah upaya kesehatan perorangan
tingkat lanjut dengan mendayagunakan pengetahuan dan
teknologi kesehatan sub spesialistik. Dengan demikian asuhan
medis kepada pasien diberikan oleh dokter spesialis.

C. Asuhan medis

Asuhan pasien dalam konteks Pelayanan Fokus pada Pasien


(Patient Centered Care), dilakukan oleh semua professional
pemberi asuhan, a.l. dokter, perawat, ahli gizi, apoteker dsb,
disebut sebagai Tim interdisiplin.
1. Asesmen pasien terdiri dari 3 langkah (IAR) :
a. Pengumpulan informasi, a.l. anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, dsb
b. Analisis informasi menghasilkan diagnosis, masalah atau
kondisi, untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien
c. Menyusun rencana (care plan) pelayanan dan pengobatan,
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan pasien
2. Implementasi rencana dan monitor

Asuhan medis di rumah sakit diberikan oleh dokter spesialis, disebut


sebagai DPJP.
Di unit / instalasi gawat darurat dokter jaga yang telah menjalani
pelatihan-bersertifikat kegawat-daruratan, a.l. ATLS, ACLS, PPGD,
menjadi DPJP pada saat asuhan awal pasien gawat-darurat. Saat
pasien dikonsul / rujuk ke dokter spesialis dan memberikan asuhan
medis, maka dokter spesialis tsb menjadi DPJP pasien tsb
menggantikan DPJP tsb sebelumnya.
Pemberian asuhan medis di rumah sakit agar mengacu kepada Buku
Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia (Kep KKI
no 18/KKI/KEP/IX/2006). Penerapan panduan ini selain menjaga
mutu asuhan dan keselamatan pasien, juga dapat menghindari
pelanggaran disiplin.
Asas, Dasar, Kaidah dan Tujuan Praktik Kedokteran di Indonesia
intinya adalah sbb :
 Asas : nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan,
keseimbangan, serta perlindungan dan keselamatan pasien
 Kaidah dasar moral :
o Menghormati martabat manusia (respect for person)
o Berbuat baik (beneficence)
o Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence)
o Keadilan (justice).

 Tujuan :
o memberikan perlindungan kepada pasien
o mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medik
o memberikan kepastian hukum kepada masyarakat,
dokter, dan dokter gigi.
D. Kewenangan klinis dan evaluasi kinerja
1. Setiap dokter yang bekerja di rumah sakit yang melakukan
asuhan medis, termasuk pelayanan interpretatif (a.l. DrSp PK,
DrSp PA, DrSp Rad dsb), harus memiliki SK dari Direktur /
Kepala Rumah Sakit berupa Surat Penugasan Klinis / SPK
(Clinical appointment), dengan lampiran Rincian Kewenangan
Klinis / RKK (Clinical Privilege). Penerbitan SPK dan RKK tsb
harus melalui proses kredensial dan rekredensial yang
mengacu kepada Permenkes 755/2011 tentang
penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit.
2. Regulasi tentang evaluasi kinerja DPJP ditetapkan Direktur
dengan mengacu ke Permenkes 755/2011 tentang
penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit dan Standar
Akreditasi Rumah Sakit versi 2012, khususnya Bab KPS
(Kualifikasi dan Pendidikan Staf).
E. Penunjukan DPJP dan pengelompokan DPJP
1. Regulasi tentang penunjukan seorang DPJP untuk mengelola
seorang pasien, pergantian DPJP, selesainya DPJP karena asuhan
medisnya telah tuntas, ditetapkan Direktur Rumah sakit Fatima.
a. Penunjukkan dokter DPJP di Rumah Sakit Fatima berdasarkan
daftar dokter yang memiliki SIP di Rumah Sakit Fatima.
 DPJP pasien tanpa surat pengantar adalah dokter
fulltimer Rumah Sakit Fatima
 DPJP pasien dengan surat pengantar adalah dokter yang
tertera di surat pengantar
 Atas permintaan pasien sepanjang dokter yang diminta
memiliki SIP di Rumah Sakit Fatima.
b. Berdasarkan SPK dan RKK sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan pasien.
2. Regulasi tentang pelaksanaan asuhan medis oleh lebih dari satu
DPJP dan penunjukan DPJP Utama, tugas dan kewenangannya
ditetapkan Direktur Rumah sakit Fatima.
3. Kriteria penunjukan DPJP Utama untuk seorang pasien dapat
digunakan butir-butir sbb :
a. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang pertama kali
mengelola pasien pada awal perawatan
b. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang mengelola pasien
dengan penyakit dalam kondisi (relatif) terparah
c. DPJP Utama dapat ditentukan melalui kesepakatan antar para
DPJP terkait
d. DPJP Utama dapat merupakan pilihan dari pasien
4. Pengaturan tentang pengelompokan DPJP ditetapkan oleh Direktur
sesuai kebutuhan. Di Rumah sakit Fatima Pengelompokan dapat
dilakukan per disiplin (Kelompok staf medis Bedah: spesialis
bedah umum, spesialis Mata, spesialis THT. Kelompok staf medis
penyakit dalam : spesialis penyakit dalam, spesialis kulit dan
kelamin, spesialis syaraf, spesialis paru. Kelompok staf medis
obgyn, kelompok staf medis anastesi, kelompok staf medis gigi,
kelompok staf medis umum).
Lampiran : surat keputusan direktur Rumah sakit Fatiima
No :........
Tanggal :........
Tentang : Penetapan DPJP di RS Fatima

Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP

No Kelompok Staf Medis Nama Spesialis


(KSM)
1. KSM Penyakit Dalam Dr. Budhi Penyakit dalam
Hartoko, Sp. PD
2. Dr. Raden Sony Penyakit dalam
Yusuf
Wibisono,Sp.PD
3. Dr. Debora Saraf
Theresia
Butarbutar,Sp.S
4. Dr. Lulu Saraf
Anggamurni,Sp.S
5. Dr. Eva Lydia Paru
Ingan Riantaras
Munthe,Sp.P
6. Dr. Syamsinar, Penyakit Kulit
Sp.PKK dan Kelamin
7. KSM Bedah Dr. Tiono Budi Bedah
Gouw,Sp.B
8. Dr. Abdul THT
Mu’in,Sp.THT
9. Dr. Helen Mata
Anastasia
Manoe,Sp.M
10. Dr. Hadyan Anasthesi
Sinantyanta,
Sp.An

11. Drg. Gigi


Bartholomeus
Reza
12. KSM Anak Dr. Angelia Anak
Rachma Dewi,
Sp.A
13. Dr. Darmadi, Anak
Sp.A
14. KSM Obgyn Dr. Thomas Obsteteri
Hadipurnama, Gynekologi
Sp.OG
15. Dr. Radmuli Obsteteri
Ginting, Sp.OG Gynekologi
16. Dr. Agustinus Obsteteri
Sugiarto, Sp.OG Gynekologi
17. KSM Umum Dr. Meiriana
18. Dr. Yohanes
Kusumo Adi Arji
Atmanto
19. Dr. Solo
Pangaribuan
20. Dr. Stella Vindy
Surjadi
21. Dr. Nina Amelia
Gunawan
22. Dr. Andreas
Hartanto
Santoso
25. Dr. Andi setiadi
26. Dr. Monika Sari
Gunawan
27. Dr. Tommy
Wibowo

F. Supervisi
1. Pada proses asuhan medis dimana dilaksanakan oleh DPJP
yang dibantu oleh Staf Medis non DPJP, misalnya Residen
(PPDS),
Dokter Ruangan (DR) dsb, maka diperlukan supervisi klinis
medis
untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap asuhan
pelayanan klinis yang dilaksanakan. Supervisi sangat
diperlukan
untuk memastikan asuhan pasien aman dan memastikan
bahwa
koordinasi dan kerjasama tim yang baik adalah pengalaman
belajar bagi para profesional pemberi asuhan, bahwa pelayanan
telah diberikan dengan cara yang efektif, dan juga untuk
kepastian
hukum bagi pemegang kewenangaklinisnya.
2. Diperlukan tingkat pengawasan yang konsisten dengan
tingkat pelatihan dan tingkat kompetensi para staf medis yang
membantu asuhan medis.
3. Seluruh staf medis yang terlibat dalam asuhan medis
memahami
proses supervisi klinis: siapa supervisor dan frekuensi
supervisinya termasuk penandatanganan harian dari semua
catatan
dan perintah, penandatanganan rencana asuhan dan kemajuan
catatan harian, atau membuat entri terpisah dalam catatan
pasien.
Demikian juga, jelas tentang bagaimana bukti pengawasan
yang
didokumentasikan, termasuk frekuensi dan lokasi
dokumentasi.
4. Rumah sakit memiliki prosedur mengidentifkasi dan memonitor
keseragaman proses supervisi klinis, monitoring dan evaluasi
pelayanan asuhan klinis.
5. Apabila supervisi klinis tidak dilaksanakan dengan baik maka
akan menimbulkan potensi untuk terjadinya kejadian yang
tidak
diharapkan, atau menurunnya mutu asuhan medis.
6. Supervisi dan umpan balik yang dihasilkan penting untuk
mengakuisisi dan mengembangkan keterampilan klinis dan
profesionalisme seluruh staf medis yang terlibat dalam asuhan
medis. Supervisi dilakukan secara bertahap meningkatkan
otoritas dan kemandirian pengawasan dan umpan balik.
7. Supervisi yang berlebihan dapat menghambat perkembangan
para
staf untuk menjadi praktisi yang kompeten dalam disiplin
mereka.
8. Rumah sakit fatima menetapkan kebijakan tentang tingkat
supervisi moderat dan supervisi rendah.. supervisi moderat
untuk (dokter ruangan) : proses asesmen pasien (IAR:
Pengumpulan informasi, Analisa informasi, Penyusunan
Rencana) dan implementasinya dilakukan dengan komunikasi
segera dengan DPJP, pencatatannya di rekam medis tanda
tangan dokter, validasi oleh DPJP.
Supervisi rendah proses asesmen pasien untuk dokter : proses
asesmen pasien : IAR (Pengumpulan Informasi, Analisis
Informasi, Penyusunan Rencana) dan implementasinya
dilakukan dengan komunikasi dengan DPJP, pencatatanya di
rekam medis, tandatangan dokter, validasi oleh DPJP.

BAB III

KEBIJAKAN
BAB IV

TATALAKSANA

1. Setiap pasien yang mendapat asuhan medis di rumah sakit Fatima


baik rawat jalan maupun rawat inap harus memiliki DPJP.
2. Pada unit / instalasi gawat darurat, dokter gawat darurat, dokter
jaga (dengan sertifkat kegawatdaruratan, antara lain PPGD,
ATLS, ACLS, GELS) menjadi DPJP pada pemberian asuhan
medis awal / penanganan kegawat-daruratan. Kemudian
selanjutnya saat dilakukan konsultasi / rujuk ditempat (on
side) atau konsultasi lisan kepada dokter spesialis, dan dokter
spesialis tsb memberikan asuhan medis (termasuk instruksi
secara lisan) maka dokter spesialis tsb telah menjadi DPJP
pasien ybs, sehingga saat itulah DPJP telah berganti dari dokter
gawat darurat/dokter jaga IGD kepada dokter spesialis tsb.
3. Apabila pasien mendapat asuhan medis lebih dari satu DPJP,
maka harus ditunjuk DPJP Utama yang berasal dari para DPJP
pasien terkait. Kesemua DPJP tsb bekerja secara tim dalam tugas
mandiri maupun kolaboratif, berinteraksi dan berkoordinasi
(dibedakan dengan bekerja sendiri-sendiri).
4. Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator proses
pengelolaan asuhan medis bagi pasien ybs (sebagai “Ketua
Tim”), dengan tugas menjaga terlaksananya asuhan medis
komprehensif - terpadu - efektif, demi keselamatan pasien melalui
komunikasi yang efektif dan membangun sinergisme
dengan mendorong penyesuaian pendapat (adjustment) antar
Anggota / DPJP, mengarahkan agar tindakan masing-masing
DPJP bersifat kontributif (bukan intervensi), dan juga mencegah
duplikasi serta interaksi obat.
5. Tim membuat keputusan melalui DPJP Utama, termasuk
keinginan DPJP mengkonsultasikan ke dokter spesialis lain
agar dikoordinasikan melalui DPJP Utama. Kepatuhan DPJP
terhadap jadwal kegiatan dan ketepatan waktu misalnya antara
lain kehadiran atau menjanjikan waktu kehadiran, adalah
sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan pasien serta untuk
kepentingan koordinasi sehari-hari.
6. Dibawah koordinasi DPJP Utama, sekurang-kurangnya ada
rapat Tim yang melibatkan semua DPJP ybs beserta PPA
terkait lainnya sesuai kebutuhan pasien; rumah sakit Fatima
menyediakan ruangan untuk rapat Tim di tempat-tempat
pelayanan, di Rawat Inap, ICU, UGD, dll. DPJP Utama
juga bertugas untuk menghimpun komunikasi / data tentang
pasien.
7. Setiap penunjukan DPJP harus diberitahu kepada pasien dan/
keluarga, dan pasien / keluarga dapat menyetujuinya
ataupun sebaliknya. Rumah sakit berwenang mengubah DPJP
bila terjadi pelanggaran prosedur.
8. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dilakukan secara
lisan dan tertulis sesuai kebutuhan. Bila ada pergantian DPJP
pencatatan di rekam medis harus jelas tentang alih tanggung
jawabnya, PPA lainnya harus mengetahui tentang pergantian
DPJP,Harap digunakan Formulir Daftar DPJP (Contoh
Formulir Daftar DPJP terlampir).
9. Pada unit pelayanan intensif Rumah Fatima menggunakan sistem
terbuka. DPJP utama adalah DPJP yang terkait, dan penanggung
jawab unit pelayanan intensif adalah seorang dokter Anastesi.
Sesuai yang telah ditetapkan direktur Rumah sakit Fatima.
10. Pada kamar operasi DPJP Bedah adalah ketua dalam seluruh
kegiatan pada saat di kamar operasi tsb.
11. Pada keadaan khusus misalnya seperti konsul saat diatas meja
operasi / sedang dioperasi, dokter yang dirujuk tsb melakukan
tindakan / memberikan instruksi, maka otomatis menjadi DPJP
juga bagi pasien tsb.
12. Dalam pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien, bila DPJP
dibantu oleh dokter lain (antara lain dokter ruangan, residen)
dimana ybs boleh menulis/ mencatat di rekam medis,
maka tanggung jawab adalah tetap ada pada DPJP, sehingga
DPJP yang bersangkutan harus memberikan supervisi, dan
melakukan validasi berupa pemberian paraf/tanda tangan pada
setiap catatan kegiatan tsb di rekam medis setiap hari.
Di Rumah sakit Fatima DPJP melakukan supervisi moderat untuk
dokter ruangan: Proses asesmen pasien (IAR: Pengumpulan
Informasi, Analisis Informasi, Penyusunan Rencana) dan
implementasinya dilakuakan dengan komunikasi segera dengan
DPJP. Pencatatanya di rekam medis tandatangan dokter, validasi
oleh DPJP.
Supervisi rendah untuk dokter : Proses Asesmen Pasien (IAR:
Pengumpulan Informasi, Analisis Informasi, Penyususunan
rencana)ndan implementasinya dilakukan dengan komunikasi
dengan DPJP, pencatatannya di rekam medis tandatangan dokter
di validasi oleh DPJP.
Bila DPJP cuti atau ada tugas luar Rumah sakit maka semua tugas
di delegasikan kepada DPJP spesialis yang sama dan sederajat
atau kesesama kelompok staf medis lainnya. Di dokumentasikan
dalam form delegasi.
DPJP melakukan pelimpahan wewenang kepada perawat dengan
pelimpahan delegatif dan mandat. Sesuai dengan UU no.38/2014
tentang keperawatan, pasal 32:
(3) Pelimpahan wewenang secara delegatif untuk melakukan
sesuatu tindakkan medis diberikan oleh tenaga medis kepada
perawat dengan disertai pelimpahan tanggung jawab.
(4) Pelimpahan wewenang secara delegatif sebagaimana disebut
pada ayat (3) hanya dapat diberikan kepada perawat profesi atau
perawat vokasi terlatih yang memiliki kompetensibyang diperlukan.
(5) Pelimpahan wewenang secara mandat diberikan oleh tenaga
medis kepada perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis
di bawah pengawasan.
(6) Tanggung jawab atas tindakan medis pada pelimpahan
wewenang mandat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berada
pada pemberi pelimpahan wewenang. Rumah sakit Fatima
melakukan pelimpahan wewenang secara delegatif dari DPJP
kepada perawat sesuai dengan keputusan bersama antara komite
medis dan komite keperawatan. Wewenang secara delegatif seperti
tindakan pemasangan kateter, pemasangan NGT, pemasangan
infus, melakukan injeksi (IV, IM, SC, Skin test), melakukan
tindakkan pemberian obat supositoria, nebulisasi.
Pelimpahan wewenang secara mandat seperti melakukan EKG,
melakukan heacting.
13. Asuhan pasien dilaksanakan oleh para professional pemberi
asuhan yang bekerja secara tim (“Tim Interdisiplin”) sesuai
konsep Pelayanan Fokus pada Pasien (Patient Centered
Care), DPJP sebagai ketua tim (Clinical / Team Leader) harus
proaktif melakukan koordinasi dan mengintegrasikan asuhan
pasien, serta berkomunikasi intensif dan efektif dalam tim.
Termasuk dalam kegiatan ini adalah perencanaan pulang
(discharge plan) yang dapat dilakukan pada awal masuk rawat
inap atau pada akhir rawat inap (SNARS EDISI I, Bab ARK - Akses
ke rumah sakit dan kontinuitas pelayanan, dan Bab AP - Asesmen
Pasien). Setiap 24 jam / hari DPJP sebagai team leader harus
membaca rekam medis pasien dan mengetahui semua aktifitas
yang dilakukan oleh PPA lain, melakukan validasi dan menutup
dengan tanda tangan dan nama DPJP didalam CPPT.
14. DPJP harus aktif dan intensif dalam pemberian edukasi /
informasi kepada pasien dan keluarganya. Gunakan dan
kembangkan tehnik komunikasi yang berempati. Komunikasi
merupakan elemen yang penting dalam konteks Pelayanan
Fokus pada Pasien (Patient Centered Care), selain juga merupakan
kompetensi dokter dalam area kompetensi ke 3 (Standar
Kompetensi Dokter Indonesia, KKI 2012; Penyelenggaraan
Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia, KKI 2006)
15. Pendokumentasian yang dilakukan oleh DPJP di rekam
medis harus mencantumkan nama dan paraf / tandatangan.
Pendokumentasian tsb dilakukan antara lain di form asesmen
awal medis, catatan perkembangan pasien terintegrasi / CPPT
(Integrated note), form asesmen pra anestesi/sedasi, instruksi
pasca bedah, form edukasi/informasi ke pasien dsb. Termasuk
juga pendokumentasian keputusan hasil pembahasan tim
medis, hasil ronde bersama multi kelompok staf medis /
departemen, dsb. (contoh Formulir Catatan Perkembangan
Pasien Terintegrasi dan contoh Formulir Perintah Lisan
terlampir)
16. Pada kasus tertentu DPJP sebagai ketua tim dari para
professional pemberi asuhan bekerjasama erat dengan Manajer
Pelayanan Pasien (Case Manager), sesuai dengan
Panduan Pelaksanaan Manajer Pelayanan Pasien (dari KARS,
edisi I 2014), agar terjaga kontinuitas pelayanan baik waktu
rawat inap, rencana pemulangan, tindak lanjut asuhan mandiri
dirumah, kontrol dsb.
17. Pada setiap rekam medis harus ada pencatatan (kumulatif,
bila lebih dari satu) tentang DPJP, dalam bentuk satu formulir
yang diisi secara periodik sesuai kebutuhan / penambahan /
pengurangan / penggantian, yaitu nama dan gelar setiap DPJP,
tanggal mulai dan akhir penanganan pasien, DPJP Utama nama
dan gelar, tanggal mulai dan akhir sebagai DPJP Utama. Daftar
Pada setiap rekam medis harus ada pencatatan (kumulatif,
bila lebih dari satu) tentang DPJP, dalam bentuk satu formulir
yang diisi secara periodik sesuai kebutuhan / penambahan /
pengurangan / penggantian, yaitu nama dan gelar setiap DPJP,
tanggal mulai dan akhir penanganan pasien, DPJP Utama nama
dan gelar, tanggal mulai dan akhir sebagai DPJP Utama. Daftar
18. Keterkaitan DPJP dengan Panduan Praktek Klinis / Alur
Perjalanan Klinis / Clinical Pathway, setiap DPJP bertanggung
jawab mengupayakan proses asuhan pasien (baik asuhan
medis maupun asuhan keperawatan atau asuhan lainnya) yang
diberikan kepada pasien patuh pada Panduan Praktek Klinis /
Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway yang telah ditetapkan
oleh RS. Tingkat kepatuhan pada Panduan Praktek Klinis /
Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway ini akan menjadi objek
Audit Klinis dan Audit Medis.
19. Apabila dokter tidak mematuhi Alur Perjalanan Klinis /
Clinical Pathway/ Panduan Praktek Klinik maka harus memberi
penjelasan tertulis dan dicatat di rekam medis.
BAB V

DOKUMENTASI

Dokumentasi DPJP dilakukan pencatatan pada rekam medis pasien .

Form DPJP
Untuk setiap Pasien
(Std ARK 3.2.)

Diagnosa DPJP DPJP Utama Ket


Nama Tgl Tgl Nama Tgl Tgl
Mulai Akhir Mulai Akhir
Dr B 1/2/18
DM Tipe SpPD
2
sinusitis Dr M 3/2/18 Dr B 3/2/18 10/2/18
SpTHT SpPD
Ateroma Dr T 6/2/18 8/2/18
SpB
Stroke H Dr D 9/2/18 Dr D 10/2/18 12/2/18
SpS SpS

Catatan perkembangan pasien terintegrasi (CPPT)

Tanggal / Profesio Hasil Asesmen- Instruksi Verifikasi DPJP


jam nal IAR dan PPA (Tulis nama,
Pemberi pelaksanaan Termasuk beri paraf, tgl,
Asuhan pasien (tulis pasca bedah jam)
dengan format (Instruksi (DPJP harus
SOAP/ADIME,dise ditulis membaca/mere
rtai Sasaran. Tulis dengan rinci view seluruh
Nama, beri paraf dan jelas) Rencana
pada akhir Asuhan)
catatan)
2/2/2018 Perawat S : Nyeri lutut kiri - monitoring
Jam 8.00 sejak 1-2 jam nyeri tiap 30
O : Skala nyeri menit
NRS 7,TD -lapor DPJP
165/90,N 115x/m -kolaborasi
A : Nyeri akut anti
arthritis gout inflamasi
P : mengatasi dan
nyeri dalam 2 jam analgetik
dengan target VAS
<4
Paraf...

22/2/2018 Dokter S : Nyeri lutut kiri -lapor 2 jam


Jam 8.00 akut sejak pagi lagi skala
O : Lutut kiri agak nyeri
merah, nyeri -foto Ro
tekan, skala NRS lutut hari
7-8, hangat pada ini bila nyeri
palpasi. mereda/tole
A : Gouty ransi
Arthritis-flare
genu sinistra
P : inj seroid
xxmg, tab
colchicine 2 x 0,6
mg/hari
Paraf ....

Dst....

Anda mungkin juga menyukai