PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan kegawat darurat (dalam keadaan emergensi) sehari-
hari adalah hak asasi manusia atau hak setiap orang merupakan kewajiban yang
harus dimiliki oleh semua orang. Pemerintah dan segenap masyarakat
bertanggung jawab dalam memelihara dan meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan. Sampai saat ini pelayanan kesehatan kegawatdaruratan (dalam
keadaan emergensi) belum menjadi bagian utama dari agenda pembangunan
kesehatan. Di lain pihak sebenarnya pelayanan kesehatan emergensi sudah
dilaksanakan secara sporadik dan tidak terstruktur dalam sistem pelayanan
kesehatan.
Maraknya bencana yang terjadi di Indonesia beberapa tahun terakhir, baik
bencana alam maupun bencana karena ulah manusia disamping terjadi keadaan
kegawatdauratan sehari-hari yang semakin meningkat baik kuantitas, kualitas
maupun intensitas kejadian. Hal ini menyadarkan kita semua perlunya menata
pelayanan kesehatan emergensi secara efektif, efisien, dan terstruktur. Kegiatan
ini harus bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau
oleh seluruh masyarakat dan masyarakat perlu secara aktif berpartisipasi. Usaha
kesehatan diatas mencakup usaha peningkatan (promotif), pencegahan
(preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitative). Dalam upaya
penyembuhan tercakup upaya penanggulangan penderita gawat darurat. Agar
upaya penanggulangan gawat darurat dapat berfungsi dengan baik maka
diperlukan buku pedoman pelayanan gawat darurat sebagai acuan pelaksanaan
pelayanan penderita gawat darurat sehari-hari.
B. Tujuan panduan
Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa.
Tujuan triage selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat
kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan.
Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan
pengobatan lanjutan
Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses
penanggulangan/pengobatan gawat darurat.
D. Batasan Operasional
Batasan Operasional di bawah ini merupakan batasan istilah yang
bersumber dari buku Pedoman Pelayanan Gawat Darurat tahun 1992, 1995, dan
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu tahun 2004.
1. SPGDT (Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu) adalah suatu sistem
pelayanan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur pelayanan pra
rumah sakit, pelayanan di rumah sakit dan pelayanan antar rumah sakit.
2. IGD adalah Adalah unit pelayanan pra rumah sakit yang memberikan
pelayanan pertama pada pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan.
3. Triage Adalah pengelompokan korban yang berdasarkan atas berat
ringannya trauma / penyakit serta kecepatan penanganan /
pemindahannya.
4. Prioritas Adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai
penanganan dan pemindahan yang mengacu tingkat ancaman jiwa yang
timbul.
5. Survey Primer Adalah deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi
yang mengancam jiwa.
6. Survey Sekunder Adalah melengkapi survei primer dengan mencari
perubahan – perubahan anatomi yang akan berkembang menjadi semakin
parah dan memperberat perubahan fungsi vital yang ada berakhir dengan
mengancam jiwa bila tidak segera diatasi.
7. Pasien Gawat darurat adalah Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan
gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota
badannya ( akan menjadi cacat ) bila tidak mendapat pertolongan
secepatnya.
8. Pasien Gawat Tidak Darurat adalah Pasien berada dalam keadaan gawat
tetapi tidak memerlukan tindakan darurat misalnya kanker stadium lanjut
9. Pasien Darurat Tidak Gawat adalah Pasien akibat musibah yang datang
tiba – tiba tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya, misalnya
luka sayat dangkal.
10. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat adalah Misalnya pasien dengan ulcus
tropium , TBC kulit , dan sebagainya
E. Landasan Hukum
Sebagai acuan dapat pertimbangan dalam penyelenggaraan
pelayanan unit gawat darurat dirumah sakit diperlukan peraturan
perundang!undangan pendukung (aspek legal)
Beberapa ketentuan perundang-undangan yang digunakan adalah sebagai
berikut :
1. Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran
2. Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana
3. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
4. Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
5. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No 0701 / YANMED / RSKS /
GDE / VII / 1991 Tentang Pedoman Pelayanan Gawat Darurat.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
B. Distribusi Ketenagaan
Jumlah dan kualifikasi tenaga dokter dan perawat gawat darurat harus
memenuhi syarat sesuai dengan kebutuhan pasien. Gawat Darurat harus
memiliki dokter terampil dan perawat terampil dengan dibuktikan adanya
pelatihan yang masih berlaku.
Atas dasar tersebut di atas maka penanggung jawab gawat darurat
membuat pola kebutuhan tenaga gawat darurat dan disampaikan kepada Kepala
Puskesmas sebagai dasar untuk merencanakan kebutuhan tenaga dan dasar
untuk mengukur kecukupan jumlah dan kualifikasi tenaga dokter atau perawat
gawat darurat, dengan melakukan rekrutment dan seleksi terhadap tenaga yang
dipersiapkan.
C. Jadwal Kegiatan
Pengaturan dokter jaga Gawat Darurat dibuat oleh penanggung jawab
gawat darurat, terdiri dari 1 orang dokter umum yang stand by pada hari Senin-
Jumat pada dinas pagi pukul 07.30 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB dan
hari sabtu pada dinas pagi pukul 07.30 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB
Pengaturan jadwal jaga perawat gawat darurat dibuat oleh penanggung
jawab gawat darurat, terdiri dari tiga shift dalam 24 jam. Shift pagi jam 07.00-
14.00 WIB ada 1 sampai 2 orang perawat jaga, shift sore jam 14.00-21.00 WIB 1
sampai 2 orang perawat jaga, dan shift malam jam 21.00-07.00 WIB 1 orang
perawat jaga.
Untuk menghadapi situasi tertentu misalnya menghadapi mudik lebaran
atau malam tahun baru dimana sering terjadi kecelakaan maka dilakukan
pengaturan jadwal perawat ulang sesuai kebutuhan.
Jadwal jaga perawat disusun setiap bulan oleh Koordinator perawat
Gawat DArurat dengan sepengetahuan Koordinator Gawat darurat dan
Penanggung jawab UKP. Bila perawat berhalangan memenuhi jadwal jaga yang
D. Pelatihan
Pelatihan – pelatihan yang perlu diikuti oleh dokter dan perawat di gawat
darurat dalam melakukan triase , antara lain :
1. Basic Life Support (BLS)
2. Basic Trauma Life Support (BTLS) dan Basic Trauma Cardiac Life
Support (BTCLS)
3. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD)
4. Advanced Trauma Life Support (ATLS)
5. Advanced Trauma Care For Nurse (ATCN)
6. Advanced Cardiac Support (ACLS)
7. Pelatihan-pelatihan lain tentang kegawatdaruratan
8. Pelatihan menghadapi bencana missal, kebakaran dan evakuasi pasien
A. Denah Ruang
Terlampir
B. Standar Fasilitas
Sarana dan prasarana fisik ruangan-ruangan di Gawat Darurat dalam
melakukan triase, sesuai dengan Pedoman Pelayanan Gawat Darurat Terpadu
tahun 2004 dan alat life saving adalah sebagai berikut :
Kelengkapan alat yang diperlukan di ruang Gawat Darurat, antara lain :
– Tempat tidur
– Tensimeter
– Oksigen sentral dan selang O2
– Monitor set
– Oksimeter
– Defibrilator
– Suction set
– EKG
– Syringe pump set
– Nebulizer
– Lampu senter
– Stetoskop
– Papan keras
– Neck collar
– Catheter set (dengan berbagai ukuran)
– Nasigastric tube set (dengan berbagai ukuran)
– Tempat sampah
– Emergency trolley
– Ventilation bag dewasa
– Ventilation bag anak
– Ventilation bag bayi
– Laryngoscope + blade
– Endotracheal tube (dengan berbagai ukuran)
– Stilet
– Spuit (dengan berbagai ukuran)
– Jelly
– Sarung tangan
PELAYANAN TRIASE
Triase adalah sistem seleksi pasien untuk pengelompokkan korban dalam
menentukan tingkat kegawatan serta prioritas dankecepatan penanganan serta
pemindahan. Pasien diseleksi berdasarkan sistem pelevelan sebagai berikut :
1. Pasien gawat darurat (Level 1)
Respon time : Segera
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat
dan terancam nyawanya serta anggota badannya akan menjadi cacat bila
tidak mendapat pertolongan secepatnya.
Contoh : Cardiac arrest/henti jantung, Anafilaksis syok, Trauma multipel /
kompleks / cedera berat yang membutuhkan resusitasi, syok, Pasien tidak
sadar (GCS 3-9), over dosis, kejang, cedera kepala berat, Obstruksi jalan
nafas berat.
2. Pasien gawat tidak darurat (level 2)
Respon time : kurang dari 15 menit
Pasien berada dalam keadaan gawat, akan menjadi kritis dan
mengancam nyawa bila tidak segera mendapat pertolongan atau tidakan
darurat.
Contoh : Nyeri dada akut, aritmia jantung hebat, cedera kepala (GCS 10
13),Gangguan pernafasan berat (PO2 < 85%) Nyeri hebat, sengatan/gigitan
binatang berbisa Overdosis (sadar), Gangguan psikiatri berat, Perdarahan,
Fraktur luas, Pasien dengan suhu > 39oC
3. Pasien darurat tidak gawat (level 3)
Respon time : kurang dari 30 menit
Pasien berada dalam keadaan tidak stabil, dapat berpotensi
menimbulkan masalah serius tetapi tidak memerlukan tindakan darurat,
dan tidak mengancam nyawa.
Contoh : Cedera kepala (GCS 14-15), Nyeri abdomen sedang, Fraktur tertutup
Penyakit-penyakit akut, Trauma dengan nyeri sedang
4. Pasien tidak gawat tidak darurat (level 4)
Respon time : kurang dari 60 menit
Pasien datang dengan keadaan stabil, tidak mengancam nyawa, dan
tidak memerlukan tindakan segera.
Contoh : Cedera kepala ringan (tanpa muntah dan tanda-tanda vital
normal), nyeri ringan, Nyeri kepala ringan, Sakit ringan
B. Tujuan
Tujuannya adalah mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil. Selain itu sistem keselamatan ini mempunyai tujua
agar tercipta budaya keselamatan pasien di puskesmas, meningkatkan
akuntabilitas puskesmas terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya kejadian
yang tidak diharapkan di puskesmas, dan terlaksananya program-program
pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.
a. Pengertian
Keselamatan kerja merupakan suatu sistem dimana puskesmas membuat
kerja/aktifitas keryawan lebih aman. Sistem tersebut diharapkan dapat
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan pribadi ataupun
puskesmas .
b. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan kerja di Puskesmas Tanah Kalikedinding
Kota Surabaya
2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
3. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara
dan proses kerjanya.
4. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.