Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS MANAJEMEN LABORATORIUM FISIKA DI WILAYAH NEGERI

SENIOR NEGERI MAKASSAR UTARA OLEH STANDAR FASILITAS DAN


INFRASTRUKTUR

Santih Anggereni * 1, Muh. Syihab Ikbal2 1,2 Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas
Tarbiyah dan Pelatihan Guru, UIN Alauddin Makassar * Alamat korespondensi:
santih.anggereni@uin-alauddin.ac.id

Diterima: 7 Oktober 2017. Disetujui: 8 Maret 2018. Diterbitkan: 28 April 2018

Abstrak: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui: 1).
Deskripsi manajemen laboratorium fisika terkait dengan tata letak berdasarkan standar
fasilitas, 2). Deskripsi manajemen laboratorium fisika terkait fisika berdasarkan standar
fasilitas, dan 3). Deskripsi manajemen laboratorium fisika terkait keselamatan dan
kesehatan berdasarkan standar fasilitas dan infrastruktur. Populasi dari penelitian ini
adalah enam sekolah menengah atas negeri (SMAN) di wilayah utara Makassar. Tiga
sampel diperoleh secara purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
manajemen tata letak fisika telah memenuhi standar. Manajemen spasial laboratorium
dikategorikan kurang sesuai dengan standar. Kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
dikategorikan kurang sesuai dengan standar. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat
disimpulkan bahwa hanya dalam aspek pengelolaan tata letak laboratorium fisika yang
sejalan dengan peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.24, 2007.

Kata kunci: Keselamatan kerja, laboratorium fisika, manajemen tata letak, manajemen
spasial.
PENDAHULUAN Fisika adalah ilmu yang membutuhkan pengamatan dan pengukuran
yang dilakukan melalui eksperimen. Pengamatan fenomena alam dilakukan dengan
mengamati dan menganalisis faktor-faktor sebab dan akibat yang saling terkait dan
mempengaruhi satu sama lain. Secara umum, fenomena alam tidak memberikan peluang
untuk menganalisis efek yang dialami. Ini dapat diatasi dengan bereksperimen di mana
berbagai pengaruh dirancang sebelumnya, dan keadaan yang diinginkan juga dikontrol.
Eksperimen mengambil peran yang sangat penting dalam pengembangan ilmu
pengetahuan modern dan menempatkan pentingnya bekerja di laboratorium untuk siswa
dan peneliti (Sani, 2012). Salah satu prasyarat dalam pembelajaran atau praktik sains
dalam pemanfaatan laboratorium. Oleh karena itu, perlu memiliki sistem manajemen
yang baik atau manajemen laboratorium sains.

Manajemen laboratorium memiliki peran penting dalam mewujudkan efektivitas


pembelajaran sains (Novianti, 2011). Laboratorium adalah tempat kegiatan eksperimental
dan penelitian dilakukan. Tempat ini bisa berupa ruang tertutup atau terbuka (Mastika,
Adnyana, & Setiawan, 2014). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no. 24 tahun 2007,
dijelaskan tentang standar dan prasarana peralatan laboratorium yang harus diperhatikan
oleh satuan pendidikan dalam mengelola laboratorium. Standar yang dimaksud adalah
tentang tata letak, tata ruang, dan keselamatan di laboratorium. Keberadaan laboratorium
sains di Sekolah Dasar dan Menengah berperan dalam mendukung proses belajar
mengajar di bidang sains melalui pemahaman fenomena alam sebagai hasil pengamatan
yang dapat menghasilkan Siswa yang mampu melakukan analisis, kritis , dan kreatif
berpikir. Pengadaan alat sains di sekolah berperan untuk meningkatkan efisiensi
laboratorium sesuai dengan kemajuan Sains dan Teknologi (Darsana, Sadia, & Tika,
2013). Sebagai bagian dari pembelajaran sains, pembelajaran fisika juga membutuhkan
laboratorium. Laboratorium fisika ini diharapkan menjadi tempat bagi pengembangan
pola pikir dan sikap ilmiah siswa. Di laboratorium, siswa dan guru melakukan
pembelajaran dalam bentuk praktikum dan penelitian. Guru dapat menggunakan fasilitas
laboratorium untuk kegiatan praktikum, di mana kegiatan praktikum merupakan bagian
integral dari kegiatan belajar mengajar. Laboratorium menjadi ruang lingkup Standar
Pendidikan Nasional mengenai kriteria minimum yang diperlukan untuk mendukung
proses pembelajaran termasuk teknologi dan komunikasi (Imastuti, Wiyanto, & Sugianto,
2016). Anwar menyatakan bahwa implementasi praktik Fisika di lapangan saat ini masih
menghadapi banyak kendala (Anwar, E., 2014). Masalah yang dihadapi oleh guru dalam
melakukan praktikum seperti kurangnya peralatan, bahan, dan kurangnya pengetahuan
dan keterampilan guru dalam mengelola kegiatan praktikum. Selain itu, tidak adanya
asisten yang membantu guru dan terlalu banyak siswa membuat sulit untuk mengatur
proses kegiatan. Menurut Novianti, pemanfaatan laboratorium sains akan dimaksimalkan
jika didukung oleh manajemen atau sistem yang sesuai dengan standar yang ditetapkan
dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Novianti, 2011). Sebagai hasil penelitian
Yaman menegaskan bahwa laboratorium sains harus dikelola dan diberdayakan menjadi
laboratorium yang ideal, misalnya, kondisi laboratorium sains di SMPN 7 Kubung
diproduksi sangat jauh dari kondisi ideal (kurang sesuai dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional) ) (Yaman, 2016). Hal ini membutuhkan kepribadian Kepala
Laboratorium yang kompeten, sosial, manajerial,

dan kemampuan profesional dalam mengelola laboratorium, sehingga laboratorium dapat


berfungsi secara optimal. Keakuratan manajemen akan berdampak pada keberhasilan
pembelajaran sains, sehingga perlu dilakukan analisis manajemen laboratorium sains
yang dilakukan di sekolah, terutama dalam studinya yang difokuskan pada kompetensi
manajer laboratorium itu sendiri. Berdasarkan pengamatan awal, sekolah-sekolah di
wilayah utara Makassar memiliki laboratorium fisika. Namun, laboratorium di sekolah
tidak digunakan sesuai fungsinya. Ada laboratorium yang digunakan sebagai ruang
multifungsi; dalam hal ini, mereka digunakan sebagai ruang kelas dan gudang. Selain itu,
manajemen tata letak fisik, peralatan, dan material laboratorium tidak disiapkan sesuai
dengan karakteristik masing-masing. Keadaan laboratorium fisika ini, seperti yang
diperoleh dari pengamatan, tentunya memberikan dampak pada proses pembelajaran
fisika, terutama pada kegiatan praktis. Sebuah studi yang dilakukan oleh Ali (2015)
tentang kinerja laboratorium fisika di sekolah menengah Islam di kota Makassar
menunjukkan bahwa kinerja kepala laboratorium sekolah berada dalam kategori rendah
(Ali, 2015). Namun, penelitian ini tidak melihat pengaturan atau pengelolaan ruang
laboratorium, tata letak laboratorium dan kesehatan dan keselamatan operasional (OHS).
Berdasarkan uraian tersebut, maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian dengan
judul “Analisis Pengelolaan Laboratorium Fisika di Wilayah Utara Sekolah Menengah
Atas Negeri Makassar dengan Standar Sarana dan Prasarana.” Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menyelidiki deskripsi manajemen laboratorium fisika berdasarkan standar
sarana dan prasarana di Indonesia ketentuan tata ruang, tata ruang, dan kesehatan dan
keselamatan laboratorium.

METODE Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Menurut Subana,


penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki fakta, keadaan,
variabel, dan fenomena yang terjadi dan kemudian menyajikannya sebagaimana adanya
(Subana & Sudrajat, 2011). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi langsung pada objek penelitian terkait tata letak, tata ruang, dan aspek
keselamatan dan kesehatan kerja. Populasi dari penelitian ini adalah semua Sekolah
Menengah Atas Negeri yang berlokasi di wilayah utara Makassar. Tiga sampel diperoleh
melalui teknik purposive, yaitu SMAN 18 Makassar, SMAN 21 Makassar dan SMAN 22
Makassar. Tiga sekolah sampel adalah sekolah yang memiliki laboratorium sains yang
tidak terintegrasi (Fisika, Biologi, dan Kimia). Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 1) lembar observasi, digunakan untuk melihat kesesuaian
laboratorium dengan Peraturan Menteri Pendidikan dalam hal pengelolaan tata ruang, tata
ruang, alat dan bahan laboratorium, 2) pedoman wawancara, digunakan untuk
mendapatkan tambahan informasi dari sekolah tentang manajemen laboratorium, dan 3)
dokumentasi, digunakan untuk mendokumentasikan temuan yang diperoleh selama
penelitian dari aspek yang diteliti. Data yang diperoleh diolah dengan analisis deskriptif,
dengan menggunakan rumus rata-rata dan rumus proporsi, sebagaimana dinyatakan
dalam Siregar, sebagai berikut (Siregar, 2014):

N XX = (1) X = Rata-Rata Skor X = Skor yang Diperoleh N = Aspek yang Teramati

Untuk menentukan persentase kategori digunakan proporsi rumus sebagai berikut:

% 100 = N fP (2) P = Persentase f = Frekuensi N = Jumlah Sampel Kisaran nilai yang


digunakan untuk menentukan kategori manajemen laboratorium mengikuti kisaran nilai
laboratorium sebagai berikut:

Tabel 1. Kategorisasi manajemen laboratorium Kisaran Kategori 91 - 100 Sangat Tepat


76 - 90 Tepat 61 - 75 Cukup Sesuai 51 - 60 Kurang Tepat 0 - 50 Tidak Pantas

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL a. Deskripsi Laboratorium Fisika Tata Letak


Manajemen Data pada hasil penelitian terkait dengan manajemen laboratorium fisika
untuk aspek tata letak dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Rekapitulasi data
manajemen laboratorium fisika untuk aspek tata letak

Tidak Ada Nilai Sekolah 1 SMAN 18 Makasar 80 2 SMAN 21 Makasar 90 3 SMAN 22


Makasar 80 Rata-rata 80

Berdasarkan data pada tabel 2, deskripsi manajemen laboratorium fisika untuk aspek tata
letak dapat dikategorikan berdasarkan tabel 3 berikut:

44 Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi, 07 (1) (2018) 41-47

Tabel 3. Kategori manajemen laboratorium Fisika untuk aspek tata letak

Rentang f Kategori%

91-100 0

Sangat Tepat

76-90 3 Sesuai 100


61-75 0

Cukup Tepat

51-60 0

Kurang Tepat

0-50 0 Tidak pantas 0

Berdasarkan tabel 3, rekapitulasi kategori tata letak lab fisika, skor rata-rata pengelolaan
tata letak lab fisika SMA Negeri di wilayah utara Makassar berada pada kategori baik
persentase 100%, sehingga dapat disimpulkan bahwa tata letak laboratorium fisika
Sekolah Menengah Atas Negeri di wilayah utara Makassar telah sesuai dengan standar
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.24 tahun 2007 (Depdiknas, 2007).

b. Deskripsi Manajemen Laboratorium Fisika pada Aspek Spasial Data hasil penelitian
terkait dengan manajemen laboratorium fisika ada pada tabel berikut:

Tabel 4. Rekapitulasi data manajemen laboratorium fisika untuk aspek spasial Sekolah 1
2 3 Total Skor I 26 84 14 124 60 II 28 120 13 161 78 III 20 87 15 122 59 Rata-rata 66
Penjelasan: I = SMAN 18 Makassar II = SMAN 21 Makassar III = SMAN 22 Makassar 1
= Persediaan Spasial 2 = Peralatan Pembelajaran 3 = Ketentuan kondisi fasilitas dan
infrastruktur

Berdasarkan data pada tabel 4, deskripsi manajemen laboratorium fisika untuk aspek
spasial dapat dikategorikan berdasarkan tabel 5 berikut: Tabel 5. Kategori manajemen
laboratorium Fisika untuk aspek spasial

Rentang f Kategori%

91-100 0
Sangat Tepat

76-90 1 Tepat 33

61-75 0

Cukup Tepat

51-60 2

Kurang Tepat

67

0-50 0 Tidak pantas 0

Berdasarkan tabel 5, rekapitulasi aspek spasial laboratorium fisika, SMAN 18 Makassar,


dan SMAN 22 Makassar berada pada kategori cukup sesuai dan SMAN 21 Makassar
berada pada kategori tepat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa aspek spasial laboratorium
fisika SMA Negeri di wilayah utara Makassar berada pada kategori cukup sesuai dengan
persentase 33% dan 67% pada kategori sedang, yang disajikan dalam diagram pie
berikut:

c. Deskripsi manajemen Laboratorium Fisika dalam aspek Keselamatan dan Kesehatan


Kerja. Data hasil penelitian terkait dengan manajemen laboratorium fisika untuk aspek
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dapat ditunjukkan Berdasarkan data pada tabel 6,
deskripsi manajemen laboratorium fisika untuk keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
dapat dikategorikan berdasarkan tabel 7 berikut: Tabel 7. Kategori Laboratorium Fisika
untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Rentang f Kategori%
91-100 0

Sangat Tepat

76-90 0 Tepat 0 61-75 1 Cukup Tepat 34 51-60 1 Kurang Tepat 33 0-50 1 Tidak Pantas 33

Berdasarkan tabel 7, rekapitulasi kategori keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium


fisika, SMAN 18 Makassar berada pada kategori sedang dengan persentase 33%, SMAN
21 Makassar berada pada kategori Kurang Tepat dengan persentase 33% dan SMAN 22
adalah dalam kategori Cukup Sesuai dengan persentase 33%.

PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh dari penelitian Sekolah Menengah Atas Negeri di
wilayah utara Makassar, terkait dengan manajemen laboratorium, menunjukkan bahwa
untuk pengelolaan aspek tata ruang dari sekolah yang diteliti telah sesuai dengan standar
sarana dan prasarana . Untuk manajemen keselamatan ruang dan pekerjaan (K3), hanya 1
dari 3 sekolah yang sesuai dengan standar, sedangkan dua sekolah lainnya kurang sesuai
dengan standar. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa hanya pada
aspek tata letak tata ruang laboratorium fisika yang sesuai dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No.24 tahun 2007 (Depdiknas, 2007). Kurangnya manajemen pada
aspek spasial dan keselamatan laboratorium karena kurangnya keterlibatan sekolah di

menjalankan fasilitas dan Infrastruktur standar. Banyaknya kegiatan dan pekerjaan yang
diarahkan dalam kurikulum sekolah adalah salah satu faktor yang menghambat
kurangnya perhatian dari sekolah, dalam hal ini, personil laboratorium untuk mengelola
laboratorium secara efektif. Selain itu, jadwal mengajar yang padat menyebabkan
personil laboratorium tidak memiliki cukup waktu untuk mengelola laboratorium mereka.
Beberapa kendala di atas diperkuat oleh hasil penelitian Imastuti yang menyatakan bahwa
kondisi manajemen laboratorium di sekolah akibat tidak adanya personil manajemen dan
guru sibuk mengajar di kelas, sehingga manajemen laboratorium tidak berjalan optimal.
Agar keberlanjutan, efisiensi, dan utilitas laboratorium tetap terjaga, laboratorium harus
dikelola dengan baik; salah satu bagian dari manajemen adalah staf atau personel
laboratorium (Imastuti et al., 2016). Katili menambahkan bahwa faktor penghambat
lainnya adalah anggaran untuk pembelian peralatan dan penggantian peralatan yang rusak
yang dianggarkan oleh sekolah masih terlalu kecil untuk memenuhi standar fasilitas dan
infrastruktur sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no. 24
tahun 2007 (Katili, Sadia, & K, 2013). Oleh karena itu, ada banyak kekurangan peralatan
laboratorium yang diperlukan dalam pembelajaran fisika, dan masalah ini tentunya akan
berdampak pada kurang optimalnya proses pembelajaran fisika dan juga berkontribusi
pada rendahnya rata-rata hasil belajar siswa. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no.
24 tahun 2007 berisi penjelasan terperinci tentang manajemen laboratorium yang optimal.
Peraturan tersebut menggambarkan standar sarana dan prasarana sekolah, salah satunya
adalah laboratorium fisika. Berdasarkan standar ini, maka laboratorium fisika sekolah
harus dilakukan secara optimal. Istiqomah menambahkan melalui hasil penelitiannya
bahwa untuk pengelolaan laboratorium fisika dapat dilakukan

46 Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi, 07 (1) (2018) 41-47

baik maka perlu mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu (1) ketersediaan peralatan
praktikum yang baik, (2) kesiapan guru fisika, dan (3) kesiapan personel laboratorium
(Istiqomah & Kusumaningtyas, 2016). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Puspita yang menunjukkan bahwa rata-rata kuantitas dan kualitas peralatan,
furnitur, dan ruang laboratorium fisika SMA negeri di Malang adalah 55,2%, yang tidak
sesuai dengan Peraturan Pemerintah. Departemen Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun
2007 tentang standar sarana dan prasarana laboratorium sekolah menengah (Puspita,
Masjkur, & Muhardjito, 2016). Berdasarkan uraian tersebut, maka sekolah harus
memberikan perhatian yang cukup kepada manajemen laboratorium. Ini agar
implementasi pembelajaran fisika di sekolah dapat diimplementasikan secara optimal.
Laboratorium yang baik tentunya akan berdampak baik pada pencapaian tujuan yang
disyaratkan oleh kurikulum.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa:
(1) deskripsi manajemen tata letak laboratorium fisika di SMA Negeri di wilayah utara
Makassar sesuai dengan standar sarana dan prasarana Regulasi dari Departemen
Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007; (2) uraian manajemen laboratorium fisika di
SMA Negeri di wilayah utara Makassar terkait tata ruang dikategorikan kurang sesuai
dengan standar sarana dan prasarana Kementerian Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun
2007; (3) Deskripsi manajemen laboratorium fisika di SMA Negeri di wilayah utara
Makassar terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dikategorikan kurang sesuai
dengan

standar sarana dan prasarana Kementerian Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007.
Hasil penelitian ini menggambarkan keadaan manajemen laboratorium fisika di SMA
Negeri di wilayah utara Makassar. Mereka belum menggambarkan kondisi laboratorium
di sekolah yang berlokasi di daerah lain di Makassar. Selain itu, hasil penelitian ini juga
hanya berfokus pada deskripsi laboratorium fisika dan bukan laboratorium kimia atau
biologi, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menggambarkan kondisi
laboratorium di semua wilayah Makassar.

UCAPAN TERIMA KASIH Rasa terima kasih peneliti milik departemen terkait untuk
kerja sama selama proses penelitian, serta semua pihak yang telah memberikan masukan
dalam penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai