Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Atresia ani atau anus imperporata adalah malformasi congenital dimana rectum tidak
mempunyai lubang ke luar. Sebagian besar prognosis atresia ani biasanya baik bila
didukung perawatan yang tepat dan juga tergantung kelainaan letak anatomi saat lahir.
Atresia ani bila tidak segera ditangani maka dapat terjadi komplikasi seperti obstruksi
intestinal, konstipasi dan inkontinensia feses.
Kehidupan masyarakat perkotaan erat kaitannya dengan kepadatan penduduk, dan
polusi udara. Sulitnya mencari pekerjaan untuk kaum urban berpendidikan rendah,
membuat banyak kaum urban berada pada tingkat ekonomi menengah ke bawah. Tinggal
di pemukiman padat dan kumuh dengan polusi udara dan pola konsumsi nutrisi yang
mungkin kurang baik. Rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi sangat
memungkinkan terbatasnya keluarga dengan ibu hamil terpapar dengan informasi
kesehatan tentang nutrisi kehamilan. Nutrisi yang dikonsumsi ibu selama kehamilan
dipercaya dapat mempengaruhi perkembangan janin. Polusi udara dari asap rokok/nikotin
dikaitkan dengan retardasi pertumbuhan janin dan peningkatan mortalitas dan morbiditas
bayi dan perinatal. Atresia ani merupakan salah kelainan kongenital yang dapat
dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan atau keduanya.
Atresia ani terjadi pada 1 dari setiap 4000-5000 kelainan hidup. Secara umum atresia
ani lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Fistula rektouretra
merupakan kelainan yang paling banyak ditemuai pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula
perineal. Sedangkan pada bayi perempuan jenis atresia ani yang paling banyak ditemukan
adalah atresia ani diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah Konsep Atresia Ani ?
2. Bagaimanakah Proses Asuhan Keperawatan Pada Atresia Ani?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui konsep dan proses asuhan keperawatan pada Atresia Ani.
2. Tujuan khusus
a) Memahami Definisi Dari Atresia Ani.
b) Memahami Anatomi Fisiologi Dari Atresia Ani.
c) Memahami Epidemiologi Dari Atresia Ani.
d) Memahami Klasifikasi Dari Atresia Ani.
e) Memahami Etiologi Dari Atresia Ani.
f) Memahami Manifestasi Klinik Dari Atresia Ani.
g) Memahami komplikasi Dari Atresia Ani.
h) Memahami Pathway Dari Atresia Ani.
i) Memahami Penatalaksanaan Dari Atresia Ani.
j) Memahami Pemeriksaan Diagnostik Dari Atresia Ani.
k) Memahami Pencegahan Dari Atresia Ani.
l) Memahami prognosis Dari Atresia Ani.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforata meliputi
anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz, 2002). Atresia ani merupakan kelainan
bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna, 2003). Atresia ani
adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus
secara abnormal (Suradi, 2001). Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya
perforasi membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau
kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto,
2001).
Atresia ani disebut juga anorektal anomali atau imperforata anus. Merupakan kelainan
kongenital dimana terjadi perkembangan abnormal pada anorektal di saluran
gastrointestinal.

B. Anatomi dan Fisiologi

Gambar : Susunan Saluran Pencernaan (Syaifuddin, 2006).


Susunan saluran pencernaan terdiri dari :
a. Mulut

Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2
bagian yaitu :
- Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara gusi,
gigi, bibir dan pipi.
- Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang di
batasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum mandibularis, di
sebelah belakang bersambung dengan faring.
Selaput lendir mulut ditutupi epitelium yang berlapis-lapis, di bawahnya
terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini
kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf
sensoris.
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi
oleh selaput lendir (mukosa).
Palatum, terdiri atas 2 bagian yaitu :
a. Palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk
palatum dan sebelah depan tulang maksilaris dan lebih ke
belakang terdiri dari 2 tulang palatum.
b. Palatum yang dapat bergerak, terdiri mole (palatum lunak) terletak
di belakang yang merupakan lipatan menggantung atas jaringan
fibrosa dan selaput lendir.
Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, di sebelah kanan dan kiri
dari tiang fauses terdapat saluran lendir menembus ke tonsil.

b. Lidah
Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir,
kerja otot lidah ini dapat digerakkan ke seluruh arah.
Lidah dibagi atas tiga bagian, radiks lingua (pangkal lidah), dorsum
lingua (punggung lidah), dan apeks lingua (ujung lidah). Pada pangkal
lidah yang belakang terdapat epiglotis yang berfungsi untuk menutup
jalan nafas pada waktu kita menelan makanan, supaya makanan jangan
masuk ke jalan nafas. Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat puting-
puting pengecap atau ujung saraf pengecap.
Frenulum lingua merupakan selaput lendir yang terdapat pada bagian
bawah kira-kira di tengah, jika lidah digerakkan ke atas nampak selaput
lendir. Flika sublingua terdapat di sebelah kiri dan kanan frenulum
lingua, di sini terdapat pula lipatan selaput lendir. Pada pertengahan flika
sublingua ini terdapat saluran dari grandula parotis, submaksilaris, dan
glandula sublingualis.
Fungsi lidah yaitu mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai
alat pengecap dan menelan, serta merasakan makanan.
c. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
esofagus. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil yaitu kumpulan
kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit merupakan pertahanan
terhadap infeksi. Di sini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan
jalan makanan, letaknya di belakang rongga mulut dan rongga hidung, di
depan ruas tulang belakang, ke atas bagian depan berhubungan dengan
rongga hidung, dengan perantara lubang bernama koana. Keadaan ovula
berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang
disebut ismus fausium. Ovula terdiri dari bagian superior disebut
nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan ovula
dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian
ini berbatas ke depan sampai di akar lidah, sedangkan bagian inferior
disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.

d. Esofagus
Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan
lambung, panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk
kardiak di bawah lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar, lapisan
selaput lendir (mukosa), lapisan submukosa, lapisan muskuler, dan
lapisan serosa.
Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung.
Setelah melalui thorak menembus diafragma masuk ke dalam abdomen
menyambung dengan lambung.
e. Hati
Hati atau hepar adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita,
warnanya coklat dan beratnya kira-kira 1 ½ kg. Letaknya di bagian atas
dalam rongga abdomen di sebelah kanan bawah diafragma. Hati terdiri
atas 2 lapisan utama : permukaan atas berbentuk cembung, terletak di
bawah diafragma, dan permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan
lekukan fisura transverses. Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah
yaitu arteri hepatika dan vena porta.
Arteri hepatika, keluar dari aorta dan memberi 1/5 darah pada hati,
masuk ke hati akan membeku jaringan kapiler setelah bertemu dengan
kapiler vena, akhirnya keluar sebagai vena hepatika. Vena porta yang
terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior menghantarkan 4/5
darahnya ke hati.
Fungsi hati :
i. Mengubah zat makanan yang di absorpsi dari usus dan yang
disimpan di suatu tempat dalam tubuh.
ii. Mengubah zat buangan dan penawar racun untuk disekresi dalam
empedu dan urine.

iii. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen.


iv. Sekresi empedu, garam empedu dibuat di hati, dibentuk dalam
sistem retikuloendotelium.
v. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat.

f. Lambung
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat
mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung
terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esophagus
melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma di depan pankreas
dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.
Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila
melihat makanan dan mencium bau makanan maka sekresi lambung akan
terangsang. Rasa makanan merangsang sekresi lambung karena kerja
saraf menimbulkan rangsang kimiawi yang menyebabkan dinding
lambung melepaskan hormon yang disebut sekresi getah lambung. Getah
lambung di halangi oleh sistem saraf simpatis yang dapat terjadi pada
waktu gangguan emosi seperti marah dan rasa takut. Fungsi lambung :
A. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan
makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung.
B. Getah cerna lambung yang dihasilkan :
a. Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino
(albumin dan pepton).
b. Asam garam (HCL), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai
antiseptic dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada
pepsinogen sehingga menjaddi pepsin.
c. Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan
membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).
d. Lapisan lambung jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi
asam lemak yang merangsang sekresi getah lambung.
g. Pankreas
Panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari deudenum sampai
ke limpa. Bagian dari pankreas : kaput pankreas, terletak di sebelah kanan
rongga abdomen dan di dalam lekukan deudenum yang melingkarinya.
Korpus pankreas, merupakan bagian utama dari organ ini, letaknya
dibelakang lambung dan di depan vertebra umbalis pertama. Ekor
pankreas, bagian runcing di sebelah kiri menyentuh limpa.

h. Usus halus
Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem
pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada
sekum panjangnya ± 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat
proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari lapisan
usus halus (lapisan mukosa (sebelah di dalam), lapisan submukosa,
lapisan muskuler, dan lapisan serosa (sebelah luar)).

Absorpsi makanan yang sudah dicerna seluruhnya berlangsung di


dalam usus halus melalui 2 saluran yaitu pembuluh kapiler dalam darah
dan seluruh limfe di sebelah dalam permukaan vili usus.
Sebuah vilus berisi lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan
otot yang diikat bersama oleh jaringan limfoid seluruhnya diliputi
membran dasar dan ditutupi oleh epitelium. Karena vili keluar dari
dinding usus maka bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang
diabsorpsi ke dalam lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe
masuk ke dalam pembuluh kapiler darah di vili dan oleh vena porta
dibawa ke hati untuk mengalami beberapa perubahan.
Fungsi usus halus :
i. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap
melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
ii. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
iii. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.

i. Duodenum
Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk
sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas.
Pada bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir, yang membukit
disebut papilla vateri. Pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu
(duktus koledokus) dan saluran pankreas (duktus pankreatikus).
Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus
koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase.
Pankreas juga menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang
menjadi disakarida, dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam
amino atau albumin dan polipeptida.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak
mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar Brunner,
berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.

j. Jejunum dan ileum


Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m. Dua perlima
bagian atas adalah jejunum dengan panjang ± 2,3 m, dan ileum dengan
panjang 4-5 m. Lekukan jejunum dan ileum melekat pada dinding
abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang
berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.
Sambungan antara jejunum dan ileum tidak mempunyai batas yang
tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dengan
perantaraan lubang yang bernama orifisium ileosekalis. Orifisium ini
diperkuat oleh sfingter ileosekalis dan pada bagian ini terdapat katup
valvula sekalis valvula baukhini yang berfungsi untuk mencegah cairan
dalam kolon asenden tidak masuk kembali ke ileum.

k. Usus besar
Usus besar atau intestinum mayor panjangnya ± 1 ½ m, lebarnya 5- 6
cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput mukosa,
lapisan submukosa, lapisan muskuler, jaringan serosa. Fungsi usus besar
adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri.

l. Sekum
Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk
seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm.
Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum mudah bergerak walaupun tidak
mempunyai mesenterium dan dapat diraba melalui dinding abdomen pada
orang yang masih hidup.

m. Kolon asendens
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan,
membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati melengkung
ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai
kolon transversum.

n. Apendiks (usus buntu)


Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum,
mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat
dilewati oleh beberapa isi usus. Apendiks tergantung menyilang pada
linea terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor, terletak horizontal
dibelakang sekum. Sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi
kadang apendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang bisa
menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen.
o. Kolon transversum
Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon desenden, berada dibawah
abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri
terdapat fleksura lienalis.

p. Kolon desendens
Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri
membujur dari atas ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum
kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.

q. Kolon sigmoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak
miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S,
ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.

r. Rektum
Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os
sacrum dan os cocygis. Organ ini berfungsi untuk tempat penyimpanan
feses sementara.

s. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak didasar pelvis,
dindingnya diperkuat oleh sfingter :
i. Sfingter ani interus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.
ii. Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.

iii. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak.


Defekasi (buang air besar) didahului oleh transport feses ke dalam
rektum yang mengakibatkan ketegangan dinding rektum mengakibatkan
rangsangan untuk reflex defekasi sedangkan otot usus lainnya
berkontraksi. M. Levator ani relaksasi secara volunter dan tekanan
ditimbulkan oleh otot-otot abdomen.
C. Epidemiologi
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1
dalam 5000 kelahiran. Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak ditemukan
pada laki-laki daripada perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan yang
paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan
pada bayi perempuan, jenis malformasi anorektal yang paling banyak ditemui adalah
anus imperforata diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal.
Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan bahwa
malformasi anorektal letak rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan malformasi
anorektal letak tinggi.

D. Klasifikasi
Klasifikasi yang paling sering digunakan untuk malformasi anorektal adalah
klasifikasi Wingspread yang membagi malformasi anorektal menjadi letak tinggi,
intermedia dan letak rendah. Akan tetapi, untuk tujuan terapi dan prognosis digunakan
klasifikasi yang dibuat berdasarkan jenis.
Melbourne membagi berdasarkan garis pubokoksigeus dan garis yang
melewati ischii kelainan disebut :
1. Letak tinggi apabila rektum berakhir diatas muskulus levator ani (muskulus
pubokoksigeus). Kelainan Tinggi (High Anomaly/Kelainan Supralevator).
Kelainan tinggi mempunyai beberapa tipe antara lain: laki-laki ada anorektal
agenesis, rektouretral fistula yaitu rektum buntu tidak ada hubungan dengan
saluran urinary, fistula ke prostatic uretra. Rektum berakhir diatas muskulus
puborektal dan muskulus levator ani, tidak ada sfingter internal. Perempuan ada
anorektal agenesis dengan fistula vaginal tinggi, yaitu fistula antara rectum dan
vagina posterior. Pada laki dan perempuan biasanya rectal atresia.
2. Letak intermediet apabila akhiran rektum terletak di muskulus levator ani.
Kelainan Intermediet/Menengah (Intermediate Anomaly), ciri – cirinya adalah
ujung rektum mencapai tingkat muskulus Levator ani tetapi tidak
menembusnya, rektum turun melewati otot puborektal sampai 1 cm atau tepat di
otot puborektal, ada lesung anal dan sfingter eksternal. Tipe kelainan
intermediet antara lain, untuk laki-laki bisa rektobulbar/rektouretral fistula yaitu
fistula kecil dari kantong rektal ke bulbar), dan anal agenesis tanpa fistula.
Sedangkan untuk perempuan bisa rektovagional fistula, analgenesis tanpa
fistula, dan rektovestibular fistula.
3. Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir bawah muskulus levator ani.
Kelainan Rendah (Low Anomaly/Kelainan Translevator), ciri - cirinya adalah
rektum turun sampai ke otot puborektal, spingter ani eksternal dan internal
berkembang sempurna dengan fungsi yang normal, rektum menembus muskulus
levator ani sehingga jarak kulit dan rektum paling jauh 2 cm. Tipe dari kelainan
rendah antara lain adalah anal stenosis, imperforata membrane anal, dan fistula (
untuk laki-laki fistula ke perineum, skrotum atau permukaan penis, dan untuk
perempuan anterior ektopik anus atau anocutaneus fistula merupakan fistula ke
perineal, vestibular atau vaginal).

Klasifikasi Berdasarkan Wingspread


Kelompok Kelainan Tindakan
Laki-laki : Fistel urin, atresia Kolostomi neonatus;
rektum, perineum datar, fistel tidak operasi definitif pada
ada, invertogram : udara >1 cm dari usia 4-6 bulan.
kulit.

I Perempuan : Kloaka, fistel vagina,


fistel anovestibular/ rektovestibular,
atresia rektum, fistel tidak ada, Kolostomi neonatus
invertogram : udara >1 cm dari kulit

Laki-laki :Fistel perineum, Operasi langsung pada


membrane anal, stenosis anus, fistel neonates
tidak ada, invertogram:udara <1 cm
dari kulit
II
Perempuan : Fistel perineum,
stenosis anus, fistel tidak ada,
invertogram : udara Operasi langsung pada
<1 cm dari kulit neonatus
E. Etiologi
Atresia ani atau anus imperforata dapat disebabkan karena :
1. faktor genetik
Kelainan genetik atau bawaan (autosomal) anus disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada
minggu kelima sampai ketujuh pada usia kehamilan, terjadi gangguan
pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital, biasanya karena
gangguan perkembangan septum urogenital.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan.
4. Berkaitan dengan sindrom down.
5. faktor lingkungan (seperti peggunaan obat-obatan dan konsumsi alkohol selama
masa kehamilan) namun hal ini masih belum jelas(Bobak, 2005).

F. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada klien dengan atresia ani antara lain meconium tidak
keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran atau keluar melalui saluran urin,
vagina atau fistula. Pada bayi baru lahir tidak dapat dilakukan pengukuran suhu secara
fekal. Distensi abdomen dapat terjadi bertahap dalam 8-24 jam pertama. Pemeriksaan
fisik ditemukan adanya tanda-tanda obstruksi usus dan adanya konstipasi. Muntah
pada bayi umur 24-48 jam atau bila bayi diberi makan juga perlu diperhatikan.
Pembukaan anal terbatas atau adanya misplaced pembukaan anal. Lebih dari 50%
klien dengan atresia ani mempunyai kelainan kongenital lain.

Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani terjadi dalam waktu 24-48

jam.

Gejala itu dapat berupa :

1. Perut kembung.

2. Muntah.

3. Tidak bisa buang air besar.

4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai
dimana terdapat penyumbatan (FK UII, 2009).
Atresia ani sangat bervariasi, mulai dari atresia ani letak rendah dimana rectum
berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga feses bayi tidak dapat
melaluinya, malformasi anorektal intermedia dimana ujung dari rektum dekat ke
uretra dan malformasi anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada
(Departement of Surgery University of Michigan, 2009).
Sebagian besar bayi dengan atresia ani memiliki satu atau lebih abnormalitas
yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak
abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari
kelainan itu ditemukan secara kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat
mengancam nyawa seperti kelainan kardiovaskuler (Grosfeld J, 2006).
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi
anorektal adalah
1. Kelainan kardiovaskuler.

Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani. Jenis kelainan yang paling
banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh
tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.

2. Kelainan gastrointestinal.

Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi duodenum


(1%-2%).
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis.

Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral


seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan
kelainan spinal yang sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan
teratoma intraspinal.

4. Kelainan traktus genitourinarius.

Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada atresia ani.
Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan atresia ani
letak tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan atresia ani letak rendah 15% sampai
20%. Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai
VATER (Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan
VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and
Limb abnormality) ( Oldham K, 2005).

G. Komplikasi

a. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.


b. Obstruksi intestinal
c. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
d. Komplikasi jangka panjang :
i. Eversi mukosa anal.
ii. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
iii. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
iv. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
v. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
vi. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.
H. Pathway
Penyebab belum diketahui
 Putusnya sal. Cerna pasti
dari atas dengan Kegagalan penurunan septum anorektal
Faktor resiko
daerah dubur embrional
 Gg. Pertumbuhan  Faktor genetik
fusi&pembentukan  Pengaruh obat-obatan
anus dari tonjolan
Terjadi abnormalitas pada rektum  Pengaruh radiasi
dan anus
embrionik  Pengaruh gizi
 Keainan bawaan
Tidak ada perkembangan struktur kolon pada
Dx : Ansietas berhubungan dengan minggu ke 7-10 minggu dalam perkembangan
kurangnya pengetahuan orang tua tentang janin
perawatan dan proses penyakit

TINDAKAN PEMBEDAHAN
ATRESIA ANI
Dilakukan pembedahan kolostomi Gangguan pengeluaran feses obstruksi
Reabsorbsi sisa
keracunan metabolisme
Perubahan pola
Trauma
eliminasi
jaringan
Mual Muntah
Dx : kerusakan integritas l
Dx. Nyeri akut berhubungan
kulit berhubungan dengan dengan trauma jaringan anoreksia Dx : resiko
terpajan dari feses akibat
kekurangan
kolostomi Perawatan tidak volume cairan
adekuat Dx : ketidakseimbangan
nutrisi kurisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d
Dx : Resiko Infeksi anoreksia
berhubungan dengan Fistula
Feses masuk ke
prosedur rektovegina
urethra
pembedahan dan port
de entry kuman
Gangguan rasa
dysuria
Distensi nyaman
Abdomen

Dx : gangguan eliminasi Dx : nyeri


Penekanan diafragma Tekanan intra abdomen urine berhubungan akut
obstruksi anatomic berhubungan
dengan
Ekspansi paru dysuria
Sesak nafas, RR Dx : Ketidakefektifan pola
nafas berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak
tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Keberhasilan penatalaksanaan
atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi
fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara
tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan
berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi
yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan
letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan
anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang
buruk.
Leape (1987) menganjurkan pada :
1. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD
dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP).
2. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan
tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani
ekternus Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion
3. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana
dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan
intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi.
Operasi definitif setelah 4 – 8 minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai
adalah posterosagital anorektoplasti, baik minimal, limited atau full postero sagital
anorektoplasti.
Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :
a. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah
pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang
biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk
anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir.
b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12
bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk
membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga
memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah
baik status nutrisinya.
c. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan
sering tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya
dan agak padat.
J. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut :
a. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
b. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
c. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi
oleh karena massa tumor.
d. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
e. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
f. Pemeriksaan fisik rektum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
g. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang
berhubungan dengan traktus urinarius.
K. Pencegahan

L. prognosis
Prognosis bergantung dari fungsi klinis. Dengan khusus dinilai pengendalian
defekasi, pencemaran pakaian dalam. Sensibilitas rektum dan kekuatan kontraksi otot
sfingter pada colok dubur (Hamami A.H, 2004).
Fungsi kontineia tidak hanya bergantung pada kekuatan sfingter atau
ensibilitasnya, tetapi juga bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan mental
penderita (Hamami A.H, 2004).
Hasil operasi atresia ani meningkat dengan signifikan sejak ditemukannya
metode PSARP (Levitt M, 2007).
DAFTAR PUSTAKA

1. Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net. [diakses tanggal 5 November


2018].
2. Grosfeld J, O’Neill J, Coran A, Fonkalsrud E. Pediatric Surgery 6th edition.
Philadelphia:Mosby elseivier, 2006; 1566-99.
3. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of Pediatric
SurgeryVol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005; 1395-1434
4. Boocock G, Donnai D. Anorectal Malformation: Familial Aspects and
AssociatedAnomalies. Archives of Disease in Childhood, 1987, 62, 576-579.
http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=1778456&blobtype=pdf
[diakses tanggal 5 November 2018].
5. FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006. . [diakses
tanggal 5 November 2018].
6. Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet Journal of Rare Diseases 2007,
2:33. http://www.ojrd.com/content/2/1/33 [diakses tanggal 5 November 2018].
7. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of Pediatric
SurgeryVol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005; 1395-1434Anonim.
Anorectal Malformation A parent’s Guide. Departement of Paediatric SurgeryStarship
Hospital Auckland, 2006.
http://www.starship.org.nz/General%20Surgery%20PDFs/anorect.pdf [diakses tanggal 5
November 2018].
8. University of Michigan. Imperforate Anus. Departement of Surgery University of
Michigan
http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/volume_vii/a/anorectalmalformation
[diakses tanggal 5 November 2018].
9. Kella N, Memon S, Qureshi G. Urogenital Anomalies Associated with
AnorectalMalformation in Children. World Journal of Medical Sciences 1 (2) 2006; 151-
154 http://www.idosi.org/wjms/1(2)2006/20.pdf [diakses tanggal 5 November 2018].
10. Lizma, nespa. 2011. Woc atresia ani fixs. https://dokumen.tips/download/link/woc-
atresia-ani-fixs [diakses tanggal 6 November 2018].

Anda mungkin juga menyukai