PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Atresia ani atau anus imperporata adalah malformasi congenital dimana rectum tidak
mempunyai lubang ke luar. Sebagian besar prognosis atresia ani biasanya baik bila
didukung perawatan yang tepat dan juga tergantung kelainaan letak anatomi saat lahir.
Atresia ani bila tidak segera ditangani maka dapat terjadi komplikasi seperti obstruksi
intestinal, konstipasi dan inkontinensia feses.
Kehidupan masyarakat perkotaan erat kaitannya dengan kepadatan penduduk, dan
polusi udara. Sulitnya mencari pekerjaan untuk kaum urban berpendidikan rendah,
membuat banyak kaum urban berada pada tingkat ekonomi menengah ke bawah. Tinggal
di pemukiman padat dan kumuh dengan polusi udara dan pola konsumsi nutrisi yang
mungkin kurang baik. Rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi sangat
memungkinkan terbatasnya keluarga dengan ibu hamil terpapar dengan informasi
kesehatan tentang nutrisi kehamilan. Nutrisi yang dikonsumsi ibu selama kehamilan
dipercaya dapat mempengaruhi perkembangan janin. Polusi udara dari asap rokok/nikotin
dikaitkan dengan retardasi pertumbuhan janin dan peningkatan mortalitas dan morbiditas
bayi dan perinatal. Atresia ani merupakan salah kelainan kongenital yang dapat
dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan atau keduanya.
Atresia ani terjadi pada 1 dari setiap 4000-5000 kelainan hidup. Secara umum atresia
ani lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Fistula rektouretra
merupakan kelainan yang paling banyak ditemuai pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula
perineal. Sedangkan pada bayi perempuan jenis atresia ani yang paling banyak ditemukan
adalah atresia ani diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah Konsep Atresia Ani ?
2. Bagaimanakah Proses Asuhan Keperawatan Pada Atresia Ani?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui konsep dan proses asuhan keperawatan pada Atresia Ani.
2. Tujuan khusus
a) Memahami Definisi Dari Atresia Ani.
b) Memahami Anatomi Fisiologi Dari Atresia Ani.
c) Memahami Epidemiologi Dari Atresia Ani.
d) Memahami Klasifikasi Dari Atresia Ani.
e) Memahami Etiologi Dari Atresia Ani.
f) Memahami Manifestasi Klinik Dari Atresia Ani.
g) Memahami komplikasi Dari Atresia Ani.
h) Memahami Pathway Dari Atresia Ani.
i) Memahami Penatalaksanaan Dari Atresia Ani.
j) Memahami Pemeriksaan Diagnostik Dari Atresia Ani.
k) Memahami Pencegahan Dari Atresia Ani.
l) Memahami prognosis Dari Atresia Ani.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforata meliputi
anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz, 2002). Atresia ani merupakan kelainan
bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna, 2003). Atresia ani
adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus
secara abnormal (Suradi, 2001). Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya
perforasi membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau
kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto,
2001).
Atresia ani disebut juga anorektal anomali atau imperforata anus. Merupakan kelainan
kongenital dimana terjadi perkembangan abnormal pada anorektal di saluran
gastrointestinal.
Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2
bagian yaitu :
- Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara gusi,
gigi, bibir dan pipi.
- Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang di
batasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum mandibularis, di
sebelah belakang bersambung dengan faring.
Selaput lendir mulut ditutupi epitelium yang berlapis-lapis, di bawahnya
terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini
kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf
sensoris.
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi
oleh selaput lendir (mukosa).
Palatum, terdiri atas 2 bagian yaitu :
a. Palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk
palatum dan sebelah depan tulang maksilaris dan lebih ke
belakang terdiri dari 2 tulang palatum.
b. Palatum yang dapat bergerak, terdiri mole (palatum lunak) terletak
di belakang yang merupakan lipatan menggantung atas jaringan
fibrosa dan selaput lendir.
Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, di sebelah kanan dan kiri
dari tiang fauses terdapat saluran lendir menembus ke tonsil.
b. Lidah
Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir,
kerja otot lidah ini dapat digerakkan ke seluruh arah.
Lidah dibagi atas tiga bagian, radiks lingua (pangkal lidah), dorsum
lingua (punggung lidah), dan apeks lingua (ujung lidah). Pada pangkal
lidah yang belakang terdapat epiglotis yang berfungsi untuk menutup
jalan nafas pada waktu kita menelan makanan, supaya makanan jangan
masuk ke jalan nafas. Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat puting-
puting pengecap atau ujung saraf pengecap.
Frenulum lingua merupakan selaput lendir yang terdapat pada bagian
bawah kira-kira di tengah, jika lidah digerakkan ke atas nampak selaput
lendir. Flika sublingua terdapat di sebelah kiri dan kanan frenulum
lingua, di sini terdapat pula lipatan selaput lendir. Pada pertengahan flika
sublingua ini terdapat saluran dari grandula parotis, submaksilaris, dan
glandula sublingualis.
Fungsi lidah yaitu mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai
alat pengecap dan menelan, serta merasakan makanan.
c. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
esofagus. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil yaitu kumpulan
kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit merupakan pertahanan
terhadap infeksi. Di sini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan
jalan makanan, letaknya di belakang rongga mulut dan rongga hidung, di
depan ruas tulang belakang, ke atas bagian depan berhubungan dengan
rongga hidung, dengan perantara lubang bernama koana. Keadaan ovula
berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang
disebut ismus fausium. Ovula terdiri dari bagian superior disebut
nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan ovula
dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian
ini berbatas ke depan sampai di akar lidah, sedangkan bagian inferior
disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.
d. Esofagus
Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan
lambung, panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk
kardiak di bawah lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar, lapisan
selaput lendir (mukosa), lapisan submukosa, lapisan muskuler, dan
lapisan serosa.
Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung.
Setelah melalui thorak menembus diafragma masuk ke dalam abdomen
menyambung dengan lambung.
e. Hati
Hati atau hepar adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita,
warnanya coklat dan beratnya kira-kira 1 ½ kg. Letaknya di bagian atas
dalam rongga abdomen di sebelah kanan bawah diafragma. Hati terdiri
atas 2 lapisan utama : permukaan atas berbentuk cembung, terletak di
bawah diafragma, dan permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan
lekukan fisura transverses. Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah
yaitu arteri hepatika dan vena porta.
Arteri hepatika, keluar dari aorta dan memberi 1/5 darah pada hati,
masuk ke hati akan membeku jaringan kapiler setelah bertemu dengan
kapiler vena, akhirnya keluar sebagai vena hepatika. Vena porta yang
terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior menghantarkan 4/5
darahnya ke hati.
Fungsi hati :
i. Mengubah zat makanan yang di absorpsi dari usus dan yang
disimpan di suatu tempat dalam tubuh.
ii. Mengubah zat buangan dan penawar racun untuk disekresi dalam
empedu dan urine.
f. Lambung
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat
mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung
terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esophagus
melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma di depan pankreas
dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.
Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila
melihat makanan dan mencium bau makanan maka sekresi lambung akan
terangsang. Rasa makanan merangsang sekresi lambung karena kerja
saraf menimbulkan rangsang kimiawi yang menyebabkan dinding
lambung melepaskan hormon yang disebut sekresi getah lambung. Getah
lambung di halangi oleh sistem saraf simpatis yang dapat terjadi pada
waktu gangguan emosi seperti marah dan rasa takut. Fungsi lambung :
A. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan
makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung.
B. Getah cerna lambung yang dihasilkan :
a. Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino
(albumin dan pepton).
b. Asam garam (HCL), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai
antiseptic dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada
pepsinogen sehingga menjaddi pepsin.
c. Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan
membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).
d. Lapisan lambung jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi
asam lemak yang merangsang sekresi getah lambung.
g. Pankreas
Panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari deudenum sampai
ke limpa. Bagian dari pankreas : kaput pankreas, terletak di sebelah kanan
rongga abdomen dan di dalam lekukan deudenum yang melingkarinya.
Korpus pankreas, merupakan bagian utama dari organ ini, letaknya
dibelakang lambung dan di depan vertebra umbalis pertama. Ekor
pankreas, bagian runcing di sebelah kiri menyentuh limpa.
h. Usus halus
Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem
pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada
sekum panjangnya ± 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat
proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari lapisan
usus halus (lapisan mukosa (sebelah di dalam), lapisan submukosa,
lapisan muskuler, dan lapisan serosa (sebelah luar)).
i. Duodenum
Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk
sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas.
Pada bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir, yang membukit
disebut papilla vateri. Pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu
(duktus koledokus) dan saluran pankreas (duktus pankreatikus).
Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus
koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase.
Pankreas juga menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang
menjadi disakarida, dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam
amino atau albumin dan polipeptida.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak
mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar Brunner,
berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
k. Usus besar
Usus besar atau intestinum mayor panjangnya ± 1 ½ m, lebarnya 5- 6
cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput mukosa,
lapisan submukosa, lapisan muskuler, jaringan serosa. Fungsi usus besar
adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri.
l. Sekum
Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk
seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm.
Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum mudah bergerak walaupun tidak
mempunyai mesenterium dan dapat diraba melalui dinding abdomen pada
orang yang masih hidup.
m. Kolon asendens
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan,
membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati melengkung
ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai
kolon transversum.
p. Kolon desendens
Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri
membujur dari atas ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum
kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
q. Kolon sigmoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak
miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S,
ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.
r. Rektum
Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os
sacrum dan os cocygis. Organ ini berfungsi untuk tempat penyimpanan
feses sementara.
s. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak didasar pelvis,
dindingnya diperkuat oleh sfingter :
i. Sfingter ani interus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.
ii. Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.
D. Klasifikasi
Klasifikasi yang paling sering digunakan untuk malformasi anorektal adalah
klasifikasi Wingspread yang membagi malformasi anorektal menjadi letak tinggi,
intermedia dan letak rendah. Akan tetapi, untuk tujuan terapi dan prognosis digunakan
klasifikasi yang dibuat berdasarkan jenis.
Melbourne membagi berdasarkan garis pubokoksigeus dan garis yang
melewati ischii kelainan disebut :
1. Letak tinggi apabila rektum berakhir diatas muskulus levator ani (muskulus
pubokoksigeus). Kelainan Tinggi (High Anomaly/Kelainan Supralevator).
Kelainan tinggi mempunyai beberapa tipe antara lain: laki-laki ada anorektal
agenesis, rektouretral fistula yaitu rektum buntu tidak ada hubungan dengan
saluran urinary, fistula ke prostatic uretra. Rektum berakhir diatas muskulus
puborektal dan muskulus levator ani, tidak ada sfingter internal. Perempuan ada
anorektal agenesis dengan fistula vaginal tinggi, yaitu fistula antara rectum dan
vagina posterior. Pada laki dan perempuan biasanya rectal atresia.
2. Letak intermediet apabila akhiran rektum terletak di muskulus levator ani.
Kelainan Intermediet/Menengah (Intermediate Anomaly), ciri – cirinya adalah
ujung rektum mencapai tingkat muskulus Levator ani tetapi tidak
menembusnya, rektum turun melewati otot puborektal sampai 1 cm atau tepat di
otot puborektal, ada lesung anal dan sfingter eksternal. Tipe kelainan
intermediet antara lain, untuk laki-laki bisa rektobulbar/rektouretral fistula yaitu
fistula kecil dari kantong rektal ke bulbar), dan anal agenesis tanpa fistula.
Sedangkan untuk perempuan bisa rektovagional fistula, analgenesis tanpa
fistula, dan rektovestibular fistula.
3. Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir bawah muskulus levator ani.
Kelainan Rendah (Low Anomaly/Kelainan Translevator), ciri - cirinya adalah
rektum turun sampai ke otot puborektal, spingter ani eksternal dan internal
berkembang sempurna dengan fungsi yang normal, rektum menembus muskulus
levator ani sehingga jarak kulit dan rektum paling jauh 2 cm. Tipe dari kelainan
rendah antara lain adalah anal stenosis, imperforata membrane anal, dan fistula (
untuk laki-laki fistula ke perineum, skrotum atau permukaan penis, dan untuk
perempuan anterior ektopik anus atau anocutaneus fistula merupakan fistula ke
perineal, vestibular atau vaginal).
F. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada klien dengan atresia ani antara lain meconium tidak
keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran atau keluar melalui saluran urin,
vagina atau fistula. Pada bayi baru lahir tidak dapat dilakukan pengukuran suhu secara
fekal. Distensi abdomen dapat terjadi bertahap dalam 8-24 jam pertama. Pemeriksaan
fisik ditemukan adanya tanda-tanda obstruksi usus dan adanya konstipasi. Muntah
pada bayi umur 24-48 jam atau bila bayi diberi makan juga perlu diperhatikan.
Pembukaan anal terbatas atau adanya misplaced pembukaan anal. Lebih dari 50%
klien dengan atresia ani mempunyai kelainan kongenital lain.
Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani terjadi dalam waktu 24-48
jam.
1. Perut kembung.
2. Muntah.
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai
dimana terdapat penyumbatan (FK UII, 2009).
Atresia ani sangat bervariasi, mulai dari atresia ani letak rendah dimana rectum
berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga feses bayi tidak dapat
melaluinya, malformasi anorektal intermedia dimana ujung dari rektum dekat ke
uretra dan malformasi anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada
(Departement of Surgery University of Michigan, 2009).
Sebagian besar bayi dengan atresia ani memiliki satu atau lebih abnormalitas
yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak
abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari
kelainan itu ditemukan secara kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat
mengancam nyawa seperti kelainan kardiovaskuler (Grosfeld J, 2006).
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi
anorektal adalah
1. Kelainan kardiovaskuler.
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani. Jenis kelainan yang paling
banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh
tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.
2. Kelainan gastrointestinal.
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada atresia ani.
Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan atresia ani
letak tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan atresia ani letak rendah 15% sampai
20%. Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai
VATER (Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan
VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and
Limb abnormality) ( Oldham K, 2005).
G. Komplikasi
TINDAKAN PEMBEDAHAN
ATRESIA ANI
Dilakukan pembedahan kolostomi Gangguan pengeluaran feses obstruksi
Reabsorbsi sisa
keracunan metabolisme
Perubahan pola
Trauma
eliminasi
jaringan
Mual Muntah
Dx : kerusakan integritas l
Dx. Nyeri akut berhubungan
kulit berhubungan dengan dengan trauma jaringan anoreksia Dx : resiko
terpajan dari feses akibat
kekurangan
kolostomi Perawatan tidak volume cairan
adekuat Dx : ketidakseimbangan
nutrisi kurisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d
Dx : Resiko Infeksi anoreksia
berhubungan dengan Fistula
Feses masuk ke
prosedur rektovegina
urethra
pembedahan dan port
de entry kuman
Gangguan rasa
dysuria
Distensi nyaman
Abdomen
L. prognosis
Prognosis bergantung dari fungsi klinis. Dengan khusus dinilai pengendalian
defekasi, pencemaran pakaian dalam. Sensibilitas rektum dan kekuatan kontraksi otot
sfingter pada colok dubur (Hamami A.H, 2004).
Fungsi kontineia tidak hanya bergantung pada kekuatan sfingter atau
ensibilitasnya, tetapi juga bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan mental
penderita (Hamami A.H, 2004).
Hasil operasi atresia ani meningkat dengan signifikan sejak ditemukannya
metode PSARP (Levitt M, 2007).
DAFTAR PUSTAKA