36terapi Cairan
36terapi Cairan
TERAPI CAIRAN
TERAPI CAIRAN
ANATOMI CAIRAN TUBUH
Jadi secara anatomis cairan tubuh dibagi atas :
Cairan intraseluler : 40%BB.
Cairan ekstraseluler : 20% BB, (cairan interstisial: 15% BB, cairan intravaskuler: 5%BB)
Cairan transeluler : 2 % BB
Tekanan Osmotik
Tekanan osmotik suatu larutan dinyatakan dengan osmol atau milliosmol/liter. Tekanan
osmotik suatu larutan ditentukan oleh banyaknya partikel yang larut dalam suatu larutan.
Dengan kata lain makin banyak partikel yang larut makin tinggi tekanan osmotik yang
ditimbulkannya.
Tonisitas
Istilah tonisitas menggambarkan osmolaritas suatu larutan dibanding dengan larutan-larutan
lainnya. Larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%) dan Ringer laktat, misalnya memiliki
osmolaritas yang sama dengan cairan esktraseluler yakni sekitar 300 milliosmol.Cairan
tersebut disebut sebagai cairan isotonik terhadap cairan ekstraseluler. Cairan yang
memiliki osmolaritas yang lebih tinggi dari osmolaritas cairan ekstraseluler disebut cairan
hipertonik misalnya aminovel, aminofusin dan lain-lain. Sedangkan cairan yang lebih
rendah osmolaritasnya disebut cairan hipotonik, misalnya cairan 1/2 DAD.
Jumlah air yang harus hilang selama 24 jam adalah :
Produksi urine per 24 jam : 1.500 ml
Insensible loss 1,3 x 700 ml : 900 ml
(luas permukaan tubuh orang Indonesia rata- rata 1,3 m2)
Air bersama faeces : 100 ml
---------------------------------
Jumlah : 2.500 ml
JENIS CAIRAN YANG DIGUNAKAN
1. Cairan pemeliharaan (maintenence)
Cairan pemeliharaan adalah cairan yang diberikan pada seseorang sesuai dengan
kebutuhan mereka selama 24 jam. Jumlah cairan pemeliharaan yang dibutuhkan
tergantung pada bebarap faktor antara lain umur, berat badan, dan suhu. Telah
ditetapkan bahwa jumlah kebutuhan minimal cairan selama 24 jam pada penderita
dewasa tanpa febris adalah 2.000 ml perhari.
2. Cairan defisit
Cairan defisit adalah kekurangan cairan yang terjadi pada seseorang sebelum melakukan
tindakan. Keadaaan ini dapat ditemukan pada penderita dehidrasi, hipovolemik oleh
karena kombusio atau pendarahan akut.
1
dr.Peter H.Y.Singal Anestesi FK UNHAS Makassar. TERAPI CAIRAN
DEHIDRASI
Dehidrasi berarti kekurangan atau defisit air saja tetapi dalam praktek keadaan ini
hampir tidak pernah ditemukan, sebab setiap keadaan dehidrasi, selain kehilangan air juga
senantiasa disertai dengan kehilangan elektrolit utamanya ion natrium. Jadi dehidrasi berarti
defisit air dan elektrolit.
Secara anatomis dehidrasi berarti defisit cairan ekstraseluler utamanya cairan interstisiel
yang pada gilirannya diikuti dengan berkurangnya cairan intravaskuler. Oleh karena cairan
interstisiel merupakan bantalan dari jaringan dan mukosa, maka gejala yang menonjol akibat
defisit cairan interstisiel adalah gangguan kulit dan mukosa dengan gejala :
Turgor kulit yang jelek Mata cekung
Ubun-ubun cekung (pada bayi dan anak) Mukosa bibir dan kornea kering
Selanjutnya, jika defisit cairan interstisiel diikuti dengan defisit cairan intravasculer maka
gejala selain gangguan kulit dan mukosa juga disertai dengan gangguan hemodinamik.
Gejala gangguan hemodinamik berupa :
Hipotensi Takikardi
Vena-vena mengkerut (kolaps) “Capillary refilled time“ memanjang
Oligouri Syok (renjatan)
Etiologi dari suatu dehidrasi dapat disebabkan oleh karena intake air dan garam yang
kurang atau oleh karena output air dan garam terlalu banyak.
1). “Intake“ kurang : Tidak minum dan makan .
2). “Output“ yang banyak :Penguapan via kulit dan paru -paru (febris yang tinggi, berkeringat
banyak), diuresis yang banyak, muntah-muntah, diare, translokasi air dan elektrolit pada
(ileus obstruktif, peritonitis)
Pada keadaan ileus obstruktif dan peritonitis, walaupun tak nampak adanya cairan elektrolit
yang keluar dari tubuh, namun dehidrasi berat dapat terjadi akibat banyak cairan dan
elektrolit yang mengalami perpindahan tempat (translokasi). Pada kasus ileus obstruktif,
translokasi cairan dan elektrolit terjadi pada lumen usus yang dapat mencapai 5-8 liter.
Sedangkan pada peritonitis, translokasi cairan dan elektrolit terjadi dalam peritoneum.
Seperti diketahui bahwa luas peritoneum sekitar 1-1,5 m2 sehingga setiap penebalan
peritoneum 2-3 mm saja dapat mengandung cairan dan elektrolit sebanyak 3-5 liter. Cairan
yang mengalami translokasi tersebut umumnya bersifat isotonis sehingga harus diganti
dengan cairan yang isotonis pula.
2
dr.Peter H.Y.Singal Anestesi FK UNHAS Makassar. TERAPI CAIRAN
Tergantung dari jenis cairan yang hilang maka dehidrasi dapat dibedakan atas dehidrasi
isotonis, dehidrasi hipertonis, dan dehidrasi hipotonis.
Dehidrasi isotonis, misalnya pada : Ileus obstruktif, peritonitis, diare, berkeringat
banyak, fistel usus, dll
Dehidrasi hipertonis, misalnya pada : febris yang tinggi, puasa, trakeostomi tanpa
humadifikasi, hiperelementasi lama, poliuri, dll
Dehidrasi hipotonis, misalnya pada : rehidrasi dengan Dextrose 5% yang belum cukup,
gangguan reabsorpsi Na.
Ditinjau dari segi banyaknya defisit cairan dan elektrolit yang hilang, maka dehidrasi dapat
dibagi atas :
1. Dehidrasi ringan (defisit 4% BB)Tandainterstisiel minimal, tanda intravaskuler belum
nampak.
2. Dehidrasi sedang (defisit 8% BB)Tanda interstisiel jelas disertai tandaintravaskuler
yang minimal.
3. Dehidrasi berat (defisit 12% BB)Tanda-tanda interstisiel & intravaskuler semakin jelas.
4. Syok (defisit lebih dari 12% BB).
Perlu ditekankan disini bahwa perkiraan defisit di atas tidak perlu harus tepat, sebab yang
penting adalah adanya pedoman atau patokan untuk segera memulai tindakan.Yang
terpenting dari segalanya adalah pemantauan (monitoring) yang ketat tentang keadaan
penderita selama terapi dilakukan.
Contoh kasus
Seorang laki-laki umur 35 tahun dengan BB = 50 kg menderita peritonis dan mengalami
dehidrasi berat. Bagaimana resusitasi cairannya ?.
Caranya :
1. Pemilihan jenis cairan : Ringer laktat oleh karena yang terjadi adalah dehidrasi isotonis.
2. Jml perkiraan defisit = 12% BB (dehidrasi berat). Jadi jumlah defisit = 50 kg x 12% = 6
liter = 6.000 ml.
3. Teknik pemberian cairan adalah :
a) Setengah (50%) dari 6.000 ml (3.000 ml) diberikan dalam 8 jam pertama.
b) Sedangkan 50% sisanya (3.000 ml) diberikan dalam 16 jam berikutnya.
c) Agar gangguan hemodinamik cepat teratasi maka 1 jam pertama diberikan 20
ml/kgBB, maka dalam 1 jam pertama diberikan = 20 ml x 50 = 1.000 ml.
3
dr.Peter H.Y.Singal Anestesi FK UNHAS Makassar. TERAPI CAIRAN
Rehidrasi tahap cepat bertujuan mencegah / mengatasi gangguan sirkulasi dan gangguan
fungsi ginjal
Rehidrasi cepat hanya mengganti cairan intravaskular yang hilang karena cairan interstitial
juga hilang maka dilakukan rehidrasi lambat. Pengembalian cairan interstitial tidak bisa
secara cepat harus perlahan-lahan. Rehidrasi lambat harus segera dilakukan setelah
rehidrasi cepat, sebab jika cairan intravaskular masuk ke interstitial, bisa terjadi irreversible
shock.
Pada tahap lambat diberi cairan replacement dan maintenance.
Pada kasus shock, urine tidak langsung ada setelah rehidrasi yang baik, ok pada shock
hipofise mensekresi ADH. Walau shock sudah diatasi ADH masih ada di sirkulasi sehingga
urine tidak keluar. Untuk mengatasinya diberi obat anti ADH yaitu diuretik misalnya
furosemid.
Pemilihan cairan
Dehidrasi & Perdarahan : Ringer Laktat, Ringer Acetat
Luka Bakar : Plasma + RL / Acetat
Muntah : NaCl 0,9%
Demam : Dextrose 5%
AVAILABLE 02 = CO X CaO2
4
dr.Peter H.Y.Singal Anestesi FK UNHAS Makassar. TERAPI CAIRAN
PATOFISIOLOGI PERDARAHAN
PERDARAHAN
KEHILANGAN VOLUME
(GANGGUAN CURAH JANTUNG & PERFUSI)
DAN
KEHILANGAN HEMOGLOBIN
(gangguan oksigen jaringan)
5
dr.Peter H.Y.Singal Anestesi FK UNHAS Makassar. TERAPI CAIRAN
ESTIMASI PERDARAHAN
1. Gejala Klinis
6
dr.Peter H.Y.Singal Anestesi FK UNHAS Makassar. TERAPI CAIRAN
ALOGARITME PERDARAHAN
PENDERITA PERDARAHAN
HEMODINAMIK BAIK
HERMODINAMIK BURUK
TERUSKAN CAIRAN
2-4 x lost volume
Tekanan darah >100, nadi <100
Perfusi hangat, kering
Urine > ½ ml /kg/ jam
HB < 8 TRANFUSI
TRANFUSI
Perhitungan Penurunan Hb
Jika perdarahan 1000 mL diganti kristaloid, Hb : 12 g%, EBV : 3500 mL
Hb sebelum perdarahan : 0,12 x 3500 mL = 420 g.
Hb hilang : 0,12 x 1000 mL = 120 g.
Hb sisa : 420-120 = 300 g.
Hb sebelum EBV normal = 300/3500 = 8,5 g%
Penurunan Albumin
Kadar Albumin sebelum perdarahan : 40 g%, Hct 40 %.
Volume plasma 4 % BB = 2000 mL
Albumin sebelum berdarah = 0,04 x 2000 = 80 g
Albumin yg hilang = 0,04 x 0,6 x 1000 = 24 g.
Albumin sisa = 80 – 24 = 56 g.
Kadar albumin setelah PV normal = 56/2000 = 2,8 g/dl
7
dr.Peter H.Y.Singal Anestesi FK UNHAS Makassar. TERAPI CAIRAN
RBC TRANSFUSIONS
1. Intraoperatif
Often based on attainment of the Maximum Allowable Blood Loss (MABL).
Sumber : Krishnan BS, Vinodh MP, Sriram N. Guidelines for blood and blood product
transfusion in paedatrics. In: Jacob R, ed. Understanding paediatric anaesthesia,
4th Ed., 2008. BI Publications, p.81-6
Case:A 2-year-old child weighs 15 kg and has a starting Ht of 38% and if clinical judgment
estimates the desired postoperative Hct to be 25%.
MABL = (15 x 70) x (38-25)/38
= 1050 x 13/38
= ~ 360 ml
Selama 10 menit
> 5 cm 2 - 5 cm < 2 cm
Cairan cukup Tunggu 10 menit Tambah lagi
seperti
diatas
8
dr.Peter H.Y.Singal Anestesi FK UNHAS Makassar. TERAPI CAIRAN
NATRIUM EXCESS
Pada infus elektrolit berlebih hipernatremia
Retensi pada payah jantung, GGA
Tanda-tanda : circulatory overload (udema, sesak nafas, takikardi)
Terapi : diuretik, hemodialisa
NATRIUM DEFICIT
O.k. muntah, diare, ileus, peritonitis, diuresis >>
Terapi : RL, NaCl 0,9%
Kebutuhan normal : 2-4 mEq/kgBB/hari
Pada pasien puasa : 100-200 mEq (pasien dengan BB + 50 kg)
WATER EXCESS
Kehilangan Na+ >> air, Bisa juga air >> Na+
Pada kasus - kasus :
- Infus Dextrose 8787/ NaCl 0,45% pada diare, peritonitis, ileus
- Intravasasi : TURP (Trans Ureter Resection Prostate)
- Forced Diuresis : tanpa dapat Natrium
Tanda : ICP dan oedema otak
Terapi : restriksi air / DS, NaCl hipertonis (NaCl 3%)
WATER DEFICIT
Kehilangan air tanpa kehilangan Natrium
Pada kasus :demam tinggi dan lama, suhu ruang tinggi, keringat banyak, hiperventilasi
pada OS tracheostomi, high output renal failure dengan poliuri
Tanda : haus, kesadaran menurun, gelisah, konvulsi
Terapi : jangan kasih RL!!, beri Air (kebutuhan air 50 cc/kgBB/hari), NaCl 0,225% / NaCl
0,45%, Dextrose 5%.
9
dr.Peter H.Y.Singal Anestesi FK UNHAS Makassar. TERAPI CAIRAN
Nilai Normal :
Ascidosis Alkalosis
pH 7,35 7,45
pCO2 45 35
Base Excess -2 +2
Cara Membaca :
Tentukan asidosis/alkalosis
Penyebab primer searah dengan pH
Kompensasi berlawanan dengan pH BE tidak perlu diterapi, bisa mempercepat
kematian!!
Contoh Kasus :
A B C D E F
pH 7,25 7,25 7,50 7,50 7,25 7,48
pCO2 70 40 25 40 20 20
BE +2 -10 -2 +8 -17 -8
Interpretasi :
A. pH = 7,25 berubah searah pCO2 70 Asidosis Respiratorik
BE normal
Bisa terjadi pada hipoventilasi, gagal nafas akut, obstruksi jalan nafas CO2 tidak
bisa keluar dari tubuh CO2 narcose
Terapi : Respiratoar / Hiperventilasi dengan ambu bag sampai pasien sadar,
Setelah sadar pasien disuruh bernafas panjang dan dalam
B. pH 7,25 = asidosis ; pCO2 normal
BE berubah sejalan dengan pH Asidosis Metabolik
Bisa terjadi pada syok, hipoksia jaringan, gagal ginjal akut
Terapi : normalkan BE dengan Natrium Bikarbonat sesuai perhitungan rumus
(masukkan bolus infus cairan)
C. pH 7,5 = alkalosis ; pCO2 25 berubah searah dengan pH Alkalosis Respiratorik
BE normal
Dapat terjadi pada keadaan hiperventilasi
Terapi : Rebreathing / sungkup (hirup CO2 yang dihembus keluar)
D. pH 7,5 searah dengan peningkatan BE +8 Alkalosis Metabolik
Dapat terjadi pada hiperemesis, drainase lambung > 1000 ml
Terapi : Tablet Diamol (2x1 sebagai diuretikum atau 3x1 untuk mengatasi alkalosis
metabolik)
E. pH 7,25 = asidosis searah dengan penurunan BE -17 Asidosis Metabolik
pCO2 +20 berlawanan berarti terjadi Kompensasi Respiratorik
Ciri-ciri : nafas cepat
Terapi :Perbaiki BE dengan Natrium bicarbonat ; jangan lambatkan nafas karena itu
merupakan kompensasi!
F. Perubahan pH dan pCO2 searah dan berlawanan dengan penurunan BE
Alkalosis Respiratorik kompensasi Metabolik
Terapi : Rebreathing / Sungkup ; tidak boleh Na-bikarbonat
Ingat !! Kompensasi yang terjadi jangan diterapi karena bisa menyebabkan kematian !!
10