PENDAHULUAN
1
2
dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan serta implikasi metode dan model
ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.1 Filsafat ilmu
merupakan cabang filsafat yang berusaha mencerminkan segala sesuatu secara dasar
dengan berbagai persoalan mengenai ilmu pengetahuan, landasan dan hubungan dari
segala segi kehidupan manusia. Oleh karena itu, mempelajari filsafat ilmu membuka
jendela ilmu pengetahuan untuk lebih mengerti, memahami dan dapat memanfaatkan
ilmu untuk kebaikan diri sendiri, orang lain, alam semesta terutama untuk Allah swt.
1.3. Tujuan
Berdasarkan masalah-masalah di atas, maka terdapat beberapa tujuan yang
ingin dicapai dalam penyusunan makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian filsafat ilmu.
2. Untuk mengetahui ruang lingkup filsafat ilmu.
3. Untuk mengetahui tinjauan Islam mengenai filsafat ilmu.
1
Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Jakarta: Indeks, 2008), h. 20
3
BAB II
PEMBAHASAN
2
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar
Harapan, 2005), h. 33
3
Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset,
2010), h. 2
4
Asmoro Ahmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h.2-3
4
5
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1984), h. 1036
6
Jujun S. Suriasumantri, op. cit., h. 324
7
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan dan Karangan
Tentang Hakikat Ilmu, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), h. 19
8
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), h. 41
5
9
Ibid.
10
Jujun S Sumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, op.cit., h. 33
6
2.2.1. Ontologi
Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu on berarti yang sungguh-
sungguh ada serta logos berarti ilmu. Jadi, pengertian ontologi adalah teori tentang
11
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Cet. XI; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), h. 20
12
Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, op.cit., h. 52
13
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 69
7
2.2.2. Epistemologi
Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge).
Epistemologi lebih fokus membicarakan teori ilmu pengetahuan, sumber
pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan itu.17 Istilah epistemologi
berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme yang berarti pengetahuan dan logos yaitu
perkataan, pikiran atau ilmu. Secara etimologis, episteme berarti teori ilmu
pengetahuan. Sebagai cabang filsafat, epistemologi menyelidiki asal, sifat, metode
dan bahasan pengetahuan manusia. Epistemologi sebagai teori pengetahuan,
membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk
memperoleh pengetahuan, dimana pengetahuan didapat melalui proses tertentu yang
14
James K. Feibleman, Ontologi dalam Dagobert D. Runes (ed), Dictionary Philoshopy,
(Totowa New Jersey: Little Adam & Co., 1976), h. 219
15
Amsal Bakhtiar, loc.cit., h. 134
16
A. Susanto, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h. 91
17
Musa Asy’ari, dkk., Filsafat Islam Kajian Ontologis, Epistemologis, Aksiologis,
Historis dan Perspektif, (Yogyakarta: RSFI, 1992), h. 28
8
18
Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 160
19
Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004), h. 133-141
9
d. Intuisionisme
Henri Bergson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Aliran ini menganggap
bahwa tidak hanya indra yang terbatas, tetapi akal juga. Akal hanya dapat
memahami suatu objek bila dikonsentrasikan hanya pada objek itu. Jadi dalam
hal ini, manusia tidak mengetahui keseluruhan dan tidak dapat memahami sifat-
sifat yang tetap pada objek. Dengan menyadari kekurangan dari indra dan akal,
maka aliran ini mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki
manusia, yaitu intuisi.
e. Kritisme
Aliran ini muncul pada abad XVIII, dimana aliran ini mencoba menyelesaikan
pertentangan antara aliran rasionalisme dengan empirisme. Pelopor aliran ini
adalah Immanuel Kant (1724-1804). Aliran ini mengakui bahwa semua
pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme), tetapi ada pengetahun yang
timbul dari pengalaman (empirisme) sehingga metode berpikirnya disebut
metode kritis. Walau mendasarkan diri dari nilai yang tinggi dari akal, tetapi
tidak mengingkari bahwa adanya persoalan-persoalan yang melampui akal.
f. Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya
dapat dipahami dalam kaitan dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil dari
kata idea, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Pandangan ini dimiliki oleh Plato
pada filsafat modern. Idealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri.
Oleh karena itu, tokoh-tokoh yang mengajarkan bahwa materi tergantung pada
spirit tidak disebut idealisme, karena mereka tidak menggunakan argumen
epistemologi yang digunakan oleh idealisme. Idealisme secara umum
berhubungan dengan rasionalisme.
2.2.3. Aksiologi
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu axios yang berarti nilai dan
logos yang berarti ilmu atau teori. Jadi aksiologi adalah cabang filsafat ilmu yang
10
20
Amsal Bakhtiar, op.cit., h. 163
21
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, (Cet. I; Jakarta: Gaya Media Pratama,
1997), h. 106
22
Conny R. Semiawan, Pendidikan Keluarga Dalam Era Global, (Jakarta: PT.
Preenhalindo, 2005), h. 158-159
11
a. Objek Material
Objek material filsafat ilmu adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin
ada, meliputi segala sesuatu yang kongkrit (manusia, benda, binatang dan lain-
lain) maupun yang bersifat abstrak. Objek materi filsafat mempunyai banyak
persamaan dengan objek materi ilmu pengetahuan (sains). Perbedaan filsafat
ilmu dan ilmu pengetahuan dibagi dua, yaitu :
- Ilmu pengetahuan menyelidiki hal yang empiris, sedang filsafat menyelidiki
objek yang sama melalui bagian yang abstrak.
- Ada objek materi filsafat yang tidak diteliti oleh ilmu pengetahuan, seperti
Tuhan, hari akhir, sehingga objek materi filsafat lebih luas dari objek materi
ilmu pengetahuan.
b. Objek Formal
Objek formal adalah cara pandang seseorang terhadap objek materi tertentu.
Suatu objek materi tertentu dapat ditinjau dari berbagai macam sudut pandang
yang berbeda, dimana objek formal filsafat adalah penyelidikan yang mendalam.
Kata mendalam disini berarti ingin mengetahui tentang objek yang tidak empiris.
Penyelidikan ilmu pengetahuan tidak mendalam karena hanya sampai batas
penelitian secara empiris. Sedangkan objek penelitian filsafat ilmu adalah pada
bagian yang tidak dapat diteliti, tetapi dapat dipikirkan secara logis. Jadi ilmu
pengetahuan menyelidiki dengan riset, sedangkan filsafat ilmu menyelidiki
dengan pemikiran.
23
Ahmad Tafsir, op.cit., h. 21-22
12
dan Umayyah dengan ibukotanya Cordova (di barat) menjadi pusat peradaban dunia
yang menghasilkan cendekiawan-cendekiawan di bidang ilmu pengetahuan seperti
al-Kindi (796-973 M), al-Farabi (870-950 M), al-Razi (863-965 M), Ibnu Sina (980-
1037), al-Ghazali (1059-111 M), Ibnu Rusyd (1126-1198) dan lain-lain.24 Akan
tetapi dalam sejarahnya, filsafat ilmu pernah ditentang oleh para ulama Islam.
Alasannya karena filsafat ilmu masih mengandung konsep-konsep asing yang
bertentangan dengan Islam. Ibnu Taimiyyah termasuk diantara ulama penolak keras
filsafat ilmu, tetapi akhirnya dapat menerima filsafat ilmu dengan syarat harus
berdasarkan pada akal dan berpijak pada kebenaran yang dibawa oleh para Nabi.
Filsafat ilmu yang demikian disebut al-Falsafah-al-Haqiqiyah (filsafat yang
sebenarnya). Imam al-Ghazali semula juga menentang filsafat ilmu dan memberikan
peringatan karena dianggap sebagai ilmu yang berbahaya bagi keimanan terutama
ketika dipelajari oleh orang-orang awam. Imam al-Ghazali lalu berbalik mempelajari
dan banyak menggunakan filsafat ilmu untuk uraian-uraian mengenai ilmu tasawuf.
Ulama-ulama menganggap ada faedah dari mempelajari filsafat, dan berpendapat
bahwa al-Qur’an memiliki banyak ayat yang menyuruh manusia untuk berpikir
mengenai dirinya dan alam semesta, untuk meyakini adanya Tuhan sebagai
penciptanya.
24
M. Rasjidi dan Harifuddin Cawidu, Islam untuk Disiplin Ilmu Filsafat, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1988), h. 87
25
Kementerian Urusan Agama Islam Kerajaan Arab Saudi, al-Qur’an dan Terjemahannya,
(Arab Saudi: Mujamma’ al-Malik Fahd Li Thiba’ At al-Mush-Haf Asy Syarif, 2006), h. 910-911
26
Ibid., h. 700
13
Tampak jelas dari uraian-uraian di atas, bahwa Islam tidak mencegah orang
untuk mempelajari filsafat ilmu, bahkan menganjurkan orang berfilsafat, berpikir
menurut logika untuk memperkuat kebenaran yang dibawa oleh al-Qur’an, dengan
dalil akal dan pembawaan rasional. Aspek pemikiran dalam Islam terutama masalah
keimanan, aqidah dan ketuhanan, menunjukkan pembahasan yang cukup lama atau
dimulai semasa nabi masih hidup, yang kemudian menjadi sebab pokok dari ilmu-
ilmu yang berbeda-beda, sebagaimana kalam (dogmatic-scholastic) serta tasawuf
(mystico-spirituaistic).
Penalaran rasional dalam memahami ajaran Islam adalah mempergunakan
akal pikiran untuk berijtihad sebagaimana disebutkan dalam hadis tentang Mu’az bin
Jabal.27 Islam memberi tempat yang layak bagi perkembangan filsafat ilmu, namun
Islam menilai bahwa filsafat ilmu hanyalah merupakan alat belaka dan bukan tujuan.
Filsafat ilmu dapat digunakan untuk memperkokoh kedudukan Islam, dimana filsafat
ilmu dibutuhkan untuk memahami isi kandungan al-Qur’an sebagai sumber ajaran
Islam, dan pada dasarnya akan mengantarkan manusia lebih mendekatkan diri
kepada Allah swt. Hanya saja jika agama menuntun manusia melalui wahyu yang
diturunkan oleh Allah swt. secara langsung, maka filsafat ilmu adalah usaha
progresif manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Jadi tidak perlu melihat
filsafat sebagai momok yang menakutkan, tetapi harus dipelajari dengan baik.
Mempelajari filsafat sah-sah saja, namun harus dibarengi dengan akidah islam yang
kuat dan menomorsatukan al-Qur’an. Karena apa yang kita pahami dan simpulkan
hanya sebatas apa yang bisa dipahami oleh indra yang kita punya, sehingga apa yang
kita ketahui sangat terbatas. Adapun Allah Maha Mengetahui apa yang tidak
diketahui oleh manusia. Oleh karena itu sesungguhnya, umat Islam telah berfilsafat
ilmu sejak mereka menggunakan penalaran rasional dalam memahami agama dan
ajaran Islam.
27
Ahmad Azhar Basyit, Refleksi Atas Persoalan Keislaman (Seputar Filsafat, Hukum,
Politik dan Ekonomi, (Bandung: Mizan, 1993), h. 18-19
14
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Setelah melakukan pembahasan mengenai pengertian filsafat ilmu, objek
kajian dan ruang lingkup filsafat ilmu di atas, maka penulis dapat menyimpulkan,
yaitu :
1. Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan
mengenai hakikat ilmu. Filsafat sangat dibutuhkan dalam membuktikan suatu
fenomena dan subtansi, karena dengan filsafat bisa terbukti sesuatu itu ada atau
mungkin ada, dan dengan akal bisa membuktikan suatu substansi, dimana
substansi itu terbentuknya dari filsafat.
2. Peranan filsafat dalam ilmu pengetahuan adalah filsafat memberi penilaian
tentang sumbangan ilmu-ilmu pada perkembangan pengetahuan manusia guna
mencapai kebenaran, tetapi filsafat tidak ikut campur dalam ilmu-ilmu tersebut,
dimana filsafat selalu mengarah pada pencarian akan kebenaran. Pencarian itu
dapat dilakukan dengan menilai ilmu-ilmu pengetahuan yang ada secara kritis,
sambil berusaha menemukan jawaban yang benar. Tentu saja penilaian itu harus
dilakukan dengan langkah-langkah yang teliti dan dapat dipertanggungjawabkan
secara rasional. Penilaian dan jawaban yang diberikan filsafat senantiasa harus
terbuka terhadap berbagai kritikan dan masukan sebagai bahan evaluasi demi
mencapai kebenaran yang dicari.
3. Bidang garapan filsafat ilmu diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi
tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan
aksiologi.
4. Objek material filsafat merupakan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian,
pembentukan pengetahuan itu atau hal yang diselidiki, dipandang atau disorot
oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja, baik hal-hal yang konkrit atau
yang abstrak. Sedangkan objek formal merupakan filsafat ilmu yang tidak
15
terbatas pada apa yang mampu diindrawi saja, melainkan seluruh hakikat sesuatu
baik yang nyata maupun yang abstrak.
5. Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial
maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat. Filsafat
telah merubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan
mitosentris menjadi logosentris. Perubahan pola pikir tersebut membawa
perubahan yang cukup besar dengan ditemukannya hukum-hukum alam dan
teori-teori ilmiah yang menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan itu terjadi.
6. Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan
menjadi ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu
pengetahuan sangat bergantung pada metode ilmiah, sehingga metode ilmiah
selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara
integratif.
3.2. Saran
Setelah membaca urai-uraian di atas disimpulkan bahwa filsafat ilmu sangat
dibutuhkan dalam membuktikan suatu fenomena itu ada atau mungkin ada, tetapi
penulis tetap menyarankan beberapa hal, seperti :
1. Hendaklah setiap manusia meningkatkan kualitas keilmuannya, tidak hanya
dengan mencari ilmu dalam lingkungan pendidikan fomal, tetapi ilmu dapat
diperoleh dimanapun dan kapanpun, semata-mata untuk mencari keridhaan Allah
swt. Setelah memilki ilmu, maka harus dipahami dari sudut pandang filsafat ilmu
agar pemetaan ilmu bisa difahami seutuhnya.
2. Dalam perspektif Islam dan filsafat ilmu, ilmu memiliki kedudukan yang sangat
penting bagi kehidupan manusia. Tanpa adanya ilmu, manusia tidak memiliki
pegangan dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Ilmu harus terus dikaji,
dipelajari, diajarkan dan diamalkan kepada seluruh manusia, karena dengan
itulah manusia akan merasakan manisnya ilmu dan berkahnya bagi kehidupan.