Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat menjadikan manusia
semakin giat mencari dan terus menggali kebenaran yang berlandaskan teori-teori
yang sudah ada sebelumnya, sekedar untuk menguji suatu teori baru atau
menggugurkan teori sebelumnya. Manusia tidak akan berhenti pada satu titik, tapi
akan terus berlangsung seiring waktu dalam memenuhi rasa keingintahuannya
terhadap dunia. Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
Berbedanya cara dalam mendapatkan suatu pengetahuan serta kajian tentang
pengetahuan, menyebabkan perbedaan antara jenis pengetahuan yang satu dengan
yang lain. Pengetahuan dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama, yakni
manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan
pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Yang kedua adalah kemampuan
berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara
berpikir seperti ini disebut penalaran.
Kita mungkin sering mendengar kata filsafat ilmu dalam kehidupan sehari-
hari, tapi tidak mengetahui arti kata dari filsafat ilmu tersebut. Banyak juga orang
yang belum mengetahui makna sesungguhnya dari filsafat, padahal filsafat adalah
ilmu yang penting karena merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan. Filsafat
ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai
hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari
ilmu, yang termasuk di dalamnya ilmu alam dan ilmu sosial.
Filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi.
Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti ‘apa dan
bagaimana’ suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana
suatu konsep dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta
memanfaatkan alam melalui teknologi, cara menentukan validitas dari sebuah
informasi, formulasi dan penggunaan metode ilmiah, macam-macam penalaran yang

1
2

dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan serta implikasi metode dan model
ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.1 Filsafat ilmu
merupakan cabang filsafat yang berusaha mencerminkan segala sesuatu secara dasar
dengan berbagai persoalan mengenai ilmu pengetahuan, landasan dan hubungan dari
segala segi kehidupan manusia. Oleh karena itu, mempelajari filsafat ilmu membuka
jendela ilmu pengetahuan untuk lebih mengerti, memahami dan dapat memanfaatkan
ilmu untuk kebaikan diri sendiri, orang lain, alam semesta terutama untuk Allah swt.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan, yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu?
2. Bagaimana ruang lingkup filsafat ilmu?
3. Bagaimana tinjauan Islam mengenai filsafat ilmu?

1.3. Tujuan
Berdasarkan masalah-masalah di atas, maka terdapat beberapa tujuan yang
ingin dicapai dalam penyusunan makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian filsafat ilmu.
2. Untuk mengetahui ruang lingkup filsafat ilmu.
3. Untuk mengetahui tinjauan Islam mengenai filsafat ilmu.

1
Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Jakarta: Indeks, 2008), h. 20
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Filsafat Ilmu


2.1.1. Definisi Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan)
yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan
cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Filsafat ilmu merupakan
telaah secara filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu.2
Filsafat sendiri termasuk ilmu pengetahuan yang paling luas cakupannya, karena itu
titik tolak untuk memahami dan mengerti filsafat adalah meninjau dari segi etimologi
dan terminologi. Tinjauan secara etimologi dan terminologi adalah membahas
pengertian secara bahasa dan istilah, atau kata dari segi asal usul dan pendapat dari
kata itu. Akan tetapi sebelum membahas masalah pengertian filsafat ilmu akan lebih
baiknya kita mengetahui pengertian dari filsafat dan ilmu.
Filsafat secara etimologis berasal dari bahasa Yunani ‘philosophia’. Kata
philosopia terdiri atas kata philein yang berarti cinta dan sophia yang berarti
kebijaksanaan, sehingga secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Kata
filsafat pertama kali digunakan oleh Pythagoras (496-582 SM).3 Secara terminologi
pengertian filsafat menurut para ahli sangatlah beragam4, beberapa diantaranya :
1. Plato (477 SM-347 SM), seorang filsuf Yunani dan merupakan murid Socrates.
Plato mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada,
ilmu yang berminat untuk mencapai kebenaran yang asli.
2. Aristoteles (381 SM-322 SM), murid Plato yang juga seorang filsuf Yunani,
mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran dan di dalamnya

2
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar
Harapan, 2005), h. 33

3
Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset,
2010), h. 2

4
Asmoro Ahmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h.2-3
4

terkandung ilmu-ilmu, seperti metafisika, logika, etika, ekonomi, politik dan


estetika.
3. Marcus Tulius Cicero (106 SM-43 SM), seorang politikus dan ahli pidato
Romawi, merumuskan filsafat sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang maha
agung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
4. al-Farabi (870-950 M), seorang filsuf Islam, mengatakan bahwa filsafat adalah
ilmu pengetahuan tentang alam maujud, yang bertujuan menyelidiki hakikat yang
sebenarnya.
Kata ilmu itu sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu ‘alima, ya’lamu,
ilman dengan wazan fa’ila, yaf’alu yang berarti mengerti atau memahami benar-
benar.5 Dalam bahasa Inggris, ilmu disebut science, dalam bahasa latin scientiascire
serta dalam bahasa Yunani adalah episteme.6 Ilmu merupakan salah satu dari buah
pemikiran manusia dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan. Ilmu adalah hasil
pengetahuan manusia. Tujuan utama kegiatan keilmuan adalah mencari pengetahuan
yang bersifat umum dalam bentuk teori, hukum, kaidah, asas dan sebagainya.7 Untuk
bisa menghargai ilmu sebagaimana mestinya, sesungguhnya kita harus mengerti
apakah hakikat ilmu itu sebenarnya.
Filsafat dan ilmu itu sendiri mempunyai persamaan-persamaan8, yaitu
sebagai berikut :
a. Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya dalam menyelidiki objek
selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
b. Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan yang ada antara kejadian-
kejadian yang dialami dan mencoba menunjukkan sebab-sebabnya.
c. Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang
bergandengan.

5
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1984), h. 1036

6
Jujun S. Suriasumantri, op. cit., h. 324

7
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan dan Karangan
Tentang Hakikat Ilmu, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), h. 19

8
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), h. 41
5

d. Keduanya mempunyai metode dan sistem.


e. Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan keseluruhan timbul
dari hasrat manusia, akan pengetahuan yang lebih mendasar.
Akan tetapi, filsafat dan ilmu juga mempunyai perbedaan-perbedaan9, yaitu sebagai
berikut :
a. Objek material filsafat bersifat universal, sedangkan objek material ilmu bersifat
khusus dan empiris.
b. Objek formal filsafat bersifat non-fragmentaris, sedangkan objek formal ilmu
bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif.
c. Filsafat dilaksanakan dalam suatu suasana pengetahuan yang menonjolkan daya
spekulasi, kritis dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah melalui riset lewat
pendekatan trial and error.
d. Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada
pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat menguraikan secara logis
yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
e. Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, mutlak dan mendalam sampai
mendasar, sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu
mendalam, lebih dekat dan sekunder.
Pengertian filsafat ilmu dapat diketahui berdasarkan etimologi dan
terminologi di atas, sehingga dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu adalah suatu
pengetahuan atau epistemologi yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala
alamiah tak lagi merupakan misteri. Pengetahuan digolongkan secara garis besar
menjadi tiga kategori umum10, yakni :
1. Pengetahuan tentang yang baik dan buruk, yang disebut etika,
2. Pengetahuan tentang indah dan jelek, yang disebut dengan estetika atau seni,
3. Pengetahuan tentang yang benar dan salah, yang disebut dengan logika.

9
Ibid.

10
Jujun S Sumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, op.cit., h. 33
6

2.1.2. Tujuan Filsafat Ilmu


Di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai
semakin menajamnya spesialisasi ilmu, maka filsafat ilmu sangat diperlukan. Dengan
mempelajari filsafat ilmu, kita akan dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan
ilmu. Selain itu kita juga akan mendapatkan gambaran tentang proses ilmu
kontemporer secara historis dengan memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan
dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga dapat menjadi pedoman dalam
mendalami studi di perguruan tinggi, terutama persoalan yang ilmiah maupun non
ilmiah.11 Fisafat ilmu sebagai cabang khusus yang membicarakan sejarah
perkembangan ilmu mempunyai tujuan12, yaitu :
1. Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi
kritis terhadap kegiatan ilmiah.
2. Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji serta mengkritik asumsi dan
metode keilmuan.
3. Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan, setiap
metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara
logis dan rasional agar dapat dipahami dan digunakan secara umum.

2.2. Ruang Lingkup Filsafat Ilmu


Bidang garapan filsafat ilmu diarahkan pada komponen-komponen yang
menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu. Tiang penyangga itu terdiri atas tiga
macam, yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi.13 Untuk lebih jelasnya, berikut
uraian dari masing-masing ruang lingkup filsafat ilmu tersebut.

2.2.1. Ontologi
Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu on berarti yang sungguh-
sungguh ada serta logos berarti ilmu. Jadi, pengertian ontologi adalah teori tentang

11
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Cet. XI; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), h. 20

12
Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, op.cit., h. 52

13
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 69
7

keberadaan sebagai keberadaan.14 Sedangkan menurut ahli lainnya, ontologi adalah


teori atau ilmu tentang wujud, tentang hakikat yang ada. Ontologi tidak hanya
berdasarkan pada alam nyata, tetapi berdasarkan pada logika semata. 15 Ontologi
berasal dari kata ‘ontos’ yang berarti sesuatu yang berwujud.
Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun
1636 M, untuk menamai teori tentang hakikat yang bersifat metafisika. Dalam
perkembangannya, Christian Wolff (1679-1754 M) membagi metafisika menjadi
dua16, yaitu :
- Metafisika umum, yaitu cabang filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar
atau terdalam dari segala sesuatu yang ada. Metafisika umum merupakan istilah
lain dari ontologi.
- Metafisika khusus, yang dibagi menjadi tiga, yaitu kosmologi (membicarakan
tentang alam semesta), psikologi (membicarakan tentang jiwa manusia) dan
teologi (membicarakan tentang Tuhan).

2.2.2. Epistemologi
Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge).
Epistemologi lebih fokus membicarakan teori ilmu pengetahuan, sumber
pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan itu.17 Istilah epistemologi
berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme yang berarti pengetahuan dan logos yaitu
perkataan, pikiran atau ilmu. Secara etimologis, episteme berarti teori ilmu
pengetahuan. Sebagai cabang filsafat, epistemologi menyelidiki asal, sifat, metode
dan bahasan pengetahuan manusia. Epistemologi sebagai teori pengetahuan,
membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk
memperoleh pengetahuan, dimana pengetahuan didapat melalui proses tertentu yang

14
James K. Feibleman, Ontologi dalam Dagobert D. Runes (ed), Dictionary Philoshopy,
(Totowa New Jersey: Little Adam & Co., 1976), h. 219

15
Amsal Bakhtiar, loc.cit., h. 134

16
A. Susanto, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h. 91

17
Musa Asy’ari, dkk., Filsafat Islam Kajian Ontologis, Epistemologis, Aksiologis,
Historis dan Perspektif, (Yogyakarta: RSFI, 1992), h. 28
8

dinamakan metode keilmuan.18 Istilah epistemologi pertama kali dimunculkan dan


digunakan oleh JF. Ferrier pada tahun 1854, dengan tujuan membedakan antara dua
cabang filsafat, yaitu ontologi dan epistemologi itu sendiri.
Epistemologi mempunyai beberapa aliran19, yaitu :
a. Empirisme
Kata empiris berasal dari bahasa Yunani, yaitu empieriskos yang artinya
pengalaman. Menurut aliran ini, manusia memperoleh pengetahuan melalui
pengalamannya, yaitu melalui perantaraan indra. John Locke (1632-1704)
merupakan bapak aliran ini. Aliran empirisme ini dianggap lemah karena adanya
keterbatasan indra manusia.
b. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.
Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal (rasio). Menurut
aliran ini, manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal dalam
menangkap objek. Rasio merupakan sumber dari kebenaran. Bapak aliran ini
adalah Rene Descartes (1596-1650). Aliran rasionalisme ada dua macam, yaitu
dalam bidang agama dan bidang filsafat. Aliran ini bertolak belakang dengan
aliran empirisme, dan sering digunakan dalam menyusun teori pengetahuan.
c. Positivisme
Aliran ini berpendapat bahwa indra sangat penting dalam memperoleh
pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan
eksperimen. Kekeliruan indra akan dapat dikoreksi melalui eksperimen.
Kebenaran diperoleh dengan akal dan didukung oleh bukti empirisnya.
Alat bantu inilah yang menjadi bagian dari aliran positivisme. Jadi pada
dasarnya, positivisme bukanlah suatu aliran yang dapat berdiri sendiri, tetapi
merupakan penyempurnaan dari aliran empirisme dan rasionalisme. Tokoh
aliran ini adalah August Compte (1798-1857).

18
Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 160

19
Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004), h. 133-141
9

d. Intuisionisme
Henri Bergson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Aliran ini menganggap
bahwa tidak hanya indra yang terbatas, tetapi akal juga. Akal hanya dapat
memahami suatu objek bila dikonsentrasikan hanya pada objek itu. Jadi dalam
hal ini, manusia tidak mengetahui keseluruhan dan tidak dapat memahami sifat-
sifat yang tetap pada objek. Dengan menyadari kekurangan dari indra dan akal,
maka aliran ini mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki
manusia, yaitu intuisi.
e. Kritisme
Aliran ini muncul pada abad XVIII, dimana aliran ini mencoba menyelesaikan
pertentangan antara aliran rasionalisme dengan empirisme. Pelopor aliran ini
adalah Immanuel Kant (1724-1804). Aliran ini mengakui bahwa semua
pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme), tetapi ada pengetahun yang
timbul dari pengalaman (empirisme) sehingga metode berpikirnya disebut
metode kritis. Walau mendasarkan diri dari nilai yang tinggi dari akal, tetapi
tidak mengingkari bahwa adanya persoalan-persoalan yang melampui akal.
f. Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya
dapat dipahami dalam kaitan dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil dari
kata idea, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Pandangan ini dimiliki oleh Plato
pada filsafat modern. Idealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri.
Oleh karena itu, tokoh-tokoh yang mengajarkan bahwa materi tergantung pada
spirit tidak disebut idealisme, karena mereka tidak menggunakan argumen
epistemologi yang digunakan oleh idealisme. Idealisme secara umum
berhubungan dengan rasionalisme.

2.2.3. Aksiologi
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu axios yang berarti nilai dan
logos yang berarti ilmu atau teori. Jadi aksiologi adalah cabang filsafat ilmu yang
10

mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.20 Aksiologi terbagi


dalam tiga bagian, yaitu moral conduct (tindakan moral), esthetic expression
(ekspresi keindahan) dan sosio-political life (kehidupan sosial politik).21 Aksiologi
menjelaskan tentang nilai, yaitu sesuatu yang dimiliki oleh manusia untuk melakukan
berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Bagian umum dari aksiologi dalam membangun filsafat22, terbagi atas :
a) Etika, yaitu prinsip atau standar perilaku manusia, yang biasa disebut sebagai
moral. Kegiatan menilai telah dibangun berdasarkan toleransi atau ketidakpastian.
Terdapat spesifikasi tentang toleransi yang dapat dicapai. Di alam ilmu yang
berkembang selangkah demi selangkah, pertukaran informasi antar manusia selalu
merupakan permainan tentang toleransi. Perubahan ilmu dilandasi oleh prinsip
toleransi. Hal ini karena hasil penelitian dari suatu pengetahuan ilmiah sering
tidak sama dengan sifat objektif penelitian atau hasil penelitian pengetahuan
ilmiah yang lain, terutama apabila pengetahuan-pengetahuan itu tergolong dalam
kelompok-kelompok disiplin ilmu yang berbeda.
b) Estetika, yaitu mempelajari tentang hakikat keindahan di dalam seni. Estetika
merupakan cabang filsafat yang mengkaji tentang hakikat indah dan buruk.
Estetika membantu mengarahkan dalam membentuk suatu persepsi yang baik dari
suatu pengetahuan ilmiah, agar dapat dengan mudah dipahami oleh khalayak luas.
Estetika juga berkaitan dengan kualitas dan pembentukan mode-mode yang estetis
dari suatu pengetahuan ilmiah.

2.3. Objek Filsafat Ilmu


Filsafat ilmu sebagaimana halnya dengan bidang-bidang ilmu lainnya juga
memiliki dua macam objek, yaitu objek material dan objek formal.23

20
Amsal Bakhtiar, op.cit., h. 163

21
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, (Cet. I; Jakarta: Gaya Media Pratama,
1997), h. 106

22
Conny R. Semiawan, Pendidikan Keluarga Dalam Era Global, (Jakarta: PT.
Preenhalindo, 2005), h. 158-159
11

a. Objek Material
Objek material filsafat ilmu adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin
ada, meliputi segala sesuatu yang kongkrit (manusia, benda, binatang dan lain-
lain) maupun yang bersifat abstrak. Objek materi filsafat mempunyai banyak
persamaan dengan objek materi ilmu pengetahuan (sains). Perbedaan filsafat
ilmu dan ilmu pengetahuan dibagi dua, yaitu :
- Ilmu pengetahuan menyelidiki hal yang empiris, sedang filsafat menyelidiki
objek yang sama melalui bagian yang abstrak.
- Ada objek materi filsafat yang tidak diteliti oleh ilmu pengetahuan, seperti
Tuhan, hari akhir, sehingga objek materi filsafat lebih luas dari objek materi
ilmu pengetahuan.
b. Objek Formal
Objek formal adalah cara pandang seseorang terhadap objek materi tertentu.
Suatu objek materi tertentu dapat ditinjau dari berbagai macam sudut pandang
yang berbeda, dimana objek formal filsafat adalah penyelidikan yang mendalam.
Kata mendalam disini berarti ingin mengetahui tentang objek yang tidak empiris.
Penyelidikan ilmu pengetahuan tidak mendalam karena hanya sampai batas
penelitian secara empiris. Sedangkan objek penelitian filsafat ilmu adalah pada
bagian yang tidak dapat diteliti, tetapi dapat dipikirkan secara logis. Jadi ilmu
pengetahuan menyelidiki dengan riset, sedangkan filsafat ilmu menyelidiki
dengan pemikiran.

2.4. Tinjauan Islam Mengenai Filsafat Ilmu


Pertemuan Islam dengan filsafat terjadi pada abad VIII Masehi, di saat Islam
berhasil mengembangkan sayapnya dan menjangkau daerah-daerah baru yang
memiliki adat istiadat serta peradaban dan kebudayaan baru. Filsafat adalah salah
satu dari kebudayaan asing yang ditemui Islam dalam perjalanan sejarahnya. Dua
imperium Islam waktu itu, yaitu Abbasiyah dengan ibukota Baghdad (di Timur)

23
Ahmad Tafsir, op.cit., h. 21-22
12

dan Umayyah dengan ibukotanya Cordova (di barat) menjadi pusat peradaban dunia
yang menghasilkan cendekiawan-cendekiawan di bidang ilmu pengetahuan seperti
al-Kindi (796-973 M), al-Farabi (870-950 M), al-Razi (863-965 M), Ibnu Sina (980-
1037), al-Ghazali (1059-111 M), Ibnu Rusyd (1126-1198) dan lain-lain.24 Akan
tetapi dalam sejarahnya, filsafat ilmu pernah ditentang oleh para ulama Islam.
Alasannya karena filsafat ilmu masih mengandung konsep-konsep asing yang
bertentangan dengan Islam. Ibnu Taimiyyah termasuk diantara ulama penolak keras
filsafat ilmu, tetapi akhirnya dapat menerima filsafat ilmu dengan syarat harus
berdasarkan pada akal dan berpijak pada kebenaran yang dibawa oleh para Nabi.
Filsafat ilmu yang demikian disebut al-Falsafah-al-Haqiqiyah (filsafat yang
sebenarnya). Imam al-Ghazali semula juga menentang filsafat ilmu dan memberikan
peringatan karena dianggap sebagai ilmu yang berbahaya bagi keimanan terutama
ketika dipelajari oleh orang-orang awam. Imam al-Ghazali lalu berbalik mempelajari
dan banyak menggunakan filsafat ilmu untuk uraian-uraian mengenai ilmu tasawuf.
Ulama-ulama menganggap ada faedah dari mempelajari filsafat, dan berpendapat
bahwa al-Qur’an memiliki banyak ayat yang menyuruh manusia untuk berpikir
mengenai dirinya dan alam semesta, untuk meyakini adanya Tuhan sebagai
penciptanya.

‫…يرفع هللا الذين امنوامنكم والذين اتوالعلم در‬


‫جات‬
“Allah mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan
diantara kamu akan beberapa derajat” (Q.S. Al-Mujaadilah: 11)25

…‫العلموءا‬٥‫عباد‬ ‫…انمايخشياهلل من‬


“…yang sebenar-benarnya takut kepada Tuhan ialah orang-orang yang berilmu
pengetahuan” (Q.S. Al-Faathir: 28)26

24
M. Rasjidi dan Harifuddin Cawidu, Islam untuk Disiplin Ilmu Filsafat, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1988), h. 87

25
Kementerian Urusan Agama Islam Kerajaan Arab Saudi, al-Qur’an dan Terjemahannya,
(Arab Saudi: Mujamma’ al-Malik Fahd Li Thiba’ At al-Mush-Haf Asy Syarif, 2006), h. 910-911

26
Ibid., h. 700
13

Tampak jelas dari uraian-uraian di atas, bahwa Islam tidak mencegah orang
untuk mempelajari filsafat ilmu, bahkan menganjurkan orang berfilsafat, berpikir
menurut logika untuk memperkuat kebenaran yang dibawa oleh al-Qur’an, dengan
dalil akal dan pembawaan rasional. Aspek pemikiran dalam Islam terutama masalah
keimanan, aqidah dan ketuhanan, menunjukkan pembahasan yang cukup lama atau
dimulai semasa nabi masih hidup, yang kemudian menjadi sebab pokok dari ilmu-
ilmu yang berbeda-beda, sebagaimana kalam (dogmatic-scholastic) serta tasawuf
(mystico-spirituaistic).
Penalaran rasional dalam memahami ajaran Islam adalah mempergunakan
akal pikiran untuk berijtihad sebagaimana disebutkan dalam hadis tentang Mu’az bin
Jabal.27 Islam memberi tempat yang layak bagi perkembangan filsafat ilmu, namun
Islam menilai bahwa filsafat ilmu hanyalah merupakan alat belaka dan bukan tujuan.
Filsafat ilmu dapat digunakan untuk memperkokoh kedudukan Islam, dimana filsafat
ilmu dibutuhkan untuk memahami isi kandungan al-Qur’an sebagai sumber ajaran
Islam, dan pada dasarnya akan mengantarkan manusia lebih mendekatkan diri
kepada Allah swt. Hanya saja jika agama menuntun manusia melalui wahyu yang
diturunkan oleh Allah swt. secara langsung, maka filsafat ilmu adalah usaha
progresif manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Jadi tidak perlu melihat
filsafat sebagai momok yang menakutkan, tetapi harus dipelajari dengan baik.
Mempelajari filsafat sah-sah saja, namun harus dibarengi dengan akidah islam yang
kuat dan menomorsatukan al-Qur’an. Karena apa yang kita pahami dan simpulkan
hanya sebatas apa yang bisa dipahami oleh indra yang kita punya, sehingga apa yang
kita ketahui sangat terbatas. Adapun Allah Maha Mengetahui apa yang tidak
diketahui oleh manusia. Oleh karena itu sesungguhnya, umat Islam telah berfilsafat
ilmu sejak mereka menggunakan penalaran rasional dalam memahami agama dan
ajaran Islam.

27
Ahmad Azhar Basyit, Refleksi Atas Persoalan Keislaman (Seputar Filsafat, Hukum,
Politik dan Ekonomi, (Bandung: Mizan, 1993), h. 18-19
14

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Setelah melakukan pembahasan mengenai pengertian filsafat ilmu, objek
kajian dan ruang lingkup filsafat ilmu di atas, maka penulis dapat menyimpulkan,
yaitu :
1. Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan
mengenai hakikat ilmu. Filsafat sangat dibutuhkan dalam membuktikan suatu
fenomena dan subtansi, karena dengan filsafat bisa terbukti sesuatu itu ada atau
mungkin ada, dan dengan akal bisa membuktikan suatu substansi, dimana
substansi itu terbentuknya dari filsafat.
2. Peranan filsafat dalam ilmu pengetahuan adalah filsafat memberi penilaian
tentang sumbangan ilmu-ilmu pada perkembangan pengetahuan manusia guna
mencapai kebenaran, tetapi filsafat tidak ikut campur dalam ilmu-ilmu tersebut,
dimana filsafat selalu mengarah pada pencarian akan kebenaran. Pencarian itu
dapat dilakukan dengan menilai ilmu-ilmu pengetahuan yang ada secara kritis,
sambil berusaha menemukan jawaban yang benar. Tentu saja penilaian itu harus
dilakukan dengan langkah-langkah yang teliti dan dapat dipertanggungjawabkan
secara rasional. Penilaian dan jawaban yang diberikan filsafat senantiasa harus
terbuka terhadap berbagai kritikan dan masukan sebagai bahan evaluasi demi
mencapai kebenaran yang dicari.
3. Bidang garapan filsafat ilmu diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi
tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan
aksiologi.
4. Objek material filsafat merupakan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian,
pembentukan pengetahuan itu atau hal yang diselidiki, dipandang atau disorot
oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja, baik hal-hal yang konkrit atau
yang abstrak. Sedangkan objek formal merupakan filsafat ilmu yang tidak
15

terbatas pada apa yang mampu diindrawi saja, melainkan seluruh hakikat sesuatu
baik yang nyata maupun yang abstrak.
5. Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial
maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat. Filsafat
telah merubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan
mitosentris menjadi logosentris. Perubahan pola pikir tersebut membawa
perubahan yang cukup besar dengan ditemukannya hukum-hukum alam dan
teori-teori ilmiah yang menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan itu terjadi.
6. Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan
menjadi ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu
pengetahuan sangat bergantung pada metode ilmiah, sehingga metode ilmiah
selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara
integratif.

3.2. Saran
Setelah membaca urai-uraian di atas disimpulkan bahwa filsafat ilmu sangat
dibutuhkan dalam membuktikan suatu fenomena itu ada atau mungkin ada, tetapi
penulis tetap menyarankan beberapa hal, seperti :
1. Hendaklah setiap manusia meningkatkan kualitas keilmuannya, tidak hanya
dengan mencari ilmu dalam lingkungan pendidikan fomal, tetapi ilmu dapat
diperoleh dimanapun dan kapanpun, semata-mata untuk mencari keridhaan Allah
swt. Setelah memilki ilmu, maka harus dipahami dari sudut pandang filsafat ilmu
agar pemetaan ilmu bisa difahami seutuhnya.
2. Dalam perspektif Islam dan filsafat ilmu, ilmu memiliki kedudukan yang sangat
penting bagi kehidupan manusia. Tanpa adanya ilmu, manusia tidak memiliki
pegangan dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Ilmu harus terus dikaji,
dipelajari, diajarkan dan diamalkan kepada seluruh manusia, karena dengan
itulah manusia akan merasakan manisnya ilmu dan berkahnya bagi kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai