1
1. Macam retensi utama dan retensi tambahan
Etsa asam
Suatu tambahan yang bernilai untuk retensi dari sistem resin adalah teknik etsa atau
demineralisasi email antara permukaan restorasi. Teknik tersebut sangat membantu restorasi
kelas IV.
Kadang-kadang restorasi kelas IV diubah dengan membuat bahu kecil atau chamfer pada email
sejauh mungkin mengelilingi preparasi untuk mendapatkan email yang lebih luas bagi prosedur
etsa. Ini adalah keadaan yang melibatkan fraktur insisal, dimana retensi total dari bahan
restorasi mungkin diperoleh menggunakan mekanisme etsa asam.
Etsa asam pada permukaan email sangat menguntungkan untuk retensi restorasi resin pada gigi
anterior yang fraktur.
Etsa asam tidak akan berhasil jika bagian email tidak cukup luas atau jika restorasi mendapat
beban tekanan oklusal yang berat.
Jadi, banyak restorasi yang besar pada insisivus bawah gagal bila etsa asam digunakan sebagai
retensi utama. Dalam preparasi resin dengan retensi yang meragukan, pin sebaiknya
ditambahkan sebagai pendukung.
Aplikasikan asam fosforik 40% dan digerakkan perlahan dengan menggunakan burnisher bulat
selama kira-kira 20 detik kemudian dilakukan pembilasan dengan air dan pengeringan yang
sempurna. Setelah pembilasan den pengeringan permukaan oklusal, bahan resin yang tertinggal
dan enamel yang telah di preparasi terlihat berwarna kusam, berarti etsa yang dilakukan tepat.
2. Prosedur bonding
1. Etsa
Etsa asam ini meningkatkan topografi dari enamel, mengubahnya dari permukaan yang low-
reactive menjadi lebih rentan terhadap adhesi.
Juga disebut bahan conditioner karena untuk mengkondisikan struktur permukaan gigi agar dapat
menerima bahan adhesif sehingga dapat membentuk ikatan yang diharapkan yaitu ikatan
mikromekanik
Yang termasuk dentin conditioner antara lain asam maleic, EDTA, asam oxalic, asam phosric dan
asam nitric.
Fungsi : menghilangkan smear layer, demineralisasi dentin peritubular dan intertubular agar
terbentuk porositas pada dentin yang berperan dalam pembentukan resin tag.
2. Primer
Terdiri dari monomer bifungsional yang biasanya tercampur dalam pelarut (solvent),
Solvent dapat berupa aceton, ethanol-air, air.
Memiliki sifat hidrofilik dan hidrofobik
Fungsi : menghubungkan dentin yang bersifat hidrofilik dengan bahan adhesif yang bersifat
hidrofobik, menginfiltrasi dentin peritubular dan intertubular yang mengalami demineralisasi
Meningkatkan ikatan terhadap resin dengan membentuk lapisan pada permukaan dentin yang
basah
Contoh : HEMA
3. Adhesive
Pada umumnya bersifat hidrofobik dan merupakan oligomer dimethakrilat yang kompatibel
dengan monomer yang digunakan dalam polimers maupun komposit.
Merupakan bahan resin tanpa filler dan terdapat komponen primer (HEMA)
Fungsi: membentuk zona interdifusi resin-dentin (lapisan hybrid) yang terbentuk akibat perlekatan
resin adesif yang terpolimerisasi dengan fibril kolagen dan sisa kristal hidroksiapatit, berikatan
dengan kolagen yang tereskpos dan membentuk resin tags di dalam dentinal tubulus, menyediakan
lapisan methacrylate yang akan berikatan dengan komposit.
2. Two-step total etch adhesive (generasi kelima) bahan primer dan adhesive digabung dalam satu kemasan
(one bottle adhesive). Terdiri dari dua tahap aplikasi yaitu etching & rinsing (gabungan primer dan
adhesive)
B. Self-etch adhesive etsa dan primer dalam 1 botol. Terdiri dari dua tahap yaitu etsa dan bonding. Aplikasi
bahan adhesive membentuk hybrid layer dan resin tag. Indikasi: desentisasi dan restorasi kelas I, II, III, IV, dan
V,/
1. Two-step self-etch adhesive (generasi keenam) dua tahap aplikasi : self etch primer dan aplikasi resin
adhesive
2. One-step self-etch adhesive (generasi ketujuh) all-in-one adhesive semua unsur bonding
dikombinasikan dalam satu kemasan (1 tahap aplikasi). Tujuan: mengurangi waktu kerja, mengurangi
sensitifitas, mencegah kolapsnya kolagen. Keuntungan: menguntungkan untuk restorasi karena dirancang
untuk digunakan pada dentin yang kering (permukaan dentin dapat dikeringkan setelah preparasi kavitas),
memudahkan prosedur restorasi dengan mengurangi langkah-langkah yang dibutuhkan dalam prosedur
bahan adhesif, tidak teretsa terlalu jauh ke dalam dentin dibawah smear layer, mengurangi sensitivitas
post-operative.
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/gatot.sutrisno/material/9-
minimalinterventionpreparasibahantambal.pdf
GENERASI KEDUA Merupakan pengembangan yang dilakukan pada bahan adhesif yang berfungsi ganda
untuk komposit dan mempunyai daya lekat ke dentin lebih baik. Sistem generasi kedua ini diperkenalkan
pada akhir 1970-an. Sebagian besar generasi kedua ini berisi ester-ester halophosphorous seperti
bisphenol-A glycidyl methacrylate, atau bisGMA, atau hydroxyethyl methacrylate, atau HEMA.2
Mekanisme generasi kedua dari sistem ini adalah terbentuknya ikatan ionik dengan kalsium melalui
kelompok-kelompok chlorophosphate. Generasi kedua ini memiliki perlekatan yang lemah (dibandingkan
dengan sistem generasi kelima-keenam) tetapi memiliki sifat yang lebih baik dibandingkan sistem generasi
pertama. Sebagai pengembangan bahan bonding sebelumnya, maka di generasi kedua ini penghapusan
smear layer menjadi keharusan walaupun ada beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan. Salah satu
perhatian utama dari sistem ini adalah bahwa ikatan fosfat dengan kalsium pada dentin tidak cukup kuat
untuk menahan hidrolisis yang dihasilkan dari pembilasan oleh air. Proses hidrolisis ini dapat menurunkan
perlekatan resin komposit dengan dentin dan menyebabkan microleakage. Karena sistem ini awalnya
tidak melibatkan dentin melalui pengetsaan, maka sebagian besar bahan adhesif melekat pada smear
layer. Beberapa produk dari sistem generasi kedua ini dianggap dapat melunakkan smear layer sehingga
mampu meningkatkan penetrasi resin. Namun, faktanya sistem ini menghasilkan kekuatan ikatan yang
lemah dengan dentin
. GENERASI KETIGA
GENERASI KEEMPAT Penghilangan secara keseluruhan smear layer dicapai dengan sistem bonding
generasi keempat. Untuk menghasilkan ikatan pada email dan dentin, Fusayama dkk melakukan etsa
dengan asam fosfat 40%.19 Sayangnya prosedur ini menyebabkan kerusakan serat kolagen karena proses
etsa yang tak terkontrol pada dentin. Pada tahun 1982, Nakabayashi dkk melaporkan pembentukan
hybrid layer yang dihasilkan dari polimerisasi metakrilat dan dentin. Hybrid layer didefinisikan sebagai
struktur yang Stomatognatic (J.K.G Unej) Vol. 7 No. 2 2010: 124-28 126 terbentuk dalam jaringan keras
gigi (enamel, dentin, sementum) oleh demineralisasi permukaan yang diikuti oleh infiltrasi dari monomer
dan kemudian mengalami polimerisasi.27 Penggunaan teknik total etsa adalah salah satu ciri utama dari
sistem bonding generasi keempat.20,24 Teknik total etsa membolehkan etsa enamel dan dentin secara
simultan dengan menggunakan asam fosfat selama 15 sampai 20 detik. Permukaan harus dibiarkan
lembab ("ikatan basah"), untuk menghindari kerusakan kolagen (Gambar 1), penerapan bahan primer
hidrofilik dapat masuk ke jaringan kolagen yang terbuka membentuk hybrid layer (Gambar 2).21,23
Sayangnya, "dentin lembab" tidak mudah didefinisikan secara klinis dan dapat mengakibatkan ikatan yang
kurang ideal jika dentin tersebut kondisinya terlalu basah atau kering.28
GENERASI KELIMA Mulai dikenalkan pada pertengahan tahun 1990-an. Sistem bonding ini bertujuan
untuk menyederhanakan prosedur klinis dengan mengurangi langkah aplikasi bonding dan
mempersingkat waktu kerja. Generasi kelima ini dikembangkan untuk membuat penggunaan bahan
bonding lebih dapat diandalkan bagi para praktisi. Generasi kelima disebut one-bottle yang merupakan
kombinasi antara bahan primer dan bahan adhesif dalam satu cairan untuk diaplikasikan setelah etsa
enamel dan dentin secara bersama-sama (the total-etch wet-bonding technique) dengan 35-37% asam
fosfat selama 15 sampai 20 detik.17 Sistem ini menghasilkan mechanical interlocking melalui etsa dentin,
terbentuknya resin tags, percabangan bahan adhesif dan pembentukan hybrid layer serta menunjukkan
kekuatan perlekatan yang baik pada email dan dentin.3
GENERASI KEENAM
Mulai dikenalkan pada akhir tahun 1990-an hingga
awal tahun 2000-an. Watanabe dan Nakabayashi mengembangkan self-etching primer yang merupakan
larutan 20% phenyl-P dalam 30% HEMA untuk bonding email dan dentin secara bersama-sama.35
Kombinasi antara etsa dan bahan primer merupakan suatu langkah yang dapat mempersingkat waktu
kerja, meniadakan proses pembilasan etsa dengan air dan juga mengurangi risiko kerusakan kolagen.
Namun, self-etching primer juga memiliki beberapa kelemahan. Sebagai contoh, penyimpanan larutan
harus diperhatikan supaya formulasi cairan tidak mudah rusak, dan seringkali menyisakan smear layer
diantara bahan adhesif dan dentin.18,28 Efektivitas self-etching primer pada permukaan email ternyata
kurang kuat hasilnya bila dibandingkan etsa dengan asam fosfat (Gambar 3).18 Toida menyarankan
bahwa penghilangan smear layer dengan langkah etsa terpisah sebelum aplikasi bonding akan
menghasilkan perlekatan dengan dentin yang kuat dan tahan lama. Generasi keenam ini mempunyai
kekuatan bonding yang lemah bila dibandingkan dengan generasi kelima atau keempat.33 Gambar 3.
Permukaan email setelah dietsa dengan self-etching primer, perlekatan permukaan email kurang kuat bila
dibandingkan etsa dengan asam fosfat (scanning electron microscopy x 1.500).
GENERASI KETUJUH Sistem Bonding Generasi ketujuh merupakan bahan adhesif “all in one” yaitu
kombinasi antara bahan etsa, bahan primer, dan bonding dalam satu larutan. Mulai dikenalkan pada akhir
tahun 2002-an. Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan hasil bahwa generasi ini memiliki kekuatan
perlekatan dan penutupan daerah margin sama dengan sistem generasi keenam.34
5. Apa yg tjd jika kelebihan etsa & kekurangan etsa?
Sistem etsa yang dilakukan pada email masih dianggap sebagai prosedur yang aman dan terpercaya selama
bertahuntahun. Karena komposisi bahan anorganik dari email, adanya etsa asam dapat memecah interprismatik
dan prismatik, membentuk alur-alur di mana resin dapat mengalir dan membentuk suatu sistem mechanical
interlocking setelah dilakukan polimerisasi. Demineralisasi enamel tergantung pada rendahnya pH asam dari etsa
dan lamanya waktu pengetsaan. PH dan lamanya etsa tersebut harus cukup untuk memberikan retensi yang cukup
pada email tanpa adanya langkah-langkah tambahan. Penelitian morfologi telah dilakukan pada lima generasi
pertama dari sistem bonding ini, dimana asam fosfat digunakan untuk etsa email, menunjukkan hasil pola etsa
yang hampir sama. Hal ini berbeda bila menggunakan self-etching primer (generasi keenam dan ketujuh),
perlekatan bahan adhesif pada email menjadi kurang efektif. Mekanisme perlekatan pada dentin menjadi efektif
dan dapat diperkirakan jika smear layer dapat dihilangkan secara keseluruhan, tubuli-tubuli dentin menjadi rusak,
serat kolagen menjadi terbuka, dan Perkembangan bonding dalam…(Dwi KA) 127 setelah infiltrasi monomer resin,
hybrid layer terbentuk. Mekanisme perlekatan ini terjadi pada generasi keempat sampai generasi ketujuh dari
enamel dentin bonding systems. Adanya berbagai macam indikasi klinis dalam sistem bonding ini ternyata juga
digunakan oleh para praktisi. Sistem bonding ini digunakan sebagai campuran bahan tambalan resin ke email
untuk pasien-pasien usia muda.32 Juga, efek sealing dari sistem bonding ini dimanfaatkan untuk melindungi
permukaan dentin setelah preparasi kavitas14 atau di bawah restorasi amalgam.7,16 Sistem bonding ini
diindikasikan untuk restorasi estetik yang direct. Bahkan, sifat mekanik dari mekanisme bonding bisa dicapai
dengan adanya hybrid layer dan pembentukan resin tags yang lebih besar dibandingkan dengan kekuatan
kontraksi polimerisasi.28 Sistem bonding ini juga mempunyai peran penting dalam perlekatan luting pada indirect
restoration.
bahwa kekuatan tarik perlekatan lebih dipengaruhi oleh luas area perlekatan, bukan oleh ketebalan
hybrid layer16. Kelompok etsa menunjukkan adaptasi yang baik dengan resin pada intertubular hybrid
layer dan resin tag pada peritubular hybrid layer. Adaptasi ini penting utnuk mencegah kebocoran mikro
24. Kelompok non etsa hanya dapat berikatan dengan permukaan dentin namun tidak dapat menembus
smear layer dan membentuk resin tag. Jumlah pengolesan bahan bonding dentin yang bertambah tidak
berpengaruh pada kekuatan tarik perlekatan8 . Dibandingkan satu kali pengolesan, dua kali pengolesan
bahan bonding dentin menghasilkan hybrid layer yg juga tebal namun tidak ada perbedaan dalam hal
kekuatan tarik perlekatan. Ketebalan hybrid layer mempengaruhi kualitas perlekatan bahan bonding
melalui tiga hal. Pertama, bahan bonding merupakan unfilled resin yang mengalami pengkerutan saat
polimerisasi. Dengan dua kali pengolesan bahan bonding, hybrid layer yang terbentuk makin tebal
sehingga pengkerutan yang terjadi selama polimerisasi juga makin nesar. Hal ini dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya kebocoran mikro25. Kedua, unfilled resin memiliki sifat mekanis yang rendah
sehingga berpengaruh pada kekuatan perlekatan 26. Ketiga, dengan dua kali pengolesan atau lebih,
berarti dibutuhkan dua atau lebih semprotan udara. Hal ini dapat meningkatkan timbulnya oxygen
inhibition yang akan melemahkan perlekatan27. Studi membuktikan bahwa hanya dibutuhkan satu kali
pengolesan bahan bonding dentin. Yang penting adalah adanya bahan bonding yang cukup untuk
menghasilkan mevhanical interlocking. Jika dengan satu kali pengolesan sudah menghasilkan permukaan
yang mengkilap rata di semua bagian, maka tidak dibutuhkan aplikasi ulangan8 . Kesimpulan yang bisa
diambil dari penelitian ini adalah bahwa pengkerutan dan koefisien ekspansi termal berhubungan dengan
terjadinya kebocoran mikro tumpatan resin komposit. Hal ini bisa diatasi dengan etsa asam dan
pengolesan bahan bonding dentin. Kedua hal tersebut berpengaruh pada pembentukan hybrid layer dan
resin tag namun tidak ada hubungan antara ketebalan hybrid layer dengan kekuatan tarik perlekatan.
Kekuatan tarik perlekatan Prime & Bond 2.1 tercapai maksimal dengan pengetsaan terlebih dahulu diikuti
cukup satu kali pengolesan bahan bonding dentin.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa bahan etsa asam fosfat dapat mengangkat smear layer,
melebarkan orifice dari tubuli dentinalis dan demineralisasi dentin hingga kedalaman 7,5 µm 12. Kekuatan
perlekatan bahan bonding dentin terbukti lemah dengan adanya smear layer sehingga disarankan untuk
mengetsa permukaan dentin sebelum aplikasi bahan bonding dentin13. Etsa dapat mengangkat kristal
hidroksiapatit dan membuka serat kolagen dentin. Serabut ini harus dipertahankan kelembabannya untuk
mencegah collaps 14 15 16 . Penelitian tersebut di atas menggunakan bahan bonding generasi kelima
yang menggabungkan primer dan adhesif dalam satu larutan sehingga disebut juga one-bottle system.
Sisten ini lebih sederhana dan ceoat untuk digunakan di klinik. Meskipun demikian, sistem ini masih
memerlukan tahapan etsa/kondisioner terpisah dan sejumlah aplikasi primer/adhesif 8 . Salah satu
produk bahan bonding generasi kelima adalah Prime & Bond 2.1 (Dentsply/De Trey, Konstanz 78467,
Germany). Prime & Bond 2.1 dikatakan cukup dioleskan satu kali pada dinding kavitas untuk memperoleh
perlekatan yang baik sehingga dapat mencegah terjadinya kebocoran mikro.
6. Mekanisme perlekatan
7. Diantara smear layer dan smear plak, mana yg memodifikasi bonding?
Pada saat ini sistem adhesif telah berkembang menjadi dua sistem yaitu sistem adhesif total etch dan
sistem adhesif self etch(Dey dkk., 2016). Pada awalnya perkembangan sistem adesif mengarah pada
tindakan pengangkatan smear layer saat melakukan etsa dentin dan kemudian dilakukan pembilasan,
sistem ini disebut sebagai sistem adhesif total etch(Puspitasari, 2014). 2 Adhesif total etch memiliki
kekurangan pada prosedur penggunaan yang sulit dan waktu pengaplikasian yang lama. Pengeringan
menggunakan semprotan harus diperhatikan agar kavitas tetap dalam keadaan moist (Chandki dan Kala.,
2011). Kekurangan sistem bonding total etch diperbarui dengan mengembangkan bonding gigi berfokus
pada cara untuk menyederhanakan prosedur dengan mengurangi langkah aplikasi untuk mengurangi
waktu manipulasi dan sensitivitas yang menghasilkan efektivitas yang lebih tinggi pada perekatan (Jaya
dan Eriwati, 2012). Pengembangan perekat baru itu disebut sistem bonding Self-etch atau bonding satu
langkah (Jaya dan Eriwati, 2012). Sistem adhesif self etch memiliki tahapan aplikasi yang lebih sederhana
dengan menggabungkan bahan etsa dan primer dalam satu kemasan sehingga dapat mengurangi periode
waktu manipulasi. Aplikasi sistem self etch dilakukan tanpa pembilasan karena etsa memiliki pH 2,5-4,5
yang telah dikombinasikan dengan primer, dengan demikian dapat membuat primer berpenetrasi dan
memodifikasi smear layer serta dapat berikatan dengan kolagen pada dentin membentuk ikatan hybrid
layer yang dapat mencegah kolapsnya kolagen pada dentin (Jaya dan Eriwati, 2012). Bahan etsa pada
sistem adhesif self etch menghasilkan demineralisasi yang superfisial, hal ini menyebabkan smear layer
tetap dipertahankan dan menjadi bagian dari lapisan hibrida sehingga meminimalkan sensitifitas post
operatif (Puspitasari, 2014). Disisi lain, sistem adhesif self etch memiliki kelemahan yaitu kebocoran tepi
dan lemahnya kekuatan rekat resin komposit terhadap permukaan gigi terutama pada permukaan dentin
(Sundari dan Triaminingsih, 2008). Lemahnya 3 perlekatan pada permukaan dentin disebabkan karena
primer adhesive self etch tidak dapat menembus smear layer yang tebal (Neri dkk., 2011). Smear layer
merupakan suatu lapisan tipis yang tebalnya 1 sampai 2 µm terbentuk karena terpotongnya lapisan email
dan dentin yang dipreparasi dengan bur, ketebalan dan struktur bervariasi sesuai dengan jenis instrumen
dan teknik yang digunakan untuk preparasi kavitas (Suyama dkk., 2013). Smear layer pada permukaan
restorasi dapat menyebabkan menurunnya daya rekat antara adhesif dengan struktur gigi (McCabe dan
Walls, 2011). Keberadaansmear layer pada permukaan preparasi tersebut menjadikan alasan diciptakan
cavity cleanser (Neri dkk., 2011). Cavity cleanser merupakan pembersih kavitas yang dapat menghilangkan
debris, sisa dentin yang dipreparasi, darah, bakteri dan denaturasi kolagen yang terbentuk karena
preparasi gigi (Hansen dkk., 1984). Cavity cleanser yang ideal harus memiliki tingkat toksisitas yang rendah
atau sama sekali tidak memiliki toksisitas terhadap sel pulpa (Lessa dkk., 2010). Cavity cleanser yang biasa
digunakan dalam kedokteran gigi yaitu chlorehexidine diglukonat, larutan kalsium hidroksida Ca(OH)2
(Neri dkk., 2011), EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetid Acid) dan sodium hipoklorid (NaOCl) (Mulyawati,
2011). EDTA merupakan bahan khelasi yang berfungsi untuk membersihkan kavitas. EDTA mempunyai
fungsi sebagai pelarut smear layer terutama pada unsur anorganik (Mulyawati, 2011). EDTA memiliki
kapasitas terbatas untuk melarutkan smear layer (Ballal dkk., 2011). Konsentrasi EDTA yang digunakan
antara 15-19% (Pérez dkk., 2008). Selain itu ada sebuah penelitian menyatakan 4 bahwa untuk
meningkatkan daya rekat permukaan kavitaas tidak hanya bebas dari smear layer, tetapi juga bebas dari
bakteri (Cao dkk., 1992). EDTA dapat dijadikan cavity cleanser pada jaringan dentin yang telah dibersihkan
dari jaringan karies dan EDTA memiliki toksisitas yang rendah terhadap pulpa sehingga aman digunakan
sebagai cavity cleanser (Cao dkk., 1992). Penggunaan cavity cleanser diharapkan dapat meningkatkan
kekuatan tarik dari adhesif self etch pada bahan resin komposit di permukaan dentin, sehingga penulis
ingin melihat ada tidaknya pengaruh aplikasi EDTA 17% sebagai cavity cleanser terhadap kekuatan tarik
sistem adhesive self etch restorasi resin komposit. B