Anda di halaman 1dari 5

1.

Mekanisme perlekatan adhesive


Bonding total-etch memiliki bahan primer dan adhesif dalam satu botol, serta memiliki
bahan etsa yang terpisah. Etsa asam yang digunakan pada bonding total-etch adalah asam fosfat
35% - 37%. Aplikasi asam pada dentin akan menghilangkan smear layer, demi neralisasi dentin
peritubuler dan intertubuler, membuka tubulus dentin, meningkatkan mikroporositas pada
intertubuler dentin, serta jalinan serabut
kolagen terurai. Demineralisasi pada dentin mencapai kedalaman 7,5 μm. Proses etsa asam
yang dilanjutkan dengan pembilasan menggunakan air akan menghilangkan smear layer. Hal
ini akan meningkatkan energi permukaan dan kemampuan pembasahan permukaan pada
dentin, sehingga meningkatkan kekuatan pelekatan antara dentin dengan bahan restorasi resin
komposit.
Hal ini sesuai dengan penelitian Chandak dkk (2012), yang menyatakan bahwa bonding
total-etch
menunjukkan kekuatan pelekatan yang lebih besar pada dentin dibandingkan self-etch
adhesive. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena adanya ikatan mikromekanik dan ikatan
kimia.
Ikatan mikromekanik terjadi pada monomer resin komposit yang masuk ke dalam tubulus
dentinalis dan ikatan kimiawi terjadi pada monomer dari hidroksiapatit dentin yang larut oleh
pengetsaan bahan ini.
Tahun 1979, Fusayama memperkenalkan konsep total-etch. Etsa pada dentin membuat
mikroporositas
dalam kandungan inorganik dari dekalsifikasi matrik intertubuler dan membuka tubulus
dentinalis dan
meninggalkan permukaan yang kaya kolagen. Etsa asam juga dapat meningkatkan energi bebas
permukaan email untuk menghasilkan infiltrasi monomer resin yang cukup sebagai retensi
restorasi resin komposit, dekalsifikasi permukaan dentin dengan melarutkan kristal
hidrosiapatit pada peritubular dan intertubular dentin sehingga serabut tubulus dentin terbuka
dan kolagen pada intertubular dentin terekspose untuk infiltrasi monomer.
Sumber : Sherli D., dkk. : Perbedaan Kekuatan Geser Peletakan Resin Komposit ISSN 2086‐
0218.

Secara mikroskopik, email terdiri dari prisma-prisma email yang saling berkaitan dan tersusun
rapih. Di antara prisma-prisma terdapat substansi interprisma yang juga tersusun rapih,
berisikan kristal hidroksi apatit yang akan larut oleh pengetsaan, sehingga permukaan email
yang telah teretsa akan berbentuk ronggarongga seperti sarang lebah. Rongga ini akan menjadi
retensi mekanik bagi bahan bonding yang dikenal dengan istilah resin tag.Email yang telah
teretsa memiliki energi permukaan yang tinggi dan memungkinkan resin dengan mudah
membasahi permukaan serta menembus sampai ke dalam mikroporus. Resin yang masuk ke
dalam mikroporus akan terpolimerisasi untuk membentuk ikatan mekanik atau resin tag yang
menembus 10-20 μm ke dalam porus email.3,10,13

2. Generasi bonding.
a. Generasi pertama : Pada tahun 1956, Buonocore dkk. menunjukkan bahwa
penggunaan glycerophosphoric acid dimethacrylate yang mengandung bahan resin
dapat melekat pada dentin melalui etsa asam. Perlekatan ini diyakini terdapat
hubungan antara molekul resin dengan ion kalsium hidroksiapatit. Adanya air
(kondisi basah) dapat mengurangi kekuatan perlekatan. Sembilan tahun kemudian
Bowen mencoba mengatasi masalah ini menggunakan Nphenylglycine and glycidyl
methacrylate (NPG-GMA). NPG-GMA adalah molekul bifungsi atau agen ganda.
Ini berarti bahwa salah satu ujung molekul berikatan dengan dentin sedangkan yang
lainnya (berpolimerisasi) berikatan dengan resin komposit. Kekuatan perlekatan
dari sistem ini awalnya hanya 1 sampai 3 megapaskal yang memberikan efek klinis
sangat rendah.. Bahan ini direkomendasikan terutama untuk kavitas kecil, seperti
kelas III dan kelas V.
b. Generasi kedua : Merupakan pengembangan yang dilakukan pada bahan adhesif
yang berfungsi ganda untuk komposit dan mempunyai daya lekat ke dentin lebih
baik. Sistem generasi kedua ini diperkenalkan pada akhir 1970-an. Sebagian besar
generasi kedua ini berisi ester-ester halophosphorous seperti bisphenol-A glycidyl
methacrylate, atau bisGMA, atau hydroxyethyl methacrylate, atau HEMA.2
Mekanisme generasi kedua dari sistem ini adalah terbentuknya ikatan ionik dengan
kalsium melalui kelompok-kelompok chlorophosphate. Generasi kedua ini
memiliki perlekatan yang lemah (dibandingkan dengan sistem generasi kelima-
keenam) tetapi memiliki sifat yang lebih baik dibandingkan sistem generasi
pertama. Sebagai pengembangan bahan bonding sebelumnya, maka di generasi
kedua ini penghapusan smear layer menjadi keharusan walaupun ada beberapa hal
yang harus menjadi pertimbangan. Salah satu perhatian utama dari sistem ini adalah
bahwa ikatan fosfat dengan kalsium pada dentin tidak cukup kuat untuk menahan
hidrolisis yang dihasilkan dari pembilasan oleh air. Proses hidrolisis ini dapat
menurunkan perlekatan resin komposit dengan dentin dan menyebabkan
microleakage. Karena sistem ini awalnya tidak melibatkan dentin melalui
pengetsaan, maka sebagian besar bahan adhesif melekat pada smear layer. Beberapa
produk dari sistem generasi kedua ini dianggap dapat melunakkan smear layer
sehingga mampu meningkatkan penetrasi resin. Namun, faktanya sistem ini
menghasilkan kekuatan ikatan yang lemah dengan dentin.
c. Generasi ketiga : ASI KETIGA Sistem generasi ketiga mulai dikenalkan sekitar
tahun 1980-an yaitu penggunaan etsa asam pada dentin dan bahan primer yang
didesain untuk penetrasi ke tubulus dentin sebagai metode untuk meningkatkan
kekuatan perlekatan. Sistem ini meningkatkan kekuatan perlekatan ke dentin
sebesar 12MPa-15MPa dan mengurangi terjadinya microleakage. Generasi ketiga
ini adalah "generasi" pertama yang terikat tidak hanya untuk struktur gigi, tetapi
juga untuk logam gigi dan keramik. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
retensi perekat dengan bahan-bahan ini mulai menurun setelah 3 tahun. Untuk
mengurangi adanya sensitivitas setelah penumpatan pada gigi posterior, beberapa
dokter gigi mengaplikasikan basis sebelum dilakukan penumpatan komposit.
d. Generasi keempat : Penghilangan secara keseluruhan smear layer dicapai dengan
sistem bonding generasi keempat. Untuk menghasilkan ikatan pada email dan
dentin, Fusayama dkk melakukan etsa dengan asam fosfat 40%. Sayangnya
prosedur ini menyebabkan kerusakan serat kolagen karena proses etsa yang tak
terkontrol pada dentin. Pada tahun 1982, Nakabayashi dkk melaporkan
pembentukan hybrid layer yang dihasilkan dari polimerisasi metakrilat dan dentin.
Hybrid layer didefinisikan sebagai struktur yang terbentuk dalam jaringan keras
gigi (enamel, dentin, sementum) oleh demineralisasi permukaan yang diikuti oleh
infiltrasi dari monomer dan kemudian mengalami polimerisasi.Penggunaan teknik
total etsa adalah salah satu ciri utama dari sistem bonding generasi keempat. Teknik
total etsa membolehkan etsa enamel dan dentin secara simultan dengan
menggunakan asam fosfat selama 15 sampai 20 detik. Permukaan harus dibiarkan
lembab. Sayangnya, "dentin lembab" tidak mudah didefinisikan secara klinis dan
dapat mengakibatkan ikatan yang kurang ideal jika dentin tersebut kondisinya
terlalu basah atau kering.
e. Generasi kelima : Mulai dikenalkan pada pertengahan tahun 1990-an. Sistem
bonding ini bertujuan untuk menyederhanakan prosedur klinis dengan mengurangi
langkah aplikasi bonding dan mempersingkat waktu kerja. Generasi kelima ini
dikembangkan untuk membuat penggunaan bahan bonding lebih dapat diandalkan
bagi para praktisi. Generasi kelima disebut one-bottle yang merupakan kombinasi
antara bahan primer dan bahan adhesif dalam satu cairan untuk diaplikasikan
setelah etsa enamel dan dentin secara bersama-sama (the total-etch wet-bonding
technique) dengan 35-37% asam fosfat selama 15 sampai 20 detik. Sistem ini
menghasilkan mechanical interlocking melalui etsa dentin, terbentuknya resin tags,
percabangan bahan adhesif dan pembentukan hybrid layer serta menunjukkan
kekuatan perlekatan yang baik pada email dan dentin.
f. Generasi keenam : Mulai dikenalkan pada akhir tahun 1990-an hingga awal tahun
2000-an. Watanabe dan Nakabayashi mengembangkan self-etching primer yang
merupakan larutan 20% phenyl-P dalam 30% HEMA untuk bonding email dan
dentin secara bersama-sama. Kombinasi antara etsa dan bahan primer merupakan
suatu langkah yang dapat mempersingkat waktu kerja, meniadakan proses
pembilasan etsa dengan air dan juga mengurangi risiko kerusakan kolagen. Namun,
self-etching primer juga memiliki beberapa kelemahan. Sebagai contoh,
penyimpanan larutan harus diperhatikan supaya formulasi cairan tidak mudah
rusak, dan seringkali menyisakan smear layer diantara bahan adhesif dan dentin.
Efektivitas self-etching primer pada permukaan email ternyata kurang kuat hasilnya
bila dibandingkan etsa dengan asam fosfat. Toida menyarankan bahwa
penghilangan smear layer dengan langkah etsa terpisah sebelum aplikasi bonding
akan menghasilkan perlekatan dengan dentin yang kuat dan tahan lama. Generasi
keenam ini mempunyai kekuatan bonding yang lemah bila dibandingkan dengan
generasi kelima atau keempat.
g. Generasi ketujuh : Sistem Bonding Generasi ketujuh merupakan bahan adhesif “all
in one” yaitu kombinasi antara bahan etsa, bahan primer, dan bonding dalam satu
larutan. Mulai dikenalkan pada akhir tahun 2002-an. Hasil penelitian di
laboratorium menunjukkan hasil bahwa generasi ini memiliki kekuatan perlekatan
dan penutupan daerah margin sama dengan sistem generasi keenam
Sumber : https://jurnal.unej.ac.id/index.php/STOMA/article/download/2058/1665/

3. Waktu pemberian etsa dan dampaknya


Konsentrasi asam fosfat yang sering digunakan berkisar 30%-40% karena dapat menghasilkan
permukaan email yang lebih retensif, tetapi konsentrasi yang paling banyak tersedia di pasaran
adalah 37%.3,12 Efektifitas konsentrasi bahan etsa dan waktu pemakaian akan mempengaruhi
adesi antara gigi dengan bahan restorasi.14 Penelitian yang telah dilakukan oleh Lysistrata.15
menunjukkan bahwa kedalaman mikroporositas email gigi tetap setelah aplikasi asam fosfat 37%
yang paling dalam adalah waktu aplikasi 30 dan 45 detik.
Hasil pada penelitian ini menunjukkan, bahwa dengan durasi etsa asam yang berbeda,
menghasilkan kekuatan geser yang berbeda (Tabel 1), dan terlihat semakin lama waktu aplikasi
asam fosfat 37% pada email gigi tetap semakin besar kekuatan geser restorasi resin komposit.
Hasil uji ANOVA menunjukkan perbedaan bermakna kekuatan geser restorasi resin komposit
antara ketiga kelompok tersebut (p< 0,05). Hasil uji Tukey (Tabel 2) menunjukan bahwa
kekuatan geser pada kelompok waktu aplikasi 5 detik berbeda bermakna dengan waktu aplikasi
25 detik.

4. Retensi utama dan retensi tambahan


Retensi utama adalah gigi yang diprepasi sehingga dapat menjadi perlekatan antara struktur
gigi dengan RK
Retensi tambahan (bevel)

5. Etsa bonding beda pabrik ? tidak ada pengaruh


6. Bonding dominan ?
Jika peng aplikasian bonding terlalu dominan atau berlebihan nanti yang semula setelah
pemberian etsa itu akan membentuk Microporus akan tertutup oleh bonding itu sendiri
Jadi nanti perlekatan kurang maksimal.

7. Prosedur bonding
Bonding. Bahan bonding diaplikasikan pada kavitas dengan menggunakan microbrush,
biarkan selama 10 detik. Kemudian kavitas dikeringkan dengan menggunakan semprotan
udara ringan, tetapi tip semprotantidak langsung masuk kedalam kavitas, melainkan hanya
diatas kavitas selama 1 sampai 2 detik. Kemudian 108 dilakukan penyinaran selama 10 detik.
Arah sumber sinar tegak lurus bidang preparasi dengan jarak sedekat mungkin (paling tidak
sekitar 1 mm).

8. Minimal intervensi
Pembuangan jaringan gigi pada saat perparasi dilakukan seminimal mungkin. Restorasi atau
bahan tumpatan yang diberikan setelah gigi selesai dipreparasi harus menjamin pencegahan
atau eliminasi penyakit. Olehnya itu, The World Dental Federation (FDI) membuat lima
prinsip Minimal Intervention dalam penanganan karies, yaitu:

1. Mengurangi bakteri kariogenik. Dental caries adalah penyakit infeksi, maka fokus utama
adalah mengontrol infeksi, kontrol plak, dan mengurangi makanan karbohidrat
2. Pendidikan kepada pasien, memberitahukan penyebab karies. Sehingga ada tindakan
pencegahan yang lebih dini dari pasien
3. Remineralisasi dari lesi non-cavitated pada enamel dan dentin
4. Minimum surgical intervention dan tindakan bedah dilakukan bila perlu, misalnya lesi cavitas
tidak dapat dipertahankan dan keperluan untuk fungsi dan estetik
5. Memperbaiki restorasi yang rusak berfungsi untuk mencegah perluasan karies, memperbaiki
fungsi dan estetik.

Prinsip restorasi pada minimal intervention (MID) :

 Hanya degraded enamel dan infected dentin yang dibuang, sedangkan affected dentin
ditinggalkan.
 Bentuk kavitas dibuat sesuai dengan bentuk karies
 Dasar enamel didukung oleh bahan adhesif restoratif

Minimal intervention pada akhirnya mempunyai keuntungan biaya lebih murah, trauma yang
kecil pada pasien dan konsep ini merupakan pendekatan biologik, bukan mekanis.

9. Smear layer dan smear plak

Anda mungkin juga menyukai