Anda di halaman 1dari 20

Laporan Kasus

KOMPOSIT FIBER SEBAGAI METODE


PENATALAKSANAAN SPLINTING KEGOYANGAN GIGI
PADA PERIODONTITIS KRONIS
BAB I
PENDAHULUAN

Mobilitas gigi (kegoyangan gigi) merupakan salah satu masalah yang


sering terjadi pada gigi dan dapat sebagai gejala penyakit periodontal yang
ditandai dengan hilangnya perlekatan disertai kerusakan tulang vertikal.
Kegoyangan gigi dapat disebabkan karena adanya kerusakan tulang yang
mendukung gigi, trauma dari oklusi maupun adanya perluasan peradangan dari
gingiva ke jaringan pendukung yang lebih dalam serta proses patologik rahang
(Suwandi, 2010).
Cara untuk mengontrol dan menstabilkan kegoyangan gigi adalah dengan
splinting. Indikasi utama penggunaan splint dalam mengontrol kegoyangan yaitu
imobilisasi kegoyangan yang menyebabkan ketidaknyamanan pasien, perpindahan
gigi, protesa gigi tiruan yang memerlukan banyak cantilever. Menurut Strassler
dan Brown (2001, dalam Lilies 2015) splinting juga dapat digunakan untuk
mengurangi gangguan oklusal dan fungsi mastikasi. Tetapi jika kegoyangan gigi
dengan kondisi ligament periodontal yang normal dan tidak mengganggu fungsi
mastikasi serta kenyamanan dari pasien, maka tidak diperlukan splint. Diagnosis
yang tepat mengenai faktor-faktor yang dapat menyebabkan kegoyangan gigi
diperlukan untuk mencapai keberhasilan perawatan (Dewi, 2016).
Berbagai bahan dan teknik restorasi telah digunakan dalam prosedur
splinting gigi. Sebelum bahan restorasi adhesif dicetuskan, cara paling optimal
untuk splinting gigi adalah dengan menggunakan mahkota penuh pada setiap gigi
yang akan di-splint kemudian disambungkan satu dengan lainnya. Keuntungan
dari teknik ini adalah gigi-geligi mendapat stabilisasi oleh restorasi mahkota
akrilik sementara selama proses perawatan periodontal. Di sisi lain, teknik ini
menyebabkan perlunya pengurangan atau preparasi untuk mereduksi ukuran gigi-
geligi yang akan direstorasi oleh mahkota sementara. Teknik lain yang digunakan
adalah menggunakan bahan konservatif dan dilakukan dalam sekali kunjungan
seperti dengan menggunakan kawat yang diulir di sekitar gigi, kemudian
ditambahkan resin atau resin dengan campuran metal atau nilon. Namun,
kegagalan seringkali terjadi karena bahan-bahan tersebut mudah patah akibat

2
tekanan oklusi. Kekurangan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan resin
komposit yang diberi tambahan suatu bahan berkekuatan tinggi, biokompabilitas
dan estetik yang baik, yang dikenal dengan fiber reinforced komposit (Suwandi,
2010).
Berdasarkan kasus yang diteliti oleh Dewi L. Ichwana (2016) pada Journal
of Dentomaxillofacial Science (J Dentomaxillofac Sci), peneliti menyajikan kasus
mengenai penatalaksanaan kegoyangan gigi pada periodontitis kronis dengan
splinting fiber komposit.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

Seorang wanita berusia 52 tahun datang ke departemen periodonsia


Rumah Sakit Ubuntu dengan keluhan gigi mandibula goyang sejak tiga bulan lalu,
gigi terasa sakit ketika digunakan untuk mengunyah atau menggigit sehingga
mengganggu kenyamanan. Selain itu, gingiva mudah berdarah dan permukaan
gigi terasa kasar. Hasil pemeriksaan ekstra-oral tidak ditemukan adanya kelainan
dan pemeriksaan intra-oral menemukan gingiva mengalami peradangan, diikuti
oleh resesi pada hampir seluruh bagian gingiva di rongga mulut, kedalaman poket
tidak lebih dari 4 mm, mobilitas derajat dua pada gigi 41, 31, 32. Diagnosa yang
ditetapkan yaitu periodontitis kronis generalisata dengan prognosis yang baik
(gambar 1).

Gambar 1. Keadaan intraoral gigi anterior mandibula bagian fasial dan lingual

Sebagai rencana perawatan awal, fase perawatan non-bedah dilakukan


instruksi kebersihan mulut, scaling dan root planing, serta splinting dengan fiber
komposit untuk mencegah pergerakan gigi dengan mobilitas derajat dua. Pada
rencana perawatan tidak memerlukan bedah periodontal.

PROSEDUR FIBER REINFORCED KOMPOSIT

Setelah scaling dan root planing, dilakukan preparasi groove pada gigi
yang akan di splinting menggunakan diamond bur. Perhatikan bagian yang akan
dipreparasi untuk menghindari cedera pada pulpa. Tempat meletakkan fiber splint
4
disiapkan, dibilas dan dikeringkan dengan hati-hati. Fiber strip disiapkan,
dipotong dengan gunting tajam atau pisau bedah dan sangat didukung oleh
panjang jari yang tepat dari groove gigi yang akan displint dan telah diukur
sebelumnya dengan dental floss. Keuntungan menggunakan fiber dalam teknik ini
yaitu dapat mengikat secara kimia dengan resin komposit.

Setelah grooves pada gigi dipreparasi, dietsa, dibilas dan dikeringkan,


maka bonding diaplikasikan pada daerah tersebut. Gambar 2 sebelum polymerized
fiber strip bonding diaplikasikan pada groove dan dipolimerisasi. Lalu resin
komposit diaplikasikan dengan memperhatikan bentuk anatomis dan ketebalan
komposit, lalu di curing. Gambar 3 dan 4 pemasangan fiber komposit, splint, dan
dilakukan pengecekan oklusi dengan menggunakan articulation paper dan
dipoles. Gambar 5 untuk kasus splint gigi posterior, fiber diaplikasian secara
terpisah, harus ditempatkan pada oklusal, tetapi juga dapat ditempatkan pada
permukaan labial seperti pada kasus ini yang melibatkan karies disto-labial gigi
43.

Gambar 2. Bagian lingual yang telah dipreparasi, dilakukan etsa dan rebonding, setelah
itu diaplikasikan fiber

5
Gambar 3. Fiber sudah diadaptasikan pada groove, dilapisi dengan resin komposit, gigi
43 dan 44 siap untuk diaplikasikan fiber

Gambar 4. Fiber dipotong sesuai dengan ukuran, diletakan wedge pada interdental gigi
43-44

Gambar 5. Fiber diaplikasikan setelah dilakukan etsa dan rebonding, lalu dilapisi dengan
resin komposit

DISKUSI

Mobilitas gigi dapat dikatakan sebagai parameter klinis yang penting


dalam memprediksi prognosis. Karena hal tersebut dan untuk kenyamanan pasien,
splinting telah menjadi terapi yang direkomendasikan untuk menstabilkan gigi.
Dahulu, stabilisasi langsung dan splinting dari gigi yang menggunakan teknik
adhesif membutuhkan penggunaan kawat, pin, atau nilon. Bahan-bahan tersebut
6
hanya mampu mengunci secara mekanik di sekeliling restorasi resin, sehingga
berpotensi membentuk irisan tipis dan konsentrasi tekanan yang akan
menyebabkan fraktur dari komposit dan kegagalan perawatan. Kegagalan splint
dapat menyebabkan masalah klinis yaitu traumatik oklusi, perkembangan penyakit
periodontal, dan karies.
Dengan diperkenalkannya bahan yang mudah berikatan seperti fiber
polietilen, masalah dapat diselesaikan. Rochette melaporkan kekuatan fraktur
secara signifikan lebih tinggi dengan bahan fiber splint Ribbond® yang direstorasi
dengan ProvipontTM DCH, yaitu bahan restorasi sementara yang mirip dengan
resin akrilik dan saat terdapat celah pada bahan restorasi ProvipontTM DC, celah
tersebut tidak meluas keluar fiber polietilen dan splint diperbaiki. Miller
menggambarkan kejadian berkurangnya fraktur dari short fiber splint di area yang
retak. Area ini menyerap energi dan menyebabkan berkurangnya fraktur serta
penyebaran retakan. Hal tersebut menjelaskan kekuatan fiber komposit terhadap
fraktur.
Evaluasi dari fungsi penggunaan bahan restoratif fiber splint yaitu
stabilisasi di gigi menunjukkan hasil yang baik dengan adanya peningkatan
kekuatan fleksural dan modulus fleksural komposit. Semua splinting/splints yang
menggunakan bahan ini menunjukkan hasil yang baik setelah pemakaian setahun.
Penelitian lain yang menggunakan fiber splint selama 72-84 bulan juga
menunjukkan hasil yang baik.

7
BAB III
KAITAN DENGAN TEORI

1.1 Periodontitis

1.1.1 Pengertian Periodontitis

Periodontitis merupakan peradangan pada jaringan pendukung gigi yang


disebabkan oleh mikroorganisme spesifik. Periodontitis menyebabkan terjadinya
destruksi jaringan yang permanen yang dikarakteristikan dengan inflamasi kronis,
migrasi epitelium, kehilangan jaringan ikat dan kehilangan tulang alveolar.
Periodontitis biasanya berkembang dari gingivitis yang sudah terjadi, namun tidak
semua gingivitis akan berlanjut menjadi periodontitis (Newman dkk, 2012).

Keadaan klinis yang membedakan periodontitis dengan gingivitis yaitu


adanya kehilangan perlekatan pada jaringan penyangga yang disertai dengan
terbentuknya poket periodontal, perubahan kepadatan dan tinggi tulang alveolar
serta terjadi kegoyangan gigi (Newman dkk, 2012). Mikroorganisme utama yang
menyebabkan penyakit periodontal yang banyak ditemukan pada plak subgingiva
yaitu Porphyromonas gingivalis, Treponema denticola dan Bacteriodes forsythus.
Aktivitas mikroorganisme pada plak subgingiva menghasilkan endotoksin
sehingga mengaktifkan respon imun dengan melibatkan neutrophil, makrofag dan
limfosit (Quamilla N., 2016).

1.1.2 Klasifikasi Periodontitis

Periodontitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Newman dkk, 2012):

1. Periodontitis Kronis
Karakteristik pada pasien dengan periodontitis kronis:
• Lebih banyak terjadi pada orang dewasa tetapi dapat terjadi pada anak-
anak.
• Dipengaruhi banyak faktor local yang mampu memperparah.
• Banyak kalkulus subgingival ditemukan.

8
• Perkembangan lambat ke sedang yang berkemungkinan memperparah
kondisi.
• Faktor yang dapat mendukung terjadinya periodontitis:
• Faktor penyakit sistemik, seperti: diabetes mellitus dan infeksi
human immunodeficiency virus (HIV).
• Faktor local predisposisi periodontitis.
• Faktor lingkungan, seperti: merokok dan stress.

Periodontitis kronis dapat disubklasifikasikan menjadi local dan general


dengan karakteristik, seperti: ringan, sedang, dan berat tergantung dari
bentuk dan kondisi, sebagai berikut:
• Lokal: <30% bagian yang terlibat.
• General: >30% bagian yang terlibat.
• Ringan: 1 sampai 2 mm clinical attachment loss (CAL).
• Sedang: 3 sampai 4 mm CAL.
• Berat: ≥5 mm CAL.

2. Periodontitis Agresif
Karakteristik pada pasien dengan periodontitis agresif:
• Oral hygiene menurun.
• Lepasnya perlekatan jaringan secara cepat dan kerusakan tulang.
• Jumlah deposit bakteri meningkat.

Karakteristik berikut mungkin tetapi jarang terjadi pada kondisi


periodontitis agresif:
• Infeksi penyakit oleh Actinobacillus actinomycetemcomitans.
• Abnormalitas fungsi fagosit.
• Hiperresponsif macrofag, melepaskan prostaglandin E2 (PGE2) dan
interleukin-1β (IL-1β).
• Pada beberapa kasus, perkembangan penyakit dapat berhenti sendiri.

Periodontitis agresif dapat diklasifikasikan menjadi local dan general


dengan karakteristik, sebagai berikut:
9
- Lokal
• Circumpubertal onset pada penyakit.
• Permasalahan pada molar pertama atau insisivus dengan lepasnya
perlekatan proksimal
• Respon antibodi yang kuat dengan terhadap agen infeksi.
- General
• Biasanya akan menyerang orang di bawah 30 tahun atau lebih tua.
• Kehilangan perlekatan proksimal yang berkaitan dengan paling
sedikit 3 gigi selain molar pertama dan insisivus.
• Kerusakan jaringan yang bersifat episodik.
• Respon antibodi yang lemah terhadap agen infeksi.

3. Periodontitis sebagai Manifestasi Penyakit Sistemik dari Periodontitis


Dapat berupa manifestasi dari penyakit sistemik, sebagai berikut:
1. Penyakit Perdarahan
a. Acquired neutropenia
b. Leukemia
2. Penyakit Genetik
a. Familial and cyclic neutropenia
b. Down syndrome
c. Leukocyte adhesion deficiency syndromes
d. Papillon-Lefèvre syndrome
e. Chédiak-Higashi syndrome
f. Histiocytosis syndromes
g. Glycogen storage disease
h. Infantile genetic agranulocytosis
i. Cohen syndrome
j. Ehlers-Danlos syndrome (types IV and VIII autosomal dominant
[AD])
k. Hypophosphatasia
3. Penyakit Sistemik Lainnya

10
1.2 Splinting

1.2.1 Pengertian Splinting

Splinting merupakan suatu piranti yang dibuat untuk menstabilkan atau


mengencangkan gigi-gigi yang goyang akibat suatu trauma atau penyakit.
Splinting berperan sebagai perawatan pendukung yang dilakukan bersama dengan
perawatan periodontal lainnya. Splint dilakukan dengan cara menghubungkan satu
atau beberapa gigi sehingga membentuk satu kesatuan. Splint sementara dilakukan
pada tahap pertama perawatan periodontal sebelum tindakan bedah, sedangkan
splint permanen berupa restorasi yang dilakukan sebagai bagian dari tahap
restorasi atau rekonstruksi dari perawatan periodontal (Djais, 2011). Splinting
merupakan bagian integral dari perawatan periodontal karena digunakan untuk
mempertahankan gigi yang dimigrasi secara periodik yang telah direposisi dan
juga digunakan sebelum pembedahan periodontal untuk menstabilkan gigi yang
bergerak selama penyembuhan pasca pembedahan. Splinting dapat digunakan
untuk meningkatkan kenyamanan pasien dan pemulihan fungsi selama
pengunyahan dengan mendistribusikan kekuatan pengunyahan dan oklusal secara
merata (Azodo dan Erhabor, 2016).

Splinting yang ideal yaitu dapat melindungi jaringan, pemulihan oklusi


fisiologis, distribusi kekuatan pengunyahan, dan memastikan kenyamanan
fungsional selama pengunyahan seperti: (Azodo dan Erhabor, 2016)

1. Melindungi struktur gigi

2. Melindungi pulpa

3. Menetapkan oklusi fisiologis

4. Berfungsi sebagai prosedur evaluasi

5. Berfungsi sebagai anchorage dan dapat menstabilkan dalam kasus yang


membutuhkan pergerakan gigi minor

11
6. Mengobati kasus-kasus periodontal yang diperlukan baik terapi restoratif dan
periodontal yang dilakukan secara bersamaan, diperlukan imobilisasi, atau
untuk mempertahankan hasil perawatan periodontal

7. Menetapkan prognosis dari gigi yang akan mempengaruhi rencana perawatan


nantinya

1.2.2 Indikasi dan Kontraindikasi Splinting

Tujuan utama splinting adalah untuk memberikan istirahat di mana


penyembuhan luka sedang dalam proses dan memungkinkan fungsi di mana
jaringan saja tidak dapat melakukan secara adekuat. Berikut indikasi dan
kontraindikasi splinting:

Indikasi

1. Imobilisasi kegoyangan yang menyebabkan ketidaknyamanan pasien serta


menstabilkan gigi pada tingkat kegoyangan yang makin bertambah
2. Migrasi gigi
3. Prostetik yang memerlukan gigi abutment yang banyak.
4. Untuk mempertahankan gigi yang dimigrasi secara periodik yang telah
direposisi
5. Biasanya diperlukan sebagai tambahan terhadap penyesuaian oklusal
dalam periodontitis sedang hingga berat ketika trauma akibat oklusi
progresif
6. Mobilitas gigi sedang sampai berat yang tidak dapat direduksi dengan cara
lain, belum merespon penyesuaian oklusal, terapi periodontal, dan ketika
ada gangguan pada fungsi normal dan kenyamanan pasien.
7. Dalam kasus di mana prosedur periodontal non-surgical dan bedah tanpa
adanya stabilisasi gigi. Splinting memfasilitasi perawatan gigi yang
bergerak dengan diikat sebelum instrumentasi periodontal dan prosedur
penyesuaian oklusal

12
8. Splinting digunakan untuk menghilangkan gerakan di area penyembuhan
setelah operasi periodontal karena micromovement pada area bedah dapat
menghambat perbaikan yang terjadi di area penyembuhan
9. Splinting gigi dapat diindikasikan untuk satu atau lebih gigi bergerak di
mana ekstraksi dan terapi implant bukan alternatif yang terbaik.
10. Pencegahan drifting teeth setelah perawatan ortodontik atau ketika gigi
hilang
11. Pencegahan mobilitas setelah trauma akut seperti pada subluksasi dan
avulsi Azodo dan Erhabor, 2016; Astuti, 2015).
Menurut Tarnow dan Fletcher indikasi splinting meliputi:
1. Trauma karena oklusi primer
2. Trauma karena oklusi sekunder
3. Mobility progresif, migrasi gigi, dan nyeri ketika berfungsi
Splinting dilakukan untuk mengontrol mobilitas gigi, inflamasi gingiva,
pembentukan poket periodontal, karena peningkatan mobilitas gigi adalah akibat
langsung trauma oklusi, bruxism, dan clenching (Strassier, 2001).

Kontraindikasi

1. Splinting terhadap gigi yang mobiliti tidak dianjurkan apabila stabilitas


oklusal dan kondisi periodonsi yang baik tidak mungkin diperoleh
2. Pengobatan penyakit periodontal inflamasi belum ditangani
3. Penyesuaian oklusal untuk mengurangi trauma dan / atau gangguan belum
ditangani sebelumnya
4. Tujuan splinting adalah untuk mengurangi gigi (Azodo dan Erhabor, 2016
; Strassier, 2001).

1.2.3 Biomekanika Splinting

Splinting dapat meningkatkan daerah ketahanan akar, periodontal dan


gaya mesiodistal dengan mengubah pusat rotasi (center of rotation) beberapa gigi.
Splinting membuat distribusi yang lebih baik dengan mengarahkan gaya ke area
splintng yang memiliki dukungan periodontal yang adekuat. Maka dari itu, fungsi
mastikasi akan diarahkan ke area yang mudah dan efisien untuk mastikasi. Pada
13
gigi penyangga splinting diusahakan menghindari gaya lateral/tipping pada saat
pengunyahan.

Gaya mesiodistal merupakan efek dari kegunaan beberapa bagian yang


melekatkan gigi secara kaku. Gaya mesiodistal akan cenderung menyebabkan
rotasi seluruh unit gigi. Sebuah akar tidak bisa dimiringkan secarah terpisah
namun harus secara vertical dan bodily. Distribusi gaya mesiodistal akan lebih
baik jika dua gigi yang mesih memiliki akar di splinting bersama. Hal ini dapat
dimanfaatkan untuk mendapat kestabilan melalui kecendrungan memiringkan gigi
secara mesiodistal (Azado, 2016; Mangla, 2018).

kGambar 6. Biomekanika Splinting. (M) mengindikasikan gaya mesiodistal,


garis putus-putus (m) mengindikasikan sumbu antara gigi indicates axis
between teeth

Splinting diperluas hingga sekitar lengkung untuk menghubungkan


daerah posterior dan anterior atau untuk menghubungkan gigi pada sisi yang
berlawanan dengan lengkung sehingga gaya anteroposterior dan gaya fasiolingual
dapat dinetralkan dan didapatkan stabilitas pada arah mesiodistal dan fasiolingual
(Azodo, 2016).

1.2.4 Klasifikasi Splinting

Berdasarkan Kathariya dkk. (2016) splint periodontal dapat

diklasifikasikan berdasarkan periode penggunaannya menjadi:

14
1. Short-term temporary splint

2. Medium-term provisional splint

3. Long-term permanent splint

Berdasarkan lokasi pemasangan, splint dapat dibagi menjadi:

1. Splint Eksternal

2. Splint Internal

Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada tabel 1 dan 2

Tabel 1
Type Keterangan Indikasi Rekomendasi
Digunakan saat masa
Short-term Digunakan
perawatan periodontal
temporary kurang dari 6 Direkomendasikan
aktif, dapat dilanjutkan
splint bulan
dengan splinting tipe lain

Digunakan untuk
membantu diagnosa,
Medium-term Beberapa bulan
biasanya dilanjutkan
provisional hingga Direkomendasikan
dengan splinting
splint beberapa tahun
menggunakan tipe yang
lebih stabil

Digunakan tanpa jangka


Long-term Digunakan waktu tertentu dengan
permanent untuk menjaga periode lama, dapat Direkomendasikan
splint stabilitas berupa lepasan maupun
cekat

Tabel 2
Type Keterangan Indikasi Rekomendasi
Ligature wires
Ligature
Indikasi untuk gigi anterior yang
wires, night
Splint mengalami mobilitas.
guards, Direkomendasikan
External Menggunakan kawat dead-soft
protesa cekat
round stainless steel (0,25-0,30
interim
mm) atau kawat brass

15
Night guards
Indikasi untuk pasien dengan
riwayat bruxism atau clenching.
Stabilisasi gigi pasca perawatan
occlusal adjustment. Occlusal
splint tipe heat polymerized
polymethylmethacrylate.
Protesa cekat interim
Indikasi pada gigi dengan
masalah periodontal yang belum
ditetapkan rencana perawatan
pasti. Dapat merestorasi estetika
dan kondisi oklusa untuk
mendukung pemasangan protesa
nantinya. Memberikan waktu
untuk evaluasi desain dan
kondisi oklusal sebelum
penetapan restorasi permanen.
Indikasi pada gigi yang sangat
Komposit goyang dan gigi anterior karena
dengan atau keperluan estetik. Untuk
tanpa kawat meningkatkan kemampuan
Direkomendasikan
dan menahan shear stress resin
campuran komposit ditambahkan dengan
fiber fiber high strength yang dapat
dibentuk dan berwarna estetik

Disebut juga splint intra-koronal.


Melibatkan gigi tetangga serta
Komposit
menghilangkan celah
Splint atau Kurang
interproksimal. Dapat diperkuat
Internal komposit- direkomendasikan
dengan menggunakan kawat
fiber
metal, pin, atau fiber glass-
reinforced.

1.2.5 Keuntungan dan Kerugian Splinting

Keuntungan splinting dengan menggunakan fiber-resin komposit (Kini dkk,


2011):

 Mudah diaplikasikan dengan preparasi gigi yang minimal


 Biaya yang rendah sampai menengah jika dibandingkan dengan stabilisasi
dengan mahkota dan bridge

16
 Reversibel: mudah dilepas ketika splint tidak lagi diperlukan
 Mudah diperbaiki jika terdapat kesalahan saat bonding ulang atau aplikasi
bahan baru
 Mendukung perawatan yang lebih agresif yang dilakuka pada gigi geligi
dengan prognosis yang diragukan berdasarkan stabilisasi jangka panjang
 Nilai estetik yang tinggi\
 Mudah dibersihkan sendiri oleh pasien dirumah sehari-hari

Kerugian utama dari splinting adalah mengontrol plak karena setelah


penggunaan splinting akan lebih sulit membersihkan rongga mulut sehingga
dokter gigi harus menginstruksikan pasien tentang peningkatan tindakan untuk
kebersihan rongga mulut setelah pemasangan splinting. Ini didasarkan pada fakta
bahwa akumulasi plak pada margin splinting dapat menyebabkan iritasi gingiva
dan kerusakan periodontal lebih lanjut pada pasien dengan dukungan periodontal
yang sudah terganggu. Risiko periodontal dan karies, debridement periodontal,
dan intervensi preventif selama perawatan sangat penting untuk mempertahankan
gigi. Kerugian lain dari splinting yaitu gangguan splinting dengan fonetik,
keausan interproksimal, dan penyimpangan mesial. Splinting diketahui dapat
memperburuk dalam kesehatan periodontal jika dilakukan secara tidak benar
(Clement & Paul, 2016).

17
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Periodontitis merupakan peradangan pada jaringan pendukung gigi yang


disebabkan oleh mikroorganisme spesifik ditandai dengan adanya kehilangan
perlekatan pada jaringan penyangga yang disertai dengan terbentuknya poket
periodontal, perubahan kepadatan dan tinggi tulang alveolar serta terjadi
kegoyangan gigi. Periodontitis dapat diklasifikasikan menjadi periodontitis kronis
dan periodontitis agresif. Salah satu perawatan yang digunakan pada kasus
kegoyangan gigi akibat periodontitis kronis adalah dengan menggunakan
splinting. Splinting merupakan suatu piranti yang dibuat untuk menstabilkan atau
mengencangkan gigi-gigi yang goyang akibat suatu trauma atau penyakit. Pada
kasus, splinting yang dilakukan menggunakan komposit fiber yang memiliki
karakteristik kuat jika dibandingkan dengan bahan lainnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, L. A., 2015, Alternatif Splinting pada Kegoyangan Gigi Akibat


Penyakit Periodontal. As-Syifaa journal, Vol 07 (02).
Azodo, C.C., and Erhabor, P., 2016, Management of Tooth Mobility in the
Periodontology Clinic: An Overview and Experience from a Tertiary
Healthcare Setting, African Journal of Medical and Health Science,
15(1):50-56.
Clement Chinedu Azodo, Paul Erhabor, 2016, Management of tooth mobility
in the periodontology clinic: An overview and experience from a tertiary
healthcare setting, Journal of Medical and Health Sciences, 15(1):53.
Djais, A.I., 2011, Berbagai Jenis Splint untuk Mengurangi Kegoyangan Gigi
Sebagai Perawatan Penunjang Pasien Penyakit Periodontal, Dentofasial,
10(2):124-127.
Ichwana, Dewi L., 2016, Fiber Composites as A Method of Treatment
Splinting Tooth Mobility in Chronic Periodontitis, Journal of
Dentomaxillofacial Science (J Dentomaxillofac Sci), 1(3):190-192.
Kathariya, Rahul & Devanoorkar, Archana & Golani, Rahul & Shetty, Nandita
& Venu, Vallakatla & Yunis Saleem Bhat, Mohammad. (2016). To
Splint or Not to Splint: The Current Status of Periodontal Splinting.
Journal of the International Academy of Periodontology. 18. 45-56.
Kini, Vineet, Patil, Sanjiv M., dan Jagtap, Rasika., 2011, Bonded Reinforcing
Materials for Esthetic Anterior Periodontal Tooth Stabilization: A Case
Report, International Journal of Dental Clinics,3(1): 90-91.
Mangla, C. and Kaur, S., 2018, Splinting- A Dilemma in Periodontal Therapy,
International Journal of Research in Health and Allied Sciences., 4(3):
hal 76-82
Newman, M. Takei, H. Klokkevold, P. Carranza, F., 2012, Carranza’s Clinical
Periodontology, 11th ed., Elsevier Saunders, hal. 41-41.
Quamilla, N., 2016, Stres dan Kejadian Periodontitis (Kajian Literatur),
Journal of Syiah Kuala Dentistry Society, 1(2):161-168.

19
Strassler, H. E., Brown, C., 2001, Periodontal Splinting with a Thin-High-
Modulus Polyethylene Ribbon. Compendium Journal, Vol 22, No 8
Suwandi, Trijani., 2010, The Initial Treatment of Mobile Teeth Closure
Diastema in Chronic Adult Periodontitis, PDGI Jour, 59:105-109.

20

Anda mungkin juga menyukai