Anda di halaman 1dari 18

Daftar isi

DAFTAR ISI …………............................................................................ i


KATA PENGANTAR........................................................................... vi

1 Dari Mana Kita Berasal ? ……………..…………………………………………... 1


2 Makhluk Tuhan Yang Disebut Manusia …………...…………..…………... 6
3
∞Pengantar Penulis∞
Segala puji hanya milik Allah yang telah memecahkan
sumber-sumber hikmah dari hati orang-orang yang benar. Dengan
hikmah itu, Tuhan membukakan pendengaran para pecinta dan
perindu sehingga mereka dapat mendengar, Tuhan juga memberikan
cahaya bagi penglihatan orang-orang yang mengembara keharibaan-
Nya sehingga mereka pun mampu melihat.

Aku memuji Allah dengan sebuah pujian dari seseorang yang


mengakui anugerah-Nya. Aku bersyukur kepada Allah dengan rasa
syukur dari orang yang mengetahui kebaikan-Nya dan pemberian-
Nya. Aku memohon ampunan-Nya dari segala dosa yang ada di
semua amal. Aku meminta pertolongan kepada Dia yang menjadi asal
dari segala sesuatu.

Kupanjatkan selawat kepada Nabi dan hamba-Nya


yangmulia, Sayidina Muhammad Saw., kepada keluarga, para
sahabat, keturunan dan juga semua orang yang mencintainya,
denganuntaian selawat untuk melaksanakan kewajiban
mengagungkankedudukannya dan memuliakan pangkatnya. Kepada
beliau dan mereka semua, aku haturkan ribuan salam sejahtera. Aku
bersyukur atasa semua itu.

Tiada apa pun lagi di sana selain Allah: Barang siapa yang
mengetahui-Nya, maka ia akan meraih kebahagiaan sejati. Siapapun
yang melupakan-Nya, maka ia akan tertimpa kerugian yang nyata.
Tingkatan para makhluk di jalan makrifat ini bertingkat-tingkat. Di
antara mereka ada yang terpandang, rajin melaksanakan salat, dan
yang mampu bertajali (menangkap penampakan keagungan Allah).
Ada pula seseorang yang terdiam, yang tak diketahui keadaannya.
Allah SWT telah mempersiapkan keberadaan seseorang yang
menyeru kepada keimanan: “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu[QS.
Ali ‘Imran: 193].” Kenalilah Tuhanmu dengan sungguh-sungguh
sebagai tujuan dan maksud dari setiap apa yang kamu ambil dan
kamu undang. Termasuk ke dalam golongan yang istimewa ini adalah
para utusan, para Nabi, orang-orang saleh dan para wali. Golongan
ini tidak memandang apapun selain Allah sehingga nyatalah makna
kalimat syahadat: “Tiada Tuhan selain Allah.”

Karena mereka semua adalah golongan yang paling istimewa


daripada makhluk-makhluk lainnya, maka Allah telah
mengistimewakan setiap ucapan mereka di atas ucapan makhluk
lainnya. Ketika seseorang berkata: “Sesungguhnya mendahulukan
ucapan anak cucu umat yang mulia ini adalah fardu kifayah, karena
ucapan mereka adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk
memperbaiki hati kita.”

Benar bahwa kita sangat membutuhkan keikhlasan yang


sempurna, sebab bentuk amalan-amalan lahiriah tidak akan memberi
manfaat tanpa dilandasi oleh keikhlasan. Imam Ibnu ‘Athaillah
pernah berkata: “Amal adalah kerangka yang mati, dan nyawanya
adalah keikhlasan yang ada dalam amalan tersebut.”

Dipengantar buku ini, semoga aku diampuni Allah, dan dapat


mempertanggung jawabkan apa yang telah ditulis di hari pembalasan
nanti. Sungguh aku adalah termasuk manusia hina, yang lalai
terhadap perintah Allah. Aku bukanlah seorang yang terlahir dari
keluarga yang ahli dalam agama, bukan juga keturunan ulama yang
terkemuka, namun aku hanyalah anak yang terlahir dari
keluarga sederhana. Hidup bersama orang tua yang peduli terhadap
pendidikan. Walau pada akhirnya aku menjadi seorang yang jauh dari
agama dan menjadi anak yang tidak berbakti kepada orang tuanya.
Hingga terjatuh kedalam lubang kegelapan.

Didalam perjalananku mencari jati diri untuk menemukan


hakikat-hakikat kehidupan, dengan izin Allah yang menjadikan segala
sesuatu, dengan jalan yang telah ditentukan-Nya. Melalui para
kekasih-Nya hingga cahaya itu sampai kepadaku. Aku dipertemukan
dengan sosok guru yang berhati suci, berakhlak mulia. Walaupun
secara lahiriah aku belum pernah bertemu, dikarena kan, sewaktu
aku mendapat bimbingan dengan pelantara wakilnya, di sebuah
pesantren yang berada di kota Cianjur beliau sudah berpindah alam.
Tetapi aku merasa bahwa dia selalu membimbing jiwaku kejalan yang
benar untuk menuju Allah.

Sosok guru itu adalah Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul


Arifin R.A. yang dikenal dengan nama Abah Anom , yang meninggal
pada usia 96 tahun merupakan seorang ulama dan juga pemimpin
Thariqah Qadiriyah Naqshabandiyah (TQN)1, Pesantren Suryalaya,
Pagerageung, Tasikmalaya. Dia telah merubah pandanganku
terhadap dunia, hingga menjadikan kebahagiaan dan kesedihan
terasa sama, menyulap bumiku menjadi permata, dengan tanah
liatku, ia bentuk semesta laksana surga.

Secara singkat akan aku paparkan tentang tulisan sederhana


ini, yang berisi tentang berbagai persoalan spiritual umat islam di
akhir zaman ini,
1 Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah atau Thoriqoh Qoodiriyah Naqsyabandiyah adalah
perpaduan dari dua buah tarekat besar, yaitu Thariqah Qadiriyah dan Thariqah Naqsabandiyah
yang didirikan oleh Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi di Makkah pada awal abad ke-13 hijrah/
abad ke-19 M. Dan termasuk tarekat yang mu'tabarah (diakui keabsahannya).
serta tentang perbaikan akhlak hingga pada puncaknya kembali ke
Allah. Yang aku harapkan, dengan di tulisnya buku ini bisa menjadi
wasilah untuk orang lain agar lebih mendekatkan diri kepada Allah,
dan mendapakan ridho-Nya. Tujuan pokok dari buku ini adalah:
Tarbiyah rohani pada manusia agar ia mengikuti apa yang
dikehendaki Allah, Tuhan semesta dan jagat raya ini. Dengan
mengetahui tingkah laku qolbu, baik buruknya qolbu diikuti dengan
cara untuk membersihkannya dan melakukan perjalanan ruh menuju
Allah. Untuk mencapai tujuan penciptaannya manusia.

Semua ini Diambil dari berbagai kitab, dan pengalaman


dalam pencarian makna kehidupan. Ada juga di berbagai sesi
tercantum kisah dan pemikiran-pemikiran tokoh sufi karismatik yang
bisa di ambil hikmahnya untuk kehidupan kita dalam melakukan
perjalanan menuju allah, melewati berbagai persoalan yang
terkadang menjadi penghalang bagi kita untuk samapi kesana.

Di penghujung pengantar ini izinkan aku mengutip syairnya


Maulana Jalaludin Rumi yang ku anggap sesuai dengan harapan
penulisan buku ini.

“Jika engkau belum mempunyai ilmu, hanyalah prasangka, maka


milikilah prasangka yang baik tentang Tuhan.”

“Jika engkau hanya mampu merangkak, maka merangkaklah


kepada-Nya.”

“Jika engkau belum mampu berdoa dengan khusyu, maka tetaplah


persembahkan doamu yang kering, munafik, dan tanpa keyakinan
karena Tuhan dengan rahmat-Nya akan tetap menerima mata
palsumu.”
“Jika engkau masih mempunyai seratus keraguan mengenai Tuhan,
maka kurangilah menjadi sembilan puluh sembilan saja.”
Wahai pejalan..
biarpun telah seratus kali engkau ingkar janji
ayolah datang, dan datang lagi
karena Tuhan telah berfirman:
“Ketika engkau melambung ke angkasa dan terpuruk ke dalam
jurang, ingatlah pada-Ku, karena Aku-lah jalan itu.”

Allah SWT adalah tujuan di awal dan di akhir.

Sukabumi, 1 Rajab 1440

Iim Abdurohim
1. DARI MANA KITA BERASAL?
Kita ini adalah makhluk tuhan yang disebut manusia, maka
bersyukurah kita semua karena Allah Swt. telah menjadikan kita al
insan (manusia) sebagai makhluk yang paling mulia dan sempurna,
dari sekian milyar makhluk-makhluk-Nya.

Akan tetapi dalam pencarian jati diri sering kali beberapa


pertanyaan selalu menghapiri pikiran kita, tentang siapa diri kita?
Dari mana kita berasal ? untuk apa kita berada disini? Apa yang harus
kita lakukan? Dan kemana kita akan pergi.? Kita juga terkadang
menganggap semua ini terjadi begitu saja tanpa ada yang mengatur.
Mengapa sering terlitas pikiran-pikiran itu? Itu karena kita adalah
mahluk hidup yang paling unik. Keunikannya tidak hanya terletak
pada struktur tubuhnya yang Iebih sempurna dibandingkan dengan
mahluk hidup Iainnya, namun juga pada rasa ingin tahu (curiosity)
yang besar tentang keberadaan dirinya di dunia. Keberadaan diri
manusia tidak terlepas dari proses penciptaan, yang merupakan
suatu perwujudan keMahaKuasaan Allah. Realitas keberadaan
manusia terletak pada daya atau Kemahakuasaan Penciptaan Ilahi,
Kesadaran Ilahi, KehendakNya dan Kerahiman Ilahi. Tuhan
menciptakan dunia dan manusia tanpa mengurangi Kesempurnaan
DiriNya. Allah menciptakan manusia tanpa mengkhawatirkan
keberadaan DiriNya,

Allah juga menanamkan pada diri manusia hampir semua


potensi untuk mencapai kesempurnaan Ilahiyah. Allah
mengejawantahkan Kecemerlangan cahaya ilahi dan Kemuliaan iahi
di dalam dan melalui manusia. Allah menciptakan alam semesta
dalam rangka mendukung eksistensi manusia. Makna penciptaan
manusia bukan semata-mata peristiwa atau episode dalam proses
evolusi raksasa, bukan pula satu titik di dalam realitas kosmos yang
sangat besar. Manusia justru merupakan tokoh utama dari drama
penciptaan. Manusia merupakan kisah nyata atau kitab utama,
sedangkan alam semesta hanya sebagai kitab pengantar. Manusia
adalah buah terkaya dari pohon eksistensi dan mahkota kemuliaan
dari Penciptaan Ilahi.

Berbicara tentang Tuhan tidak bias kita capai dengan pikiran,


karena pikiran. Karena akal manusia itu terbatas ruang dan waktu,
sedangkan Allah tidak memerlukan ruang dan waktu. Allah di level ini

Ketika belum ada sesuatu, tentu belum ada yang


mengatakan tuhan. Kemuadian tuhan berkehendak diriNya disebut
Tuhan maka diciptakanlah makhluk, untuk mengenalNya, untuk
menunjukan kekuasaanNya. Seperti Hadis Qudsi yang diriwayatkan
oleh Mujahid, yang berbunyi sebagai berikut:

"Kuntu kanzan makhfiyyan, fa ahbabtu an u'raf. Fa khalaqtu al-khalqa


li kai u'raf”

Artinya: Aku laksana perbendaharaan yang tersembunyi, lalu Aku


ingin supaya diketahui, maka kujadikanlah makhluk, maka dengan
adanya (ciptaan-Ku) itulah mereka mengetahui-Ku.

Lantas makhluk apa yang pertama diciptakanNya? Terjadinya alam ini


tidak dapat dipisahkan dari Hakikat Nur Muhammad. Allah Yang Maha
Tinggi pada permulaannya menciptakan cahaya Muhammad daripada
cahaya suci Keindahan-Nya. Dalam hadis Qudsi Dia berfirman: “Aku
ciptakan ruh Muhammad daripada cahaya WajahKu”. Ini dinyatakan
juga oleh Nabi Muhammad s.a.w dengan sabdanya: “Mula-mula Allah
ciptakan ruhku. Pada permulaannya diciptakanNya sebagai ruh suci”.
Apa yang dimaksudkan sebagai ciptaan permulaan itu ialah ciptaan hakikat
kepada Nabi Muhammad s.a.w.
Kebenaran tentang Muhammad yang tersembunyi. Dia juga diberi
nama yang indah-indah. Dia dinamakan nur, cahaya suci, kerana dia
dipersucikan dari kegelapan yang tersembunyi di bawah sifat jalal Allah.

Allah Yang Maha Tinggi berfirman:

“Sesungguhnya telah datang kepada kamu dari Allah, cahaya dan kitab
yang menerangkan”. (Al- Maaidah, ayat 15)

Dia dinamakan akal yang meliputi (akal universal) kerana dia


telah melihat dan mengenali segala- galanya. Dia dinamakan qalam
kerana dia menyebarkan hikmah dan ilmu dan dia mencurahkan ilmu ke
dalam huruf-huruf. Roh Muhammad adalah zat atau hakikat kepada
segala kejadian, permulaan dan kenyataan alam maya. Baginda s.a.w
menyatakan hal ini dengan sabdanya, “Aku daripada Allah dan sekalian
yang lain daripadaku”. Allah Yang Maha Tinggi menciptakan sekalian roh-
roh daripada roh baginda s.a.w di dalam alam kejadian yang pertama,
dalam bentuk yang paling baik. ‘Muhammad’ adalah nama kepada
sekalian kemanusiaan di dalam alam arwah. Dia adalah sumber, asal usul
dan kediaman bagi sesuatu dan segala-galanya. Empat ribu tahun selepas
diciptakan cahaya Muhammad, Allah ciptakan arasy daripada cahaya mata
Muhammad. Dia ciptakan makhluk yang lain daripada arasy. Kemudian Dia
hantarkan roh-roh turun kepada peringkat penciptaan yang paling rendah,
kepada alam kebendaan, alam jirim dan badan.

Dia hantarkan cahaya itu daripada tempat ia diciptakan, dari


alam lahut, iaitu alam kenyataan bagi Zat Allah, bagi keesaan, bagi wujud
mutlak, kepada alam nama-nama Ilahi, kenyataan sifat-sifat Ilahi, alam
bagi akal asbab kepunyaan roh yang meliputi (roh universal). Di sana Dia
pakaikan roh-roh itu dengan pakaian cahaya. Roh-roh ini dinamakan
‘roh pemerintah’. Dengan berpakaian cahaya mereka turun kepada
alam malaikat. Di sana mereka dinamakan ‘roh rohani’. Kemudian Dia
arahkan mereka turun kepada alam kebendaan, alam jirim, air dan api,

tanah dan angin dan mereka menjadi ‘roh manusia’. Kemudian daripada
dunia ini Dia ciptakan tubuh yang berdaging, berdarah.

“Kemudian Kami jadikan kamu dan kepadanya kamu akan dikembalikan


dan daripadanya kamu akan dibangkitkan sekali lagi”. (Surah Ta Ha, ayat
55)

Selepas peringkat-peringkat ini Allah memerintahkan roh-roh supaya


memasuki badan-badan dan dengan kehendakNya mereka pun masuk.

“Maka apabila Aku sempurnakan kejadiannya dan Aku tiup padanya roh-
Ku…”. (Surah Shad, ayat 72)

Sampai masanya roh-roh itu terikat dengan badan, dengan darah dan
daging dan lupa kepada asal usul kejadian dan perjanjian mereka. Mereka
lupa tatkala Allah ciptakan mereka pada alam arwah Dia telah bertanya
kepada mereka:

"Allah berfirman, ‘Bukankah Aku ini Rabb kalian?’ Mereka menjawab,


‘Benar, Engkau Rabb kami’" (Surah al-A’râf ,ayat 172).

Karena, untuk memenuhi perjanjian dengan Allah. seperti itu


tidaklah mudah, baik cara maupun pelaksanaannya. Oleh karena itu,
Allah Swt. selalu mengingatkan kepada manusia bahwa Allah

telah menerima perjanjian dari manusia jika Allah adalah Rabb bagi
mereka.

Sesungguhnya perjanjian semacam itu disebutkan untuk


mengingatkan kepada manusia, bahwa mereka telah berjanji akan
mentaati Allah. dan menerima Dia sebagai Sang Maha Pencipta.
Dengan adanya tanya jawab yang seperti itu, maka manusia akan
mengerti bahwa dirinya terwujud (ada) di alam semesta ini setelah
diciptakan dan dikehendaki oleh Sang Maha Pencipta. Oleh karena
itu, manusia harus mengakui bahwa Sang Maha Pencipta tidak butuh
sedikit pun kepada manusia. Namun, justru sebaliknya, manusia-lah
sebagai hasil ciptaan yang sangat membutuhkan Sang Pencipta.
Perjanjian di atas adalah semacam ijab qabul antara manusia dengan
Allah Swt., bahwa mereka benar-benar telah mempercayai Allah
sebagai Sang Pencipta.

Hendaknya kita mengerti pula, bahwa perjanjian antara


manusia dengan Allah Swt. tidak boleh diartikan sebagai tanya jawab
yang bersifat biasa. Allah Swt. memerintahkan kepada seluruh
makhluk-Nya menjalankan semua perintahNya, dan Dia mendengar
segala bentuk suara yang keluar dari makhlukNya, serta mengajari
mereka untuk menjawab pertanyaan-Nya. Dengan redaksi yang lebih
sederhana dapat disimpulkan, bahwa Allah Swt. memerintahkan
kepada setiap makhluknya yang beraneka ragam itu untuk menaati
semua perintahNya, sesuai dengan pernyataan pada saat diajukan
kepada mereka oleh Allah di alam arwah, dan juga jawaban yang
mereka berikan kepadaNya sebagai janji setia. Mereka lupa kepada
ikrar mereka. Mereka lupa kepada asal usul mereka, lupa juga kepada
jalan untuk kembali kepada tempat asal mereka. Tetapi Allah Maha
Penyayang, Maha Pengampun, sumber kepada segala keselamatan
dan pertolongan bagi sekalian hamba-hamba-Nya. Dia mengasihani
mereka lalu Dia hantarkan kitab-kitab suci dan rasul-rasul kepada
mereka untuk mengingatkan mereka tentang asal usul mereka.

Nabi-nabi terus diutuskan dan perutusan suci berterusan


sehingga muncul roh Muhammad yang mulia, yang terakhir di kalangan
nabi-nabi, yang menyelamatkan manusia daripada kehancuran dan
kelalaian. Allah Yang Maha Tinggi mengutuskannya untuk membuka mata
manusia iaitu membuka mata hati yang ketiduran. Tujuannya ialah
mengejutkan manusia dari kelalaian dan ketidaksedaran dan untuk
menyatukan mereka dengan keindahan yang abadi, dengan penyebab,
dengan Zat Allah. Allah berfirman:

“Katakan: Inilah jalanku yang aku dan orang-orang yang mengikuti


daku kepada Allah dengan pandangan yang jelas (basirah)”. (Surah
Yusuf, ayat 108).

Citra manusia yang terpenting adalah seluruh manusia


dilahirkan dalam kondisi suci (fitrah), yaitu manusia terlahir dalam
kondisi tidak memiliki dosa sama sekali dan memiliki potensi dasar
taat kepada Allah. Kondisi fitrah ini, kemudian mendapat pengaruh
secara terus menerus dari lingkungan yang tentunya mempengaruhi
perkembangan kepribadian dan keagamaan seseorang. selain itu
manusia juga dengan memiliki kebebasan, sehingga manusia berhak
menentukan jalannya sendiri.

Adapun jalan yang paling sempurna, paling lengkap, dan


paling selamat adalah jalan yang dilalui dan ditempuh oleh Nabi
terakhir, Muhammad s.a.w. Sebab jalan beliau mencakup semua
jalan yang ada. Jalan beliau dibangun di atas pondasi tauhid inti yang
meliputi semua tauhid sifat dan perbuatan. Tidak seorang pun yang
mendapat petunjuk untuk menempuh jalan Nabi s.a.w. kecuali
dengan adanya tarikan dari Allah s.w.t. dan karunia dari sisiNya. Siapa
pun yang tidak mendapat bantuan dan pertolongan dariNya, ia tidak
akan mendapat petunjuk untuk menempuh jalanNya.
Kita sudah seharusnya banyak bersyukur karena ditakdirkan
Allah menjadi seorang yang beragama Islam, walaupun menjadi
minoritas dan kebanyakan sebagian lain menganut agama yang
bukan Islam. Hal ini yang menjadi peringatan kepada kita bahwa
kekuatan Islam masa lalu telah tergeser. Di zaman Rasulullah Saw,
khulafaurrasyidin, dinasti-dinasti Islam Bani Umayyah, Abbasiyah
maupun Utsmaniyah, telah mampu mewujudkan umat Islam di muka
bumi ini adalah umat terbanyak. Tetapi karena timbulnya
perpecahan, pertikaian, perebutan kekuasaan, perebutan tahta,
harta dan wanita yang menimbulkan umat Islam semakin lemah.

Di saat umat Islam lemah, kaum kafir melakukan serangan


balik dengan kekuatan yang dahsyat, sehingga Islam dikalahkan oleh
luar Islam. Antara lain Spanyol yang telah dikusai Islam selama 350
tahun, ketika kaum Salibi melakukan serangan balik maka porak-
porandalah umat Islam disana. Walaupun ada beberapa negara yang
terus dirambah oleh Dakwah Islam sehingga banyak umat-umat lain
yang berpindah ke Islam. Tetapi jumlah kita masih tetap sedikit
dibandingkan dengan luar Islam. Dan diantara kita yang sudah
menjadi seorang muslim, ada mereka yang taat, ada juga muslim
yang tidak taat, dimana perbandingannya lebih banyak yang tidak
taat. Dari sekian yang taat, yang sudah mendalami Islam secara
dhohir dan batin, masih sedikit. Mayoritas dari yang taat ini melihat
Islam dari aspek dhohirnya saja. Tapi ada sebagian orang yang oleh
Allah Swt. diberi kemampuan mempelajari ilmu dhohir bathinnya
Islam.
Proses penciptaan manusia tidak dapat dipisahkan dari dua
unsur, yaitu jasmani dan rohani. Tidak bisa disebut manusia kalau
hanya jasmaninya saja tanpa adanya rohani. manusia pada dasarnya
memiliki dua sifat yaitu sifat kemanusiaan (nasut) dan sifat
ketuhanan (lahut), karena dua unsur yang membentuk manusia itu
sendiri. Unsur materi menjadikan manusia memiliki kecenderungan
berbuat buruk dan unsur rohani menjadikan manusia kecenderungan
ingin selalu dekat dengan Tuhannya.

Sedangkan baik buruknya prilaku manusia itu tergantung


keadaan qolbunya, pemahaman ini didasarkan pada sabda
Rosululloh Saw sebagai berikut:

Artinya : “… Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat


segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan
jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia
adalah hati (qolbu) “. (Riwayat Bukhori dan Muslim)

Namun pemahaman ini adalah pemahaman yang sangat


mendasar yang diajarkan oleh Rosululloh Saw kepada umatnya yang
pada waktu itu masih kental dengan kejahiliyahan dan tidak mau
menerima sesuatu yang sulit difahami secara akal. Adapun
maksudnya agar umatnya mudah mengerti dan tidak timbul banyak
pertanyaan yang menjadikannya kembali kepada kemusyrikan dan
kekufuran.

Menurut penjelasan K.H. Zainal Abidin Bazul Ashab


(Pimpinan Pondok Pesantren Az-Zainiyyah, Nagrog – Sukabumi)
bahasa yang digunakan oleh Rosululloh Saw dalam hadits di atas
merupakan kepiawaian komunikasi artinya yang dimaksudkan oleh
beliau bukanlah hati yang berbentuk segumpal darah itu, akan tetapi
tempat atau mahalnya berada tepat di bagian tersebut.

Lantais apa yang disebut Qolbu? Qolbu adalah sebuah


latifah/titik sensor/dimensi ketuhanan dalam diri manusia, dan tidak
mempunyai bentuk fisik. Untuk membuktikan bahwa qolbu itu
bukanlah daging hati, kita bisa melihat dan menyaksikan seekor ayam
atau kambing yang kita potong kemudian kita bedah perutnya maka
kita akan menemukan pada hewan tersebut segumpal daging yang
disebut daging hati, tapi pernahkah setelah kita cari kemudian kita
temukan di dalam perut hewan yang sudah dibedah tersebut ada
daging qolbu. Kemudian kita pergi ke sebuah warung makan atau
restoran lalu kita bertanya apakah disana ada sop daging hati atau
goreng daging hati, maka tentulah di salah satu warung makan atau
restoran tersebut ada dan disediakan menu makanan dengan lauk
sop atau goreng daging hati. Tapi coba kita tanyakan apakah disana
ada sop atau goreng daging qolbu, maka jawabannya pasti tidak ada
karena qolbu tidak diperjualbelikan dan bukan untuk dimakan dan
bukan pula berbentuk segumpal daging. Daging hati yang berbentuk
segumpal daging itu dalam bahasa arab disebut “kabid” bukan qolbu.
Adapun qolbu menurut Imam Al-Ghozali r.a adalah ruh, akal atau
nafsu.

Kenapa dikatakan demikian, karena memang benar seperti


itu adanya. Apabila ada di hadapan kita sosok mayat. Apabila saya
tanyakan, mayat ini sudah tidak ada apanya : qolbunya, ruhnya,
akalnya atau nafsunya. maka pasti jawabannya : “semuanya”.

Tidak salah apabila ada yang mengatakan qolbunya yang


tidak ada, karena ketika seseorang meninggal maka qolbunya yang
selalu menjadi sumber perasa ketika masih hidup seperti ; sedih,
senang, tentram, menyesal, marah maka setelah meninggal perasaan
di mayat (jasad tanpa qolbu) itu hilang, dia tidak merasakan apa-apa
lagi.

Tidak salah juga kalau orang berkata ruhnya yang tidak ada,
karena ruh adalah nyawa bagi mayat itu. Setelah ruhnya tidak ada
maka mayat (jasad tanpa ruh) itu tidak bernyawa lagi, tidak bernafas
lagi, tidak berdetak lagi jantungnya serta nadinyapun tidak berdenyut
lagi. Apabila ada yang mengatakan akalnya yang tidak ada, maka ini
juga betul karena setelah meninggalnya seseorang maka mayat
(jasad tanpa akal) tersebut tidak akan berfikir lagi dan tidak akan
faham lagi dengan ilmu-ilmu yang dulu pernah dipelajarinya selagi
hidup.
Terakhir jika dikatakan yang tidak ada itu nafsunya, maka ini
pun betul. Karena nafsu itu adalah unsur dalam jiwa orang yang
masih hidup yang memiliki keinginan-keinginan baik maupun buruk.
Dengan demikian setelah menjadi mayat maka tidak ada lagi pada
mayat (jasad tanpa nafsu) itu nafsunya sehingga dia tidak memiliki
keinginan apapun.

Sekarang dapat kita simpulkan kalau semua jawaban


tersebut adalah benar, maka berarti keempat nama yang berbeda itu
adalah satu, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Imam Al-
Ghozali r.a.

Anda mungkin juga menyukai