Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

“Pencucian dan Sterilisasi Alat, Karet, Vial dan Botol Infus”

Oleh :

Kelompok C4

Norma Tanziela (152210101074)

Regol Sasaka Raudiah (152210101075)

Septi Sudianingsih (152210101076)

Zuliana Nurvidiati (152210101077)

Ulfa Aliyatul Himmah (152210101083)

Arini Fitria Zain (152210101084)

Dosen Jaga: Viddy Agustian Rosyidi, S.Farm., M.Sc., Apt.

LABORATORIUM BAGIAN FARMASETIKA


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2018
I. Tujuan Praktikum
Mahasiswa memahami dan mampu melakukan pencucian dan sterilisasi
terhadap alat dan kemasan dengan metode yang sesuai

II. Latar Belakang


Sterilisasi merupakan suatu proses mengeliminasi atau menghilangkan
adanya keberadaan mikroorganisme yang tidak diharapkan dalam suatu alat,
bahan dan media baik yang bersifat patogen atau apatogen. Kemunculan
mikroorganisme dapat terjadi dalam beberapa bentuk sediaan atau produk yang
dihasilkan, tidak terkecuali untuk sediaan farmasi yang termasuk dalam sediaan
steril. Dalam bidang mikrobiologi, uji sterilisasi masuk ke dalam aspek utama
keberhasilan suatu sediaan yang telah dibuat oleh produsen atau industri farmasi.
Seperti yang diketahui, bahwa suatu sediaan steril adalah sediaan yang harus
bebas terhadap kontaminan mikroorganisme atau pirogen pada alat, bahan dan
kemasan. Namun tidak menutup kemungkinan jika sediaan tersebut bebas
seluruhnya dari kontaminan mikroorganisme.
Preparasi dan proses pembuatan terhadap produk sediaan steril harus
dilakukan berdasarkan persyaratan khusus untuk memperkecil adanya
kontaminasi terhadap mikroba, partikel partikulat, pirogen dan interaksi antara
kemasan dan penutup kemasan. Hal ini dikarenakan beberapa sediaan farmasi
umumnya dilakukan melalui proses fisika, kimia atau mekanik. Jika terdapat
pertumbuhan mikroorganisme dalam produk yang dihasilkan, maka dapat
menunjukkan bahwa pertumbuhan mikroorganisme masih berlangsung akibat
kurang sempurnanya proses sterilisasi yang telah dilakukan.
Wadah atau kemasan memiliki hubungan erat dengan produk yang
dihasilkan. Tidak ada wadah yang tersedia dalam kondisi yang benar-benar steril
atau bersih, sehingga dapat dimungkinkan adanya proses reaktivitas jika bertemu
dengan larutan air. Umumnya, sifat fisika dan kimia dapat mempengaruhi
kestabilan suatu produk, akan tetapi sifat fisika cenderung dijadikan sebagai
pertimbangan utama dalam pemilihan wadah pelindung. Terdapat beberapa
macam bahan yang digunakan dalam wadah sediaan steril, misalnya wadah
plastik, gelas dan karet. Sehingga pemilihan dari ketiga bahan tersebut, harus
disesuaikan dengan teknik sterilisasi dan efek suatu proses terhadap bahan yang
sedang atau akan disterilkan.
Pencucian dilakukan untuk membersihkan suatu pengemas atau wadah
dari lemak, partikel, bakteri dan pirogen, yang kemudian akan dilanjutkan dengan
proses pengeringan berupa sterilisasi panas kering di oven atau panas basah di
autoklaf. pencucian merupakan aspek keberhasilan dalam melakukan pengujian
dan penetapan kadar suatu sediaan farmasi selanjutnya berdasarkan pada kriteria
farmakope, sehingga untuk mengurangi tingkat kesalahannya maka dilakukan
proses kebersihan alat dengan pencucian, terutama peralatan kaca yang akan
digunakan saat penelitian atau percobaan praktikum. Selain proses sterilisasi yang
dilakukan, terdapat proses sterilisasi secara aseptik untuk menjamin resiko terkecil
kontaminasi mikroba dalam bentuk sediaan atau alat terkemas.
Dengan tingkat kontaminan yang berbeda-beda dalam setiap produk yang
dihasilkan maka terdapat penetapan angka probabilitas untuk menjamin tingkat
unit nonsterilitas (jaminan sterilisasi dengan perbandingan 10-6) yang akan
diperoleh atau diketahui pada larutan dan penutupnya. Olehkarena itu, untuk
menjamin tingkat sterilisasi suatu produk industri, terutama bidang farmasi maka
dibutuhkan adanya pemahaman dan pengetahuan terhadap proses pencucian dan
sterilisisai alat dan bahan yang akan digunakan dalam proses pembuatan sediaan
steril dan uji sterilisasi selanjutnya.
III. Dasar Teori
3.1 Sediaan Steril
3.1.1 Pengertian Sediaan Steril
Sediaan steril adalah sediaan yang bebas dari adanya kontaminasi
mikroba baik patogen, non patogen, vegetatif maupun non vegetatif dari suatu
material, sehingga selain memenuhi persyaratan fisika-kimia juga mampu
memenuhi persyaratan steril (Agoes, 2009). Kontaminasi mikroorganisme
dapat berasal dari bahan baku dan eksipien, peralatan yang digunakan,
operator, udara atau ruang kerja, serta material pengemasan (Agoes, 2009).
Dalam pembuatan sediaan steril perlu juga diperhatikan beberapa hal
seperti persiapan bahan aktif utama (bahan baku), bahan tambahan, jumlah air
yang digunakan, proses pengepakan, ruang lingkungan kerja dan peralatan,
serta personel peneliti atau pengembang yang terlibat didalmnya (Remington,
2005).

3.1.2 Macam-macam Sediaan Steril


Terdapat beberapa macam jenis produk steril berdasarkan penggunannya,
yaitu antara lain:
a. Obat Injeksi
Sediaan injeksi merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi,
suspensi, atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu
sebelum digunakan secara parenteral. Suntikan bisa dilakukan dengan cara
menembus, merobek jaringan dengan melalui kulit atau selaput lendir (Lukas,
2006). Obat yang diberikan melalui injeksi disebut pemberian obat secara
parenteral. Adapun bentuk Adapun bentuk sediaan farmasi parenteral yaitu
infus.
Infus adalah produk parenteral yang digunakan untuk injeksi kedalam
pembuluh darah vena melalui intravena. Infus dikemas dalam wadah Large
Volume Parenteral (LVP) plastik atau gelas yang cocok untuk intravena.
System infus menyediakan kecepatan aliran cairan yang terus-menerus dan
teratur. Infus bisa diberikan dengan atau tanpa bahan tambahan (Lecvhuk,
1992). Contoh sediaan ini yaitu infus dekstrosa dan NaCl.

b. Larutan, Suspensi dan Salep untuk Mata


Sediaan obat mata merupakan sediaan yang dipakai untuk menghasilkan
efek setempat pada pengobatan bagian permukaan mata atau pada bagian
dalamnya (Hoover, 1975). Bentuk sediaan obat mata antara lain:
 Larutan, contohnya sulfacetamide larutan mata
 Suspensi, contohnya hydrocortison acetat suspensi mata
 Salep, contohnya salep mata gentamisin sulfat.

c. Implan atau Pelet steril


Implan atau pelet, adalah sediaan dengan massa padat steril berukuran
kecil, berisi obat dengan kemurnian tinggi (dengan atau tanpa eksipien), dibuat
dengan cara pengempaan atau pencetakan. Implan atau pelet dimaksudkan
untuk ditanam di dalam tubuh (biasanya secara sub kutan) dengan tujuan untuk
memperoleh pelepasan obat secara berkesinambungan dalam jangka waktu
lama (Depkes RI, 1995). Contohnya adalah pelet estradiol.
Selain macam-macam jenis produk steril seperti diatas, terdapat beberapa
cara penggolongan bentuk sediaan steril:
1. Berdasarkan kemasan, dikenal dengan sediaan dalam bentuk:
 Ampul
 Disposable syringe
 Vial untuk multiple dose
 Volume besar, misalnya infus
2. Berdasarkan indikasi penggunaan klinis:
 Larutan irigasi
 Larutan dialisa
 Larutan allergen
 Bahan pendiagnosa
 Larutan ophthalmic steril (larutan tetes mata steril)
3. Berdasarkan bentuk fisik dari sediaan:
 Larutan steril
 Padat steril
 Suspensi steril
 Emulsi steril

3.2 Sterilisasi
3.2.1 Pengertian Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses yang digunakan untuk menciptakan keadaan
steril pada suatu material, yaitu kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat
penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup (Lachman,
1994).
3.2.2 Tujuan Sterilisasi
Ada beberapa alasan dilakukannya sterilisasi yaitu untuk mencegah
transmisi penyakit, mencegah timbulnya infeksi, mencegah pembusukan
material oleh mikroorganisme dan untuk mencegah kompetisi nutrien dalam
media pertumbuhan sehingga memungkinkan kultur organisme spesifik
berbiak untuk keperluan sendiri (seperti produksi ragi) atau untuk metabolitnya
(seperti untuk memproduksi minuman dan antibiotika) (Agoes, 2009).
3.2.3 Metode Sterilisasi
Metode sterilisasi yang umum digunakan adalah dengan menggunakan
sterilisasi fisik, kimia dan mekanik.
 Sterilisasi fisik
Salah satu metode sterilisasi fisik yaitu dengan menggunakan panas, baik
panas kering atau basah. Bila panas digunakan bersama-sama dengan uap air
maka disebut sterilisasi panas lembab atau sterilisasi basah, bila tanpa
kelembaban maka disebut sterilisasi panas kering atau sterilisasi kering
(Hadioetomo, 1985).
a. Pemanasan kering
 Keuntungan:
1. Dapat digunakan untuk membunuh spora dan bentuk vegetatifnya
dari semua mikroorganisme (Lachman, 1994)
2. Umumnya digunakan untuk senyawa-senyawa yang tidak efektif
disterilkan dengan uap air panas (Ansel, 2005)
3. Metode pilihan bila dibutuhkan peralatan yang kering atau wadah
yang kering seperti pada zat kimia kering atau larutan bukan air
(Ansel, 2005).
 Kerugian:
1. Hanya digunakan untuk zat-zat yang tahan penguraian pada suhu
diatas kira-kira 140ºC (Lachman, 1994)
2. Karena panas kering efektif membunuh mikroba dengan uap air
panas, maka diperlukan temperatur yang lebih tinggi dan waktu
yang lebih panjang (Ansel, 2005).
Salah satu contoh metode pemanasan kering adalah dengan
menggunakan udara panas oven. Oven bersuhu tinggi antara 160-170ºC yang
biasa digunakan untuk sterilisasi kering. Karakteristik sterilisasi kering
adalah suhu tinggi dan waktu sterilisasi yang lama sekitar 1-3 jam. Bahan
atau alat yang akan disterilisasi kering harus tahan panas dan tidak mengalami
kerusakan pada suhu yang digunakan dan disterilkan dengan cara
membungkus, menyumbat atau meletakkannya dalam wadah tertutup untuk
mencegah kontaminasi ketika dikeluarkan dari oven.
b. Pemanasan Basah
 Keuntungan:
1. Adanya uap air dalam sel mikroba menimbulkan kerusakan pada
temperatur yang relatif rendah daripada tidak ada kelembaban
(Ansel, 2005)
2. Metode ini digunakan untuk sediaan farmasi dan bahan-bahan
yang dapat tahan terhadap temperatur yang digunakan dan
penembusan uap tetapi tidak timbul efek yang tidak dikehendaki
akibat uap air (Ansel, 2005)
3. Sel bakteri dengan kadar air besar umumnya lebih mudah dibunuh
(Ansel, 2005)
4. Dipergunakan untuk larutan jumlah besar, alat-alat gelas,
pembalut operasi dan instrument (Ansel, 2005)
5. Dapat membunuh semua bentuk mikroorganisme vegetatif.
 Kerugian:
1. Tidak digunakan untuk mensterilkan minyak-minyak lemak,
sediaan berminyak dan sediaan yang tidak dapat ditembus oleh
uap air atau pensterilan serbuk terbuka yang mungkin rusak oleh
uap jenuh (Ansel, 2005)
2. Spora-spora yang kadar airnya rendah, sukar dihancurkan (Ansel,
2005).
Salah satu contoh metode pemanasan basah adalah dengan menggunakan
autoklaf. Secara prinsip, cara kerja alat ini adalah sterilsasi dengan
menggunakan uap air pada suhu 121ºC selama 15 menit pada tekanan 1 atm
atau lebih tergantung ketinggian tempat terhadap permukaan air laut.
Sterilisasi uap ini tergantung pada; (1) sifat bahan atau alat, yang harus dapat
ditembus atau terkena uap secara merata tanpa mengalami kerusakan agar
proses sterilisasi berlangsung efektif, (2) kondisi sterilisasi harus bebas udara
(vacuum), (3) suhu yang terukur harus mencapai 121ºC dan dipertahankan
selama 15 menit.

 Sterilisasi kimia
Salah satu metode sterilisasi kimia adalah dengan menggunakan gas, yang
dapat dilakukan pada senyawa-senyawa yang tidak tahan terhadap panas dan
uap dimana dapat disterilkan dengan cara memaparkan gas etilen oksida atau
protilen oksida.
 Keuntungan:
1. Beberapa senyawa yang tidak tahan terhadap panas dan uap dapat
disterilkan dengan baik dengan memaparkan gas etilen oksida atau
propilen oksida bila dibandingkan dengan cara lain (Ansel, 2005)
2. Dapat digunakan untuk membunuh mikroorganisme dan spora lain
(Parrot, 1971).

 Kerugian:
1. Gas-gas (etilen dan propilen oksida) mudah terbakar bila tercampur
dengan udara (Ansel, 2005).
2. Tindakan pengemasan yang lebih besar diperlukan untuk sterilisasi
dengan cara ini dari pada dengan cara lain karena waktu, suhu, kadar gas
dan kelembaban jumlahnya tidak setegas seperti pada sterilisasi panas
kering dan lembab panas (Ansel, 2005).
3. Gas-gas sulit hilang dan kebanyakan bahan-bahan setelah pemaparan
(Lachman, 1994)
4. Iritasi jaringan dapat terjadi jika etilen oksida tidak dihilangkan sama
sekali, sifat karsinogenik dan mutagenic dari etilen oksida dari sisa-sisa
pada bahan yang digunakan pada manusia (Lachman, 1994)
5. Waktu siklus untuk sterilisasi dengan etilen oksida agak lama (Lachman,
1994).

 Sterilisasi mekanik
Sterilisasi mekanik merupakan sterilisasi yang menggunakan penyaringan
(filtrasi), yakni sterilisasi yang tergantung pada penghilangan mikroba secara
fisik dengan adsorpsi pada media penyaring atau dengan mekanisme
penyaringan, digunakan untuk sterilisasi larutan yang tidak tahan panas.
Sediaan obat yang disterilkan dengan cara ini diharuskan menjalani
memonitoring yang ketat karena efek produk hasil penyaringan dapat sangat
dipengaruhi oleh banyaknya mikroba dalam larutan yang difiltrasi.
 Keuntungan:
1. Penyaringan dapat digunakan untuk memisahkan partikel termasuk
mikroorganisme dari larutan gas tanpa menggunakan panas (Lachman,
1994)
2. Saringan tidak harus mengubah larutan/gas segala cara (Lachman, 1994)
3. Tidak menghilangkan bahan yang diinginkan atau membawa komponen
yang tidak diinginkan (Lachman, 1994)
4. Kecepatan penyaringan sejumlah kecil larutan, kemampuan untuk
mensterilkan secara efektif bahan tahan panas (Ansel, 2005).
5. Peralatan yang digunakan relatif tidak mahal dan mikroba hidup dan mati
serta partikel-partikel lengkap semua dihilangkan dari larutan (Ansel,
2005).

 Kerugian:
1. Penyaringan cairan dengan volume besar akan mermerlukan waktu yang
lebih lama terutama bila cairan kental dibandingkan dengan bila
memakai cara sterilisasi lembab panas (Ansel, 2005).
2. Cara ini diharuskan menjalani pengawasan yang ketat dan memonitoring
karena efek hasil penyaringan dapat diperngaruhi oleh banyaknya
miokroba dalam larutan (Ansel, 2005).
3. Filter bakteri tidak efektif menghilangkan virus dari larutan
4. Muatan dalam pH yang sesuai yang bersifat alkali menyebabkan
kerusakan filter dan partikel yang kecil pada filter merupakan problem
yang khusus
5. Tiap kebocoran yang mungkin terjadi pada sistem ini menyebabkan
kerusakan pada bagian luar tanpa kontaminan filtrat yang steril
(Lachman, 1994)
6. Kesulitan mempertahankan kondisi aseptis seperti merupakan masalah
besar sehubungan dengan sterilisasi melalui penyaringan (Lachman,
1994).
3.3 Macam-macam Sterilisasi
Sterilisasi memiliki tujuan untuk menjamin sterilitas produk maupun
karakteristik jaminan kualitasnya, termasuk stabilitas produk. Adapun cara
sterilisasi yang dapat dilakukan untuk mendapatkan produk steril adalah sebagai
berikut:
a. Terminal Sterilization (Sterilisasi Akhir)
Sterilisasi dengan cara ini cenderung digunakan pada zat aktif yang harus
stabil terhadap molekul air dan pada suhu sterilisasi. Sediaan ini akan disterilkan
pada tahap terakhir pembuatan sediaan, yang mana semua alat akan dilakukan
penutupan pada lubang-lubangnya dengan kertas perkamen kemudian baru akan
disterilkan dengan cara sterilisasi yang sesuai. Menurut PDA Technical
Monograph (2005), metode sterilisasi dibagi menjadi dua yaitu:
1. Overkilled Method adalah suatu metode strerilisasi menggunakan uap panas
pada 121°C selama 15 menit, yang mampu memberikan minimal reduksi
setingkat Log 12 dari mikroorganisme-mikroorganisme dengan nilai D
minimal 1 menit. Metode ini dapat digunakan untuk bahan–bahan yang
tahan panas dengan metode yang lebih efisien, cepat dan aman.
2. Bioburden Sterilization dengan metode sterilisasi yang memerlukan
monitoring yang ketat dan terkontrol terhadap beban mikroba sekecil
mungkin di beberapa lokasi pada jalur produksi sebelum menjalani proses
sterilisasi lanjutan dengan tingkat sterilitas yang dipersyaratkan memiliki
kadar SAL 10-6. Umumnya digunakan untuk bahan yang dapat mengalami
degradasi kandungan bila dipanaskan terlalu tinggi seperti zat organik.

Berdasarkan kedua metode diatas, terdapat perbedaan pada titik awal


(starting point). Apabila menggunakan pendekatan secara overkill maka
pemanasan dengan uap 121°C selama 15 menit. Sedangkan jika dengan
pendekatan bioburden dilihat dari pencapaian tingkat sterilitas yang diminta yaitu
SAL 10-6 (Lukas, 2006).

b. Sterilisasi Teknik Aseptik


Sterilisasi dengan teknik aseptik umumnya terbatas hanya pada sediaan
yang mengandung zat aktif peka terhadap suhu tinggi sehingga dapat
mengakibatkan adanya penguraian atau penurunan kerja secara farmakologi.
Antibiotika dan beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya
diracik secara aseptik. Cara aseptik bukanlah suatu metode sterilisasi, melainkan
suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi
jasad renik dalam sediaan.
Dalam FI III halaman 18, menyatakan bahwa proses aseptik adalah cara
penggelolaan bahan steril menggunakan teknik yang dapat memperkecil
kemungkinan terjadinya cemaran kuman hingga seminimum mungkin. Teknik
aseptik dimaksudkan untuk digunakan dalam pembuatan sediaan steril yang tidak
dapat dilakukan proses sterilisasi akhir karena ketidakmantapan zatnya. Sterilitas
hasil akhir hanya dapat disimpulkan jika hasil tersebut memenuhi syarat Uji
Sterilitas yang tertera pada Uji Keamanan Hayati. Teknik aseptik membutuhkan
perhatian khusus pada waktu melakukan sterilisasi menggunakan cara sterilisasi
panas basah dan kering, tepatnya sewaktu memindahkan atau memasukkan bahan
steril ke dalam wadah akhir steril.
Pemilihan cara sterilisasi harus dengan beberapa kemungkinan
pertimbangan yaitu:
a. Sifat kimia, sifat fisika, khasiat, serat dan struktur bahan obat yang tidak
akan mengalami perubahan setelah proses sterilisasi.
b. Efektivitas cara sterilisasi yang akan dipilih harus mampu memberikan
hasil yang maksimal dengan proses yang sederhana
c. Lamanya waktu yang dibutuhkan dalam proses penyeterilan, ditentukan
oleh bentuk, jenis, sifat dan kecepatan tercapainnya suhu penyeterilan
yang dapat merata
Jaminan validasi yang sesuai pada proses sterilisasi atau proses aseptik
memerlukan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap teknologi sterilisasi dan
ruang bersih. Sehingga untuk memenuhi batasan parameter sterilisasi yang
berlaku maka dapat diterima dan dicapai syarat peralatan dan perlengkapan yang
sesuai dengan pengendalian parameter kritis seperti suhu dan waktu, kelembapan,
kadar gas pensteril atau radiasi yang diserap (Anonim, 2014).

3.4 Pencucian
Pencucian bertujuan untuk membersihkan suatu pengemas atau wadah dari
lemak, partikel, bakteri dan pirogen. Pencucian dilakukan sebelum adanya
sterilisasi sehingga prosesnya diawali dengan perendaman beberapa alat yang
akan atau sedang digunakan, misalnya merendam sendok porselen, kaca arloji,
batang pengaduk selama 30 menit. Setelah perendaman biasanya dilakukan
pembilasan dan pengeringan dengan tisu. Untuk kemudian, melakukan langkah
kedua berupa proses penggeringan dengan menggunakan oven pada suhu 160-
1700C selama 30 menit (Priyambodo, 2007).
Secara umum, suatu bahan steril yang dapat disuntikkan dan alat yang
harus steril dilakukan proses sterilisasi panas basah dengan autoklaf untuk
mencapai probabilitas 10-6 mikroba yang dapat bertahan hidup. Jaminan sterilisasi
tersebut menyatakan bahwa terdapat kemungkinan kurang dari 1 dalam 1 juta
mikroba viabel dalam suatu bahan atau sediaan yang telah disterilkan. Pada suatu
bahan yang tahan terhadap panas umumnya dilakukan sterilisasi mikroba yang
sifatnya bertahan hidup (lewat musnah), sehingga untuk bahan yang rusak oleh
paparan panas yang berlebihan, pendekatan dengan sterilisasi lewat musnah tidak
tepat. Untuk itu, pengembangan siklus sterilisasi sangat bergantung pada beban
mikroba suatu produk yang berdasarkan pengujian terhadap sejumlah tertentu bets
produk sebelum diseterilkan (Anonim, 2014).
Suatu probabilitas mikroba hidup dengan sejumlah 10-12 dianggap dapat
dicapai oleh suatu bahan atau komponen yang tahan terhadap panas. Contohnya
dilakukan pada validasi dan pemantauan sterilisasi panas kering terhadap suatu
alat kaca atau wadah yang bebas terhadap pirogen dan mikroba variabel. Uji bebas
pirogen ini harus dilakukan dalam suatu bagian integral dalam validasi tersebut
sehingga diperlukan sistem inokulasi satu atau lebih bahan dengan 1000 unit
bakteri atau mikroba yang ada (Anonim, 2014).
Berikut beberapa alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan produk
sediaan steril farmasi yang harus dilakukan sterilisasi dan pencucian terlebih
dahulu, yaitu:
 Karet
Karet umumnya digunakan sebagai tutup sediaan steril injeksi, sehingga
harus memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut:
a. Harus elastis sehingga mampu menutupi, baik alat percobaan jarum injeksi
dan larutan tidak agar keluar dari samping jarum
b. Permukaan lapisan harus licin dan tidak berlubang agar dapat dicuci
bersih.
c. Setelah proses sterilisasi maka akan terjadi penurunan tekanan dalam
vialyang disertai pendinginan tutup karet akan tertarik ke dalam dengan
demikian menjamin penutupan wadah yang sempurna.
d. Pada pemanasan tutup karet pada suhu 115º C selama 30 menit dalam air
suling maka cairan harus tidak mempunyai rasa, tidak boleh ada bahan
reduksi dan logam–logam yang berasal dari proses vulkanisasi (Anief,
2003).
Sedangkan persyaratan untuk alat yang terbuat dari gelas adalah sebagai
berikut:
1. Gelas harus netral, tidak boleh alkali atau memiliki sifat dapat menaikan pH
larutan injeksi
2. Pada waktu menutup ampul, gelas harus mudah dilebur
3. Gelas tidak mudah pecah sehingga ketika ampul dipotong tidak mengeluarkan
pecahan gelas yang lembut

 Alat-alat Gelas
a. Ampul
Ampul termasuk wadah yang berbentuk silindris, terbuat dari gelas
dengan ujung runcing (bagian leher) dan bidang dasar datar. Ampul adalah
wadah takaran tunggal dengan jumlah total cairan yang ditentukan sesuai
dengan pemakaiannya untuk satu kali injeksi.
Setiap ampul sekurang-kurangnya harus dicuci 3 kali dengan air suling
yang telah disaring dengan saringan G3 hingga semua air dalam ampul keluar.
Ampul yang telah dicuci diletakkan terbaring dalam kaleng dengan tutup
sedikit terbuka untuk memungkinkan uap air mengalir keluar. Sterilisasinya
dilakukan dalam oven suhu 1700C selama 30 menit. Selesai sterilisasi rapatkan
tutup kaleng dan keluarkan dari oven, jika akan digunakan ampul dikeluarkan
dari dalam kaleng.
b. Botol
Alat atau kemasan wadah botol dapat terdiri dari bebrapa botol kecil
untuk injeksi, misalnya vial, botol penusuk dan botol kapsolut. Wadah ini dapat
berupa wadah takaran tunggal atau takaran ganda sehingga akan mampu
mewadahi serbuk bahan obat,dengan volume 5 ml (Voight, 1971).
Berdasarkan penjelasan diatas maka teknik aseptik sangat diperlukan
untuk menghindarkan mikroorganisme dari kontaminan yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroba. Teknik aseptik digunakan sepanjang
kegiatan berlangsung baik alat, bahan, lingkungan sekitar maupun
praktikannya. Untuk alat dan bahan praktikum dapat diterapkan metode
sterilitas. Penguasaan teknik aseptik ini sangat diperlukan dalam keberhasilan
laboratorium mikrobiologi dan hal tersebut merupakan salah satu metode
permulaan yang dipelajari oleh ahli mikrobiologi (Oram, 2001). Berikut
prasyarat kerja aseptis:
1. Sebelum membuka ruangan atau bagian steril di dalam tabung atau cawan
atau erlenmeyer sebaiknya bagian mulut (bagian yang memungkinkan
masuknya kontaminan) dibakar atau dilewatkan api terlebih dahulu
2. Pinset, batang L dan spider disemprot alkohol terlebih dahulu lalu dibakar
3. Ujung jarum inoculum yang sudah dipijarkan harus ditunggu dingin
dahulu atau dapat ditempelkan pada tutup cawan bagian dalam, sehingga
dapat mempercepat transfer panas yang terjadi
4. Bagian alat yang dipakai dalam kondisi steril harus didekatkan ke bagian
api
5. Jika kerja di safety cabinet tidak perlu memakai pembakar bunsen tapi
jika diluar safety cabinet, maka semakin banyak sumber api maka
semakin terjamin kondisi aseptisnya.

IV. Alat dan Bahan


 Alat :- LAF
- Oven
- Autoklaf

 Bahan :- Alkali
- Detergen
- Purified water
- Aqua demineralisasi yang disaring
- Non-pyrogen water
- Air untuk injeksi (water for injection)
- Alumunium foil
- Tali
- Kertas Saring
- Kertas Coklat
- Natrium karbonat
- Tepol 1%
- Aquadest
- Alkohol
- HCl Encer
 Objek yang akan disterilisasi (Teknik Aseptik)
No Objek Ukuran Jumlah Cara Sterilisasi
1 Vial 4 Panas Kering
2 Tutup Vial 4 Panas Basah
3 Corong 5 cm 5 Panas Kering
4 Kaca Arloji 7 cm 1 Panas Kering
5 Kaca Arloji 5 cm 5 Panas Kering
6 Kaca Arloji 3 cm 8 Panas Kering
7 Sendok Porselen 5 Panas Kering
8 Sendok Logam 1 Panas Kering
9 Batang Pengaduk 8 Panas Kering
10 Pinset 8 Panas Kering
11 Beaker Glass 50 ml 2 Panas Kering
12 Beaker Glass 100 ml 2 Panas Kering
13 Beaker Glass 250 ml 2 Panas Kering
14 Erlenmeyer 50 ml 1 Panas Kering
15 Erlenmeyer 100 ml 2 Panas Kering
16 Erlenmeyer 250 ml 3 Panas Kering
17 Gelas Ukur 50 ml 3 Panas Basah
18 Gelas Ukur 100 ml 2 Panas Basah
19 Pipet Tetes Pendek 2 Panas Basah
20 Pipet Tetes 6 Panas Basah

Ket:-Panas Kering (Alat berupa Oven)


-Panas Basah (Alat berupa Autoklaf)

 Objek yang tidak disterilisasi (Teknik Non Aseptik)


No Objek Ukuran Jumlah Cara Sterilisasi
1 Botol Infus 100 ml 2 Sterilisasi Akhir
2 Tutup Karet Botol 2 Sterilisasi Akhir
Infus
3 Botol Tetes Coklat 10 2 Sterilisasi Akhir
ml
4 Pipet Botol Tetes 2 Sterilisasi Akhir
5 Botol Talc 2 Sterilisasi Akhir
6 Tutup Botol atau 2 Sterilisasi Akhir
Tutup Aluminium
V. Metode dan Pelaksanaan
 Pencucian
a. Pencucian alat-alat gelas dan logam

alat glass dicuci dengan larutan detergen hangat

Setelah pencucian, alat glass dibilas dengan air bersih

Jika lemak yang melekat pada glass sukar dibersihkan, pertama-tama alat
glass dibilas dengan pelarut hidrokarbon misalnya alcohol atau aseton.

kemudian dibersihkan dengan larutan Kalium Karbonat dalam asam


(Pelarut lainnya yang dapat digunakan adalah sebagai berikut : 5 gram Na
perborat dalam 100 mL 10% larutan NaOH Larutan KOH 10 – 15% dalam
100 mL spirtus/alkohol, larutan ini hendaknya tidak digunakan lebih dari
10 menit pembersihan dengan CCl4).

b. Pencucian dan Sterilisasi vial

Vial dicuci dengan HCl 2%

kemudian vial didihkan dengan campuran yang sama banyak dengan


teepol 1% dan Na karbonat 0,5%

diulangi prosedur di atas hingga larutan tetap jernih (maks. 3x), kemudian
vial dicuci dengan aquadest

diatur container dengan teratur dan rapi dalam oven dan Sterilkan pada
temperatur 200°C selama 1 jam
c. Pencucian dan Sterilisasi tutup karet
Tutup karet direndam dalam larutan HCl 2% selama 2 hari

kemudian direndam dalam larutan (teepol 1% dan Na Carbonat 0,5%


selama 1 hari) lalu dididihkan

Tutup karet dididihkan lagi dengan larutan (teepol 1% dan Na Carbonat


0,5% yang baru). Proses ini dilakukan secara berulang-ulang sampai
larutan jernih bersih

Tutup karet direndam dalam aquadest lalu dididihkan selama 30 menit

Direndam menggunakan etanol 70% dan air lalu dibilas sampai larutan
menjadi jernih

kemudian atur autoclave dengan suhu 110°C selama 20 menit, dengan


tutup karet yang diwadahi kantong plastik tanpa air (dilakukan 1x atau 2x

d. Pembungkusan dan pengeringan objek

Dibungkus di kertas perkamen untuk beker dan erlemeyer, kemudian


ditutup bagian mulut tabung dengan aluminium foil. untuk kertas saring
dimasukan ke dalam erlenmeyer

Ditutup gelas ukur, pipet dengan kertas perkamen dan diikat tali

Dibungkus kaca arloji batang pengaduk, corong gelas, spatula logam,


pipet tetes dengan aluminium foil lapis 2

Objek dikeringkan di oven dengan suhu 100-150O C selama 10 menit


 Sterilisasi
a. Sterilisasi dengan Oven (Panas Kering)

Alat dimasukkan ke dalam oven dan diatur suhu pemanasan selama 26


menit dengan waktu kesetimbangan 0 menit

Pembinasaan dilakukan selama 30 menit, dengan waktu tambahan


jaminan sterilisasi sebesar 0 menit

Pendinginana dilakukan selama 15 menit

b. Sterilisasi dengan Autoklaf (Panas Basah)


Autoklaf dipanaskan selama 8 menit lalu udaranya dikeluarkan selama 9
menit

Autoklaf dipanaskan selama 2 menit dan kesetimbangan 0 menit

Pembinasaan dilakukan selama 20 menit dengan waktu tambahan jaminan


sterilisasi sebesar 0 menit

Suhu diturunkan selama 16 menit dan didinginkan selama 15 menit

 Pemasangan Label “BERSIH” dan “STERIL”

Pemasangan label dilakukan jika proses pencucian dan sterilisasi sudah


dilakukan sesuai prosedural

untuk alat yang dilakukan pencucian dan sterilisasi akhir seperi alat-alat kaca
diberikan label "BERSIH"

untuk alat yang dilakukan dengan sterilisasi panas kering dan sterilisasi
panas basah dengan teknik aseptik dapat dipasangkan label "STERIL"
 Label “STERIL” dan “BERSIH”

BERSIH STERIL

VI. Hasil Pengamatan


 Sterilisasi dengan Oven (180°C)
1. Waktu pemanasan : 23 menit 19 detik
2. Waktu kesetimbangan : 0 menit
3. Waktu pembinasan : 30 menit
4. Waktu tambahan jaminan sterilisasi: 0 menit
5. Waktu pendinginan : 10 menit
Total Waktu : 63 menit 19 detik

 Sterilisasi dengan Autoklaf (121°C)


1. Waktu pemanasan : 24 menit 13 detik
2. Waktu pengeluaran udara : 5 menit 24 detik
3. Waktu menaik : 15 menit
4. Waktu kesetimbangan : 0 menit
5. Waktu pembinasaan : 17 menit 15 detik
6. Waktu tambahan jaminan sterilitasi: 0 menit
7. Waktu menurun : 5 menit 30 detik
8. Waktu pendinginan : 8 menit 27 detik
Total Waktu : 75 menit 49 detik

VII.Pembahasan
Pada praktikum teknologi steril materi pertama membahas tentang
sterilisasi alat dan wadah yang akan digunakan dalam praktikum selanjutnya.
Sterilisasi memiliki arti yang berbeda dengan pencucian. Secara umum sterilisasi
merupakan salah satu metode untuk menghilangkan, mematikan atau
menghancurkan semua bentuk mikroorganisme hidup baik yang patogen maupun
nonpatogen. Sedangkan pencucian adalah suatu proses untuk mengurangi jumlah
mikroorganisme yang kontak dengan alat dan/atau bahan sebelum dilakukannya
proses sterilisasi, serta mengurangi tingkat perkembangbiakan bakteri dalam suatu
media.
Awalnya proses sterilisasi diawali dengan proses pencucian, yang dapat
dibagi menjadi tiga cara berdasarkan bahan dari alat tersebut yaitu alat-alat gelas,
bahan karet dan stainless steel. Alat gelas cukup dicuci dengan cara menggosok
dan membilas dengan air mengalir tanpa meggunakan sabun untuk menghindari
kontaminan terhadap sabun. Adapun alat gelas yang dilakukan dengan pencucian
adalah: vial, botol talk, botol infus, cawan porselin, erlenmeyer, beaker glass,
pipet tetes, batang pengaduk, kaca arloji dan gelas ukur. Setelah proses pencucian
dan pembilasan selama tiga kali, maka dilakukan pengeringan dengan
menggunakan oven bersuhu 100oC selama 30 menit. Pada proses pengeringan,
alat yang memiliki mulut diletakkan terbalik (posisi mulut dibawah) untuk
membantu air turun kebawah (agar cepat kering).
Setelah proses pencucian dan pengeringan, ditemukan adanya noda putih
pada alat gelas terutama pipet tetes. Hal ini dimungkinkan ketika proses
pencucian, praktikan kurang menjangkau kebersihan alat sampai dalam. Selain itu
dapat juga disebabkan oleh uap air pada proses pengeringan yang tersimpan atau
masuk ke dalam pipet tetes sehingga adanya noda putih tersebut dikhawatirkan
akan menganggu proses pembuatan sediaan steril pada praktikum selanjutnya.
Untuk proses sterilisasi alat selanjutnya adalah alat berbahan karet, yang
dicuci dengan cara merebus selama 5 menit. Hal ini dimaksudkan agar pori-pori
karet terbuka sehingga proses pencucian lebih mudah dan kotoran akan mudah
terangkat. Kemudian dilakukan perendaman dalam etanol 70% selama lima menit
dan dibilas dengan air bersih lalu dikeringkan. Sedangkan untuk alat yang terbuat
dari bahan stainless steel, bahan dapat dicuci dengan cara direndam dalam teepol
lalu memanaskannya selama lima menit dan merendam dalam alkohol selama
lima menit dan direbus selama lima menit.
Beberapa alat dan bahan yang digunakan dalam proses pencucian dan
perendaman diatas, memiliki beberapa fungsi dan kegunaan yaitu antara lain:
a. HCl encer berfungsi untuk melarutkan endapan kotoran yang dapat larut dalam
asam, terutama alat yang berbahan karet, serta berfungsi untuk membasakan
atau menetralkan alat, bahan dan wadah yang berasal dari pabrik. Larutan ini
tidak digunakan untuk pada pencucian aluminium karena bersifat asam
sehingga dapat merudak logam aluminium dan bersifat korosif
b. Teepol 1% berfungsi sebagai detergen bebas asam stearat, merupakan
surfaktan untuk melarutkan gugus lipofil dan hidrofil serta zat pirogen. Gugus
hidrofil dapat mengikat asam lemak sedangkan gugus hidrofil akan menarik
aquadest saat proses pencucian
c. Na2CO3 berfungsi untuk membersihkan kotoran lemak serta dapat
membasakan atau menetralkan kondisi asam
d. Etanol 70% berfungsi untuk membersihkan karet terhadap adanya partikel
asing yang menempel pada alat dan wadah
Proses sterilisasi alat dan bahan dapat disesuaikan pemilihannya
berdasarkan sifat dan bentuk bahan yang akan disterilkan. Sterilisasi dengan oven
ditujukan untuk vial, kaca arloji, cawan porselen, erlenmeyer, batang pengaduk
dan pinset. Semua alat yang disterilisasi menggunakan oven dibungkus
menggunakan alumunium foil agar panasnya merata. Sistem dari sterilisasi
menggunakan oven yaitu adanya konduktivitas panas yang timbul sehingga dapat
menyebabkan terjadinya koagulasi protein sel. Pada praktikum kali ini, kelompok
kami mensterilkan gunting bedah menggunakan oven yang seharusnya
menggunakan autoklaf, hal ini disebabkan karena jika benda tajam dipanaskan
dengan suhu tinggi dikhawatirkan terjadi pemuaian sehingga dapat mengurangi
ketajaman gunting bedah tersebut, namun hasil sterilisasi belum dapat dilihat
karena masih akan digunakan pada parktikum selanjutnya. Berikut beberapa alat
dan wadah yang dilakukan proses sterilisasi teknik aseptik dan non aseptik, antara
lain:
Cara Sterilisasi Objek
1. Pipet tetes
2. Gelas ukur
Sterilisasi panas basah (Autoklaf)
3. Beaker glass
121ºC selama 15 menit
4. Tutup vial
5. Gunting bedah
1. Vial
2. Kaca arloji, berukuran besar dan
kecil
Sterilisasi panas kering (Oven)
3. Cawan porselin
160-170ºC selama 30 menit
4. Erlenmeyer
5. Batang pengaduk
6. Pinset
1. Botol serbuk talk
2. Tutup botol serbuk talc
Sterilisasi akhir
3. Botol infus
4. Tutup karet botol infus

Berdasarkan pemilihan cara sterilisasi alat dan wadah diatas maka dapat
dinyatakan bahwa siklus alat autoklaf yang ditetapkan dalam farmakope untuk
media atau pereaksi adalah selama 15 menit pada suhu 121ºC, kecuali dinyatakan
lain (Depkes RI, 1995). Sedangkan siklus alat oven selama 30 menit dengan suhu
160-170ºC. Adapun mekanisme penghancuran bakteri oleh autoklaf adalah
dengan menggunakan uap air panas sehingga menyebabkan terjadinya denaturasi
dan koagulasi beberapa protein esensial organisme tersebut (Ansel, 1989). Agar
penggunaan autoklaf efektif, uap air harus dapat menembus setiap alat yang
disterilkan. oleh karena itu, autoklaf tidak boleh terlalu penuh oleh alat dan wadah
agar uap airnya benar-benar menembus semua area (Adji et al, 2007).
Dalam sterilisasi menggunakan oven, terdapat delapan suhu sterilisasi
yang harus ditempuh, yaitu:
1. Waktu pemanasan, merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
suhu 180°C
2. Waktu kesetimbangan, merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
mengkondisikan udara yang ada di dalam kemasan primer dari alat dan
bahan yang disterilisasi dengan udara yang ada di dalam oven adalah sama
3. Waktu pembinasaan, merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
membinasakan mikroorganisme yang patogen maupun tidak
4. Waktu tambahan jaminan sterilitas, merupakan waktu yang diperlukan
untuk sempurnanya proses pembinasaan mikroorganisme. Secara umum,
waktu untuk jaminan sterilitas ini ½ dari waktu kesetimbangan yang telah
dilakukan sebelumnya
5. Waktu pendinginan, merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
menurunkan suhu serta pendinginan alat yang disterilisasi

Pada praktikum kali ini, untuk waktu pemanasan didapatkan 23 menit 19


detik dengan suhu 180°C. Waktu kesetimbangan 0 menit dengan waktu
pembinasaan 30 menit, waktu tambahan jaminan sterilitas 0 menit dan waktu
pendinginan 10 menit. Total waktu sterilisasi yang diperlukan adalah 63 menit 19
detik. Waktu kesetimbangan menggunakan 0 menit karena pada sterilisasi
menggunakan oven, alat atau bahan yang akan disterilisasi dibungkus
menggunakan aluminium foil, sehingga udara dapat tersebar secara merata
melalui bagian atas alat dan wadah yang disterilisasi. Olehkarena itu, waktu untuk
kesetimbangan yang dibutuhkan adalah 0 menit.
Dalam sterilisasi menggunakan autoklaf, terdapat delapan suhu sterilisasi
yang harus ditempuh, yaitu:
1. Waktu pemanasan, merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
suhu 100 ºC (suhu didih air).
2. Waktu pengeluaran udara (katup dibuka), merupakan waktu yang
dibutuhkan untuk mengeluarkan udara dalam autoklaf agar hanya tinggal
uap air saja (terjadi pengembunan) sehingga suhunya dapat ditingkatkan.
3. Waktu menaik (katup ditutup), merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai suhu sterilisasi.
4. Waktu kesetimbangan, merupakan waktu yang diperlukan untuk
menghasilkan kesamaan suhu disemua titik pada ruang autoklaf dan semua
benda yang disterilkan. Lamannya tahap keseimbangan tergantung jenis,
volume dan tebal alat yang disterilkan.
5. Waktu pembinasaan, merupakan waktu yang diperlukan untuk proses
pembinasaan mikroorganisme patogen atau tidak, maupun bentuk vegetatif
atau spora dari dalam bahan tersebut.
6. Waktu tambahan jaminan sterilisasi, merupakan waktu yang ditambahkan
untuk mengantisipasi adanya ketidaksesuaian waktu kesetimbangan
(waktu yang diperlukan untuk sempurnannya roses pembinasaan
mikroorganisme). Lama waktu penjaminan=½ dari waktu kesetimbangan.
7. Waktu penurunan merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan
suhu dan tekanan di dalam autoklaf.
8. Waktu pendinginan, merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
mendinginkan alat (ditandai dengan tidak keluarnya uap air dari klep).

Menurut Pelczar dan Chan (1986), pada saat sumber panas dinyalakan, air
dalam autoklaf akan mulai mendidih dan uap air yang terbentuk mendesak udara
untuk mengisi autoklaf. Setelah semua udara dalam autoklaf diganti dengan uap
air, katup uap/ udara ditutup sehingga tekanan udara dalam autoklaf naik. Pada
saat tercapai tekanan dan suhu yang sesuai, maka proses sterilisasi dimulai dan
timer mulai terhitung mundur. Setelah proses sterilisasi selesai, sumber panas
dimatikan dan tekanan dibiarkan turun secara perlahan hingga mencapai 0 psi.
Autoklaf tidak boleh dibuka sebelum tekanan mencapai 0 psi.
Pada praktikum kali ini, untuk waktu pemanasan didapatkan 24 menit 13
detik dengan suhu 100°C. Waktu pengeluaran udara 5 menit 24 detik, waktu
menaik 15 menit untuk mencapai 121°C, waktu kesetimbangan 0 menit, waktu
pembinasaan 17 menit 15 detik, waktu penurunan 5 menit 30 detik, waktu
pendinginan 8 menit 27 detik. Total waktu sterilisasi yang diperlukan adalah 75
menit 49 detik. Waktu kesetimbangan menggunakan 0 menit karena pada
sterilisasi menggunakan autoklaf alat atau bahan yang akan disterilisasi dibungkus
menggunakan perkamen, pada pembungkus tersebut aliran udara masih dapat
bertukar (tidak kedap) sehingga waktu yang dibutuhkan untuk kesetimbangan
hanya 0 menit.
Pada proses sterilisasi dengan autoklaf, alat-alat yang akan disterilkan
dibungkus terlebih dahulu menggunakan kertas perkamen yang berlapis-lapis (dua
lapis), bertujuan agar setelah disterilisasi alat tidak terkontaminasi atau tidak
berhubungan langsung dengan udara luar dan saat dibawa keruangan dengan
tingkat kelas sterilisasi yang lebih tinggi dapat dilepas satu-persatu. Kertas
perkamen yang digunakan sebagai pembungkus harusnya cepat kering dalam suhu
normal. Namun pada hasil praktikum, setelah alat-alat selesai disterilisasi dan di
keluarkan dari autoklaf ternyata terdapat kemasan perkamen yang basah. Adanya
kemasan yang basah ini disebabkan pada saat membuka tutup autoklaf, air yang
berada di tutupnya menetesi kemasan, sehingga harus dilakukan secara hati-hati,
karena adanya air tersebut nantinya dapat menjadi media yang baik untuk
mikroorganisme tumbuh sehingga kemungkinan untuk terkontaminasi dan
menjadi tidak steril akan semakin besar. Selain adanya air pada kemasan, kemasan
yang berlubang atau rusak pada saat sterilisasi juga akan memungkinkan
kontaminasi oleh mikroorganisme. Selain masalah-masalah tersebut, terdapat
faktor lain yang dapat mempengaruhi proses berlangsungnya sterilisasi yaitu
penggunaan autoklaf yang tidak benar. Penggunaan autoklaf tidak benar biasanya
disebabkan oleh:
1. Kelalaian untuk mengeluarkan semua udara sebelum menutup katup buangan.
Semua udara harus didesak keluar autoklaf apabila menginginkan suhu yang
tepat untuk dicapai
2. Membebani autoklaf secara berlebihan dan pengemasan yang tidak sesuai.

Berikut cara penggunaan autoklaf yang benar, antara lain:


1. Benda yang diletakkan di dalam autoklaf harus telah mengalami proses
sanitasi, pencucian dan pengeringan
2. Benda dibungkus dan dipisahkan untuk memastikan dapat terpapar panas
yang merata pada semua bagian permukaan
3. Semua bahan yang digunakan untuk membungkus haruslah sesuai untuk
penggunaan dalam autoklaf, agar alat yang akan disterilsasi tidak basah atau
terkontaminasi dengan air
4. Waktu dijalankan ketika tekanan mencapai 1 atm dan suhu mencapai 121°C.

VIII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa:
a. pencucian memiliki sifat mengurangi jumlah mikroorganisme yang menempel
pada media alat dan bahan sebelum dilakukannya proses sterilisasi, baik
sterilisasi akhir maupun sterilisasi secara aseptis. Sedangkan sterilisasi
memiliki sifat yang cenderung untuk menmengeliminasi atau menghilangkan
adanya keberadaan mikroorganisme yang menempel pada alat dan bahan.
b. Objek yang dilakukan melalui proses sterilisasi dibungkus terlebih dahulu
untuk menghindari adanya kontaminasi mikroorganisme dari lingkungan
sekitar. Untuk alat yang disterilisasi dengan oven dibungkus menggunakan
aluminium foil agar panas tersalur secara merata. Sedangkan alat yang
disterilisasi dengan autoklaf dibungkus dengan kertas perkamen agar penetrasi
uap panas yang ada dapat masuk dan keluar dengan mudah
c. Alat yang dilakukan sterilisasi panas kering dengan oven, antara lain: Vial,
kaca arloji berukuran besar dan kecil, cawan porselen, erlenmeyer, batang
pengaduk dan pinset. Proses sterilisasi alat di oven ditujukan untuk membunuh
mikroorganisme melalui cara atau proses oksidasi
d. Alat yang dilakukan sterilisasi panas basah dengan autoklaf, antara lain: Pipet
tetes, gelas ukur, beaker glass, tutup vial dan gunting bedah. Proses sterilisasi
alat di autoklaf ditujukan untuk membunuh mikroorganisme melalui proses
koagulasi protein sel
e. Waktu yang digunakan untuk sterilisasi dengan oven dan autoklaf memiliki
rentang waktu yang hampir mendekati satu sama lain. Terdapat beberapa
waktu yang dapat mempengaruhi proses sterilisasi alat dan wadah dengan oven
dan autoklaf yaitu waktu pemanasan, waktu pengeluaran udara, waktu menaik,
waktu kesetimbangan, waktu pembinasaan, waktu tambahan jaminan sterilitasi,
waktu menurun, waktu pendinginan.
DAFTAR PUSTAKA

Adji, D., Larashanty, H. dan Zuliyanti. 2007. Perbandingan Efektivitas Sterilisasi


Alkohol 70%, Inframerah, Autoklaf, dan Ozon terhadap Pertumbuhan
Bakteri Bacillus subtilis. Jurnal Sain Ver. 25(1): Halaman 18–26.
Agoes, G. 2009. Teknologi Bahan Alam. Bandung: Penerbit ITB.
Anief. 2003. Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktek. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Halaman 161-171.
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Anonim. 2014. Farmakope Indonesia, Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta: UI
press.
Ansel, Howard C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.
Hadioetomo, R.S. 1985. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta: PT.
Gramedia.
Hoover, J.E. 1975. Remingtons’s Pharmaceutical Sciences.15th Edition. London:
The Pharmaceutical Press. p: 302-303, 821-831, 1210, 1545.
Lachman, L., Lieberman, H.A., dan Kanig, J.L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri Edisi III. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi dan Iis Aisyah. Jakarta:
UI Press.
Levchuk, J.W. 1992 Parenteral Products in Hospital and Home Care Pharmacy
Practice. Dalam terjemahan Avis, Kenneth E., Lieberman, Hebert A. dan
Lachman, Leon, (Eds.). Pharmaceutical Dosage Forms: Parenteral
Medications Volume 1, 2nd Ed., 270-273, 513-514, 557. New York: Marcel
Dekker Inc.
Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: ANDI.
Parrot, L. Eugene. 1971. Pharmaceutical Technology Fundamental
Pharmaceutics. Minnepolis: Burgess Publishing Co, University of Lowa.
Pelczar, M.J. dan Chan, E.S. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi Edisi I..
Yogyakarta: Universitas Indonesia Press.
Priyambodo, B. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka
Utama.
Remington. 2005. The Science and Practice of Pharmacy. 21st Edition. Maryland:
Lippincott Williams & Wilkins.
USP. 2005. Sterilization And Sterility Assurance Of Compendia. 41 Articles.
Voight, R. 1971. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi V. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. Halaman 558-564, 570
Voight, R.. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Anda mungkin juga menyukai