Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


PEMBUATAN SEDIAAN SUSPENSI STERIL HYDRO CORTISONE ACETATE
2,5% SEBANYAK 4 VIAL (10 mL)

Oleh :
Kelompok C4

Norma Tanziela W. (152210101074)


Regol Sasaka Raudiah (152210101075)
Septi Sudianingsih (152210101076)
Zuliana Nurvidiati (152210101077)
Ulfa Aliyatul Himmah (152210101083)
Arini Fitria Zain (152210101084)

Dosen Jaga: Lidya Ameliana, S.Si.,Apt.,M.Farm.

BAGIAN FARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2018
I. TUJUAN PRAKTIKUM
 Memahami dan mampu melakukan pembuatan sediaan steril dengan teknik aseptis
 Memahami dan mampu membuat suspense steril Hidrokortison Asetat 2,5%
II. LATAR BELAKANG
Sediaan injeksi merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara
parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan ke dalam atau
melalui kulit atau selaput lendir (Lukas, 2006).
Wadah untuk sediaan injeksi dibagi menjadi dua macam antara lain: dosis tunggal
(single dose) dan dosis ganda (multiple doses). Wadah dosis tunggal adalah suatu wadah
yang kedap udara yang mempertahankan jumlah obat steril yang dimaksudkan untuk
pemberian parenteral sebagai dosis tunggal, dan yang bila dibuka tidak dapat ditutup
rapat kembali dengan jaminan tetap steril. Sedangkan wadah dosis ganda adalah wadah
yang memungkinkan pengambilan isinya perbagian berturut-turut tanpa terjadi
perubahan kekuatan, kualitas atau kemurnian bagian yang tertinggal (Ansel, 2005).
Pada umumnya, wadah untuk sediaan dosis ganda mempunyai bentuk vial atau
flakon (Lukas, 2006). Wadah dosis ganda dilengkapi dengan penutup karet dan plastik
untuk memungkinkan penusukan jarum suntik tanpa membuka atau merusak tutup. Bila
jarum ditarik kembali ke wadah, lubang bekas tusukan akan tertutup rapat kembali dan
melindungi isi dari pengo toran udara bebas (Ansel, 2005).
United State Pharmacopenia (USP) mempersyaratkan vial dosis ganda untuk
injeksi diberikan batas penggunaan 28 hari setelah penggunaan pertama kali kecuali label
produk (dalam bungkusnya) menyatakan sebaliknya. Produk obat yang akan dibuat
dalam penelitian ini harus mempunyai kemampuan untuk bertahan dalam bentuk
spesifikasi yang ditetapkan sepanjang waktu penyimpanan dan penggunaan untuk
menjamin identitas, kekuatan, kualitas, kemurnian produk, dan terutama sterilitas produk
(Debaun, 2008).
Penggunaan vial dosis ganda harus memperhatikan hal berikut yaitu mematuhi
teknik aseptik yang ketat saat penggunaan vial, menggunakan jarum steril baru dan alat
suntik steril baru untuk setiap penggunaannya, melepas semua alat akses vial,
menyimpan vial di tempat yang bersih dan terlindung menurut petunjuk pabrik
(misalnya, pada suhu ruang atau lemari pendingin) dan memastikan vial yang
sterilitasnya terganggu untuk segera dibuang (Dolan et al., 2010).
Pada praktikum kali ini akan digunakan bahan aktif berupa Hidrokortison asetat
yang diindikasikan untuk penderita heumathoid arthritis sebagai antiinflamasi dan
immunosupresif dengan mengganggu antigen T limfosit, menginhibisi prostaglandin,
sintesis leukotrin, serta menginhibisi neutrophil dan turunan monosit superoksida radikal
(Dipiro et al., 2008). Hidrokortison tidak larut dalam air sehingga dibuat dalam sediaan
injeksi suspensi dengan disuntikkan secara intraartikular pada sendi.
Sendi sinovial merupakan sendi yang paling umum pada kerangka apendikular
manusia. Komponen sendi sinovial yang khas antara lain: komponen tulang, cairan
sinovial, tulang subkondral, kartilago artikular, membran sinovial, kapsul sendi
fibroligamentous, dan reseptor sendi artikular. Cairan sinovial digunakan sebagai
pelumas sendi atau setidaknya untuk berinteraksi dengan tulang rawan artikular dalam
mengurangi gesekan antar permukaan sendi. (Tortora dan Derrickson, 2009).
Cairan sinovial mirip dalam komposisi plasma, dengan penambahan asam
hialuronat yang memberikan berat molekul tinggi dan viskositas khas. Cairan sinovial
yang normal mengandung 3–4 mg/ml asam hialuronat. Asam hialuronat disintesis oleh
membran sinovial dan disekresikan ke dalam rongga sendi untuk meningkatkan
viskositas dan elastisitas kartilago artikular dan untuk melumasi permukaan antara
sinovium dan kartilago (Jay et al., 2000). Viskositas cairan sinovial hampir seluruhnya
tergantung pada keberadaan asam hialuronat. Ada dua faktor yang menentukan
viskositas cairan sinovial yaitu konsentrasi asam hialoronat dalam cairan dan
polimerisasi dari molekul asam hialuronat (Jabens et al., 1959).
III. PRAFORMULASI
1. Tinjauan Farmakologi
a. Efek utama : Pengobatan lokal inflamasi (jangka pendek) (BPOM,
2006)
b. Efek samping : Efek samping lebih kecil pada kulit dan kecil
kemungkinan mengakibatkan supresi adrenal daripada
kortikosteroid topikal lainnnya
c. Kontra indikasi : Pada pasien yang diketahui hipersensitif terhadap
hidrokortison, pasien dengan infeksi sistemik berat
tanpa obat anti infeksi, dan pasien yang sedang menerima
imunisasi virus hidup
2. Tinjauan Sifat Fisika-Kimia
a. Karakteristik fisik : Penampilan putih atau hampir putih, serbuk Kristal
(Clarke, 2003)
b. Karakteristik kimia:
 Rumus molekul : C23H32O6
 BM : 404,5
 Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sedikit larut dalam
etanol anhidrat dan dalam metilene klorida
 Titik lebur : 220oC, dengan dekomposisi (Clarke, 2003)
c. Sifat lain :
 Lindungi dari cahaya
 Stabilitas : stabil, sensitif terhadap cahaya dan kelembapan, inkompatibel
dengan agen pengoksidasi kuat
 Kesetaraan dengan 100 mg hidrokortison adalah 112 mg
 Digunakan untuk injeksi intraartikular dengan dosis 5-50 mg tergantung ukuran
sendi (Martindale, 2009)
 pH Hidrokortison asetat suspense injeksi antara 5,0- 7,0 (USP 29)
 Injeksi suspensi memiliki viskositas antara 15 hingga 80 centipoise pada suhu 25°C
(Chronin et al., 1959)

IV. FORMULASI
1. Permasalahan dan Penyelesaian
 Kortison asetat tidak larut dalam air
Dibuat sediaan suspensi hidrokortison asetat
 Sediaan suspensi cenderung akan terjadi tegangan permukaan antara bahan aktif obat
dengan cairan atau pelarut yang digunakan
Sediaan suspensi ditambahkan wetting agent untuk menurunkan tegangan permukaan
tersebut, namun harus dilarutkan dalam pelarut yang mudah menguap untuk
menghindari terjadinya partikel padat yang mengembang karena jika terjadi
pengocokan akan berbusa
 Sediaan harus dapat melalui syring injeksi 18-21 gaugae
Ukuran partikel sediaan suspensi hidrokortison dibuat lebih kecil atau sama dengan
ukuran suspensi yang ideal, dengan cara mengerus bahan aktif agar dapat melewati
syringe injeksi sesuai ukuran yang diinginkan. Adapun ukuran syringe injeksi 18-21
gaugae setara dengan 1,2/1,3 mm-0,8 mm. Sedangkan menurut Martin et al., sediaan
suspensi yang ideal memiliki ukuran partikel sekitar 0,5-1,0 µm atau 0,0005-
0,001mm
 Sediaan suspensi rusak oleh adanya pemanasan dan harus dilakukan secara aseptis
Bahan tambahan yang ada dalam sediaan suspensi dilakukan sterilisasi sesuai dengan
karakteristik bahannya terlebih dahulu sebelum ditambahkan kedalam cairan suspensi
hidrokortison asetat
 Sediaan ini menggunakan pembawa air dan zat yang terkandung di dalamnya tahan
terhadap oksidasi, serta tidak terkandung minyak ataupun bahan lain yang mudah
teroksidasi
Tidak diperlukan zat antioksidan dalam pembuatannya
 Pengawet atau antimikroba harus diberikan pada sediaan injeksi
Bila injeksi dikemas dalam dosis ganda dan pada sediaan yang tidak dilakukan
sterilisasi akhir maka harus ditambahkan bahan pengawet kecuali dinyatakan lain
dalam masing-masing monografi atau kecuali bahan aktifnya sendiri sudah berupa
antimikroba, sehingga pada sediaan ini dilakukan penambahan pengawet dikarenakan
tidak dilakukan sterilisasi akhir melainkan aseptis
2. Praformulasi Eksipien
a. NaCl
Alberger, common salt, hopper salt, natrii chloridum,
Sinonim
natural halite, saline, salt; sea salt, table salt
Berupa serbuk kristal putih atau tidak berwarna, memiliki
rasa seperti garam. Natrium klorida yang padat tidak
Pemerian
mengandung air kristalisasi, namun pada suhu <0 dapat
membentuk kristal dihidrat (HPE 6th Halaman 637)
Memiliki kelarutan 1:2,8 dalam air, 1:2,6 dalam air
Kelarutan mendidih, 1:10 dalam gliserin, 1:250 dalam etanol (HPE
6th Halaman 639)
Bersifat stabil, namun dapat terjadi perubahan partikel
padat dari wadah gelas tertentu, serta mudah larut dengan
Stabilitas
adanya keberadaan air sehingga harus disimpan dalam
wadah tertutup, sejuk dan kering (HPE 6th Halaman 639)
Kegunaan Memiliki konsentrasi untuk injeksi 0,9%, kontrol
flokulasi suspensi 1%
Diluent pada tablet dan kapsul, agen tonisitas (HPE 6th
Halaman 637)
Digunakan NaCl karena merupakan agen tonisitas dalam
suatu sediaan sehingga ketika proses penyuntika dan
masuk ke dalam tubuh dapat mencegah terjadinya
peradangan akibat tekanan oosmosis sediaan yang tidak
sama dengan tonisitas cairan tubuh pada deaerah sendi
Oven suhu 160 selama 1 jam
Sterilisasi Larutan natrium klorida dapat disterilisasi dengan metode
autoklaf atau filtrasi (HPE 6th Halaman 637)
Larutan NaCl bersifat korosif dengan besi, dapat
membentuk endapan dengan perak, timbal atau garam
merkuri, merupakan oksidator kuat yang dapat
Inkompatibilitas membebaskan klorin dari pengasaman larutan NaCl,
larutan NaCl dapat menurunkan aktivitas dari metil
paraben, viskositas gel karbomer dan HPMC (HPE 6th
Halaman 639)

b. Polisorbat 80
Mempunyai aroma khas dan rasa agak pahit, cairan
berminyak dan berwarna kuning (warna dan bentuk pada
Pemerian
suhu 25 tergantung pada tabel yang ada) (HPE 6th
Halaman 550)
Larut dalam etanol dan air, tidak larut dalam minyak
Kelarutan
sayur dan mineral (HPE 6th Halaman 551)
Polisorbat stabil dalam elektrolit, asam dan basa lemah,
namun dapat terjadi saponifikasi dengan adanya asam
dan basa kuat, bersifat higroskopis dan penyimpanan
Stabilitas
dalam waktu lama da[at terbentuk peroksida sehingga
harus disimpan pada tempat sejuk, kering, tertutup rapat
dan terhindar dari sinar matahari (HPE 6th Halaman 551)
Kegunaan Dispersing agent, Surfaktan nonionik, solubilizing agent,
emulsifiying agent, suspending agent, wetting agent
(HPE 6th Halaman 550)
Wetting agent 0,1-3%, solubilizing agent dan suspending
agent (1-15%) (HPE 6th Halaman 550)
Digunakan polisorbat 80 karena larut dalam minyak dan
pelarut organik, terkait sediaan yang diinginkan yaitu
sediaan injeksi bersifat hidrofilik
Sterilisasi Oven suhu 160 selama 1 jam
Dapat terjadi presipitasi dengan zat fenol, tanin, dan tar;
dapat mengurangi aktivitas antimikroba; dapat
Inkompatibilitas
mengeluarkan asam yang iritasif jika terjadi dekomposisi
oleh pemanasan (HPE 6th Halaman 551)

c. CMC Na
Akucell; Aqualon CMC, Aquasorb; Blanose; Carbose D;
Sinonim Carmellosum natricum; Cethlose; E466; Glykocellan;
sodium carboxymethylcellulose (HPE 6th Halaman 118)
Berwarna putih sampai hampir putih, tidak berbau dan
Pemerian
tidak berasa, bersifat higroskopis (HPE 6th Halaman 118)
Praktis tidak larut dalam aseton, etanol 95%, eter dan
toluena. Mudah didispersikan dalam air pada semua
Kelarutan
temperatir, namun mudah terbentuk koloid (HPE 6th
Halaman 118)
Bersifat stabil dan higroskopos, dibawah kondisi
kelembapan tinggi dapat menyerap >50% air, larutan
stabil pada pH 2-10 dengan viskositas dan stabilitas
Stabilitas
maksimum pada pH 7-9, sehingga akan terjadi prespitasi
pada pH <2% dan penurunan viskositas pada pH >10%
(HPE 6th Halaman 119)
Coating agent; stabilizing agent; suspending agent;
disintegran pada tablet dan kapsul; viscosity-increasing
Kegunaan
agent; water-absorbing agent (HPE 6th Halaman 120)
Emulsifying agent 0.25–1.0; Gel-forming agent 3.0–6.0;
Injections 0.05–0.75; Oral solutions 0.1–1.0
Sterilisasi dengan oven suhu 170 selama 1 jam dapat
menyebabkan terjadinya penurunan viskositas dan
kerusakan pada sediaan secara signifikan, pada autoklaf
Sterilisasi
juga dapat terjadi penurunan viskositas, namun 25% lebih
kecil dibanding oven, begitupula sinar gamma (HPE 6th
Halaman 120)
Inkompatibel dengan larutan asam kuat, logam
aluminium, merkuri dan zink. Terjadi presipitasi pada pH
Inkompatibilitas <2% atau dalam campuran etanol 95% serta dapat
membentuk kompleks dengan kolagen sehingga terjadi
pengendapan protein (HPE 6th Halaman 497)

d. Benzyl alkohol
Alcohol benzylicus; benzenemethanol; a-hydroxytoluene;
Sinonim phenylcarbinol; phenylmethanol; a-toluenol. (HPE 6th
Halaman 64)
Larutan cair tidak berwarna dan tidak berbau, memiliki
Pemerian
rasa atau aroma seperti terbakar (HPE 6th Halaman 64)
Larut dalam 1:3,5 bagian air suhu 20 , larut dalam
Kelarutan alkohol, eter kloroform, aseton, benzen dan pelarut
aromatik (HPE 6th Halaman 65)
Benzil alkohol dapat teroksidasi di udara menjadi
benzaldehida dan asam benzoat, tidak mudah bereaksi
Stabilitas
dengan air, harus disimpan dalam wadah kaca atau logam
dan terlindungi dari cahaya (HPE 6th Halaman 65)
Antimicrobial preservative; disinfectant; solvent. (HPE
6th Halaman 64)
Preservatif pada oral dan parenteral 2,0% v/v; kosmetik
Kegunaan 3%; desinfektan 10% v/v
Digunakan karena merupakan pengawet yang sering
digunakan untuk sediaan injeksi serta sebagai agen
bakteriostatik spektrum luas yang digunakan pada produk
injeksi multidose
Sterilisasi Autoklaf atau filtrasi
Inkompatibel dengan oksidator, metilselulosa dan asam
kuat, mampu mengurangi aktivitas antimokroba dari
Inkompatibilitas
surfaktan nonionik seperti polisorbat 80 (HPE 6th
Halaman 65)

e. Air Pro Injeksi


Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau (FI IV
Pemerian
Halaman 112)
Dapat bercampur dengan pelarut polar lainnya (HPE 6th
Kelarutan
Halaman 766)
Stabilitas Stabil di semua keadaaan fisik (HPE 6th Halaman 766)
Kegunaan Pelarut atau pembuatan injeksi (HPE 6th Halaman 766)
Sterilisasi Autoklaf
Air dapat bereaksi dengan obat dan berbagai eksipien
yang rentang terhadap proses hidrolisis (terjadi
penguraian jika dalam keadaan yang terdapat air dan
kelembapan dengan adanya peningkatan suhu). Air dapat
Inkompatibilitas
bereaksi kuat dengan alkali tanah dan oksidannya seperti
kalsium oksida dan magnesium oksida, serta dapat
bereaksi dengan garam anhidrat menjadi bentuk
hidartnya (HPE 6th Halaman 768)

3. Formula yang akan Dibuat


R/ Hidrokortison asetat 25 mg
NaCl 9 mg
Polisorbat 80 4 mg
CMC Na 5 mg
Benzyl alkohol 0,9%
Aqua pro injeksi ad 1 cc

No Nama Bahan Jumlah (g) Kegunaan


1 Hidrokortison asetat 1,25 Bahan aktif
2 NaCl 0,45 Agen Tonisitas
3 Polisorbat 80 0,2 Surfaktan/Wetting Agen
4 CMC Na 0,25 Suspending Agent
5 Benzyl alkohol 0,45 Pengawet
6 Aqua pro injeksi ad 50 mL Pelarut

4. Cara sterilisasi Bahan Sediaan yang akan Dibuat


Sediaan disterilisasi dengan teknik aseptis melalui filtrasi. Akan tetapi sebelumnya
telah dilakukan sterilisasi terhadap masing-masing bahan sesuai dengan karakteristik
sifat fisika dan kimianya, dimana kortison asetat, polisorbat 80 dan natrium klorida
disterilisasi dengan oven suhu 160 selama 1 jam, sedangkan untuk CMC Na dengan
autoklaf suhu 115 selama 30 menit dan untuk benzyl klorida tidak perlu disterilkan
karena merupakan preservatif.
5. Perhitungan Berat dan Volume
Sediaan yang dibuat adalah 4 vial dengan volume @10 mL, sediaan untuk cairan
kental memiliki volume terpindahkan untuk masing-masing wadah sebesar 0,7 mL,
sehingga ketika dimasukkan dalam wadah kemasan harus dilebihkan sampai 10,7 mL
(FI IV, 1995 Halaman 1044) .
Jadi volume sediaan 4x(10+0,7)= 42,8 mL. Penimbangan dibuat sebanyak 50 mL
berdasarkan pertimbangan volume terpindahkan dan untuk mencegah kehilangan
selama proses produksi.
 Penimbangan bahan

 Hidrokortison asetat =

 CMC Na =

 Polisorbat 80 =

 CMC Na =

 Benzyl Alkohol =

 API = ad 50 mL
 Kelarutan Bahan dalam air
 Hidrokortison Asetat 1:10.000
 Polisorbat 80 1:10
 CMC Na 1:20
 Benzyl Alkohol 1:25
 Perhitungan Ekivalensi NaCl 0,9%
Tonisitas
Zat Jumlah Ekivalensi (E) Massa (g) yang terlarut (gxE)

E= =
Kortison
25 mg 0,0004
Asetat = 0,08

Polisorbat
80 4 mg E = 0,02 0,004
(polisorbat

yang terlarut)

CMC Na
5 mg E = 0,03 0,075

Benzyl
Alkohol 0,9% E = 0,17 0,0765
(benzil

alkohol yang terlarut)


0,1559
Total Ekivalensi

9 mg 0,9
NaCl
1,0559
Total Ekivalensi keseluruhan
(Rowe et al., vol. 1, 2nd ed., 1992, 211 ; Martin, 1993, Ed. 4th,181)

Kesimpulan :
Sediaan bersifat hipo-iso-hipertonis:
 Hipotonis ketika sediaan hanya berupa bahan eksipien sebelum dilakukan penambahan
NaCl 0,9%. Akan tetapi ketika ditambahkan jumlah ekivalensi semua bahan termasuk
NaCl sebagai agen tonisitas dengan ketentuan secara umum, maka akan cenderung
hipertonis yaitu sekitar 1,0559. Hal ini masih diizinkan dibandingkan sediaan yang
terbuat bersifat hipotonis dikarenakan sel dapat bersifat lisis, sedangkan jika hipertonis
sel akan mengkerut dan cenderung akan mudah kembali ke bentuk semula

V. ALAT DAN BAHAN


 Alat :
No. Nama Alat Jumlah Ukuran Sterilisasi
1. Kaca arloji 2 Ø 5 cm Oven – 180oC
2. Kaca arloji 2 Ø 3 cm Oven – 180oC
3. Beaker glass 1 250 ml Oven – 180oC
4. Beaker glass 1 100 ml Oven – 180oC
7. Batang pengaduk 2 Oven – 180oC
8. Pinset 2 Oven – 180oC
9. Sendok porselen 2 Oven – 180oC
10. Gelas ukur 1 50 ml Autoklaf – 115oC
11. Gelas ukur 2 10 ml Autoklaf – 115oC
12. Tali q.s Autoklaf – 115oC
14. Corong 1 Ø 5 cm Oven – 180oC
15. Pipet tetes pendek 1 Oven – 180oC

 Bahan :
No. Nama Bahan Jumlah
1. Hidrokrtison asetat 1,25 g
2. NaCl 0,45 g
3. Polisorbat 80 0,2 g
4. CMC-Na 0,25 g
7. Benzyl alkohol 0,45 g
8. Aqua pro injection ad 50 mL
VI. CARA KERJA

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan
suspensi hidrokortison asetat 2,5%

Hidrokortison sebagai zat aktif digerus halus dalam mortir, kemudian ditimbang
sebanyak 1,25 g

Ditimbang bahan-bahan tambahan: polisorbat 80 (0,2 g); CMC Na (0,25 g) dan


benzil alkohol (0,45 g)

Disterilkan serbuk NaCl, polisorbat 80, kortison asetat pada oven suhu 160
selama 1 jam lalu disisihkan

CMC Na 0,45 g ditambahkan dengan sedikit air panas atau 20 kalinya dari CMC
Na = 3 mL dalam beaker glass dan dikembangkan, kemudiaan disterilkan dengan
autoklaf suhu 115 selama 30 menit

Setelah semua proses sterilisasi selesai, kortison asetat ditambahkan dengan


Polisorbat 80 agar bersifat terbasahi dan terlarut bahan aktifnya (Campuran 1)

Ditambahkan mucilago CMC Na ke dalam campuran 1, diaduk ad homogen


(Campuran 2)

Dilarutkan NaCl dengan sedikit API dan ditambahkan pada campuran 2 ad


homogen (Campuran 3)

Dilarutkan benzyl alkohol dengan sedikit API dan ditambahkan pada campuran 3
ad homogen (Campuran 4)
Dilakukan pemindahan massa ke dalam gelas ukur dan diadkan dengan API ad
50 mL dan dilakukan cek pH sediaan injeksi hingga diperoleh pH 5-7

Dilakukan filtrasi pada sediaan suspensi dengan sryinge injeksi ukuran 18-21
gaugae dan dimasukkan kedalam vial sebanyak 10,7 mL dan diberi etiket

VI. DESAIN BROSUR DAN KEMASAN


a. Brosur
b. Etiket

VII. HASIL DATA PERCOBAAN


A. Penimbangan Bahan
- Hidrokortison asetat : 1,01 gram
- NaCl : 0,36 gram
- Polisorbat 80/Tween : 0,16 gram
- CMC Na : 0,20 gram
- Benzyl Alkohol : 0,36 gram
- Aqua q.s : ad 40 ml
B. Sterilisasi bahan (CMC Na) dengan autoklaf (115o, 30 menit)
- Waktu pemanasan : 30 menit
- Waktu menaik : 21 menit
- Waktu kesetimbangan : 10 menit
- Waktu pembinasaan : 30 menit
- Waktu tambahan jaminan sterilitas : 5 menit
- Waktu menurun : 3 menit 12 detik
- Waktu pendinginan : 10 menit
Waktu total : 1 jam 54 menit 12 detik
C. Sterilisasi bahan dengan oven
a. Hidrokortison asetat
b. NaCl
c. Polisorbat 80
- Waktu pemanasan : 10 menit
- Waktu menaik : 12 menit
- Waktu kesetimbangan : 0 menit
- Waktu pembinasaan : 1 jam
- Waktu tambahan jaminan sterilisasi : 0 menit
- Waktu pendinginan : 12 menit
Waktu total : 1 jam 34 menit
D. Uji kebocoran : Tidak bocor
E. Uji pH : 6-7
VIII. PEMBAHASAN
8.1 Pemilihan bahan aktif hidrokortison asetat berdasarkan dari :
a. Sediaan yang akan dibuat diindikasikan untuk mengobati rheumatoid pada
sendi. Dengan demikian dibuat sediaan injeksi lokal bukan sistemik
dengan harapan efek langsung pada sendi dan tidak berefek pada organ
lain sehingga mengurangi efek samping.
b. Dipilih hidrokortison asetat karena obat inilah yang biasanya digunakan
untuk injeksi secara local dimana penggunaannya secara intraartikular.
c. Sediaan dibuat suspense agar dapat berefek secara long acting (sehingga
tidak diinjeksi berkali-kali) dan hidrokortison asetat terabsorbsi secara
lambat apabila diadministrasikan secara intraartikular.
8.2 Syarat penting dari suspensi penetral dan faktor yang mempengaruhi
Suspensi sediaan steril adalah sediaan steril yang mengandung partikel-
partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa. Pembawa suspensi parenteral
dapat menggunakan pembawa air ataupun minyak nabati. Penggunaan suspensi
parenteral terbatas pada rute subkutan dan intramuscular. Syarat sediaan injeksi
suspensi yaitu (Priyambodo, 2007):
a. Mengandung <5% zak aktif
b. Ukuran partikel 5-10 μm harus dapat melewati jarum suntik dengan
mudah
c. Distribusi ukuran sempit, tidak boleh caking pada penyimpanan
d. Steril
e. Bebas pirogen
f. Stabil secara fisik dan kimia selama penyimpanan
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan formula sediaan
suspensi steril (Aulton, 2003):
- Ukuran partikel pada rentang yang cukup kecil, agar dapat bercampur
dengan cairan tubuh.
- Pemilihan jenis bahan pensuspensi dihubungkan dengan stabilitas pada
proses sterilisasi serta konsentrasi bahan suspensi yang akan
berpengaruh pada viskositas sediaan
- Kemampuan redispersibilitas dalam pembawa tergantung dari sifat
permukaan partikel yang terdispersi

8.3 Tujuan pembuatan sediaan suspensi beserta fungsi tambahan


Pada praktikum kali ini digunakan bahan aktif yaitu hidrokortison asetat
yang biasanya digunakan untuk injeksi secara lokal dimana penggunaannya secara
intraartikular pada sendi, serta bahan tambahan seperti NaCl, CMC-Na, polisorbat
80, benzil alkohol serta pelarut Aquadest Pro Injection (API). Hidrokortison asetat
merupakan bahan yang sukar larut dalam air sehingga dibuat sediaan suspensi
dengan pembawa API. Dipilih pembawa API karena kompatibilitas air tersebut
dengan jaringan tubuh, serta mempunyau konstanta dielektrik yang tinggi
sehingga mudah melarutkan elektrolit yang terionisasi.
Pada formula ini digunakan NaCl sebagai agen pengisotonis, dipilihnya
NaCl karena merupakan agen pengisotonis yang membuat sediaan dapat masuk
dan diterima tubuh saat penyuntikan. NaCl berfungsi untuk mencegah peradangan
akibat tekanan osmotis sediaan tidak sama dengan tekanan tonisitas cairan tubuh
pada daerah sendi. NaCl juga tahan panas sehingga dapat disterilisasikan dengan
pemanasan tinggi (oven), beda halnya dengan gliserin yang dapat pula bertindak
sebagai agen pengisotonis namun gliserin akan gliserin terdekomposisi dengan
pemanasan dan berubah menjadi acrolein toksik.
Bahan tambahan kedua yaitu CMC-Na yang bertindak sebagai suspending
agent dalam formula ini yang berfungsi sebagai pendispersi partikel yang tidak
larut dan peningkat viskositas. Digunakannya CMC-Na pada formula ini karena
dapat diaplikasikan pada sediaan injeksi daripada menggunakan bahan suspending
agent yang lain seperti HPMC dan karbopol yang ternyata tidak digunakan dalam
sediaan injeksi; Metylselulosa dalam keamanannya tidak boleh digunakan dalam
sediaan parenteral (HPE, hal.464). CMC-Na merupakan suspending agent yang
tidak OTT
Benzil alkohol, dalam formula ini bertindak sebagai agen pengawet yang
mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang dapat mempergaruhi stabilitas
sediaan. Dipilih pengawet benzil alkohol karena biasa digunakan untuk sediaan
injeksi, merupakan agen bakteriostatik spektrum luas yang digunakan pada
produk injeksi multi dosis.
Bahan tambahan terakhir adalah polisorbat 80 (Tween 80) yang berfungsi
sebagai wetting agent dengan fungsi dapat menurunkan sudut kontak antara
permukaan zat padat dan larutan pembawa sehingga dapat mudah larut. Pada
praktikum kali ini digunakan Polisorbat 80 karena tween larut dalam minyak dan
pelarut organik, sehingga cocok dengan sediaan yang diinginkan adalah sediaan
injeksi yang bersifat hidrofilik.

8.4 Proses sterilisasi dan waktu yang digunakan


Pada pembuatan suspensi hidrokortison asetat dibuat dengan metode
aseptis, yaitu semua alat dan bahan sudah melalui proses sterilisasi sebelumnya
serta pembuatannya dilakukan pada LAF. Vial yang digunakan disterilisasi
menggunakan oven atau panas kering karena vialnya terbuat dari kaca. Bahan
bahan yang digunakan ada yang disterilisasi menggunakan panas basah atau panas
kering. Bahan yang di sterilisasi menggunakan oven antara lain: Hidrokortison
asetat, NaCl dan polisorbat 80. Bahan bahan tersebut tidak disterilisasi
menggunakan autoklaf karena sifatnya yang higroskopis, sehingga jika
dipanaskan menggunakan autoklaf akan merusak stabilitas dan teksturnya. Waktu
sterilisasi yang digunakan yaitu 1 jam tanpa adanya waktu kesetimbangan dan
jaminan sterilisasi pada suhu 180o C karena beratnya sangat kecil dan dianggap
lapisan tipis. Sedangkan bahan lain yaitu CMC Na yang ditambah 20 mL aquades
di sterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 1150 C selama 30 menit dengan
waktu kesetimbangan 10 menit dan jaminan sterilisasi 5 menit karena jumlahnya
kurang dari 50 gram. Benzyl alkohol tidak disterilisasi karena bahan tersebut
merupakan pengawet sehingga tidak perlu sterilisasi, selain itu terdapat gugus
alkohol yang mudah sekali menguap pada pemanasan sehingga akan rusak.
Setealah semua alat bahan disterilisasi proses pembuatan dan pencampuran bahan
dilakukan di LAF.

8.5 Alasan penggunaan tutup karet pada sediaan & hasil uji dan sediaan setelah
sterilisasi
Wadah memiliki hubungan erat dengan produk dikarenakan tidak ada
wadah yang tersedia dalam bentuk tidak reaktifnya, terutama dalam larutan air.
Adanya sifat kimia dan fisika dapat mempengaruhi kestabilan suatu produk, akan
tetapi sifat fisika mampu memberikan pertimbangan utama dalam pemilihan
wadah (Lachman, 1994). Hal ini dikarenakan wadah merupakan bagian yang
berfungsi untuk menampung dan melindungi bahan atau sediaan yang telah dibuat
(Ansel,1989).
Wadah obat suntik beserta tutupnya seharusnya tidak kontak dengan
sediaan, baik secara fisik maupun kimia karena dapat mengubah kekuatan dan
keefektifannya. Jika wadah terbuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan tidak
berwarna atau berwarna kekuningan sehingaa dapat dilakukan pemeriksaan isi
produk didalamnya. Terdapat beberapa perbedaan karakteristik dari wadah dosis
tunggal dan berganda, yaitu wadah dosis tunggal umumnya kedap udara untuk
memungkinkan jumlah sediaan obat masih steril sehingga ketika tutupnya dibuka,
maka akan cenderung sulit untuk direkatkan kembali. Sedangkan jika wadah dosis
berganda, upaya kedap udara dimungkinkan untuk terjadinya pengambilan secara
berulang tanpa mengurangi kekuatan, kualitas atau kemurnian dari suatu sediaan
(Ansel, 1989).
Berdasarkan alasan diatas, maka pemilihan wadah untuk sediaan suspensi
hidrokortison asetat berupa botol vial berbahan gelas yang ditutup dengan sejenis
logam atau karet. Hal ini bertujuan untuk memudahkan terjadinya penembusan
atau perobekan oleh jarum injeksi dalam proses penghisapan cairan injeksi.

Evaluasi Sediaaan Suspensi Hidrokortison Asetat


a. pH sediaan
Zat hidrokortison asetat memiliki nilai pH kisaran antara 4,5-7,5 dengan
nilai pKa sebesar 5,5. Jika hidrokortison asetat dijadikan sebagai bahan aktif
dalam sediaan suspensi injeksi dengan bahan eksipien lain, maka rentang pH
yang ditunjukkan berbeda yaitu sekitar 5,0 sampai 7,0 (USP 29). Berdasarkan
rentang tersebut maka sediaan ini dibuat dalam pH sediaan 6,0-7,0. Akan tetapi
dalam pembuatannya, sediaan ini tidak membutuhkan dapar sebagai buffer,
melainkan menggunakan NaCl sebagai agen pengisotonis. Olehkarena itu, pH
yang didapatkan tidak harus memenuhi rentang yang ada, namun dalam
percobaan kami mendapatkan nilai pH yang menunjukkan perubahan warna
indikator pH universal pada rentang 6,0-7,0. Hal ini menyatakan bahwa pH
sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan suspensi injeksi hidrokortison
asetat yang ditargetkan.
b. Kebocoran
Dalam ruang vakum, pengujian kebocoran terhadap wadah vial sediaan
suspensi injeksi hidrokortison asetat dapat dilakukan dengan menambahkan
larutan pada zat warna dengan rentang 0,5-10% (metilen blue) pada tekanan
atmosfer, sehingga dimungkinkan dapat menyebabkan zat tersebut berpenetrasi
ke dalam lubang setelah bagian luar wadah dicuci atau dibersihkan maka dapat
dilihat adanya perubahan warna jika terjadi kebocoran (Lachman, 1994). Akan
tetapi pengujiannya pada praktikum ini hanya dilakukan dengan cara
menggerakkan wadah ke kanan dan ke kiri hingga dimungkinkan tidak ada
setetes larutan yang mengalir. Olehkarena itu, dapat dikatakan bahwa sediaan
suspensi injeksi hidrokortison asetta tidak mengalami kebocoran dan
pemasukan mikroorganisme atau kontaminan lain selama proses pencampuran
bahan aktif dan eksipien di bawah LAF, sehingga sterilitas, volume dan
kestabilan sediaan akan tercapai.
c. Stabilitas penyimpanan sediaan suspensi injeksi
Sediaan suspensi akan cenderung terjadi adanya tegangan antar bahan aktif
dan pelarut yang digunakan, sehingga harus dilakukan penambahan wetting
agent dalam formulasi. Akan tetapi menurut ketentuan pelarut yang digunakan
harus mudah menguap untuk menghindari terjadinya partikel padat
mengambang dan berbusa ketika terjadi pengocokan. Olehkarena itu, untuk
mencegah partikel padat cenderung bergerak turun dan dapat terdispersi secara
merata dapat dilakukan dengan memperbesar viskositas suatu sediaan (Lukas,
2006).
Partikel padat dari bahan aktif dan bahan tambahan lain bila dilakukan
penyimpanan selama satu minggu setelah praktikum didapatkan sediaan
suspensi yang mudah mengendap dan sulit untuk disuspensikan kembali,
sehingga dibutuhkan pengocokan yang kuat namun mudah berbusa dengan
seketika. Hal ini dimungkinkan penambahan bahan wetting agent (CMC Na)
dalam formulasi yang terlalu tinggi atau banyak sehingga tegangan permukaan
yang terjadi akan semakin besar dan cenderung untuk mengendap atau
terflokulasi.

Titik Kritis
1. Jumlah penimbangan CMC Na sebagai wetting agent harus sesuai dengan
formulasi atau perhitungan yang ada untuk mencegah kelebihan bahan
dalam pembentukan sistem terflokulasi atau dispersi yang terbentuk
2. Hidrokortison asetat sulit menyatu dengan mucilago CMC Na yang ada
sehingga harus dilakukan pengadukan yang konstan dan kuat sampai
terlarut sempurna dan homogen
3. Sterilisasi masing-masing bahan suspensi injeksi harus diakukan sesuai
dengan prosedur dan karakteristik masing-masing bahan yang ada untuk
mencegah terjadinya kerusakan bahan
4. Pada saat pencampuran, semua bahan dilakukan pencampuran dibawah
LAF tanpa terkecuali. Untuk menghindari kontak udara dengan luar
sebaiknya pencapuran dilakukan pada bagian ruangan tengah dari LAF.

IX. KESIMPULAN
1. Suspensi hidro Kortison Asetat berfungsi sebagai antialergi,
antiradang dan menghambat pembelahan sel epidermis
2. Komposisi suspense yakni hidrocortisone asetat , NaCl, polysorbate
80, CMC-Na, benzyl alcohol, dan aqua p.i.
3. Suspensi dibuat secara aseptis dalam Laminar Air Flow (LAF)
cabinet.
4. Suspensi berwarna putih susu, stabil, tidak membentuk cake, mudah
terdispersi dalam penggojokan ringan, dan tidak ada vial yang bocor.
5. Suspensi yang dibuat tidak mengandung kontaminan mikroba.
6. Dari hasil suspensi yang telah dibuat dihasilkan suspensi dengan
sistem deflokulasi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan


RI.
Ansel, H. C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh
Ibrahim. F., Edisi IV. Jakarta: UI Press.
Aulton Michael E, Taylor Kevin M.G, 2013. Aulton's Pharmaceutics: The Design
and Manufacture of Medicines. Elsevier Healt Science.
Avis, K. E., Lieberman, H. A., and Lachman, L., 1992, Pharmaceutical Dosage
Forms: Parenteral Medication,Vol. I, 2nd Edition, Marcel Dekker Inc.,
New York.
Bolet, A. J. 1956. The Intrinsic Viscosity of Synovial Fluid Hyaluronic Acid.
Journal of Laboratory and Clinical Medicne, 48, 721.

BPOM. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: BPOM.
Chronin John p. et al,. 1959. Low Viscosity CMC Pharmaceutical Vehicle. United
State Patent Office.
Clarke, Alan. 2003. Analysis and Modeling of Jitter. Geneva: International
Telecomunication Union.
Debaun, Barbara. 2008. Transmission of Infection with Multi-dose Vials.
Infection. Control Resource. Vol 3(3).
Dipiro. J.T et.al. 2008. Pharmacoterapy: A Pathophysiologic Approach, Seventh.
Edition. Mc. Graw Hill.
Dolan, L.B et al. 2010. Hemoglobin and Aerobic Fitness Changes with
Supervised Exercise Training in Breast Cancer Patients Receiving
Chemotherapy. Canada: University of British Columbia.
Edwards, Jo, ed. 2000.Normal Joint Structure. Notes on Rheumatology.University
College London. Archived.
Hui, Alexander et al. 2012. A Systems Biology Approach to Synovial Joint
Lubrication in Health, Injury, and Disease. Systems Biology and
Medicine. Wiley Interdisciplinary Reviews 4 (1): 15–7.
Jay et al. 2000. Lubricin is A Product of Megakaryocyte Stimulating Factor Gene
Expression by Human Synovial Fibroblasts.J Rheumatol. 27 (3): 594–600.
Jebens, H. E, dan Jones. 1959. On The Viscosity and pH of Synovial Fluid and
The pH of Blood. Batersea General Hospital and Royal Fre Hospital Schol
of Medicne. 388-400.
Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: C.V. Andi Offset.
Martin, A. N. 1993. Physical Pharmacy, Fourth Edition, 326-328. London: Lea
and Febiger.

Rowe, Raymond C., Sheskey, Paul J., Quinn, Marian E. 2009. Handbook of
Pharmaceutical Excipients, 6 Edition. London: The Pharmaceutical Press.
Sundblad, L. 1953. Studies on Hyaluronic Acid in Synovial Fluids. Acta Societais
Medicorum Upsaliensi, 58, 13.
Sweetman, Sean C. 2009. Martindale 36th edition. London: The Pharceutical
Press.
Teller MN, Brown GB. 1977.Carcinogenicity of carboxymethylcellulose in rats.
Proc Am Assoc Cancer Res; 18: 225
Tortora, G. J. dan Derrickson, B. 2009. Principles of Anatomy & Physiology.
USA: John Wiley & Sons.
United States Pharmacopoeia (USP), 30-NF/25. 2007. Antimicrobial Effectiveness
Testing, Microbiological Examination of Non-sterile products, Acceptance
Criteria for Pharmaceutical Preparations and Substance for
Pharmaceutical Use. The United States Pharmacopeial Convention:
Rockville.
Warman M. 2003. Delineating Biologic Pathways Involved in Skeletal Growth
and Homeostasis Through The Study of Rare Mendelian Diseases that
Affect Bones and Joints. Arthritis Research & Therapy. 5 (Suppl 3): S2
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai