Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS JURNAL

BARRIERS AND FACTORS AFFECTING PERSONAL PROTECTIVE


EQUIPMENT USAGE IN ST.MARY’S HOSPITAL LACOR IN
NORTHEN UGANDA

Disusun untuk memenuhi tugas Program Profesi Ners


Stase Keperawatan Dasar Profesi (KDP)

Disusun Oleh:

KELOMPOK 4
1. Selinna Nur A (I4B018056)
2. Rinda Bagus Saputra (I4B018088)
3. Ridho Tristantiningsih (I4B018066)
4. Atit Prasetya Maharani (I4B018077)
5. Ika Wahyuni (I4B018062)

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
2019
BAB I PENDAHULAUAN

A. Latar Belakang
Kewaspadaan standar disusun oleh Centers for Desease Control and
Prevention (CDC) dengan menyatukan universal precaution terhadap darah dan
cairan untuk mengurangi risiko terinfeksi patogen yang berbahaya melalui darah dan
cairan tubuh lainnya dan Body Substance Isolation (BSI) atau isolasi cairan tubuh
untuk mengurangi risiko penularan patogen yang berada di dalam bahan yang berasal
dari tubuh pasien yang terinfeksi (Komite PPIRS RSUPN 2011). Kewaspadaaan
standar meliputi kebersihan tangan dan penggunaan APD untuk menghindari kontak
langsung dengan darah dan cairan tubuh pasien, pencegahan luka akibat benda tajam
dan jarum suntik, pengelolaan limbah yang aman, pembersihan, desinfeksi dan
sterilisasi peralatan perawatan pasien, dan pembersihan serta desinfeksi lingkungan
(WHO 2007).
Kewaspadaan standar diterapkan di pelayanan kesehatan dengan tujuan untuk
mengendalikan infeksi secara konsisten serta mencegah penularan bagi petugas
kesehatan dan pasien yang terjadi di sarana layanan kesehatan atau dikenal dengan istilah
HAIs (Healthcare Associated Infections). HAIs merupakan masalah serius dalam
pelayanan kesehatan karenan menyebabkan tingginya angka kesakitan dan kematian bagi
pasien rawat inap dan petugas kesehatan atau HCW (Health Care Workers) (Amoran et
al. 2013).
Standard precautions (kewaspadaan standar) diterapkan di pelayanan
kesehatan dengan tujuan untuk mengendalikan infeksi secara konsisten serta
mencegah penularan bagi petugas kesehatan dan pasien yang terjadi di sarana
layanan kesehatan. Salah satunya adalah penggunaan APD. Banyak faktor yang
memengaruhi perilaku penggunaan APD oleh tenaga kesehatan. Faktor predisposisi
(predisposing factor) mencakup pengetahuan, sistem budaya, dan tingkat pendidikan.
Faktor penguat (reinforcing factor) meliputi sikap petugas kesehatan dan peraturan
(Notoatmodjo 2007).
Rumah Sakit Dr.Margono Soekarjo (RSMS) merupakan rumah sakit dengan
standar akreditasi paripurna dimana setiap petugas pelayanan kesehatan telah
terpapar informasi tentang penerapan standard precautions dalam memberikan
pelayanan. Informasi diberikan dengan cara sosialisasi yang diberikan bukan hanya
pada tenaga medis dan keperawatan tetapi juga semua sumber daya manusia yang
ada di rumah sakit. Monitoring dan evaluasi terhadap penerapan standard
precautions dilaksanakan oleh PPIRS. Sudah ada kebijakan dan pedoman berupa
standar prosedur operasional tentang standard precautions. Ketersedian alat
pelindung diri dan sarana pemutus transmisi penyakit di rumah sakit cukup banyak
dan terdistribusi merata di lingkungan rumah sakit.
Tenaga kesehatan di ruang rawat inap penyakit bedah mempunyai risiko
tinggi terhadap kemungkinan terpapar penyakit infeksi, karena berhubungan
langsung dengan perawatan luka (Purnomo 2015). Hasil studi kelompok
menunjukkan bahwa petugas kesehatan di ruang rawat inap bedah masih belum
seluruhnya menerapkan standard precautions. Masih ditemukan petugas yang tidak
menggunakan APD pada saat melakukan tindakan yang berisiko terpapar cairan dan
produk darah pasien, seperti pada saat pengambilan darah, pengambilan tampon, dan
perawatan luka. Hal ini dapat menyebabkan transmisi penyakit baik dari pasien
kepada petugas kesehatan maupun sebaliknya.
Pemahaman tentang pentingnya penerapan kepatuhan standard precautions,
identifikasi terhadap faktor-faktor pendukung dan hambatan dalam penerapan standard
precautions diharapkan dapat meningkatkan tingkat kepatuhan penerapan SP di rumah
sakit. Setiap petugas dalam layanan kesehatan harus mampu melakukan penerapan
terhadap kepatuhan SP tidak hanya petugas yang langsung merawat pasien saja. Tingkat
kepatuhan yang tinggi diharapkan dapat menurunkan HAIs.

B. Tujuan
Analisis jurnal ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menggambarkan
faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan penggunaan APD sebagai bentuk dari
penerapan standar precautions oleh tenaga kesehatan serta hambatan-hambatan
dalam kepatuhan penerapan standard precautions pada lingkungan rumah sakit.
BAB II REVIEW JURNAL

A. Judul Jurnal
Judul jurnal penelitian ini adalah bariers and factor affecting personal
protective equipment ussage in ST. Mary’s Hospital lacor in Northern Uganda oleh
TR Okello, Kansime, J Odora, JA Apio, & Pecorell, Journal of surgery 2017 vol 22,
hal 59-65, tahun 2017.

B. Tujuan Jurnal Penelitian


Tujuan dari jurnal penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan
menggambarkan faktor-faktor yang memengaruhi keputusan petugas kesehatan
dalam menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dan hambatan-hambatannya.

C. Metodologi
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada jurnal penelitian ini adalah survei cross
sectional dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
2. Tekhnik Sampling
Teknik sampling tidak dijelaskan didalam jurnal tersebut.
3. Sampel peneilitian
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 65 responden yang terdiri dari perawat,
asisten perawat, cleaning service dan dokter di Rs St. Mary’s hospital
Uganda.
4. Instrument Penelitian
Instrument penelitian pada jurnal penelitian ini adalah menggunakan kuisioner
Self Administered Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang Personal
Protective Equipment (PPE) serta wawancara pada responden yang dilakukan oleh
asisten peneliti.
5. Hasil Penelitian
 Hasil penelitian dalam jurnal ini menunjukkan bahwa dari hasil pengisian
kuesioner dari 65 responden, terdapat 6 yang tidak valid, sehingga hanya 59
hasil kuesioner dari responden yang dianalisis dengan rincian dari tiap item
pertanyaan sebagai berikut :
No Pertanyaan tentang APD Afirmatif Tidak Total
1 Apakah tahu tujuan penggunaan 58 (98%) 1 (2%) 100%
APD
2 Apakah sudah pernah mengikuti 41 (69,5%) 18 (30,5%) 100%
pelatihan dalam penggunaan
APD
3 Apakah tahu cara menggunakan 45 (76,3%) 14 (23,7%) 100%
dan melepas APD
4 Apakah penggunaan APD 53 (90%) 6 (10%) 100%
dipromosikan dilingkungan anda
bekerja
5 Apakah selalu menggunakan 51 (86,4%) 8 (13,6%) 100%
APD selama bekerja
6 Apakah penggunaan APD sudah 25 (42,4%) 34 (57,6%) 100%
cukup dilakukan ketika bekerja
7 Apakah penggunaan APD 53 (90%) 6 (10%) 100%
dilakukan selama 24 jam
8 Apakah ada permasalahan dalam 33 (56%) 26 (44%) 100%
penggunaan APD
9 Menurut anda apakah APD 59 (100%) 0 (0%) 100%
penting digunakan saat bekerja

 Adapun yang termasuk dalam faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan
APD yang dijelaskan dalam penelitian adalah kurangnya pelatihan dalam
penggunaan APD (30,5%), tidak tau bagaimana prosedur yang benar
mengenai pemakaian (don) dan pelepasan (doff) APD yang benar (23,7%),
APD tidak dipromosikan untuk diberlakukan penggunaan APD di bangsal
masing-masing (10%)

 Hambatan atau masalah untuk tidak menggunakan APD berkaitan dengan
keterbatasan APD di tempat kerja salah satunya adalah pembiayaan pengadaan
APD, ukuran APD yang tidak sesuai dan mudah rusak, penggunaan APD
hanya dilakukan pada tindakan tertentu saja, dan ketersediaan ruang
penyimpanan untuk APD yang kurang.
BAB III PEMBAHASAN

A. Alat Pelindung Diri


Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA), APD
didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau
penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazard) ditempat
kerja baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, elektrik, mekanik dan lainnya. APD
adalah peralatan keselamatan yang harus digunakan olih personil apabila berada
pada suatu tempat kerja yang berbahaya. Menurut Suma’mur (2009) alat pelindung
diri adalah suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri atau tubuh terhadap
bahaya-bahaya kecelakaan kerja. Jadi alat pelindung diri adalah merupakan
salahsatu cara untuk mencegah kecelakaan dan secara teknis APD tidaklah sempurna
dalam melindungi tubuh akan tetapi dapat mengurangi tingkat keparahan kecelakaan
kerja yang terjadi.

B. Syarat-syarat APD
Menurut Siswanto Suma’mur (2009), ketentuan yang harus dipenuhi dalam
pemilihan APD adalah :
1. Dapat memberikan perlindungan yang ade kuat terhadap bahaya yang spesifik
atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.
2. Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak menyebabkan
rasa ketidaknyamanan yang berlebihan.
3. Harus dapat dipakai secara fleksibel.
4. Bentuknya harus cukup menarik.
5. Tahan untuk pemakaian yang lama.
6. Tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya yang
dikarenakan bentuk dan bahayanya yang tidak tepat atau karena salah dalam
penggunaannya.
7. Alat pelindung diri harus memenuhi standard yang telah ada.
8. Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya.
9. Suku cadangnya harus mudah didapat guna mempermudah pemeliharaannya.
Menurut Suma’mur (2009), alat pelindung diri harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
1. Enak dipakai.
2. Tidak mengganggu kerja.
3. Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya.

C. Macam-macam APD
1. Alat pelindung kepala (safety helmet).
2. Alat pelindung mata (goggles/safety glasses).
3. Alat pelindung muka (face shield/face mask).
4. Alat pelindung telinga (earmuffs/earplug).
5. Alat pelindung pernapasan (respirator).
6. Alat pelindung tangan (gloves).
7. Alat pelindung kaki (safety shoes).
8. Alat pelindung badan (apron).
9. Alat pelindung pada ketinggian (safety harness).

Penting untuk mengikuti proedur yang benar ketika mengenakan dan


melepaskan APD. Secara umum pelepasan dimulai dengan sarung tangan dan baju,
lalu kacamata kemudian peralatan pelindung pernafasan. Segera setelah
melepaskan/mengenakan APD tangan harus segera dicuci. Jika APD digunkan sekali
pakai maka pemakai harus membuangnya. Jika itu adalah APD yang dapat
digunakan kembali maka harus dibersihkan dan didisinfeksikan kemudian disimpan
ditempat yang sejuk dan kering dimana ia dapat diakses dan digunakan kembali.
Prosedur doffering (pelepasan) yang tidak benar dapat menyebabkan paparan bahan
berbahaya (menyentuh bagian luar sarung tangan). Urutan melepas APD adalah
sarung tangan, apron/baju, masker dan sepatu. Proses untuk mengenakan APD juga
penting meskipun tidak sepenting proses untuk doffing. Sarung tangan harus dipakai
terakhir setelah mengenakan baju, alat pelindung pernafasan (masker), kacamata dan
APD lain.
D. Penerapan APD dilapangan
Jurnal yang kami analisis menyebutkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi
penggunaan APD adalah kurangnya pelatihan dalam penggunaan APD, tidak tahu
bagaimana prosedur yang benar mengenai pemakaian (don) dan pelepasan (doff) APD
yang benar, APD tidak dipromosikan untuk diberlakukan penggunaan APD di bangsal
masing-masing serta hambatan atau masalah untuk tidak menggunakan APD adalah
keterbatasan APD di tempat kerja yang berhubungan dengan pembiayaan pengadaan
APD, ukuran APD yang tidak sesuai dan mudah rusak, penggunaan APD hanya
dilakukan pada tindakan tertentu saja, dan ketersediaan ruang penyimpanan untuk APD
yang kurang. Pada jurnal ini juga disebutkan lebih spesifik bahwa penggunaan
pelindung tangan (sarung tangan) dengan ukuran yang tidak sesuai dan mudah robek,
serta pada cleaning service penggunaan sarung tangan mengganggu pekerjaan mereka
pada saat melakukan pekerjaan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rianto, D.A
tahun 2015 yang mana hasil penelitianya menyebutkan bahwa kepatuhan perawat
dalam penggunaan APD di rumah sakit dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
komunikasi, keterbatasan alat, pengawasan dan sikap dari perawat itu sendiri.
Jurnal yang kami angkat adalah jurnal luar negeri yang memiliki kondisi yang
berbeda dengan kondisi di Indonesia khususnya di RSMS. Adanya Standar Nasional
Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) yang dilaksanakan di Indonesia telah meningkatkan
kualitas pelayanan rumah sakit di Indonesia, salah satunya adalah RSMS yang telah
lulus dengan paripurna, dimana setiap petugas pelayanan kesehatan telah terpapar
informasi tentang penerapan standard precaution dalam memberikan pelayanan.
Informasi diberikan dengan cara sosialisasi yang diberikan bukan hanya pada tenaga
medis dan keperawatan tetapi juga semua sumber daya manusia yang ada di rumah
sakit. Monitoring dan evaluasi terhadap penerapan standard precautions
dilaksanakan oleh PPIRS. Sudah ada kebijakan dan pedoman berupa standar
prosedur operasional tentang standard precautions. Ketersedian alat pelindung diri
dan sarana pemutus transmisi penyakit di rumah sakit cukup banyak dan terdistribusi
merata di lingkungan rumah sakit. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi manajerial
terkait dengan hambatan yang terdapat di jurnal luar negeri tersebut memiliki perbedaan
dengan kondisi di RSMS.
Faktor sikap perawat di dalam jurnal yang kami angkat merupakan sikap negatif
ketika pada saat menggunakan APD interaksi terhadap pasien menjadi terbatas. Bentuk
standar operasional prosedur telah dibuat dan sudah diberlakukan pada semua unit
perawatan, tetapi saat di lapangan standar tersebut belum sepenuhnya diterapkan
oleh perawat dikarenakan adanya hambatan dari ketersediaan dan kualitas APD.
Berbeda dengan kondisi di Indonesia khususnya di RSMS dimana ketersediaan APD
telah cukup memadai sehingga hambatan dalam penerapan kepatuhan SP berbeda
dengan di Uganda.
Tenaga kesehatan di ruang rawat inap penyakit bedah mempunyai risiko
tinggi terhadap kemungkinan terpapar penyakit infeksi, karena berhubungan
langsung dengan perawatan luka (Purnomo 2015). Hasil studi pengamatan kami
menujukkan bahwa petugas kesehatan di ruang rawat inap bedah seruni masih belum
seluruhnya menerapkan standard precaution. Masih ditemukan petugas yang tidak
menggunakan APD pada saat melakukan tindakan yang berisiko terpapar cairan dan
produk darah pasien dengan alasan lupa atau merasa kesulitan dan tidak nyaman saat
menggunakannya. Beberapa perawat di ruang seruni tidak menggunakan APD secara
lengkap dan bahkan ada pula yang dimodifikasi dalam menggunakan APD dimana hasil
modifikasi tersebut berisiko tinggi terpapar cairan dan produk darah dari pasien. Pasien
di ruang Seruni cukup banyak yang harus mendapatkan tindakan, mulai dari melepas
tampon, mengganti cairan infus ke transfusi darah, pengambilan darah vena, dan
perawatan luka, sehingga apabila petugas tidak menerapkan kepatuhan SP maka risiko
transmisi penyakit pada pasien dan perawat akan meningkat.
Beberapa petugas kesehatan di ruang seruni yang tidak menggunakan APD saat
melakukan tindakan merupakan ketidakpatuhan dari dalam diri petugas itu sendiri.
Petugas kesehatan RSMS menganggap bahwa suatu tindakan tidak perlu menggunakan
APD karena dirasa bahwa dirinya telah merasa aman walaupun tanpa harus
menggunakan APD. Temuan tersebut juga didapatkan di rumah sakit lain pada
penelitian yang dilakukan oleh Putri, Widjanarko & Shaluhiyah (2018) di RSUP Dr.
Kariadi Semarang, menunjukkan 48,4% tidak patuh menggunakan APD dan 51,6%
patuh dalam menggunakan APD. Petugas kesehatan yang tidak patuh dalam
menerapkan standar precaution dipengaruhi oleh sikap petugas itu sendiri dan
pengawasan yang kurang ketat di institut tempat petugas kesehatan bekerja (Yusnita
2017).
Kepatuhan terhadap standard precautions terkait dengan perilaku kesehatan.
Penerapan standard precautions dapat dilihat dari tiga level: individu, tugas dan
dinamika pekerjaan, serta konteks organisasi (Purnomo 2015). Tingkat pertama
menggambarkan kesehatan dengan karakteristik personalnya dan pengalaman
kerjanya. Pada tingkat kedua menggambarkan tugas pekerjaan dan dinamika
kesehatan kerjanya, dimana tuntutan petugas kesehatan untuk merawat pasien
bersaing dengan keselamatan pribadinya. Tingkat ketiga menggambarkan konteks
organisasi, dimana organisasi tersebut mungkin mempunyai nilai budaya
keselamatan dan dukungan pimpinan untuk mendukung penerapan standard
precautions.
Berdasarkan paparan di atas, temuan masih adanya petugas kesehatan yang
belum menerapkan kepatuhan terhadap standard precautions di bangsal rawat inap
bedah dapat disebabkan karena faktor individu. Hal tersebut dapat dilihat dari faktor
tuntutan tugas dan organisasi yang telah berjalan sesuai dengan standar, sedangkan
faktor individu itu sendiri terkait dengan karakteristik personal yang belum
sepenuhnya menerapkan kepatuhan terhadap standard precautions meskipun
ketersediaan APD di rumah sakit cukup memadai, telah memperoleh informasi
tentang SP, adanya SPO pada tiap tindakan, serta adanya peraturan dan pengawasan
dari PPIRS. Penelitian yang dilakukan oleh Putri, Widjanarko & Shaluhiyah (2018)
juga mendapatkan hasil bahwa ketidakpatuhan yang dialami petugas kesehatan di
RSUP Dr. Kariadi Semarang dipengaruhi oleh faktor individu yaitu tingkat
pendidikan Diploma dan teman kerjanya. Hal ini berkaitan dengan petugas
kesehatan RSMS dengan hasil studi yang dilakukan oleh penulis, bahwasanya
sebagian besar petugas kesehatan RSMS yang tidak patuh dalam menggunakan APD
saat melakukan tindakan kesehatan memiliki tingkat pendidikan Diploma. Teman
kerja di RSMS juga memengaruhi perilaku ketidakpatuhan dalam menggunakan
APD dikarenakan petugas kesehatan bekerja secara tim/kelompok.
E. Kekurangan Jurnal
Adapun kekurangan dari jurnal ini yaitu tidak mencantumkan teknik
pengambilan sampel serta jumlah sampel terlalu sedikit dan pengambilan data
dilakukan pada shift pagi saja.
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
Standard precautions (kewaspadaan standar) diterapkan di pelayanan
kesehatan dengan tujuan untuk mengendalikan infeksi secara konsisten serta
mencegah penularan bagi petugas kesehatan dan pasien yang terjadi di sarana
layanan kesehatan. Salah satunya adalah penggunaan APD. Banyak faktor yang
memengaruhi perilaku penggunaan APD oleh tenaga kesehatan. Faktor predisposisi
(predisposing factor) mencakup pengetahuan, sistem budaya, dan tingkat
pendidikan. Faktor penguat (reinforcing factor) meliputi sikap petugas kesehatan
dan peraturan (Notoatmodjo 2007). Hambatan penerapan SP di Indonesia
khususnya di RSMS berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Uganda.
Ketersediaan APD menjadi hambatan di Uganda, namun di Indonesia berbeda.
Kepatuhan terhadap standard precautions terkait dengan perilaku kesehatan.
Penerapan standard precautions dapat dilihat dari tiga level: individu, tugas dan
dinamika pekerjaan, serta konteks organisasi. Berdasarkan paparan di atas, temuan
masih adanya petugas kesehatan yang belum menerapkan kepatuhan terhadap
standard precautions di bangsal rawat inap bedah dapat disebabkan karena faktor
individu. Hal tersebut dapat dilihat dari faktor tuntutan tugas dan organisasi yang
telah berjalan sesuai dengan standar, sedangkan faktor individu itu sendiri terkait
dengan karakteristik personal yang belum sepenuhnya menerapkan kepatuhan
terhadap standard precautions meskipun ketersediaan APD di rumah sakit cukup
memadai, telah memperoleh informasi tentang SP, adanya SPO pada tiap tindakan,
serta adanya peraturan dan pengawasan dari PPIRS.

B. Saran
Untuk meningkatkan kepatuhan penggunaan APD sebagai bentuk penerapan
standar precaution oleh tenaga kesehatan, diharapkan pihak rumah sakit dapat:
1. Melakukan retraining SP terhadap petugas kesehatan yang belum menerapkan
kepatuhan terhadap SP.
2. Melakukan komunikasi berulang penyampaian informasi terhadap SOP
penggunaan APD sehingga tercipta budaya safety dalam lingkungan kerja perawat.
Penyampaian informasi tersebut berupa sosialisasi penggunaan APD sesuai SOP
seperti pemasangan poster, spanduk, maupun banner.
3. Menyediakan APD pada tempat yang lebih dekat dengan nurse station atau
ruangan pasien sehingga apabila diperlukan tindakan segera untuk menangani
pasien, petugas dapat langsung mengambil APD tersebut.
4. Melakukan teguran langsung dari PPIRS terhadap petugas yang masih belum
melaksanakan penerapan kepatuhan SP.
DAFTAR PUSTAKA

Amoran, O.E., Onwube, O.O. 2013, ‘Infection control and practice of standard
precautions among healthcare workers in northen nigeria’, Journal of Global
Infectious Deseases, vol. 5, no.4.

Centers for Desease Control and Prevention 2007, ‘Preventing transmission of


infection agents in health care setting’.
http://www.cdc.gov/hicpac/pdf/isolation/isolation2007.pdf diakses tanggal 21
Maret 2019.

https://www.safetysolutions.net.au/content/personal-protection-
equipment/article/how-to-safely-don-and-doff-ppe-1004831098 diakses pada
tanggal 21 Maret 2019 pukul 18.20 wib.

Kimberly, D.M., Susan, E.B., Kristi, J.F., Thomas, E.V., James, C.T, Robert, F.W. &
Bradley, N.D. 2001, ‘Monitoring adherence to standard precautions’, American
Journal of Infection Control, vol.29, pp.24-31.

Komite PPIRS RSUPN dr.Cipto Mangunkusumo 2011, ‘Buku pedoman pencegahan


dan pengendalian infeksi rumah sakit di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo’,
Jakarta.

Mehta, A. 2010,’Interventions to reduce needlestick injuries at a tertiary care centre’,


Indian Journal of Medical Microbiology, vol.1, no.5, pp. 17-20.

Notoatmodjo, S. 2007, ‘Promosi kesehatan dan ilmu perilaku’, Rineka Cipta, Jakarta.
Purnomo, R. 2015, ‘Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan
perawat pelaksana dalam penerapan standard precautions di RSUD Banyumas’,

Tesis, Universitas Diponegoro.

Putri, S.A., Widjanarko, B. & Shaluhiyah, Z. 2018, ‘Faktor-Faktor yang Berhubungan


dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) di RSUP Dr. Kariadi Semarang (Studi Kasus di Instalasi Rawat Inap
Merak)’, e-Journal, vol. 6, no. 1, pp. 2356–3346.

Riyanto, D.A. 2015, ‘Faktor-faktor yang mempengarui kepatuhan perawat dalam


penggunaan alat peindung diri di rumah sakit sari asih Serangprovinsi Banten’,
Sugarda, A., Santiasih, I., Juniani, A.I. 2014, ‘Analisa pengaruh penggunaan alat
pelindung diri terhadap allowance proses kerja pemotongan kayu (studi kasus:
PT PAL Indonesia)’,JurnalTeknikIndustri, vol.9, no. 3 pp 139-146.

Suma’mur, 2009, ‘Hiegiene perusahaan dan keselamatan kerja’, Cv. Sagung Seto,
Jakarta.

World Health Organization (WHO) 2007, ‘The nine patient safety solutions’.
https://www.who.int/patientsafety/events/07/02_05_2007/en/ diakses tanggal
21 Maret 2019.

Yusnita, A.R. 2017, Analisis Faktor - Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku
Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Petugas Kesehatan Di Ruang Rawat
Inap Penyakit Bedah RSUD Dr. H. Abdul Moelek Provinsi Lampung,
Universitas Lampung.

Anda mungkin juga menyukai