Disusun Oleh:
KELOMPOK 4
1. Selinna Nur A (I4B018056)
2. Rinda Bagus Saputra (I4B018088)
3. Ridho Tristantiningsih (I4B018066)
4. Atit Prasetya Maharani (I4B018077)
5. Ika Wahyuni (I4B018062)
A. Latar Belakang
Kewaspadaan standar disusun oleh Centers for Desease Control and
Prevention (CDC) dengan menyatukan universal precaution terhadap darah dan
cairan untuk mengurangi risiko terinfeksi patogen yang berbahaya melalui darah dan
cairan tubuh lainnya dan Body Substance Isolation (BSI) atau isolasi cairan tubuh
untuk mengurangi risiko penularan patogen yang berada di dalam bahan yang berasal
dari tubuh pasien yang terinfeksi (Komite PPIRS RSUPN 2011). Kewaspadaaan
standar meliputi kebersihan tangan dan penggunaan APD untuk menghindari kontak
langsung dengan darah dan cairan tubuh pasien, pencegahan luka akibat benda tajam
dan jarum suntik, pengelolaan limbah yang aman, pembersihan, desinfeksi dan
sterilisasi peralatan perawatan pasien, dan pembersihan serta desinfeksi lingkungan
(WHO 2007).
Kewaspadaan standar diterapkan di pelayanan kesehatan dengan tujuan untuk
mengendalikan infeksi secara konsisten serta mencegah penularan bagi petugas
kesehatan dan pasien yang terjadi di sarana layanan kesehatan atau dikenal dengan istilah
HAIs (Healthcare Associated Infections). HAIs merupakan masalah serius dalam
pelayanan kesehatan karenan menyebabkan tingginya angka kesakitan dan kematian bagi
pasien rawat inap dan petugas kesehatan atau HCW (Health Care Workers) (Amoran et
al. 2013).
Standard precautions (kewaspadaan standar) diterapkan di pelayanan
kesehatan dengan tujuan untuk mengendalikan infeksi secara konsisten serta
mencegah penularan bagi petugas kesehatan dan pasien yang terjadi di sarana
layanan kesehatan. Salah satunya adalah penggunaan APD. Banyak faktor yang
memengaruhi perilaku penggunaan APD oleh tenaga kesehatan. Faktor predisposisi
(predisposing factor) mencakup pengetahuan, sistem budaya, dan tingkat pendidikan.
Faktor penguat (reinforcing factor) meliputi sikap petugas kesehatan dan peraturan
(Notoatmodjo 2007).
Rumah Sakit Dr.Margono Soekarjo (RSMS) merupakan rumah sakit dengan
standar akreditasi paripurna dimana setiap petugas pelayanan kesehatan telah
terpapar informasi tentang penerapan standard precautions dalam memberikan
pelayanan. Informasi diberikan dengan cara sosialisasi yang diberikan bukan hanya
pada tenaga medis dan keperawatan tetapi juga semua sumber daya manusia yang
ada di rumah sakit. Monitoring dan evaluasi terhadap penerapan standard
precautions dilaksanakan oleh PPIRS. Sudah ada kebijakan dan pedoman berupa
standar prosedur operasional tentang standard precautions. Ketersedian alat
pelindung diri dan sarana pemutus transmisi penyakit di rumah sakit cukup banyak
dan terdistribusi merata di lingkungan rumah sakit.
Tenaga kesehatan di ruang rawat inap penyakit bedah mempunyai risiko
tinggi terhadap kemungkinan terpapar penyakit infeksi, karena berhubungan
langsung dengan perawatan luka (Purnomo 2015). Hasil studi kelompok
menunjukkan bahwa petugas kesehatan di ruang rawat inap bedah masih belum
seluruhnya menerapkan standard precautions. Masih ditemukan petugas yang tidak
menggunakan APD pada saat melakukan tindakan yang berisiko terpapar cairan dan
produk darah pasien, seperti pada saat pengambilan darah, pengambilan tampon, dan
perawatan luka. Hal ini dapat menyebabkan transmisi penyakit baik dari pasien
kepada petugas kesehatan maupun sebaliknya.
Pemahaman tentang pentingnya penerapan kepatuhan standard precautions,
identifikasi terhadap faktor-faktor pendukung dan hambatan dalam penerapan standard
precautions diharapkan dapat meningkatkan tingkat kepatuhan penerapan SP di rumah
sakit. Setiap petugas dalam layanan kesehatan harus mampu melakukan penerapan
terhadap kepatuhan SP tidak hanya petugas yang langsung merawat pasien saja. Tingkat
kepatuhan yang tinggi diharapkan dapat menurunkan HAIs.
B. Tujuan
Analisis jurnal ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menggambarkan
faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan penggunaan APD sebagai bentuk dari
penerapan standar precautions oleh tenaga kesehatan serta hambatan-hambatan
dalam kepatuhan penerapan standard precautions pada lingkungan rumah sakit.
BAB II REVIEW JURNAL
A. Judul Jurnal
Judul jurnal penelitian ini adalah bariers and factor affecting personal
protective equipment ussage in ST. Mary’s Hospital lacor in Northern Uganda oleh
TR Okello, Kansime, J Odora, JA Apio, & Pecorell, Journal of surgery 2017 vol 22,
hal 59-65, tahun 2017.
C. Metodologi
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada jurnal penelitian ini adalah survei cross
sectional dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
2. Tekhnik Sampling
Teknik sampling tidak dijelaskan didalam jurnal tersebut.
3. Sampel peneilitian
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 65 responden yang terdiri dari perawat,
asisten perawat, cleaning service dan dokter di Rs St. Mary’s hospital
Uganda.
4. Instrument Penelitian
Instrument penelitian pada jurnal penelitian ini adalah menggunakan kuisioner
Self Administered Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang Personal
Protective Equipment (PPE) serta wawancara pada responden yang dilakukan oleh
asisten peneliti.
5. Hasil Penelitian
Hasil penelitian dalam jurnal ini menunjukkan bahwa dari hasil pengisian
kuesioner dari 65 responden, terdapat 6 yang tidak valid, sehingga hanya 59
hasil kuesioner dari responden yang dianalisis dengan rincian dari tiap item
pertanyaan sebagai berikut :
No Pertanyaan tentang APD Afirmatif Tidak Total
1 Apakah tahu tujuan penggunaan 58 (98%) 1 (2%) 100%
APD
2 Apakah sudah pernah mengikuti 41 (69,5%) 18 (30,5%) 100%
pelatihan dalam penggunaan
APD
3 Apakah tahu cara menggunakan 45 (76,3%) 14 (23,7%) 100%
dan melepas APD
4 Apakah penggunaan APD 53 (90%) 6 (10%) 100%
dipromosikan dilingkungan anda
bekerja
5 Apakah selalu menggunakan 51 (86,4%) 8 (13,6%) 100%
APD selama bekerja
6 Apakah penggunaan APD sudah 25 (42,4%) 34 (57,6%) 100%
cukup dilakukan ketika bekerja
7 Apakah penggunaan APD 53 (90%) 6 (10%) 100%
dilakukan selama 24 jam
8 Apakah ada permasalahan dalam 33 (56%) 26 (44%) 100%
penggunaan APD
9 Menurut anda apakah APD 59 (100%) 0 (0%) 100%
penting digunakan saat bekerja
Adapun yang termasuk dalam faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan
APD yang dijelaskan dalam penelitian adalah kurangnya pelatihan dalam
penggunaan APD (30,5%), tidak tau bagaimana prosedur yang benar
mengenai pemakaian (don) dan pelepasan (doff) APD yang benar (23,7%),
APD tidak dipromosikan untuk diberlakukan penggunaan APD di bangsal
masing-masing (10%)
Hambatan atau masalah untuk tidak menggunakan APD berkaitan dengan
keterbatasan APD di tempat kerja salah satunya adalah pembiayaan pengadaan
APD, ukuran APD yang tidak sesuai dan mudah rusak, penggunaan APD
hanya dilakukan pada tindakan tertentu saja, dan ketersediaan ruang
penyimpanan untuk APD yang kurang.
BAB III PEMBAHASAN
B. Syarat-syarat APD
Menurut Siswanto Suma’mur (2009), ketentuan yang harus dipenuhi dalam
pemilihan APD adalah :
1. Dapat memberikan perlindungan yang ade kuat terhadap bahaya yang spesifik
atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.
2. Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak menyebabkan
rasa ketidaknyamanan yang berlebihan.
3. Harus dapat dipakai secara fleksibel.
4. Bentuknya harus cukup menarik.
5. Tahan untuk pemakaian yang lama.
6. Tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya yang
dikarenakan bentuk dan bahayanya yang tidak tepat atau karena salah dalam
penggunaannya.
7. Alat pelindung diri harus memenuhi standard yang telah ada.
8. Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya.
9. Suku cadangnya harus mudah didapat guna mempermudah pemeliharaannya.
Menurut Suma’mur (2009), alat pelindung diri harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
1. Enak dipakai.
2. Tidak mengganggu kerja.
3. Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya.
C. Macam-macam APD
1. Alat pelindung kepala (safety helmet).
2. Alat pelindung mata (goggles/safety glasses).
3. Alat pelindung muka (face shield/face mask).
4. Alat pelindung telinga (earmuffs/earplug).
5. Alat pelindung pernapasan (respirator).
6. Alat pelindung tangan (gloves).
7. Alat pelindung kaki (safety shoes).
8. Alat pelindung badan (apron).
9. Alat pelindung pada ketinggian (safety harness).
A. Kesimpulan
Standard precautions (kewaspadaan standar) diterapkan di pelayanan
kesehatan dengan tujuan untuk mengendalikan infeksi secara konsisten serta
mencegah penularan bagi petugas kesehatan dan pasien yang terjadi di sarana
layanan kesehatan. Salah satunya adalah penggunaan APD. Banyak faktor yang
memengaruhi perilaku penggunaan APD oleh tenaga kesehatan. Faktor predisposisi
(predisposing factor) mencakup pengetahuan, sistem budaya, dan tingkat
pendidikan. Faktor penguat (reinforcing factor) meliputi sikap petugas kesehatan
dan peraturan (Notoatmodjo 2007). Hambatan penerapan SP di Indonesia
khususnya di RSMS berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Uganda.
Ketersediaan APD menjadi hambatan di Uganda, namun di Indonesia berbeda.
Kepatuhan terhadap standard precautions terkait dengan perilaku kesehatan.
Penerapan standard precautions dapat dilihat dari tiga level: individu, tugas dan
dinamika pekerjaan, serta konteks organisasi. Berdasarkan paparan di atas, temuan
masih adanya petugas kesehatan yang belum menerapkan kepatuhan terhadap
standard precautions di bangsal rawat inap bedah dapat disebabkan karena faktor
individu. Hal tersebut dapat dilihat dari faktor tuntutan tugas dan organisasi yang
telah berjalan sesuai dengan standar, sedangkan faktor individu itu sendiri terkait
dengan karakteristik personal yang belum sepenuhnya menerapkan kepatuhan
terhadap standard precautions meskipun ketersediaan APD di rumah sakit cukup
memadai, telah memperoleh informasi tentang SP, adanya SPO pada tiap tindakan,
serta adanya peraturan dan pengawasan dari PPIRS.
B. Saran
Untuk meningkatkan kepatuhan penggunaan APD sebagai bentuk penerapan
standar precaution oleh tenaga kesehatan, diharapkan pihak rumah sakit dapat:
1. Melakukan retraining SP terhadap petugas kesehatan yang belum menerapkan
kepatuhan terhadap SP.
2. Melakukan komunikasi berulang penyampaian informasi terhadap SOP
penggunaan APD sehingga tercipta budaya safety dalam lingkungan kerja perawat.
Penyampaian informasi tersebut berupa sosialisasi penggunaan APD sesuai SOP
seperti pemasangan poster, spanduk, maupun banner.
3. Menyediakan APD pada tempat yang lebih dekat dengan nurse station atau
ruangan pasien sehingga apabila diperlukan tindakan segera untuk menangani
pasien, petugas dapat langsung mengambil APD tersebut.
4. Melakukan teguran langsung dari PPIRS terhadap petugas yang masih belum
melaksanakan penerapan kepatuhan SP.
DAFTAR PUSTAKA
Amoran, O.E., Onwube, O.O. 2013, ‘Infection control and practice of standard
precautions among healthcare workers in northen nigeria’, Journal of Global
Infectious Deseases, vol. 5, no.4.
https://www.safetysolutions.net.au/content/personal-protection-
equipment/article/how-to-safely-don-and-doff-ppe-1004831098 diakses pada
tanggal 21 Maret 2019 pukul 18.20 wib.
Kimberly, D.M., Susan, E.B., Kristi, J.F., Thomas, E.V., James, C.T, Robert, F.W. &
Bradley, N.D. 2001, ‘Monitoring adherence to standard precautions’, American
Journal of Infection Control, vol.29, pp.24-31.
Notoatmodjo, S. 2007, ‘Promosi kesehatan dan ilmu perilaku’, Rineka Cipta, Jakarta.
Purnomo, R. 2015, ‘Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan
perawat pelaksana dalam penerapan standard precautions di RSUD Banyumas’,
Suma’mur, 2009, ‘Hiegiene perusahaan dan keselamatan kerja’, Cv. Sagung Seto,
Jakarta.
World Health Organization (WHO) 2007, ‘The nine patient safety solutions’.
https://www.who.int/patientsafety/events/07/02_05_2007/en/ diakses tanggal
21 Maret 2019.
Yusnita, A.R. 2017, Analisis Faktor - Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku
Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Petugas Kesehatan Di Ruang Rawat
Inap Penyakit Bedah RSUD Dr. H. Abdul Moelek Provinsi Lampung,
Universitas Lampung.