Anda di halaman 1dari 9

MODELLING KELUARGA UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU

KONSUMSI SAYUR DAN BUAH PADA ANAK USIA SEKOLAH

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Modifikasi Perilaku
Yang dibimbing oleh Ibu Dr. Hetti Rahmawati, M.Si

Disusun Oleh :
Aulia Maghfiraa 160811601061
Fella Ayu Kusuma 160811615689
Indriyatmi Suciningtyas 160811615639
Jhodie Febrinan 160811615603

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI
November 2018
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Social Cogitive Theory
Anak merupakan makhluk pembelajar yang masih awal, seperti kertas
kosong yang masih belum terisi banyak tulisan. Karakteritik anak yang belum
memiliki kemampuan untuk berpikir kompleks seperti orang dewasa, membuat
anak lebih cenderung meniru seluruh perilaku orang-orang yang ada di dekatnya,
tanpa mempertimbangkan bahwa perilaku tersebut dapat menimbulkan
konsekuensi negatif atau positif bagi dirinya sendiri. Untuk itulah peran keluarga
sangatlah penting, agar anak berperilaku positif serta mendapat konsekuensi yang
positif. Sudah seharusnya dan selayaknya keluarga selalu berusaha mencontohkan
perilaku positif di hadapan anak. Hal ini penting karena pembentukan perilaku
harus dimulai sejak dini agar dapat berkembang menjadi kebiasaan baik pada
tahap perkembangan berikutnya. Dalam hal ini, perilaku positif yang tengah kita
bahas adalah perilaku konsumsi sayur dan buah. Anak belum memiliki
kemampuan kognitif yang kompleks, untuk itu sejak dini pembentukan kognitif
perilaku konsumsi sayur dan buah harus dibentuk. Dalam modifikasi perilaku
untuk meningkatkan perilaku konsumsi sayur dan buah pada anak usia sekolah ini
menggunakan pendekatan kognitif. Dalam pendekatan kognitif terdapat proses
pembelajaran yang menimbulkan suatu perubahan atau pembaharuan dalam
tingkah laku.
Social cogitive theory memandang pembentukan kepribadian individu
sebagai respons atas stimulus sosial. Social cognitive theory ini menekankan
bahwa di samping faktor sosial, faktor kognitif dan mental individu memainkan
peran penting dalam pembelajaran (Ainiyah, 2017). Teori yang dicetuskan oleh
Albert Bandura ini memiliki tiga konsep dasar (Alwisol, 2009), yaitu :
a. Reciprocal determinism; konsep ini mejelaskan bahwa tingkah
laku manusia dalam bentuk interaksi timbal-balik yang terus menerus atara
determinan kognitif, behavioral, dan lingkungan.
b. Beyond reinforcement; konsep ini menjelaskan bahwa
reinforcement bukan satu-satunya pembetuk tingkah laku. Manusia dapat
belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian
mengulang apa yang telah diamatinya.
c. Self regulation-cognition; konsep ini menjelaskan bahwa manusia
merupakan pribadi yang dapat mengatur dirinya sendiri, memepengaruhi
tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan
kognitif, mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri.
Teori dari Albert Bandura ini menentang konsep dari teori behavioristik
dari B.F. Skinner yang berpendapat bahwa terjadinya perilaku merupakan hasil
dari reinforcement. Albert Bandura lebih menekankan pada konsep observasi atau
pengamatan yang dilakukan individu akan membentuk perilaku. Dalam hal ini,
Albert Bandura menjelaskan tentang konsep modelling (peniruan).

2.2 Teknik Modelling


Belajar melalui pengamatan jauh lebih efisien dibandingkan belajar
melalui pengalaman langsung yang dirasakan individu. Melalui pengamatan,
individu dapat memperoleh respon yang tidak terhingga banyaknya, dan
memungkinkan diikuti dengan hubungan atau penguatan perilaku (Alwisol, 2009).
Modelling tidak hanya sekedar perilaku meniru, tetapi melibatkan peningkatan
maupun pengurangan tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai
pengamatan sekaligus, serta terlibatnya proses kognitif. Menurut West (1980),
teori modelling berlangsung melalui empat proses yang saling berkaitan, yaitu :
a. Proses atensional (perhatian); sebelum bisa meniru perilaku orang
lain, individu terlebih dahulu perlu memperhatikan atau memberi
atensinya terhadap perilaku orang lain tersebut. Individu lebih cenderung
memperhatikan dan mencontoh perilaku yang sering dilihatnya
dibandingkan perilaku yang jarang dilihatnya.
b. Proses retensi (penyimpanan); proses penyimpanan informasi
mengenai perilaku model yang telah diamati. Penyimpanan informasi
mengenai perilaku model ini menurut Bandura, melibatkan kode verbal
(berupa kata-kata ataupun bahasa) maupun kode imajiner (berupa
bayangan fisik ataupun susunan gerak).
c. Proses reproduksi tingkah laku-motorik; perilaku yang telah
diamati dan disimpan dalam ingatan akan diproduksi/ditiru/dipraktekkan,
biasanya apabila hendak diaktualisasikan melibatkan gerak dari individu.
d. Proses motivasional dan reinforcement; ketiga komponen di atas
ada dalam diri individu tetapi apabila tidak disertai dengan motivasi, maka
perilaku tertentu tidak akan terjadi. Individu akan lebih termotivasi untuk
mengungkapkan perilaku yang mengarahkan pada perolehan penguatan
(reinforcement) dibandingkan perilaku yang tidak menghasilkan sesuatu
atau tidak memiliki nilai insentif baginya. Individu harus memiliki
motivasi instrinsik untuk dirinya sendiri.

Bandura (dalam Ainiyah, 2017) mengidentifikasi adanya tiga model dasar


pembelajar melalui pengamatan (modelling):
a. Melalui model hidup (live model) yang bisa mencontohkan sebuah
perilaku secara demonstratif.
b. Melalui model instruksional verbal (verbal instructional model)
yang bisa mendeskripsikan dan menjelaskan suatu perilaku.
c. Melalui model simbolik (symbolic model) yang menggunakan
tokoh-tokoh nyata atau fiktif yang menampilkan perilaku-perilaku tertentu
dalam buku, film, program televisi, atau media online.
Modelling diharapkan dapat mengubah perilaku lama dan membentuk
perilaku baru pada individu, hal ini mungkin terjadi karena adanya kemampuan
kognitif yang dimiliki oleh individu itu sendiri. Kemampuan kognitif ini membuat
individu melakukan transform informasi yang telah dipelajari ataupun
menggabungkan apa yang telah diamati dalam berbagai situasi menjadi pola
perilaku yang baru.

2.3 Konsumsi Buah dan Sayur Untuk Anak


Menurut Indira (2015) sayur dan buah merupakan sumber zat gizi mikro
yang sangat bermanfaat bagi tubuh, karena kedua komponen gizi tersebut sangat
penting dalam proses metabolisme tubuh sebagai zat pengatur dan antibodi yang
bermanfaat menurunkan insiden terkena penyakit kronis. Selain vitamin dan
mineral, serat kasar dari buah dan sayur yang sama sekali tidak mengandung zat
gizi sedikit pun ternyata sudah terbukti sangat berguna untuk melancarkan
pencernaan sehingga zat-zat racun yang membahayakan kesehatan dapat
langsung keluar dari tubuh. Serat pangan tersebut bermanfaat untuk :
 Mengontrol berat badan/kegemukan (obesitas)
 Penanggulangan penyakit diabetes. Serat pangan mampu
menyerap air dan mengikat glukosa, sehingga mengurangi ketersediaan
glukosa
 M e ncegah gangguan gastrointestinal. Konsumsi serat pangan
yang cukup akan memberi bentuk, meningkatkan air dalam feses,
menghasilkan feses yang lembut dan tidak keras sehingga hanya dengan
kontraksi otot yang rendah feses dapat dikeluarkan dengan lancar
 Mencegah kanker kolon (usus besar)
 Mengurangi tingkat kolesterol dan penyakit kardiovaskuler. Serat
larut air menjerat lemak di dalam usus halus, dengan begitu serat dapat
menurunkan tingkat kolesterol dalam darah sampai 5% atau lebih.
Besarnya manfaat buah-buahan dan sayuran segar sebagai sumber vitamin
dan mineral telah banyak diketahui. Kandungan gizi yang cukup menonjol pada
buah-buahan dan sayuran adalah vitamin dan mineral. Menurut Sekarindah (2008)
konsumsi buah dan sayur sangat penting dalam kehidupan sehari-hari karena
berfungsi sebagai zat pengatur, mengandung zat gizi seperti vitamin dan mineral,
memiliki kadar air tinggi, sumber serat makanan, antioksidan dan dapat
menyeimbangkan kadar asam basa tubuh. Berbagai manfaat tersebut dapat
mencegah terjadinya berbagai penyakit. Sedangkan, dampak kurangnya konsumsi
buah dan sayur menurut Ruwaidah (dalam Putra, 2016) antara lain :
1. Meningkatkan kolesterol darah
Jika tubuh kurang konsumsi buah dan sayur yang kaya akan serat, maka dapat
mengakibatkan tubuh kelebihan kolesterol darah, karena kandungan serat dalam
buah dan sayur mampu menjerat lemak dalam usus, sehingga mencegah
penyerapan lemak oleh tubuh. Dengan demikian, serat membantu mengurangi
kadar kolesterol dalam darah.
2. Gangguan penglihatan/mata
Gangguan pada mata dapat diakibatkan karena tubuh kekurangan gizi yang berupa
betakaroten. Kandungan vitamin A dalam buah dan sayur penting untuk
pertumbuhan, penglihatan dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit
dan infeksi. Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang.
Kecepatan mata beradapatasi setelah terkena cahaya terang berhubungan langsung
dengan vitamin A yang tersedia di dalam darah untuk membentuk rodopsin yang
membantu proses melihat.
3. Menurunkan kekebalan tubuh
Buah dan sayur sangat kaya dengan kandungan vitamin C yang merupakan
antioksidan kuat dan pengikat radikal bebas. Vitamin C juga meningkatkan kerja
sistem imunitas sehingga mampu mencegah berbagai penyakit infeksi bahkan
dapat menghancurkan sel kanker.
4. Meningkatkan risiko kegemukan
Kurang konsumsi buah dan sayur dapat meningkatkan risiko kegemukan dan
diabetes pada seseorang. Buah berperan sebagai sumber vitamin dan mineral yang
penting dalam proses pertumbuhan. Sayuran juga merupakan sumber vitamin dan
mineral yang sangat bermanfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan individu.
Seseorang yang mengonsumsi cukup sayuran dengan jenis yang bervariasi akan
mendapatkan kecukupan sebagian besar mkineral mikro dan serat yang dapat
mencegah terjadinya kegemukan.
5. Meningkatkan risiko sembelit
Kekurangan serat akan menyebabkan tinja mengeras sehingga memerlukan
kontraksi otot yang besar untuk mengeluarkannya atau perlu mengejan lebih kuat.
Hal inilah yang sering menyebabkan konstipasi.
6. Meningkatkan Risiko Kanker Kolon
Serat dapat menekan risiko kanker karena serat makanan diketahui memperlambat
penyerapan dan pencernaan karbohidrat, juga membatasi insulin yang dilepas ke
pembuluh darah. Terlalu banyak insulin (hormon pengatur kadar gula darah) akan
menghasilkan protein dalam darah yang menambah risiko munculnya kanker,
yang disebut insulin growth factor (IGF). Serat dapat melekat pada partikel
penyebab kanker lalu membawanya keluar dari dalam tubuh (Puspitasari, 2006).

BAB III
APLIKASI TEORI
3.1 Aplikasi Teknik Modelling
Pada proses modifikasi perilaku ini, teknik modelling yang digunakan
adalah :
a. Live model; keluarga mencontohkan langsung di depan anak,
dalam hal ini menunjukkan bahwa keluarga juga mengkonsumsi sayur dan
buah secara rutin. Sehingga, diharapkan anak akan memberikan atensi atas
perilaku keluarga yang mengkonsumsi sayur dan buah. Kemudian,
menyimpan semua informasi tersebut.
b. Verbal instructional model; keluarga mulai memberikan instruksi
secara perlahan-lahan kepada anak untuk mengkonsumsi sayur dan buah,
serta memberikan informasi mengenai manfaat dari mengkonsumsi sayur
dan buah, sehingga anak mengetahui konsekuensi atas apa yang ia
lakukan.
c. Symbolic model; keluarga memperkenalkan model-model simbolik
agar anak semakin meningkatkan perilaku konsumsi sayur dan buah.
Model simbolik ini juga dapat memberikan edukasi secara menyenangkan
untuk anak, karena anak usia sekolah masih dominan pada hal-hal
imajinatif, menarik secara visual, ada kaitan dengan mainan, dll. Misalnya,
memperkenalkan kartun popeye yang gemar makan sayur bayam agar kuat
menghadapi musuh ataupun memberikan mainan pada anak berupa puzzle
yang menyusun gambar sayur dan buah, sehingga stimulus untuk anak
makin berlimpah namun tetap menyenangkan bagi anak.
Teknik ini sejalan dengan penelitian yang mengungkapkan bahwa
modelling dari orangtua dalam mengkonsumsi makanan merupakan faktor utama
yang menentukan pola konsumsi anak terhadap makanan tersebut di masa yang
akan mendatang (Sirikulchayanonta, Iedsee, & Shuaytong, 2010). Perilaku anak
juga dipengaruhi oleh perilaku orang dewasa yang ada di sekitarnya, dalam hal ini
yaitu keluarga (Grodner & Walkingshaw, 2007). Oleh karena itu, peran keluarga
untuk selalu memberikan contoh yang baik bagi anak sangat dibutuhkan dalam
rangka membentuk perilaku anak, termasuk perilaku makan, dalam kasus ini yaitu
perilaku konsumsi sayur dan buah. Savage, Fisher dan Birch (2007) menegaskan
pula bahwa sejak dini anak mulai belajar mengenai apa, kapan dan berapa banyak
makanan yang dikonsumsi melalui keluarga. Karena keluarga merupakan
lingkungan pertama yang dikenali anak dan anak ada di dalamnya. Apabila orang
tua mengkonsumsi sayur dan buah dalam jumlah yang banyak dan menghindari
konsumsi makanan yang tidak sehat di hadapan anak, maka hal tersebut akan
mengurangi resiko anak dalam konsumsinya pada makanan yang tidak sehat pula
(Kroller& Warschburger, 2009).
Kerangka modifikasi perilaku :

Penyebab kurangnya konsumsi sayur


dan buah pada anak usia sekolah :

Pendekatan kognitif
Teknik Modelling :
a. Live model
Mengakibatkan pendekatan b. Verbal instructional model
c. symbolic model

Kecenderungan perilaku konsumsi


sayur dan buah meningkat :
 Mengontrol berat
badan/kegemukan (obesitas)
 Penanggulangan penyakit Kecenderungan perilaku kurangnya
diabetes. konsumsi sayur dan buah menurun :
 M e ncegah gangguan
 Meningkatkan kolesterol darah
gastrointestinal.  Gangguan penglihatan/mata
 Mencegah kanker kolon  Menurunkan kekebalan tubuh
(usus besar)  Meningkatkan risiko kegemukan
 Mengurangi tingkat  Meningkatkan risiko sembelit
 Meningkatkan Risiko Kanker
kolesterol dan penyakit
Kolon
kardiovaskuler. 
Daftar Rujukan
Ainiyah, Qurrotul. 2017. Social Learning Theory dan Perilaku Agresif Anak dalam
Keluarga, (Online), http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/index.php/al-
ahkam/article/download/789/242, diakses pada tanggal 26 Oktober 2018.
Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian Edisi Revisi, Malang : UMM Press
Grodner, M., Long, S. & Walkingshaw, B. C. 2007. Foundations and Clinical
Applications of Nutrition: A Nursing Approach. Fourth edition, St.Louis Missouri:
Mosby Inc.
Indira, I.A. 2015. Perilaku Konsumsi Sayur dan Buah Anak Prasekolah di Desa Embatau
Kecamatan Tikala Kabupaten Toraja Utara, (online)
https://media.neliti.com/media/publications/212713-perilaku-konsumsi-sayur-dan-
buah-anak-pr.pdf, diakses pada tanggal 28 Oktober 2018
Kroller, K. & Warschburger, P. 2009. Maternal Feeding Strategies and Child’s Food
Intake: Considering Weight and Demographic Influences Using Structural Equation
Modeling, (Online), https://ijbnpa.biomedcentral.com/articles/10.1186/1479-5868-6-
78, diakses pada tanggal 26 Oktober 2018.
Puspitarani, Dinar. 2006. Gambaran perilaku konsumsi serat dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pada remaja di SLTP labschool rawamangun Jakarta timur tahun
2006. Skripsi. Depok: FKM UI
Putra, W.K. 2016. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Buah dan Sayur
pada Anak Sekolah Dasar (Studi Kasus pada SDN Sekaran 1 dan SD Negeri
Pekunden Semarang), (Online) http://lib.unnes.ac.id/26174/1/6411412033.pdf,
diakses pada tanggal 28 Oktober 2018
Savage, J.S., Fisher, J.O. & Birch, L. L. (2007). Parental Influence on Eating Behaviour:
Conception to Adolescence, (Online),
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17341215, diakses pada tanggal 26 Oktober
2018.
Sekarindah, Titi. 2008. Terapi Jus Buah dan Sayur. Jakarta: Puspa Swara
Sirikulchayanonta, C., Iedsee, K. & Shuaytong, P. 2010. Using Food Experience,
Multimedia and Role Models For Promoting Fruit and Vegetable Consumption in
Bangkok Kindergarten Children, (Online),
https://anthrosource.onlinelibrary.wiley.com/doi/pdf/10.1111/j.1747-
0080.2010.01426.x, diakses pada tanggal 26 Oktober 2018.
West, Stephen G. & Wicklund, Robert A., 1980. A Primer of Social Psychological
Theories, California: Brook/Cole Publishing Company.

Anda mungkin juga menyukai