Anda di halaman 1dari 13

Laporan Kasus IGD

Faringitis Akut

Oleh:

dr. Annisa Safira Nurdila

Pembimbing:

dr. Novieka Dessy M

RS Bhayangkara Hoegeng Imam Santoso Banjarmasin

Program Internship Dokter Indonesia

Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan

2019

1
Kasus 1

Topik : Faringitis Akut

Tanggal Kasus : 13 Februari 2019

Presenter : dr. Annisa Safira Nurdila

Tanggal Presentasi :

Pendamping : dr. Novieka Dessy M

Tempat Presentasi : RS Bhayangkara Hoegeng Imam Santoso Banjarmasin

Objektif Presentasi : Keterampilan, Diagnostik, Tatalaksana awal

Deskripsi :

Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara Banjarmasin

dengan keluhan utama demam. Demam timbul ± 4 hari

SMRS, demam terjadi terus menerus disertai batuk

berdahak dan pilek. Selain itu, pasien juga mengeluh

nyeri ketika menelan dan suara serak. Mual (-) muntah (-

), diare (-), nyeri perut (-)

Tujuan :

Diagnosis dan tatalaksana awal

Bahan Bahasan : Kasus

Cara Membahas : Diskusi

Data Pasien : Nama Pasien : Nn. N

Umur : 24 tahun

2
Data untuk bahan diskusi :

1. Diagnosis

Faringitis Akut

2. Riwayat Kesehatan/Penyakit

Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara Banjarmasin dengan keluhan utama

demam. Demam timbul ± 4 hari SMRS, demam terjadi terus menerus disertai

batuk berdahak dan pilek. Selain itu, pasien juga mengeluh nyeri ketika menelan

dan suara serak. Mual (-) muntah (-), diare (-), nyeri perut (-)

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi (-) Riwayat Diabetes (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi (-) Riwayat Diabetes (-)

5. Lain-lain :

a. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : tampak sakit sedang, Kesadaran : kompos mentis

TD: 110/80 mmHg HR : 82x/menit, Suhu: 38,4⁰C, RR: 22x/menit

SaO2 94% O2 mask (-)

Kulit : Ikterik (-) anemis (-)

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Hidung : hiperemis (-/-), secret (+/+)

Mulut : mukosa basah (+)

Tenggorokan : Mukosa faring hiperemis, Tonsil T1-T1

3
Thorax :

Jantung : S1-S2 tunggal, Bising (-)

Paru : suara nafas bronkovesikuler (-/-)Retraksi(-/-)wheezing(-/-) rhonki

(-/-)

Abdomen : supel, hepar/lien tidakteraba, defans muscular (-), timpani,

bising usus(+) normal, nyeri tekan (-) seluruh lapang

Ekstremitas : edema -/-, CRT < 2”, akral hangat

Hasil Pembelajaran

1. Diagnosis Kerja

Faringitis akut

2. Subyektif

Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara Banjarmasin dengan keluhan

utama demam. Demam timbul ± 4 hari SMRS, demam terjadi terus menerus

disertai batuk berdahak dan pilek. Selain itu, pasien juga mengeluh nyeri

ketika menelan dan suara serak. Mual (-) muntah (-), diare (-), nyeri perut (-)

3. Objektif / Dasar Diagnosis (1-3)

Diagnosis klinis Faringitis Akut berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

Pada pasien Nn. N didapatkan keluhan berupa Demam yang timbul ± 4 hari

SMRS, demam terjadi terus menerus disertai batuk berdahak dan pilek. Selain

itu, pasien juga mengeluh nyeri ketika menelan dan suara serak. Mual (-) muntah

4
(-), diare (-), nyeri perut (-). Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis

tergantung pada mikroorganisme yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis

menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti lemas, anorexia, suhu tubuh naik,

suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis, tonsil

membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang

bawah teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah

mungkin dijumpai peningkatan laju endap darah dan leukosit.

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien, di bagian telinga tidak

didapatkan adanya kelainan. Pada hidung didapatkan secret yang berwarna jernih,

tidak disertai dengan pembesaran dari konka. Pada pemeriksaan tenggorokan,

didapatkan hiperemis pada mukosa faring tanpa adanya eksudat, pada tonsil tidak

didapatkan adanya perbesaran (T1-T1).

Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara

langsung menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman

menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid

superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit

polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan

sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan

kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring.

5
Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan

yang berwarna kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan

limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring

posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak.

Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat menyebabkan iritasi

sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal.

Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan

pelepasan extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan

jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Group A streptococcus

memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada myocard dan dihubungkan

dengan demam rheumatic dan kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat

menyebabkan akut glomerulonefritis karena fungsi glomerulus terganggu akibat

terbentuknya kompleks antigen-antibodi.

Klasifikasi Faringitis

Faringitis Akut

a. Faringitis Viral

Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan

menimbulkan faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan

sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus

influenza, Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat.

Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit

berupa maculopapular rash.

6
Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala

konjungtivitis terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan

faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat

pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan

hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV menimbulkan keluhan nyeri

tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring

hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah.

7
b. Faringitis Bakterial

Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu

yang tinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil

membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya.

Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring.

Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada penekanan.

Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan

dengan menggunakan Centor criteria, yaitu :

1. Demam

2. Anterior Cervical lymphadenopathy

3. Tonsillar exudates

4. Absence of cough

Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak

mengalami faringitis akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka

8
pasien memiliki kemungkian 40% terinfeksi streptococcus group A dan bila skor

4 pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi streptococcus group A.

c. Faringitis Fungal

Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak

putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis.

9
Pemeriksaan Penunjang (1-3)

JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

Hemoglobin 13,0 11,5 - 15

Leukosit 5.900 4,0 – 10,0 ribu

Eritrosi 4,72 4,0 – 6,0 juta

Hematokrit 38,2 30 – 40

Trombosit 229.000 150 – 450 ribu

 Faringitis didiagnosis dengan cara pemeriksaan tenggorokan (kultur apus

tenggorokan). Pemeriksaan kultur memiliki sensitivitas 90−95% dari

diagnosis, sehingga lebih diandalkan sebagai penentu penyebab faringitis yang

diandalkan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005). Kultur

tenggorokan merupakan suatu metode yang dilakukan untuk menegaskan

suatu diagnosis dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri Group A Beta-

Hemolytic Streptococcus (GABHS). Group A Beta-Hemolytic Streptococcus

(GABHS) rapid antigen detection test merupakan suatu metode untuk

mendiagnosa faringitis karena infeksi GABHS. Tes ini akan menjadi indikasi

jika pasien memiliki risiko sedang atau jika seorang dokter memberikan terapi

antibiotik dengan risiko tinggi untuk pasien. Jika hasil yang diperoleh positif

maka pengobatan diberikan antibiotik dengan tepat namun apabila hasilnya

negatif maka pengobatan antibiotik dihentikan kemudian dilakukan follow-up.

Rapid antigen detection test tidak sensitif terhadap Streptococcus Group C dan

G atau jenis bakteri patogen lainnya (Kazzi et al., 2006). 24 Untuk mencapai

hasil yang akurat, pangambilan apus tenggorok dilakukan pada daerah tonsil

10
dan dinding faring posterior. Spesimen diinokulasi pada agar darah dan

ditanami disk antibiotik. Kriteria standar untuk penegakan diagnosis infeksi

GABHS adalah persentase sensitifitas mencapai 90−99%. Kultur tenggorok

sangat penting bagi penderita yang lebih dari sepuluh hari (Vincent, 2004).

4. Tatalaksana

Terapi di rumah sakit Bhayangkara:

- PO Paracetamol 3x500mg

- PO Asam Mefenamat 3x500mg

- PO Ambroxol 3x1 tab

Penatalaksanaan Komprehensif

1. Istirahat yang cukup

2. Minum air putih yang cukup

3. Untuk infeksi virus dapat diberikan isoprinosine dengan dosis 60-

100/KgBB dibagi dalam 4-6x per hari untuk orang dewasa. Sedangkan

pada anak <5tahun diberikan 50mg/KgBB dibagi dalam 4-6x per hari

4. Untuk faringitis akibat sterptococcus grup A, diberikan amoksicilin

50mg/KgBB dosis dibagi 3x/hari selama 10 hari atau eritromisin

4x500mg/hari

5. Pada faringitis gonorea dapat diberikan sefalosporin generasi ke 3 seperti

seftriakson 2 gram IV/IM single dose.

11
6. Jika diperlukan dapat diberkan obat antitusif atau ekspektoran

7. Analgetik – antipiretik

8. Selain antibiotik, kortikosteroid juga diberikan untuk menekan reaksi

inflamasi sehingga mempercepat perbaikan klinis. Steroid yang digunakan

dapat berupa deksametasone 3x0,5mg pada dewasa selama 5 hari dan pada

anak 0,01 mg/KgBB dibagi dalam 3x/hari selama 3 hari.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. John R Acerra, MD is a member of the following medical societies: American

Academy of Emergency Medicine, American College of Emergency

Physicians, Society for Academic Emergency Medicine.

https://emedicine.medscape.com/article/764304-overview

2. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan Primer Edisi 1

tahun 2017. Hal.347-348

13

Anda mungkin juga menyukai