Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Unsur-unsur kimia pada sel hidup mengalami berbagai proses dan reaksi.
Pada setiap reaksi kimia organik dibutuhkan katalisator untuk mempercepat
reaksi kimia. Enzim memiliki fungsi sebagai biokatalisator yaitu mempercepat
proses suatu reaksi kimia tanpa ikut terlibat dalam reaksi tersebut. Maksudnya,
enzim tidak ikut berubah menjadi produk melainkan akan kembali ke bentuk
asalnya setelah reaksi kimia selesai. Enzim mengubah molekul awal zat, substrat,
menjadi hasil reaksi yang molekulnya berbeda dari molekul awal (produk). Sejak
tahun 1926 pengetahuan tentang enzim atau enzimologi berkembang dengan
cepat. Dari hasil penelitian para ahli biokimia ternyata enzim mempunyai gugus
bukan protein, jadi termasuk golongan protein majemuk. Enzim semacam ini
(holoenzim) terdiri atas protein (apoenzim) dan suatu gugus bukan protein Enzim
merupakan zat yang paling menarik dan penting di alam. Pertama, sangat penting
untuk menyadari bahwa enzim bukanlah benda hidup. Mereka benda mati, sama
seperti mineral. Tapi juga tidak seperti mineral, mereka dibuat oleh sel hidup.
Enzim adalah benda tak hidup yang diproduksi oleh sel hidup. Oleh karena itu,
enzim sudah tidak diragukan memiliki peran yang sangat penting dalam
kehidupan. Tidak hanya dalam kehidupan manusia, tetapi bagi hewan dan
tumbuhan. Bahkan bisa dikatakan bahwa enzim berperan penting dalam
kelangsungan alam ini (Poedjiadi, 2005).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu enzim?
2. Apa saja jenis-jenis enzim dan peranannya?
3. Bagaimana mekanisme kerja enzim?
4. Bagaimana proses produksi enzim?
5. Bagaimana cara pemurnian enzim ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Enzim
Enzim merupakan protein yang dihasilkan oleh organisme dan berfungsi
sebagai katalisator hayati yang sangat efisien. Enzim biasanya terdapat dalam sel
dengan konsentrasi yang sangat rendah, dimana mereka dapat meningkatkan laju
reaksi tanpa mengubah posisi kesetimbangan, artinya baik laju reaksi maju
maupun laju reaksi kebalikannya ditingkatkan dengan kelipatan yang sama
Enzim adalah biokatalisator organik yang dihasilkan organisme hidup di dalam
protoplasma, yang terdiri atas protein atau suatu senyawa yang berikatan dengan
protein, berfungsi sebagai senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis
bereaksi dalam suatu reaksi kimia. Hampir semua enzim merupakan protein.
Pada reaksi yang dikatalisasi oleh enzim, molekul awal reaksi disebut sebagai
substrat, dan enzim mengubah molekul tersebut menjadi molekul-molekul yang
berbeda, disebut produk. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada
suatu kondisi/zat, yang disebut promoter. Semua proses biologis sel memerlukan
enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan
metabolisme yang ditentukan oleh hormon sebagai promoter. Katalis adalah zat
yang menyebabkan reaksi kimiawi dapat berlangsung, dan dalam sel mungkin
berlangsung ratusan reaksi yang masing-masing memerlukan enzim tertentu.
Enzim mengkatalisis suatu sintesis yaitu pembentukan senyawa kompleks dari
molekul sederhana, atau mengkatalisis degradasi yaitu molekul kompleks
dirombak menjadi unit yang sederhana dengan cara hidrolisis (Poedjiadi, 2005).
2.2 Tatanama dan Klasifikasi enzim
A. Tata Nama pada Enzim Sebagian besar enzim diberi nama dengan
menambahkan akhiran – ase pada nama substrat enzim tersebut. Sebagai
contoh, maltase bekerja pada maltose, urease pada urea dan sebagainya
IUB(international union of biochemistry) Digit:
1 = kode kelas enzim
2 = kode sub kelas enzim
3 = kode sub sub kelas enzim
4 = nama enzim tertentu
B. Klasifikasi Enzim
Enzim dapat digolongkan berdasarkan tempat bekerjanya, substrat yang
dikatalisis, daya katalisisnya, dan cara terbentuknya.
1. Penggolongan enzim berdasarkan tempat bekerjanya
A. Endoenzim
Endoenzim disebut juga enzim intraseluler, yaitu enzim yang
bekerjanya di dalam sel. Umumnya merupakan enzim yang digunakan
untuk proses sintesis di dalamsel dan untuk pembentukan energi
(ATP) yang berguna untuk proses kehidupan sel,misal dalam proses
respirasi.
B. Eksoenzim
Eksoenzim disebut juga enzim ekstraseluler, yaitu enzim yang
bekerjanya di luar sel. Umumnya berfungsi untuk “mencernakan”
substrat secara hidrolisis, untuk dijadikan molekul yang lebih
sederhana dengan BM lebih rendah sehingga dapat masuk melewati
membran sel. Energi yang dibebaskan pada reaksi pemecahan substrat
di luar sel tidak digunakan dalam proses kehidupan sel.
2. Penggolongan enzim berdasarkan daya katalisis
A. Oksidoreduktase
Enzim ini mengkatalisis reaksi oksidasi-reduksi, yang
merupakan pemindahan elektron, hidrogen atau oksigen. Sebagai
contoh adalah enzim elektron transfer oksidase dan hidrogen
peroksidase (katalase). Ada beberapa macam enzim electron transfer
oksidase, yaitu enzim oksidase, oksigenase, hidroksilase dan
dehidrogenase.
B. Transferase
Transferase mengkatalisis pemindahan gugusan molekul dari
suatu molekul ke molekul yang lain. Sebagai contoh adalah beberapa
enzim sebagai berikut:
1. Transaminase adalah transferase yang memindahkan gugusan
amina.
2. Transfosforilase adalah transferase yang memindahkan gugusan
fosfat.
3. Transasilase adalah transferase yang memindahkan gugusan asil.
C. Hidrolase
Enzim ini mengkatalisis reaksi-reaksi hidrolisis, dengan contoh
enzim adalah:
1. Karboksilesterase adalah hidrolase yang menghidrolisis gugusan
ester karboksil.
2. Lipase adalah hidrolase yang menghidrolisis lemak (ester lipida).
3. Peptidase adalah hidrolase yang menghidrolisis protein dan
polipeptida.
D. Liase
Enzim ini berfungsi untuk mengkatalisis pengambilan atau
penambahan gugusan dari suatu molekul tanpa melalui proses
hidrolisis, sebagai contoh adalah:
1. L malat hidroliase (fumarase) yaitu enzim yang mengkatalisis
reaksi pengambilan air dari malat sehingga dihasilkan fumarat.
2. Dekarboksiliase (dekarboksilase) yaitu enzim yang mengkatalisis
reaksi pengambilan gugus karboksil.
E. Isomerase
Isomerase meliputi enzim-enzim yang mengkatalisis reaksi
isomerisasi, yaitu:
1. Rasemase, merubah l-alanin D-alanin
2. Epimerase, merubah D-ribulosa-5-fosfat D-xylulosa-5-fosfat
3. Cis-trans isomerase, merubah transmetinal cisrentolal
4. Intramolekul ketol isomerase, merubah D-gliseraldehid-3-fosfat
dihidroksi aseton fosfat
5. Intramolekul transferase atau mutase, merubah metilmalonil-CoA
suksinil-CoA
F. Ligase
Enzim ini mengkatalisis reaksi penggabungan 2 molekul
dengan dibebaskannya molekul pirofosfat dari nukleosida trifosfat,
sebagai contoh adalah enzim asetat=CoASH ligase yang mengkatalisis
rekasi sebagai berikut:
Asetat + CoA-SH + ATP Asetil CoA + AMP + P-P
3. Enzim lain dengan tatanama berbeda
Ada beberapa enzim yang penamaannya tidak menurut cara di atas,
misalnya enzim pepsin, triosin, dan sebagainya serta enzim yang
termasuk enzim permease. Permease adalah enzim yang berperan dalam
menentukan sifat selektif permiabel dari membran sel.
4. Penggolongan enzim berdasarkan cara terbentuknya
A. Enzim konstitutif
Di dalam sel terdapat enzim yang merupakan bagian dari
susunan sel normal, sehingga enzim tersebut selalu ada umumnya
dalam jumlah tetap pada sel hidup. Walaupun demikian ada enzim
yang jumlahnya dipengaruhi kadar substratnya, misalnya enzim
amilase. Sedangkan enzim-enzim yang berperan dalam proses
respirasi jumlahnya tidak dipengaruhi oleh kadar substratnya.
B. Enzim adaptif
Perubahan lingkungan mikroba dapat menginduksi
terbentuknya enzim tertentu. Induksi menyebabkan kecepatan
sintesis suatu enzim dapat dirangsang sampai beberapa ribu kali.
Enzim adaptif adalah enzim yang pembentukannya dirangsang oleh
adanya substrat. Sebagai contoh adalah enzim beta galaktosidase
yang dihasilkan oleh bakteri E.coli yang ditumbuhkan di dalam
medium yang mengandung laktosa. Mulamula E. coli tidak dapat
menggunakan laktosa sehingga awalnya tidak nampak adanya
pertumbuhan (fase lag/fase adaptasi panjang) setelah beberapa
waktu baru menampakkan pertumbuhan. Selama fase lag tersebut
E. coli membentuk enzim beta galaktosidase yang digunakan untuk
merombak laktosa (Poedjiadi, 2005).
2.3 Struktur Enzim

Gambar 2.1 Struktur Enzim


Enzim terdiri dari bagian protein dan bagian non protein. Rumus lengkap
enzim yaitu bagian protein (tidak aktif/apoenzim) ditambahkan dengan bagian
bukan protein (gugus prostetik, koenzim, kofaktor ion logam) menghasilkan
holoenzim yang merupakan enzim lengkap dan aktif (Primrose, 1987).
1. Apoenzim
Apoenzim sangat menentukan fungsi biokatalisator dari enzim. Bagian ini
akan rusak pada suhu terlampau panas atau bersifat termolabil. Apoenzim
memiliki sisi yang berhubungan langsung dengan substrat, merupakan:
a. Sisi aktif, merupakan sisi yang berkaitan dengan substrat (zat yang akan
dijadikan produk). Bagian ini mengikat molekul substrat dan terjadilah
proses katalis. Sisi ini dapat diganggu oleh inhibitor kompetetif.
b. Sisi alosterik, merupakan sisi yang berkaitan dengan kofaktor. Sisi ini
dapat dipengaruhi oleh inhibitor nonkompetetif yang berstruktur sama
dengan kofaktor.
2. Kofaktor
Komponen selain protein pada enzim dinamakan kofaktor. Kofaktor dapat
mengubah-ubah bentuk sisi aktif sehingga dapat ditempeli substrat tertentu.
Kofaktor berbentuk ion logam seperti Na, K dan Ca. Kofaktor memiliki dua
komponen merupakan :
a. Koenzim berupa senyawa organic (vitamin) yang berikatan secara non-
kovalen dengan enzim. Dapat merupakan ion logam atau metal, atau
molekul organik yang dinamakan koenzim.
b. Gugus prostetik, merupakan kofaktor senyawa organic (mineral) yang
berikatan secara kovalen dengan enzim. Gugus prostetik ini berukuran
kecil, tahan panas (termostabil), dan diperlukan enzim untuk aktivitas
katalitiknya. Gabungan kedua bagian ini membentuk haloenzim,
merupakan bentuk enzim yang sempurna dan aktif. Enzim yang
memerlukan ion logam sebagai kofaktornya dinamakan metaloenzim. Ion
logam ini berfungsi untuk menjadi pusat katalis primer, menjadi tempat
untuk mengikat substrat, dan sebagai stabilisator supaya enzim tetap aktif.
c. Pada mulanya enzim dianggap hanya terdiri dari protein, memang ada
enzim yang ternyata hanya tersusun dari protein saja. Misalnya pepsin dan
tripsin. Tetapi ada juga enzim-enzim yang selain protein juga memerlukan
komponen selain protein.
2.4 Mekanisme kerja enzim
Enzim bekerja dengan mengikat reaktan (substrat) yang menyebabkan
berada pada posisi (orientasi) yang diinginkan dan energy yang lebih rendah dari
energy aktivitasinya. Pengikatan substrat ini memiliki cara tersendiri atau
mekanisme kerjanya terhadap substrat.

Gambar 2.2 Mekanisme enzim


Terdapat dua teori yang dapat menjelaskan secara keseluruhan cara kerja enzim,
yaitu :
1. Teori gembok dan anak kunci (Lock and Key Theory)
Enzim memiliki struktur sisi spesifik yang cocok dengan substrat.
Substrat atau bagian substrat harus memiliki bentuk yang tepat dengan sisi
katalitik enzim. Substrat kemudian ditarik oleh sisi katalitik enzim yang cocok
untuk substrat tersebut sehingga terbentuk kompleks antara enzim substrat.
Kondisi ini menggambarkan analogi kunci dan lubang kunci yang dimasuki,
keduanya harus sesuai untuk bisa membuka pintu reaksi atau dengan kata lain
untuk mengaktifkan kinerjanya.

Gambar 2.3 Lock and Key Theory (Primrose, 1987).

2. Teori kecocokan yang terinduksi (Induced Fit theory)


Teori ini mempertimbangkan fleksibilitas protein, sehingga pengikatan
suatu substrat pada enzim menyebabkan sisi aktif mengubah konformasinya
sehingga cocok dgn substratnya. Teori ini dapat menerangkan fase transisi
kompleks. Lokasi aktif beberapa enzim mempunyai konfigurasi yang tidak
kaku. Enzim berubah bentuk menyesuaikan diri dengan bentuk substrat
setelah terjadi pengikatan. Jika biasanya enzim mencari substrat yang cocok,
maka teori ini menjelaskan ketika enzimlah yang menyesuaikan diri dengan
bentuk substrat ketika telah terkait. Jadi tautan yang cocok pada keduanya
dapat diinduksi ketika terbentuk kompleks enzim substrat (Primrose, 1987).

Gambar 2.4 Induced Fit theory (Primrose, 1987).


2.5 Proses produksi
Produksi enzim secara industri saat ini sangat mengandalkan metode
fermentasi tangki dalam (deep tank). Penggunaan mikroorganisme sebagai
sumber bahan produksi enzim dikembangkan dengan beberapa alasan penting,
yaitu:
1. Secara normal mempunyai aktivitas spesifik yang tinggi per unit berat kering
produk.
2. Fluktuasi musiman dari bahan mentah dan kemungkinan kekurangan
makanan kaitannya dengan perubahan iklim.
3. Mikroba mempunyai karakteristik cakupan yang lebih luas, seperti cakupan
pH, dan resistansi temperatur.
4. Industri genetika sangat meningkat sehingga memungkinkan
mengoptimalisasi hasil dan tipe enzim melalui seleksi strain, mutasi, induksi
dan seleksi kondisi pertumbuhan, yang akhir-akhir ini, menggunakan
inovasi teknologi transfer gen.
Bahan mentah (raw material) untuk industri fermentasi enzim biasanya
terbatas pada unsur-unsur dimana bahan tersedia dengan harga yang murah, dan
aman secara nutrisi. Beberapa yang lazim menggunakan substrat amilum
hidrolase, mollase, air dadih, dan beberapa gandum.
Dalam produksi enzim, menggunakan batch untuk proses fermentasi
dengan aerasi yang baik (diagram 1), tetapi proses mungkin ditingkatkan dengan
memelihara satu atau beberapa komponen selama fermentasi.
Beberapa enzim yang digunakan dalam skala industri adalah enzim
ekstraseluler, enzim yang secara normal dihasilkan oleh mikroorganisme sesuai
dengan substratnya dalam lingkungan eksternal dan dapat disamakan dengan
enzim pencernaan pada manusia dan hewan. Kemudian ketika mikroorganisme
memproduksi enzim untuk memisahkan molekul eksternal besar agar bisa
dicerna biasanya digunakan media fermentasi. Dalam fermentasi sari dari
kultivasi mikroorganisme tertentu, seperti contoh, bakteri, yeast atau filamentous
jamur, dijadikan sumber utama protease, amilase dan sedikit selolosa, lipase, dsb.
Kebanyakan industri enzim hidrolase mampu bertindak tanpa komplek kofaktor,
yang segera dipisahkan dari mikroorganisme tanpa merusak dinding sel dan larut
dalam air. Beberapa enzim intraseluler, sekarang juga banyak diproduksi secara
industri dan diantaranya glukosa oksidase untuk pengawetan makanan,
asparginase untuk terapi kanker, dan penicilin asilase untuk antibiotikTahap
pemulihan standar untuk enzim ekstraseluler seperti berikut: memindah
mikroorganisme, mengkonsentrasikan, penambahan bahan pengawet,
standarisasi dan pengepakan. Untuk ekstraksi enzim intraseluler memerlukan
cara mekanis, fisik atau gangguan kimiapada dinding sel atau membran.
Pada akhir proses fermentasi, kondisi ideal adalah cairan dengan
konsentrasi enzim tinggi, sebuah organisme biomass yang mudah dipisahkan.
Produk enzim yang aman sebaiknya mempunyai potensi alergi yang
rendah, dan dalam partikelnya terbebas dari kontaminan.
2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim
1. Konsentrasi enzim
Pada konsentrasi substrat tertentu kecepatan reaksi enzimatis
bertambah pada saat bertambahnya konsentrasi enzim dan akan konstan pada
konsentrasi enzim tertentu.
2. Konsentrasi substrat
Pada saat konsentrasi enzim konstan bertambahnya konsentrasi
substrat meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis. Pada konsentrasi tertentu
tidak terjadi peningkatan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat
ditambah.
3. Suhu
Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, pada suhu tinggi
secara umum reaksi kimia berlangsung cepat. Pada suhu optimum kecepatan
reaksi enzimatis adalah optimum. Pada suhu melewati suhu optimumnya
dapat menyebabkan terjadinya denaturasi enzim sehingga menurunkan
kecepatan reaksi.
4. pH
Struktur enzim dipengaruhi oleh pH lingkungannya. Enzim dapat
bermuatan positif, negatif atau bermuatan ganda (zwitter ion). Perubahan pH
lingkungan berpengaruh pada aktivitas sisi aktif dari enzim.
5. Inhibitor
Merupakan zat yang dapat menghambat kerja enzim. Bersifat
reversible dan irreversible. Inhibitor reversible dibedakan menjadi inhibitor
kompetitif dan nonkompetitif Keberadaan inhibitor akan menurunkan
kecepatan reaksi enzimatis. Inhibitor dapat membentuk kompleks dengan
enzim baik pada sisi aktif enzim maupun bagian lain dari sisi aktif enzim.
Terbentuknya kompleks enzim inhibitor akan menurunkan aktivitas enzim
terhadap substratnya (Campbel and Reece, 2002)
Peranan inhibitor dalam reaksi:
a. Inhibitor reversible bersaing (kompetitif), bentuk mirip dengan substrat
dan dapat berikatan dengan bagian aktif enzim sehingga tidak terjadi
reaksi. Menghambat kerja enzim dengan menempati sisi aktif enzim.
Inhibitor ini besaing dengan substrat untuk berikatan dengan sisi aktif
enzim. Pengambatan bersifat reversibel (dapat kembali seperti semula)
dan dapat dihilangkan dengan menambah konsentrasi substrat. Inhibitor
kompetitif misalnya malonat dan oksalosuksinat, yang bersaing dengan
substrat untuk berikatan dengan enzim suksinat dehidrogenase, yaitu
enzim yang bekerja pada substrat oseli suksinat.
b. Inhibitor reversible tidak bersaing (nonkopetitif), berikatan dengan bagian
tidak aktif dari enzim sehingga tidak terjadi reaksi. Inhibitor ini biasanya
berupa senyawa kimia yang tidak mirip dengan substrat dan berikatan
pada sisi selain sisi aktif enzim. Ikatan ini menyebabkan perubahan
bentuk enzim sehingga sisi aktif enzim tidak sesuai lagi dengan
substratnya. Contohnya antibiotik penisilin menghambat kerja enzim
penyusun dinding sel bakteri. Inhibitor ini bersifat reversible tetapi tidak
dapat dihilangkan dengan menambahkan konsentrasi substrat.
c. Inhibitor irreversible, dapat berikatan dengan enzim dan menyebabkan
enzim berubah bentuk sehingga aktivitas katalitik enzim menurun.
Inhibitor ini berikatan dengan sisi aktif enzim secara kuat sehingga tidak
dapat terlepas. Enzim menjadi tidak aktif dan tidak dapat kembali seperti
semula (irreversible). Contohnya, diisopropilfluorofosfat yang
menghambat kerja asetilkolin-esterase.
d. Inhibitor Alosterik, dapat berikatan dengan enzim dan bagian aktif enzim
berubah bentuk sehingga ikatan antara enzim dan substrat tidak terbentuk.
2.7 Isolasi Enzim
Untuk memproduksi enzim dalam jumlah besar dan mempunyai aktivitas
yang tinggi, perlu diperhatikan faktor-faktor penting seperti kondisi
pertumbuhan, cara isolasi, serta jenis substrat yang digunakan. Kondisi
pertumbuhan yang menunjang produksi enzim secara maksimal adalah pH, suhu
inkubasi, waktu inkubasi, dan komposisi media pertumbuhan harus
mengandungsumber energi, sumber karbon, sumber nitrogen dan mineral (Wang,
1979).
Enzim dapat diperoleh dengan mengisolasi dari sumbernya. Enzim yang
telah diisolasi ini dapat dimanfaatkan lebih lanjut dalam bidang industri maupun
kesehatan Untuk mengeluarkan enzim dari sumbernya perlu dilakukan isolasi
yang dapat dilakukan cara.
Metode isolasi enzim yang sering digunakan adalah ekstraksi, koagulasi,
sentrifugasi, filtrasi, dan kromatografi (Campbel and Reece, 2002)
a. Ekstraksi
Metode ekstraksi enzim ditentukan oleh jenis sumbernya. Enzim yang
terdapat pada tepung biji-bijian diekstraksi dengan cara mencampur pada
media cair kemudian diaduk, enzim dari bagian tanaman yang bersifat lunak
diekstraksi dengan dipotong kecil-kecil, dipres kemudian disaring dengan
kain, sedangkan untuk mengekstrak enzim dari daun dan biji-bijian dengan
cara digiling, dihomogenasi dalam media cair atau langsung diblender dalam
media cair. Dalam ekstraksi enzim dari tanaman digunakan bufer untuk
mempertahankan harga pH. Beberapa pH yang dapat digunakan misal: bufer
tris-hidroksimetil amino metan, bufer glisin dan bufer fosfat (Campbel and
Reece, 2002).
b. Filtrasi
Dasar pemisahan adalah ukuran partikel. Efisiensinya dibatasi oleh:
1. Bentuk partikel
2. Kemampuan partikel menahan tekanan
3. Kekentalan fasa cair
c. Sentrifugasi.
Metode sentrifugasi merupakan cara pemisahan enzim dari partikel-
partikel lain yang tidak dikehendaki. Semakin kecil partikel, kecepatan
sentrifugasi yang diperlukan semakin besar. Pemisahan dilakukan
sentrifugasi pada kecepatan dan gaya berat tertentu sehingga sel-sel
mikroorganisme mengendap dan supernatant merupakan cairan yang berisi
enzim. Dasar pemisahan secara sentrifuge yaitu: (Poedjiadi, 2005).
1. Perbedaan antara fasa cair dan padat
2. Ukuran partikel,
3. Berat jenis partikel,
4. Berat jenis bahan cair/larutan,
5. Jari-jari sentrifus.
2.8 Pemurnian Enzim
Enzim merupakan salah satu jenis substrat biologis yang memiliki fungsi
yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Selain dimanfaatkan sebagai
biokatalisataor, enzim banyak berperan dalam industri komersial dalam bidang
pangan maupun medis dan farmakologi. Untuk mendapatkan suatu produk yang
maksimal, maka dalam setiap kali reaksi biologis digunakan enzim untuk
mempermudah proses maupun menghemat biaya produksi suatu proses. Enzim
yang digunakanpun sebaiknya merupakan enzim yang memiliki kemurnian yang
tinggi.
Memperoleh enzim dengan kemurnian yang tinggi, tidaklah mudah butuh
biaya serta proses yang lama untuk memperoleh enzim dengan tingkat
kemurnian yang tinggi. Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam
memperoleh enzim dengan kemurnian yang tinggi.
Metode – metode pemurnian enzim antara lain pengendapan, filtrasi
membran, kromatografi adsorbsi, kromatografi afinitas dan filtrasi gel.
Pemurnian merupakan tahap yang penting setelah enzim diisolasi.
Pemurnian enzim dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan
pelarut organik, gel filtrasi atau menggunakan garam (Albert Lehninger, 1982).
1. Cara pengendapan dalam garam organik (salting out) atau pelarut organik
(aseton)
Fraksinasi dengan garam berdasarkan pada sifat-sifat garam seperti
kelarutan dan keefektifannya dalam mengendapkan protein. Garam-garam
yang sangat efektif adalah garam-garam yang mengandung anion yang
bermuatan banyak seperti sulfat, fosfat dan sitrat. Garam yang paling sering
digunakan adalah garam amonium sulfat.
Amonium sulfat yang terlarut setelah proses fraksinasi dipisahkan
dengan cara dialisis. Prinsip dialisis adalah difusi garam amonium sulfat
melalui membran semipermeabel.
Penggunaan amonium sulfat untuk salting out memiliki keuntungan
antara lain harga relative murah, kelarutannya tinggi, pH larutan tidak
berubah secara ekstrem, dan tidak bersifat toksik. Kerugiannya ialah
konsentrasi garam yang tertinggal dalam produk tinggi dan kurang efisien
dalam menghilangkan pencemar.
Pengendapan protein dengan pelarut organik seperti aseton akan
menghasilkan produk dengan aktivitas tinggi, tetapi kondisi reaksi harus
dipertahankan pada suhu rendah (-5°C) untuk mencegah denaturasi protein.
Proses pemumian menyebabkan hilangnya kofaktor yang penting
sehingga menyebabkan hilangnya aktivitas enzim. Selain itu dapat pula
terjadi denaturasi protein akibat pengaruh suhu dan pH selama pemurnian
berlangsung.
2. Melalui membran ultrafiltrasi.
Membran ultrafiltrasi lebih kecil pengaruhnya terhadap denaturasi
protein dibandingkan presipitasi dengan polietilen glikol ataupun salting
out. Selain itu pemisahan enzim skala besar lebih menguntungkan melalui
membrane ultrafiltrasi dibandingkan sentrifugasi karena membutuhkan
waktu dan biaya lebih rendah.
Prinsip pemisahan dengan proses ultrafiltrasi ialah memisahkan
komponen berdasarkan bobot molekul. Meskipun retensi molekul
merupakan fungsi dari ukuran molekul, namun terbukti bobot molekul
dapat digunakan sebagai peubah yang lebih praktis, khususnya pada
molekul dengan bobot molekul tinggi. Setelah proses isolasi enzim akan
diperoleh supernatant. Supematan yang diperoleh dimurnikan dengan
membran ultrafiltrasi dan hanya protein yang berukuran lebih dari 30000
Dalton tertinggal di atas membran.
Pemurnian enzim melalui membran ultrafiltrasi menghasilkan enzim.
Enzim hasil membran ultrafiltrasi selanjutnya diendapkan dengan aseton
dingin (-20°C) dengan perbandingan 2 : 3. Pengadukan dilakukan selama
15 menit pada suhu 4°C dan selanjutnya diinkubasi semalam pada suhu
4°C. Setelah disentrifugasi, endapan yang diperoleh dicuci dengan air
suling untuk menghilangkan sisa aseton. Endapan tersebut kemudian
dilarutkan dengan buffer fosfat sitrat pH 7.0
Tujuan yang ingin dicapai dalam pemurnian enzim adalah mengisolasi
enzim spesifikasi dan ekstra sel “Mentah” (crude) yang mengandung banyak
komponen lain. Molekul-molekul kecil dapat disingkirkan lewat dialysis atau
filtrasi gel, asam nukleat melalui pngendapan dengan antibiotik streptomisin,
dan seterusnya. Permaslahannya adalah memisahkan enzim yang kita
kehendaki dari ratusan protein yang mempunyai stuktur kimia dan fisika yang
serupa. Perjalanan suatu pemurnian tipikal dan enzim hati dengan pemulihan
yang baik serta pemurnian keseluruhan yang besarnya mencapai 490 kali lipat
(Albert Lehninger, 1982)
2.9 Dialisis
Dialisis merupakan metode yang umumnya digunakan untuk meningkatkan
kemurnian suatu molekul dalam tahap purifikasi. Dialisis adalah proses
perpindahan molekul terlarut dari suatu campuran larutan yang terjadi akibat
difusi pada membran semi-permeabel. Molekul terlarut yang berukuran lebih
kecil dari pori-pori membran akan keluar, sedangkan molekul lainnya yang
lebih besar akan tertahan di dalam selubung membran. Pemisahan ini perlu
dilakukan agar garam-garam anorganik tidak mengganggu tahap pemurnian
enzim selanjutnya.
Dialisis dapat dilakukan dengan menggunakan tabung selofan yang
memiliki ukuran pori-pori lebih kecil dari ukuran protein sehingga protein tidak
dapat keluar dari tabung selofan. Pemanfaatan tabung selofan memiliki
beberapa keuntungan antara lain mudah digunakan, harganya relatif murah dan
mudah diperoleh. Laju difusi ditentukan oleh beberapa kondisi antara lain yaitu
konsentrasi molekul pelarut yang akan keluar dari membran dialisis, luas
permukaan membran dialisis, dan volume pelarut yang digunakan. Buffer
digunakan saat dialisis untuk melarutkan senyawa non protein, selain itu buffer
berfungsi menjaga kestabilan pH enzim, karena perubahan pH dapat
mempengaruhi aktivitas enzim dan pH yang ekstrim dapat merusak enzim.
Efektivitas buffer dipengaruhi oleh konsentrasi dan bahan penyusun buffer.
Tabung dialisis memiliki pori berukuran tertentu, sehingga molekul
berukuran kecil akan dapat melalui pori sedangkan molekul berukuran besar
tidak dapat melewatinya (Scopes, 1994). Molekul berukuran kecil biasanya
merupakan pengotor seperti sisa garam, sedangkan molekul berukuran besar
yang dimaksud ialah protein.
Proses pemilihan pori pada tabung dialisis tergantung dari nilai Molecular
Weight Cut Off (MWCO). Nilai MWCO dapat didefinisikan sebagai nilai
relatif terhadap berat molekul larutan yang didialisis yang menentukan keluar
masuknya molekul dalam tabung dialisis. Semakin rendah berat molekul, maka
akan semakin banyak molekul yang dapat keluar masuk tabung dialisis
sehingga dapat terjadi kontaminasi. Semakin tinggi berat molekul, semakin
kecil molekul yang dapat melewati membran dialisis sehingga proses dialisis
kurang maksimal dalam menghilangkan garam (Albert Lehninger, 1982).
Fenomena tersebut didasari oleh prinsip osmosis. Laju osmosis pada
dialisis juga ditentukan oleh beberapa kondisi antara lain konsentrasi molekul
pelarut yang akan keluar dari kantung dialisis, dimana konsentrasi molekul
terlarut di lingkungan lebih kecil dibandingkan dengan yang ada di dalam
kantung dialisis, maka laju difusi akan semakin cepat. Luas permukaan
membran dialisis juga mempengaruhi laju osmosis, dimana semakin luas
permukaan membran yang digunakan, maka laju difusi akan semakin cepat.
Selain itu, apabila rasio luas permukaan membran dengan volume pelarut besar,
maka laju difusi akan berlangsung dengan cepat karena molekul terlarut dapat
berdifusi dalam jarak yang dekat (John E. Smith, 1981).
2.11 Proses Purifikasi Enzim
Purifikasi enzim merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk
menghasilkan enzim dengan aktivitas spesifik lebih baik daripada ekstrak
kasarnya dan menghasilkan yield enzim yang tinggi. Proses purifikasi enzim
melalui 2 tahapan besar, yakni pemurnian dalam jumlah besar dan pemurnian
dalam jumlah kecil. Beberapa teknik yang umumnya digunakan antara lain
dengan memanfaatkan pH atau suhu ekstrim, partisi fase dengan pelarut
organik, penambahan bubur resin ion exchange, maupun dengan teknik salting
out. Metode pemurnian enzim dapat dipilih berdasarkan sifat enzim tersebut
sebagai protein yang memiliki perbedaan dari segi kelarutan, muatan, serta
ukurannya (Lehninger, 2004). Hasil yang diharapkan dari proses purifikasi
enzim ini ialah didapatkan yield maksimal dari enzim yang diisolasi, dan
kenaikan aktivitas spesifik serta purification factor-nya (Albert Lehninger,
1982).
2.12 Pengaplikasian enzim dalam kehidupan sehari-hari
Ribuan tahun yang lalu proses seperti membuat bir, membuat roti, dan
produksi keju melibatkan enzim yang belum diketahui jenisnya. Dalam cara
konvensional ini, teknologinya dipercayakan pada konversi enzim sebelum
bangun pengetahuan yang koheren dikembangkan.
Di negara barat, industri menggunakan enzim pada produksi yeast dan ragi
dimana pembuatan bir dan roti secara tradisional sudah jarang dikembangkan.
Beberapa perkembangan awal biokimia dipusatkan pada fermentasi yeast dan
konversi energi pada glukosa. Di negara timur, industri yang sama
memproduksi sake dan banyak makanan fermentasi, semuanya dibuat dari
filamentous fungi sebagai sumber aktivitas enzim.
Pada tahun 1896, memperlihatkan permulaan yang sebenarnya dari
teknologi mikrobia enzim dengan pemasaran pertama takadiastase, campuran
kasar dari enzim hidrolitik yang disiapkan pada pertumbuhan jamur Aspergillus
oryzae pada tepung gandum. Perkembangan lebih lanjut dari penggunaan enzim
meningkatkan proses secara konvensional ke era baru. Meskipun sebagian
besar produksinya masih menghasilkan enzim kasar.
Sampai saat ini lebih dari 200 enzim telah diisolasi dari mikroorganisme,
tumbuhan dan hewan, tetapi kurang dari 20 macam enzim yang digunakan pada
skala komersial atau industri. Kini, produsen enzim komersial memasarkan
enzim dalam bentuk kasar karena proses isolasinya lebih sederhana, terutama
digunakan dalam makanan dan dalam industri detergen (menggunakan enzim
amilase), industri roti (menggunakan enzim proteinase), industri pembuatan bir
(menggunakan enzim betaglukanase, amiloglukosidase), industri tekstil
(menggunakan enzim amilase), industri kulit (menggunakan enzim tripsin),
industri farmasi dan obat-obatan (menggunakan enzim tripsin, enzim pankreatic
tripsin).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai biokatalisator, senyawa yang
meningkatkan kecepatan reaksi kimia.
2. Enzim hanya mengubah kecepatan reaksi, bekerja secara spesifik, Enzim
merupakan protein, diperlukan dalam jumlah sedikit, bekerja secara bolak-
balik, dan enzim dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
3. Penggolongan enzim berdasarkan tempat bekerjanya (endoenzim dan
eksoenzim) ; berdasarkan daya katalisis (oksidoreduktase, transferase,
hidrolase, liase, isomerase, dan ligase) ; enzim lain dengan tatanama berbeda
(enzim pepsin, triosin, dan sebagainya serta enzim yang termasuk enzim
permease) ; berdasarkan cara terbentuknya (enzim konstitutif dan adaptif).
4. Cara kerja enzim dijelaskan dengan dua teori, yaitu teori gembok dan anak
kunci, dan teori kecocokan yang terinduksi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kerja enzim adalah suhu, pH, aktivator (pengaktif), dan
inhibitor (penghambat) serta konsentrasi substrat
3.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan oleh
karenanya kami sangat membutuhkan saran dan kritik yang membangun guna
kesempurnaan makalah ini.
PROSES INDUSTRI KIMIA 1

PEMURNIAN ENZIM

DISUSUN OLEH :

1. JUMRAWATI 09221060006
2. ANDI MEGANANDA DWI PUTRI 09220160019
3. ADITYO YUSUF LATARISA 09220160037
4. NUR AZIMA 09220160046

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2019
DAFTAR PUSTAKA

Albert Lehninger. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.


Campbel and Reece. 2002. Biologi Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
John E. Smith. 1981. Biotechnology. London: Edward Arnold Publisher.
Primrose. 1987. Modern Biotechnology. London: Blackwell Scientific Publications.
Poedjiadi, Anna. 2005. Dasar-dasar Biokimia.UI press.Jakarta
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, yang telah


memberikan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya kepada kita sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kapada nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan kita sebagai generasi penerusnya hingga
akhir zaman. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Lastri Wiyani, MP
selaku dosen Biokimia yang telah membimbing kami, serta pihak lain yang ikut
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Kami menyadari bahwa,
manusia tidak luput dari kesalahan, begitu juga dalam pembuatan makalah ini yang
masih banyak memiliki kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran
dari pembaca kami butuhkan untuk memperbaiki kesalahan dikemudian hari. Akhir
kata kami ucapkan terimakasih, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi setiap orang
yang membacanya.

Makassar, 08 maret 2019

Penulis

Anda mungkin juga menyukai