Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TEKNOLOGI MINYAK ATSIRI

“J A H E”

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

JUMRAWATI ( 09220160006 )

SATRIA ( 09220180013)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr, wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah yang Maha Kuasa atas segala
Rahmat dan karunia-Nya dan tak lupa pula kita sanjungkan sholawat dan salam
kepangkuan Nabi besar Muhammad S.A.W yang telah membawa kita dari alam
yang tidak berilmu ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan .

Makalah teknologi minyak atsiri tentang jahe ini telah kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan
makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang minyak jahe ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Makassar, 07 Oktober 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan rempah-rempah, seperti
jahe, nilam, cengkeh, pala, kapulaga, sereh wangi, mawar, dan lain-
lain.Rempah-rempah telah dikenal luas penggunaannya sebagai pemberi cita
rasa atau bumbu pada makanan dan di samping itu rempah-rempah banyak
digunakan sebagai obat-obatan dalam bentuk jamu tradisional. Rempah-
rempah adalah suatu produk pertanian yang mempunyai nilai ekonomis sangat
tinggi. Rempah-rempah mempunyai kandungan kimiawi dan mineral yang
berbeda daripada produk pertanian yang lainnya, sehingga rempah-rempah
menjadi produk ekspor yang sangat diminati oleh semua negara.
Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu komoditas rempah-
rempah yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, karena memiliki
banyak kegunaan, baik sebagai minuman penghangat, penambah rasa, dan
sebagai bahan baku obat tradisional, parfum, serta kosmetik. Penggunaan
rimpang jahe secara spesifik tergantung kepada varietas jenis jahe yang
digunakan. Hal ini disebabkan karena setiap varietas jahe memiliki perbedaan
dalam jumlah komponen bioaktif yang terkandung didalamnya. Jahe putih
besar umumnya digunakan sebagai makanan dan minuman karena rasanya
yang tidak terlalu pedas. Jahe putih kecil yang memiliki rasa lebih pedas dari
jahe putih besar umumnya digunakan untuk bumbu masak, sumber minyak
atsiri, dan pembuatan oleoresin, serta banyak dimanfaatkan sebagai jamu.
Sedangkan jahe merah mempunyai kandungan minyak atsiri yang tinggi.
Bahan baku obat tradisional ini mempunyai beberapa kegunaan bagi
kesehatan seperti mengobati sakit gigi, malaria, rematik, sembelit, batuk,
kedinginan dan sebagai sumber antioksidan. Daya guna tersebut pada
umumnya disebabkan oleh senyawa bioaktif yang terkandung dalam rimpang
jahe, seperti senyawa fenolik, minyak atsiri, resin, asam-asam organik, asam
malat, asam oksalat, dan gingerin. Minyak atsirinya terdiri dari zingeron,
zingiberen, zingiberol, geraniol, curcumen, bisapolen, borneol, dan linalool.
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini antara lain :

1) Apa itu jahe?


2) Apa jenis-jenis jahe?
3) Apa kegunaan dari jahe?
4) Bagaimana proses panen dari jahe?
5) Bagaimana itu minyak atsiri jahe dan bagaimana proses pengolahannya?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari makalah ini antara lain :
1) Untuk mengetahui pengertian dari jahe
2) Untuk mengetahui jenis-jenis jahe
3) Untuk mengetahui apa saja kegunaan dari jahe
4) Untuk mengetahui proses pemanenan jahe
5) Untuk mengetahui minyak atsiri jahe dan pengolahannya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jahe
a. Sejarah singkat
Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan rempah-rempah
Indonesia yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama
dalam bidang kesehatan. Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan
rumpun berbatang semu dan termasuk dalam suku Zingiberaceae. Jahe
berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Nama
Zingiber berasal dari bahasa Sansekerta “singabera” dan Yunani
“Zingiberi” yang berarti tanduk, karena bentuk rimpang jahe mirip dengan
tanduk rusa. Officinale merupakan bahasa latin (officina) yang berarti
digunakan dalam farmasi atau pengobatan.
Jahe dikenal dengan nama umum (Inggris) ginger atau garden
ginger. Nama ginger berasal dari bahasa Perancis: gingembre, bahasa
Inggris lama: gingifere, Latin: ginginer, dan Yunani (Greek): zingiberis.
Namun kata asli dari zingiber berasal dari bahasa Tamil inji ver. Istilah
botani untuk akar dalam bahasa Tamil adalah ver, jadi akar inji adalah inji
ver. Di Indonesia, jahe memiliki berbagai nama daerah. Di Sumatra disebut
halia (Aceh). Di Jawa, jahe dikenal dengan jahe (Sunda), jae (Jawa). Di
Sulawesi, jahe dikenal dengan nama layu (Mongondow). Di Kalimantan
(Dayak), jahe dikenal dengan sebutan lai, di Banjarmasin disebut tipakan.
Di Maluku, jahe disebut hairalo (Amahai). Di Papua, jahe disebut tali
(Kalanapat) dan sebagainya. di Indonesia menunjukkan penyebaran jahe
meliputi seluruh wilayah Indonesia.
b. klasifikasi
Regnum : Plantae
Divisio : Pteridophyta
Sub-divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
c. Pertumbuhan jahe
Tanaman jahe termasuk tanaman rumput-rumputan tegak dengan
ketinggian 30-75 cm, berdaun sempit memanjang menyerupai pita, dengan
panjang 15-23 cm, lebar lebih kurang dua 2,5 cm, tersusun teratur dua baris
berseling, berwarna hijau bunganya kuning kehijauan dengan bibir bunga
ungu gelap berbintik-bintik putih kekuningan dan kepala sarinya berwarna
ungu. Akarnya yang bercabang-cabang dan berbau harum, berwarna kuning
atau jingga dan berserat.

2.1 Jenis-jenis Jahe


a. Jahe putih/kuning kecil (Z. officinale var. amarum) disebut juga jahe sunti
atau jahe emprit.
Jahe ini ditandai ukuran rimpangnya termasuk kategori sedang,
dengan bentuk agak pipih, berwarna putih, berserat lembut, dan beraroma
serta berasa tajam (pedas). Jahe ini selalu dipanen setelah umur
tua.Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari jahe gajah, sehingga
rasanya lebih pedas.Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau
diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya. Rimpang jahe emprit juga
mengandung gizi cukup tinggi, antara lain 58% pati, 8% protein, 3-5%
oleoresin dan 1-3% minyak atsiri.

Gambar 1. Jahe putih kecil

b. Jahe putih/kuning besar (Z. officinale var. officinale) disebut juga jahe gajah atau
jahe badak.
Jahe ini ditandai ukuran rimpangnya besar dan gemuk, warna kuning
muda atau kuning, berserat halus dan sedikit. Beraroma tapi berasa kurang
tajam. Dikonsumsi baik saat berumur muda maupun tua, baik sebagai jahe
segar maupun olahan. Pada umumnya dimanfaatkan sebagai bahan baku
makanan dan minuman.

Gambar 2. Jahe putih besar


c. Jahe merah (Z. officinale var. rubrum)
Jahe merah ditandai dengan ukuran rimpang yang kecil, berwarna
merah jingga, berserat kasar, beraroma serta berasa tajam (pedas). Diduga
di Indonesi terdapat 2 macam jahe merah, yaitu rimpang besar dan
rimpang kecil seperti yang dilaporkan Rumpfius dan Valeton tentang
adanya 2 jenis jahe merah yaitu yang berukuran rimpang besar dan yang
berukuran rimpang kecil. Dipanen setelah tua dan memiliki minyak atsiri
yang sama dengan jahe kecil sehingga jahe merah pada umumnya
dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan.

Gambar 3. Jahe merah


2.3 Kegunaan Jahe
Dari jahe dapat dibuat berbagai produk yang sangat bermanfaat dalam
menunjang industri obat tradisional, farmasi, kosmetik dan
makanan/minuman. Ragam bentuk hasil olahannya, antara lain berupa
simplisia, oleoresin, minyak atsiri dan serbuk.
1) Bumbu masak
Jahe sering kali di tambahkan pada masakan ayam maupun kari
ikan dan ditambahkan jahe sebagai penyedap aroma maupun
rasanya. Dengan dicampur jahe, aroma masakan jadi bertambah sedap dan
bau anyir dari ikan pun hilang.
2) Makanan
Khasiatnya menjadikan jahe salah satu alternatif kesehatan murah bagi
orang-orang.Saat ini, baik itu di Indonesia maupun di belahan dunia
lainnya, produk olahan jahe telah menjamur dan mudah dijumpai di pasar
manapun dengan harga yang terjangkau. Berbagai produk berbasis jahe
sudah banyak di kenal diantaranya yaitu ginger cookies, dan permen jahe
Minuman fungsional.
3) Minuman fungsional
Sejak akhir abad ke-20, jahe selalu digunakan dalam formula
makanan dan minuman kesehatan, seperti STMJ (Susu Telur Madu Jahe),
wedang jahe dan lainnya.Hal ini didasari oIeh khasiat jahe yang secara
tradisi dan empiris dirasakan oIeh masyarakat, terutama sebagai bahan anti
rnasuk-angin, walaupun secara ilmiah belum dbuktikan efeknya pada
kesehatan manusia. Jahe memiliki rasa pedas sehingga dapat memberikan
rasa hangat ketika di konsumsi. Rasa dominan pedas dari jahe di sebabkan
oleh senyawa keton bernama zingeron
4) Obat tradisional
Jahe banyak digunakan sebagai obat herbal.Hasil penelitian
farmakologi menyatakan bahwa senyawa antioksidan alami dalam jahe
cukup tinggi dan sangat efisien dalam menghambat radikal bebas
superoksida dan hidroksil yang dihasilkan oleh sel-sel kanker, dan bersifat
sebagai antikarsinogenik, non-toksik dan non-mutagenik pada konsentrasi
tinggi.Beberapa senyawa, termasuk gingerol, shogaol dan zingeron
memberikan aktivitas farmakologi dan fisiologis seperti efek antioksidan,
antiinflammasi, analgesik, antikarsinogenik dan kardiotonik.Pengobatan
menggunakan jahe sudah banyak di kembangkan untuk mengobati
berbagai penyakit seperti diare.

2.4 Fase Pertumbuhan Jahe


a. Fase Pertunasan
Fase pertunasan dimulai ketika tunas tidur mulai ‘bangun dari
tidurnya’ samnpai mulai terbuka daun yang pertama. Para penjual bibit
jahe sudah terbiasa dengan fase ini. Rimpang jahe segar tidak bisa
langsung ditanam dan bisa bertunas sendiri, tetapi rimpang jahe tua perlu
‘ditidurkan’ dulu alias didormankan. Kalau tidak ditidurkan dulu
pertumbuhan tunas tidak bisa maksimal. Rimpang yang digunakan sebagai
tunas juga mesti rimpang tua yang umurnya >8 – 10 bulan. Hati-hati
dengan penjual bibit nakal yang menggunakan rimpang konsumsi/rimpang
muda untuk bibit jahe. Hanya karena ingin dapat harga jual yang lebih
mahal, rimpang muda dipaksakan jadi bibit jahe. Jelas tidak akan bisa
maksimal pertumbuhan tunasnya. Pada fase dorman alias tidur ini, tunas
akan ‘bersemedi’ dan bersiap-siap untuk menjelma menjadi tanaman jahe.
Untuk merangsang pertumbuhan jahe beberapa penelitian sudah dilakukan
dengan menggunakan hormon organik atau zpt. Aplikasi hormon bisa
mempercepat proses pertunasan, meningkatkan jumlah dan kualitas tunas
jahe. ZPT diaplikasikan pada saat awal pemeraman dengan konsentrasi
tinggi. Temperatur dan pH pemeraman juga berpengaruh terhadap kualitas
tunas jahe. Insya Allah akan saya bahas di tempat lain. Jadi fase ini
biasanya ada di penjual benih jahe. Petani tidak melewati fase ini. Tapi,
kalau ada petani yang membeli rimpang tua, sebaiknya melakukan tahapan
ini dulu, rimpang tua jangan langsung di tanam, tetapi didormankan dan
dikecambahkan terlebih dahulu. Lama fase pertunasan atau
perkecambahan tunas kurang lebih 50 hari. Ini termasuk pemeraman yang
mencapai waktu kurang lebih satu bulan. Kebutuhan nutrisi kecambah jahe
lebih banyak dipenuhi dari simpanan makanan yang ada dirimpang jahe
tua.

b. Fase bibit
Fase bibit diawali dari mulai pembukaan daun pertama hingga
terbentuk dua anakan baru. Fase ini juga sering disebut dengan fase garpu
tiga lapis (the three-ply forks), atau kalau diliteraturnya Lujiu et al. 2010
disebut dengan fase percabangan tiga (three branches stage). Fase ini
selama 60-70 hari setelah penanaman, kalau di literatur Lijiu disebutkan
90 – 110 hari setelah penanaman. Fase awal bibit kebutuhan makanan
dipenuhi dari rimpang dan kemudian dipenuhi dari hasil foto sintesis
anakan yang baru muncul tersebut. Akar-akan akan segera tumbuh dengan
cepat. Penelitian menyebutkan bahwa pertumbuhan akar mencapai 1-1.5
cm per hari. Sampah akhir masa bibit, bobot kering akarnya mencapai
66.8% dari keseluruhan bobot tanaman. Jadi jangan heran, kalau sampai
umur tiga bulan yang tumbuh lebih banyak akarnya daripada daunya. Dan
jangan bingung juga kalau sampai umur 3 bulan rimpangnya masih kecil-
kecil. Itu normal kok. Pada fase ini kebutuhan nutrisi jahe masih belum
begitu besar. Ini ditunjukkan dari serapan hara sampai fase bibit.

c. Fase pertumbuhan dan perkembangan


Lijiu et al. 2010 membagi fase ini menjadi dua, yaitu fase
pertumbuhan cepat (vigorous stage) dan fase perkembangan rimpang
(rhizome expansion stage). Fase pertumbuhan dan perkembangan
membutuhkan waktu 70 – 80 hari setelah fase bibit. Lijiu menyebutkan
fase pertumbuhan cepat adalah usia 110-130 hst, sedangkan fase
perkembangan rimpang adalah usia 130-160 hst. Ini adalah fase
pertumbuhan yang paling krusial dan sangat penting. Pada fase ini terjadi
perutumbuhan yang sangat cepat. Tunas dan anakan baru muncul, rimpang
jahe mulai membentuk percabangan baru. Tanaman jahe pada fase ini
sangat perlu banyak asupan makanan. Tidak hanya perlu banyak, tetapi
perlu dalam jumlah yang cukup dan dosis yang seimbang. Artinya pupuk
yang diberikan harus bener-bener pas. Masalah nutrisi tanaman ini akan
saya bahas di tulisan yang lain. Mungkin ini juga menjawab pertanyaan
kenapa pada fase bibit jahe banyak sekali membentuk akar, ternyata akar-
akar ini dipersiapkan untuk menyerap nutrisi yang banyak pada saat fase
pertumbuhan dan perkembangan rimpang. Ketika percabangan rimpang
sudah banyak, fase berikutnya adalah perkembangan dan pembesaran
rimpang. Rimpang adalah batang jahe yang ada di dalam tanah. Rimpang
juga sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan jahe untuk calon
anak-anaknya kelak. Fase ini tanaman jahe sangat membutuhkan banyak
sekali asupan nutrisi, serapan haranya sangat cepat dan buanyak sekali.
Kalau media tanam kurang makanan, jahenya akan jadi kecil-kecil. Begitu
juga kalau komposisi makanannya tidak tepat, kemungkinan jahe tidak
akan masuk fase pembesaran rimpang tetapi terus berada pada fase
pertumbuhan saja. Anakan tumbuh terus, daun tumbuh terus, tetapi
rimpangnya tetap keci. Fase ini adalah fase-fase yang perlu mendapat
perhatian dari petani jahe. Harus dijaga bener, terutama asupan haranya.
Jangan sampai salah apalagi kurang makanan. Jangan sampai menyesal
nantinya.

2.5 Panen
Pemanenan dilakukan tergantung dari penggunaan jahe itu sendiri. Bila
kebutuhan untuk bumbu penyedap masakan, maka tanaman jahe sudah bisa
dipanen pada umur kurang lebih 4 bulan dengan cara mematahkan sebagian
rimpang dan sisanya dibiarkan sampai tua. Apabila jahe untuk dipasarkan
maka jahe dipanen setelah cukup tua. Umur tanaman jahe yang sudah bisa
dipanen antara 10-12 bulan, dengan ciri-ciri warna daun berubah dari hijau
menjadi kuning dan batang semua mengering. Misal tanaman jahe gajah akan
mengering pada umur 8 bulan dan akan berlangsung selama 15 hari atau
lebih. Tanamanjahe umumnya dipanen tua setelah berumur 8 – 10 bulan saat
kadar oleoresin optimum ditandai dengan rasa pedas dan bau harum. Khusus
untuk jahe gajah bisanya dipanen disesuaikan dengan tujuan pemanfaatannya.
Cara panen yang baik, tanah dibongkar dengan hati-hati menggunakan alat
garpu atau cangkul, diusahakan jangan sampai rimpang jahe
terluka.Selanjutnya tanah dan kotoran lainnya yang menempel pada rimpang
dibersihkan dan bila perlu dicuci.Sesudah itu jahe dijemur di atas papan atau
daun pisang kira-kira selama 1 minggu.Tempat penyimpanan harus terbuka,
tidak lembab dan penumpukannya jangan terlalu tinggi melainkan agak
disebar.
Waktu panen sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan.Saat panen
biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah.Namun demikian
apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini
sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan
pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas
rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak
kadar airnya. Produksi rimpang segar untuk klon jahe gajah berkisar antara
15-25 ton/hektar, sedangkan untuk klon jahe emprit atau jahe sunti berkisar
antara 10-15 ton/hektar.

2.5 Minyak Atsiri Jahe dan Pengolahannya


Minyak atsiri jahe dapat diperoleh cara penyulingan. Bahan baku yang
digunakan berasal dari jahe kering yang diambil dari jahe segar berumur 9
bulan. Sebelum disuling jahe kering digiling kasar dengan alat hammer mill,
selanjutnya segera disuling supaya minyak atsirinya tidak menguap.
Ada tiga metode penyulingan, yang pertama metode uap langsung (steam
distillation), kedua metode uap dan air biasa disebut dengan metode kukus
(water and steam distillation) dan ketiga metode perebusan (water
distillation). Penyulingan dengan bahan jahe kering lebih cocok dilakukan
secara dikukus. Bila jahe yang disuling dalam jumlah banyak, maka sebaiknya
jahe dalam ketel dibagi atas beberapa fraksi untuk memudahkan dan
meratakan aliran uap dengan kerapatan bahan dalam ketel (bulk density) 200-
800 g/l. Proses penyulingan jahe ini membutuhkan waktu 8 jam dengan
rendemen minyak sekitar 3-4,5%. Untuk jahe basah sebaiknya disuling dengan
sistem uap langsung dengan tekanan 2,5 atm.
Minyak atsiri dalam jahe kering berkisar 1-3%. Minyak atsiri dalam jahe
terdiri dari zingiberol, zingiberan, α-β phellandren, methyl heptenon, cineol,
citral, borneol, linalool, asetat, dan haprilat, selain itu juga mengandung
phenol mungkin chavicol, seskuiterpen, zingeron, oleoresin, kamfena,
limonen, sineol,sitral, dan felandren (Djubaedah, 1986 dalam Oktora, 2007).
Di samping itu terdapat juga pati, damar, asam-asam organik seperti asam
malat dan asam oksalat, Vitamin A, B, dan C, serta senyawa-senyawa
flavonoid dan polifenol (Oktora, 2007).
Menurut informasi dari beberapa eksportir minyak atsiri dalam Ma’amun
(2006), minyak atsiri jahe dari Indonesia agak sulit untuk diterima di pasar
internasional. Hal ini disebabkan minyak atsiri jahe dari Indonesia selalu
menunjukkan angka putaran optik positif (+), yang hal tersebut berbeda
dengan standar yang berlaku, di mana besaran putaran optik yang dikehendaki
adalah bernilai negatif (-).Seluruh sampel minyak jahe yang dianalisis
memiliki angka putaran optik positif.
Kandungan senyawa zingiberen pada jahe mempunyai sifat putaran optik
negatif, sementara kamfen bersifat putar optik positif.Komposisi dari senyawa-
senyawa tersebut berbeda pada setiap jenis minyak jahe.Perbedaan komposisi
tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya jenis atau varietas, teknik
budidaya, dan kondisi lingkungan tumbuh.Minyak jahe yang banyak
diperdagangkan di pasar luar negeri berasal dari Cina dan India, di mana
kedua negara tersebut tentu memiliki kondisi lingkungan yang berbeda dengan
di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Jahe memiliki tiga varietas, yaitu jahe putih besar (jahe gajah), jahe putih
(jahe emprit) kecil, dan jahe putih merah.
2. Jahe putih besar umumnya dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan dan
minuman, jahe putih kecil biasanya digunakan untuk ramuan obat-obatan,
atau diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya, sedangkan jahe merah
umumnya dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan.
3. Syarat tumbuh jahe yaitu pada tanah bertekstur lempung berpasir, liat
berpasir dan tanah laterik, serta banyak mengandung bahan organik atau
humus dan berdrainase baik. Jahe tumbuh optimal pada pH 6,8-7,0 dan
suhu 20-35°C, dengan curah hujan 2.500-4.000 mm/tahun serta pada
ketinggian 0-2.000 m.
4. Tanaman jahe umumnya dipanen tua setelah berumur 8 – 10 bulan saat
kadar oleoresin optimum ditandai dengan rasa pedas dan bau harum,
dengan ciri-ciri warna daun berubah dari hijau menjadi kuning dan batang
semua mengering.
5. Minyak atsiri jahe dapat diperoleh cara penyulingan. Bahan baku yang
digunakan berasal dari jahe kering yang diambil dari jahe segar berumur 9
bulan. Proses penyulingan jahe ini membutuhkan waktu 8 jam dengan
rendemen minyak sekitar 3-4,5%.
6. Minyak atsiri dalam jahe terdiri dari zingiberol, zingiberan, α-β
phellandren, methyl heptenon, cineol, citral, borneol, linalool, asetat, dan
haprilat, selain itu juga mengandung phenol mungkin chavicol,
seskuiterpen, zingeron, oleoresin, kamfena, limonen, sineol,sitral, dan
felandren.
3.2 Saran
Dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan sehingga kami sangat
membutuhkan krtik maupun saran yang membangun guna menyempurnakan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Admin, 2012. Komponen Bioaktif Rimpang Jahe: http://mipa-


farmasi.blogspot.com/2012/03/komponen-bioaktif-rimpang-jahe.html
(diakses pada 30 september 2018).
Asosiasi Petani dan Produsen Jahe Indonesia.Kandungan Minyak Atsiri Jahe
Segar dan Jahe Kering. (diakses pada 30 september 2018).
Bermawie, N. 2003.Pengenalan Varietas Unggul dan Nomor Harapan Tanaman
Rempah dan Obat. Badan Diklat Daerah Pemerintah Propinsi Jawa Barat,
Bogor.
Bermawie, N. dan S. Purwiyanti. 2014. Botani, Sistematika dan Keragaman
Kultivar Jahe. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.
Considine, D.M., and G. D. Considine. 1982. Foods and Food Encyclopedia.Van
Nastrand Reinhold Company, New York.
Gamse, T. 2002. Liquid-Liquid Extraction and Solid-Liquid Extraction‖,
Institute of Thermal Process and Environmental Engineering, Graz
University of Technology, hal. 2-24.
Koswara, S. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Pusat Sinar Harapan, Jakarta.
Ma’mun. 2006. Karakteristik Beberapa Minyak Atsiri Famili Zingiberaceae
dalam Perdagangan. Bul. Littro. Vol. XVII No. 2, 2006, 91 – 98.
Rukmana, R. 2000. Usaha Tani JaheCetakan ke-8.Kanisius, Yogyakarta.
Hasanah, Maharani, Sukarman, Devi Rusmin. Tanpa Tahun. Teknologi Produksi
Benih Jahe. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Hernani dan Winarni. 2009. Kandungan Bahan Aktif Jahe Dan Pemanfaatannya
Dalam Bidang Kesehatan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian: Bogor .
Sari, H. C., S. Darmanti dan E. D. Hastuti. 2006. Pertumbuhan Tanaman Jahe
Emprit(Zingiber Officinale Var. Rubrum) pada Media Tanam Pasir dengan
Salinitas yang Berbeda. Buletin Anatomi dan Fisiologi.Vol. XIV (2) : 19-
29.

Anda mungkin juga menyukai