Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atrial fibrilasi (AF) merupakan aritmia yang paling sering dijumpai
dalam praktek sehari-hari dan paling sering menjadi penyebab seseorang harus
menjalani perawatan di rumah sakit. Walaupun bukan merupakan keadaan yang
mengancam jiwa secara langsung, tetapi atrial fibrilasi berhubungan dengan
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. 1
Pada populasi umum prevalensi atrial fibrilasi terdapat 1-2% dan
meningkat dengan bertambahnya umur. Pada umur 50 tahun prevalensi atrial
fibrilasi kurang dari 1% dan meningkat menjadi 9% pada usia 80 tahun.1 Data
dari studiobservasional (MONICA-multinational Monitoring of trend and
determinant in Cardiovascular disease) pada populasi urban di Jakarta
ditemukan angka kejadia atrial fibrilasi sebanyak 0,2% dengan rasio laki-laki
dan perempuan 3:2. Selain itu, akibat dari peningkatan presentase lanjut usia di
Indonesia, WHO mengestimasi bahwa pada tahun 2045-2050 prevalensi Atrial
Fibrilasi akan meningkat secara signifikan.2
Pasien dengan Fibrilasi atrium memiliki resiko stroke 5 kali lebih tinggi
dan resiko gagal jantung 3 kali lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa atrial
fibrilasi.2
Kecenderungan alami dari Atrial fibrilasi sendiri adalah kecenderungan
untuk menjadi kondisi kronis dan menyebabkan adanya komplikasi lain8.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Jantung dan Pembuluh Darah Jantung


a. Anatomi Jantung
Jantung normal yang dibungkus oleh perikardium terletak pada
mediastinum medialis dan sebagian tertutup oleh jaringan paru. Bagian depan
dibatasi oleh sternum dan iga 3,4 dan 5. Hampir dua pertiga jantung terletak di
sebelah kiri garis median sternum. Jantung terletak di atas diafragma, miring
ke depan kiri dan apeks kordis berada paling depan dalam rongga dada. Batas
kranial dibentuk oleh aorta asendens, arteri pulmonal dan vena kava superior.3
Jantung manusia dewasa mempunyai berat yang hampir sama antara
satu orang dengan orang yang lain, yaitu kurang lebih sekitar 300-350 gr.
Anatomi jantung dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu anatomi
eksternal dan anatomi internal.3,4
1. Anatomi Eksternal
Anatomi eksternal jantung dapat dikatakan sebagai bagian lapisan-
lapisan pada jantung. Pada dasarnya terdapat tiga bagian lapisan pada
jantung, yaitu perikardium, miokardium dan endokardium.
Lapisan perikardium merupakan lapisan jantung bagian luar yang
terbuat oleh jaringan ikat yang tebal. Lapisan ini terdiri dari 2 lapisan yaitu
perikardium parietal dan perikardium visceral yang berada dibagian
dalam. Ruangan diantara perikardium parietal dan perikardium visceral
dinamakan rongga perikardial yang berisi cairan perikardium dengan
volume 10-20 cc. cairan perikardium sendiri berfungai untuk memudahkan
pergerakan jantung saat memompa darah.
Lapisan kedua adalah lapisan miokardium, yang merupakan
lapisan paling tebal dan lapisan yang terdiri atas otot-otot jantung. Lapisan
ini terdiri dari 3 macam otot, yaitu otot atrium, otot ventrikel dan otot serat
khusus. Otot atrium mempunyai karakteristik otot yang lebih tipis
dibandingkan dengan otot ventrikel, hal ini lebih banyak dipengaruhi oleh
fungsi kontraktilitas jantung berkaitan dengan fungsi pompa darah ke

2
seluruh tubuh. Otot atrium dan otot ventrikel mempunyai kinerja kontraksi
yang sama, sedangkan otot serat khusus lebih tergantung dari rangsang
konduksi jantung.
Lapisan yang terakhir adalah lapisan endokardium. Lapisan ini
adalah suatu lapisan yang terdiri dari membran tipis di bagian luar yang
membungkus jantung. Lapisan ini terdiri dari jaringan epitel (endotel) dan
berhubungan langsung dengan jantung.
2. Anatomi Internal
Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu atrium kanan, atrium kiri,
ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Bagian kanan (atrium dan ventrikel
kanan) dan kiri (atrium dan ventrikel kiri) jantung dipisahkan oleh suatu
sekat yang dinamakan septum cordis. Disamping itu, jantung juga
mempunyai 4 buah katup jantung, yang terdiri dari katup trikuspidalis,
katup mitral/bikuspidalis, katup semilunar pulmonalis dan katup semilunar
aorta.
a. Atrium Kanan
Atrium kanan merupakan ruang pada jantung yang berfungsi untu
menampung darah vena yang mengalir melalui vena kava inferior dan
vena kava superior. Kedua vena kava bermuara pada tempat yang
berbeda, vena kava superior bermuara pada dinding bagian supero-
posterior atrium kanan, sedangkan vena kava inferior bermuara pada
dinding bagian infero-latero-posterior atrium kanan.
b. Ventrikel Kanan
Ventrikel kanan merupakan ruangan setelah atrium kanan. Darah
vena akan dialirkan dari atrium kanan ke ventrikel kanan, yang
sebelumnya melewati katup atrio-ventrikular kanan atau triskupidalis.
c. Atrium Kiri
Atrium kiri merupakan ruangan yang menerima darah (bersih)
yang berasal dari paru-paru. Atrium kiri menerima darah dari empat
vena pulmonalis yang bermuara pada dinding postero-posterior atau
postero-lateral.

3
d. Ventrikel Kiri
Ventikel kiri merupakan bagian ruangan pada jantung yang
berfungsi memompa darah ke seluruh bagian organ tubuh. Ventrikel
kiri mempunyai tebal lapisan sebesar 2-3 kali lipat dibandingkan
dengan ventrikel kanan. Hal ini dipengaruhi oleh fungsi pompa darah
ventrikel kanan dan kiri.
e. Katup Semilunar
Katup semilunar terdiri dari dua katup, yaitu katup semilunar
pulmonalis dan katup semilunar aorta. Kedua katup ini mempunyai
bentuk katup yang sama, tetapi secara antomis katup semilunar aorta
lebih tebal dibandingkan dengan katup semilunar pulmonalis. Katup
semilunar pulmonalis berfungsi sebagai sekat antara ventrikel kanan
dengan paru-paru, sedangkan katup semilunar aorta berfungsi sebagai
sekat antara ventrikel kiri dengan aorta. Setiap katup terdiri dari tiga
daun katup, untuk katup semilunar pulmonalis terdiri dari daun katup
anterior, dekstra dan sinistra. Sedangkan katup semilunar aorta terdiri
dari daun katup koroner dekstra, koroner sinistra dan non-koroner.
f. Katup Atrio-Ventrikuler
Katup Atrio-ventrikuler terdiri dari dua katup, yaitu katup
trikuspidalis dan katup bikuspidalis atau mitral. Katup trikuspidalis
terdiri dari tiga daun katup yang berbeda ukuran pada setiap daun katup.
Ketiga daun katup ini adalah katup anterior, septal dan katup posterior.
Katup ini terletak sebagai sekat antara atrium kanan dengan ventrikel
kanan. Sedangkan katup bikuspidalis (mitral) terletak sebagai sekat
antara atrium kiri dengan ventrikel kiri. Katup bikuspidalis (mitral)
mempunyai dua daun katup, yang terdiri dari daun katup mitral anterior
dan posterior.
Aliran darah yang melewati kedua katup tidak hanya diatur oleh
kedua katup ini, tetapi lebih diatur oleh interaksi antara atrium, annulus
fibrosus, daun katup, korda tandinea, otot papillaris dan otot ventrikel.
Keenam komponen ini merupakan rangkaian unit fungsional dalam

4
proses aliran darah, sehingga bila terjadi gangguan pada salah satu
komponen akan mengakibatkan gangguan hemodinamik yang serius.

Gambar 1. Anatomi Jantung


b. Pembuluh Darah Jantung
Pendarahan otot jantung berasal dari aorta melalui dua pembuluh
koroner, yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini,
baik arteri koroner kanan atau arteri koroner kiri keluar dari sinus valsava aorta.
Arteri koroner kiri akan bercabang menjadi arteri sirkumfleks kiri dan arteri
desendens anterior kiri yang memperdarahi sebagian besar bagian proksimal
RBB (right bundle branch), LBB (left bundle branch) dan fasikulus anterior
LBB. Sedangkan arteri koroner kanan akan bercabang menjadi arteri atrium
anterior kanan yang memperdarahi nodus sino-atrial dan arteri koroner
desendens posterior yang memperdarahi nodus atrio-ventrikuler dan fasikulus
posterior LBB. Pembuluh darah balik dari otot jantung adalah vena koroner.
Vana koroner ini berjalan berdampingan dengan arteri koroner yang akan
masuk atau bermuara ke dalam atrium kanan melalui sinus koronarius3,11,12,13.

5
Gambar 2. Pembuluh Darah Jantung
2. Fisiologi dan Sistem Konduksi Jantung
a. Fisiologi Jantung
Jantung berkontraksi atau berdenyut dengan irama yang ritmik, akibat
adanya potensial aksi (otoritmisitas). Terdapat dua jenis khusus sel otot
jantung, yaitu 99% sel-sel kontraktil yang melakukan kerja mekanik
(kontraksi), tetapi tidak menghasilkan potensial aksi dan 1 % sel-sel otoritmik
yang tidak melakukan kerja mekanik (tidak berkontraksi), tetapi mempunyai
fungsi dalam mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi4
Potensial aksi dimulai dari proses depolarisasi, dimana terjadi
pembukaan saluran Na+ secara cepat. Proses masuknya ion Na+ menyebabkan
perubahan potensial membran sel-sel otoritmik, mulai dari -70 mv hingga +30
mv. Setelah mencapai ambang batas perubahan potensial, saluran Na+ akan
segera menutup yang kemudian diikuti pembukaan saluran Ca2+. Pembukaan
saluran Ca2+ terjadi secara lambat, yang menyebabkan proses plateau dan
influks Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler atau sel-sel otoritmik.
Setelah beberapa saat, saluran Ca2+ akan menutup dan terjadi pembukaan
saluran K+. Pembukaan saluran K+ menyebabkan terjadinya proses
repolarisasi, yang ditandai dengan keluarnya atau effluks K+ ke
ekstraseluler5,6,7.

6
Gambar 3. Fisiologi Potensial Aksi Jantung
Proses kontraktilitas otot jantung terjadi pada fase plateau proses
potensial aksi, dimana terjadi penutupan saluran Na2+ dan pembukaan saluran
Ca2+ secara lambat. Proses kontraktilitas otot jantung ini terjadi akibat influks
Ca2+ atau kenaikan konsentrasi Ca2+ bebas intraseluler. Pada dasarnya
terdapat dua mekanisme yang dapat menerangkan hal tersebut, yaitu Ca2+
ekstraseluler berdifusi kedalam intraseluler akibat pembukaan saluran Ca2+
selama fase plateu pada potensial aksi jantung dan Ca2+ yang dikeluarkan dari
cadangan intraseluler (sarcoplamic reticulum) akibat rangsangan masuknya
Ca2+ yang berasal dari ekstraseluler13,14.
Peningkatan Ca2+ dalam intraseluler mengakibatkan adanya ikatan
Ca2+ dengan troponin. Ikatan antara Ca2+ dengan troponin, mengakibatkan
kontraksi otot-otot jantung. Selama kontraksi otot jantung, filamen-filamen
tebal (miosin) dan tipis (aktin) akan saling menggeser untuk memperpendek
tiap sarkomer. Berkurangnya ikatan antara Ca2+ dengan troponin akan
menyebabkan stimulasi proses relaksasi otot jantung. Pada fase ini, Ca2+ yang
tidak berikatan dengan troponin akan disimpan kembali di dalam sarcoplamic
reticulum dan sebagian Ca2+ keluar ke ekstraseluler. Proses keluarnya Ca2+ ke

7
ekstraseluler terjadi karena adanya pertukaran dengan ion Na2+ yang berada
di ekstraseluler. Kemudian ion Na+ yang telah masuk kedalam intraseluler
akan bertukaran secara aktif dengan ion K+ melalui proses Na+- K+-
ATPase13,14.

Gambar 4. Fisiologi kontraksi dan Relaksasi Otot Jantung


b. Sistem Konduksi Jantung
Pada dasarnya yang menyebabkan adanya potensial aksi hingga
menimbulkan kontraktilitas otot jantung adalah adanya impuls atau
rangsangan elektrik. Sistem konduksi jantung terdiri dari nodus sino-atrial,
nodus atrio-ventrikuler, berkas his, berkas cabang kanan-kiri dan serabut
purkinje. Rangsangan atau sinyal elektrik pertama jantung berawal di nodus
sino-atrial (Nodus SA) yang berada di latero-superior atrium kanan.
Terjadinya sinyal elektrik pada nodus SA menyebabkan kontraksi dari atrium,
baik atrium kanan ataupun atrium kiri. Kontraksi yang bersamaan antara
atrium kanan dan kiri dipengaruhi oleh penjalaran rangsangan elektrik
melalui traktus inter-atrial yang merupakan cabang dari nodus SA. Nodus SA
memiliki kemampuan mencetuskan potensial elektrik (pacemaker) tercepat
bila dibandingkan dengan sistem konduksi jantung yang lain, yaitu sebesar
60-100 potensial aksi/menit. Kemampuan ini menyebabkan nodus SA
sebagai pengontrol utama rangsangan elektrik jantung (overdrive pacemaker)
dan mengendalikan sistem konduksi jantung7,9.

8
Sistem penjalaran rangsangan elektrik harus terkoordinasi dengan
baik untuk menimbulkan proses mekanik atau pemompaan yang efisien.
Penjalaran sinyal elektrik harus memenuhi tiga kriteria, diantaranya adalah:
a. Rangsangan dan kontraksi atrium harus sudah selesai sebelum kontraksi
ventrikel dimulai
b. Rangsangan otot-otot jantung dikoordinasi untuk memastikan setiap
pasangan atrium dan pasangan ventrikel berkontraksi sebagai satu
kesatuan
c. Pasangan atrium dan ventrikel harus saling terkoordinasi sebagai satu
sinsitium.
Sinyal elektrik dari nodus SA kemudian akan diteruskan ke nodus
atrio-ventrikuler (nodus AV). Rangsangan elektrik ini dihantarkan melalui
traktus internodal (internodal anterior, posterior dan medial). Nodus AV
merupakan satu-satunya penghubung sistem konduksi antara atrium dengan
ventrikel. Disamping itu, nodus AV juga mempunyai kemampuan
mencetuskan potensial elektrik (pacemaker) kedua tercepat, yaitu sebesar
40-60 potensial aksi/menit.
Sistem konduksi setelah nodus AV adalah berkas his. Berkas his
sebenarnya dapat dikatakan sebagai sekelompok serabut purkinje yang
berasal dari nodus AV, yang berjalan sepanjang septum interventrikuler
menuju ke ventrikel. Berkas his akan bercabang menjadi dua bagian, yaitu
berkas cabang kanan dan berkas cabang kiri. Berkas cabang kanan
(RBB/right bundle branch) merupakan percabangan dari berkas his. RBB
bercabang sebagai struktur tunggal di lapisan subendokardium di sisi bagian
kanan. Kemudian RBB akan terbagi menjadi tiga cabang, yaitu RBB cabang
anterior, posterior dan lateral. Bagian RBB lateral akan berjalan menuju
dinding lateral ventrikel kanan dan menuju bagian bawah septum
interventrikuler, yang kemudian akan membentuk anyaman purkinje atau
serabut purkinje. Berbeda dengan RBB, berkas cabang kiri (LBB/left bundle
branch) mempunyai dua struktur percabangan. Kedua struktur percabangan
LBB ini berjalan di subendokardium di sisi bagian kiri dan kemudian
masing-masing percabangan akan membentuk suatu struktur bangunan

9
seperti pada percabangan RBB, yaitu serabut purkinje. Penjalaran sinyal
elektrik menuju ventrikel melewati berkas his dan serabut purkinje berjalan
sangat cepat. Disamping itu, serabut purkinje juga mempunyai peran dalam
menjaga keseimbangan koordinasi kontraktilitas (sinsitium) antara ventrikel
kanan dan ventrikel kiri4,5,7,9,14.

Gambar 5. Sistem Konduksi Jantung

3. Atrial Fibrilasi
a. Definisi
Atrial fibrilasi adalah takiaritmia supraventrikular yang khas,
dengan aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi yang mengakibatkan
perburukan fungsi mekanis atrium.2 Atrial fibrilasi ditandai dengan
ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi denyut
jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada elektrokardiogram (EKG),
tidak terdapat gelombang P sejati, yang digantikan oleh gelombang getar
(fibrilasi) yang bervariasi amplitudo, bentuk dan durasinya.3
Ciri-ciri Atrial Fibrilasi pada gambaran EKG sebagai berikut2:
1. EKG permukaan menunjukkan pola interval RR yang ireguler
2. Tidak dijumpai gelombang P yang jelas pada EKG permukaan. Kadang-
kadang dapat terlihat aktivitas atrium yang irreguler pada beberapa
sadapan EKG, paling sering pada sadapan V1

10
3. Interval antara dua gelombang aktivasi atrium tersebut biasanya
bervariasi, umumnya kecepatannya melebihi 450x/menit.

Gambar 6. Irama jantung normal dan Atrial Fibrilasi

b. Patofisiologi
Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan
multiple wavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses
depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal,
fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis superior.
Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava
superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal
elektrik yang mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan menggangu
potensial aksi yang dicetuskan oleh nodus SA2,7,9,14.
Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial
aksi yang berulang dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme
multiple wavelet reentry tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti
pada proses aktivasi lokal, tetapi lebih tergantung pada sedikit banyaknya
sinyal elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Pada multiple wavelet
reentry, sedikit banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu
periode refractory, besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini

11
bisa dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium biasanya akan disertai
dengan pemendekan periode refractory dan penurunan kecepatan konduksi.
Ketiga faktor tersebutlah yang akan meningkatkan sinyal elektrik dan
menimbulkan peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjadinya
AF2,7,9,14.

Gambar 7. A. Proses Aktivasi Lokal Atrial Fibrilasi dan B. Proses Multiple Wavelets
Reentry Atrial Fibrilasi

c. Faktor Resiko
Beberapa orang mempunyai faktor resiko terjadinya AF,
diantaranya adalah1:
a. Diabetes Melitus
b. Hipertensi
c. Penyakit Jantung Koroner
d. Penyakit Katup Mitral
e. Penyakit Tiroid
f. Penyakit Paru-Paru Kronik
g. Post. Operasi jantung
h. Usia ≥ 60 tahun
i. Life Style

12
d. Klasifikasi
Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi
dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu5:
a. AF deteksi pertama
Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi
pertama. Tahap ini merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi
AF sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.
b. Paroksismal AF
AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai
episode pertama kali kurang dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal
AF. AF jenis ini juga mempunyai kecenderungan untuk sembuh sendiri
dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa bantuan kardioversi.
c. Persisten AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi
kurang dari 7 hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF perlu
penggunaan dari kardioversi untuk mengembalikan irama sinus kembali
normal.
d. Kronik/permanen AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada
permanen AF, penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena
dinilai cukup sulit untuk mengembalikan ke irama sinus yang normal.

Gambar 8. Pola Klasifikasi Atrial Fibrilasi

13
Berdasarkan kecepatan laju respon ventrikel (interval RR) maka Atrial
Fibrilasi dapat dibedakan menjadi 3 yaitu2:
1. Atrial Fibrilasi dengan respon cepat (rapid response) dimana laju
ventrikel lebih dari 100 kali permenit.

Gambar 9. Rekaman EKG Atrial Fibrilasi dengan respon cepat


2. Atrial Fibrilasi dengan respon normal (normo response) dimana laju
ventrikel antara 60-100 kali permenit

Gambar 10. Rekaman EKG Atrial Fibrilasi dengan respon normal


3. Atrial Fibrilasi dengan respon lambat (slow response) dimana laju
ventrikel kurang dari 60 kali permenit

14
Gambar 11. Rekaman EKG Atrial Fibrilasi dengan respon normal

Disamping klasifikasi menurut AHA (American Heart Association),


AF juga sering diklasifikasikan menurut ciri-ciri dari pasien (di luar awitan
dan durasi), yaitu2:
1. FA lone, yaitu atrial fibrilasi tanpa disertai penyakit struktur
kardiovaskular lainnya, termasuk hipertensi, penyakit pulmonalatau
abnormalitas anatomi jantung seperti pembesaran atrium kiri dan usia
di bawah 60 tahun.
2. FA non-valvular, yaitu atrial fibrilasi yang tidak terkait dengan penyakit
rematik mitral, katup jantung protese atau operasi perbaikan katup
mitral.
3. FA sekunder, yaitu atrial fibrilasi yang terjadi akibat kondisi primer
yang menjadi pemicu atrial fibrilasi seperti IMA, bedah jantung,
perikarditis, miokarditis, hipertiroidisme, emboli paru, pneumonia atau
penyakit pulmonal lainnya. Atrial fibrilasi sekunder yang berkaitan
dengan penyakit katup disebut Atrial Fibrilasi Valvular.
e. Penegakkan Diagnosis
a. Tanda dan Gejala
Pada dasarnya AF, tidak memberikan tanda dan gejala yang khas
pada perjalanan penyakitnya. Umumnya gejala dari AF adalah
peningkatan denyut jantung, palpitasi yang umumnya digambarkan seperti

15
pukulan genderang di dada, ketidakteraturan irama jantung dan
ketidakstabilan hemodinamik. Disamping itu, AF juga memberikan gejala
lain yang diakibatkan oleh penurunan oksigenisasi darah ke jaringan,
seperti pusing, kelemahan, kelelahan, sesak nafas dan nyeri dada. Tetapi,
lebih dari 90% episode dari AF tidak menimbulkan gejala-gejala
tersebut7,8,9. Untuk dapat menentukan apakah pasien mengalami Atrial
Fibrilasi atau tidak, dari gejala yang dapat digali, wajib juga ditanyakan
awitan dan durasi gejala serta riwayat-riwayat faktor resiko yang
memperberat seperti riwayat penggunaan obat aritmia, riwayat penyakit
komorbid, serta gaya hidup.
b. Pemeriksaan fisik
 Tanda vital
Pada pemeriksaan fisik, denyut nadi umumnya ireguler dan cepat,
sekitar 110-140 kali per menit, tetapi jarang melebihi 160-170 kali per
menit. Pasien dengan hipotermia atau dengan toksisitas obat jantung
(digitalis) dapat mengalami bradikardia.2
 Jantung
Pemeriksaan jantung sangat penting dalam pemeriksaan fisi pada
pasien Atrial Fibrilasi. Palpasi dan auskultasi yang menyeluruh sangat
penting untuk mengevaluasi penyakit jantung katup atau
kardiomiopati. Pergeseran dari punctum maximum atau adanya bunyi
jantung tambahan (S3) mengindikasikan pembesaran ventrikel kiri.
Bunyi II (P2) yang mengeras dapat menandakan adanya hipertensi
pulmonal. 2
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium biasanya disesuaikan dengan penyakit yang
dicurigai dapat mencetuskan Atrial Fibrilasi pada pasien dan biasanya
disesuaikan dengan faktor resiko yang terdapat pada pasien. 2
d. Elektrokardiogram (EKG)
Temuan EKG biasanya dapat mengkonfirmasi diagnosis FA dan
biasanya mencakup laju ventrikel bersifat ireguler dan tidak terdapat

16
gelombang P yang jelas, digantikan oleh gelombang F yang ireguler
dan acak, diikuti oleh kompleks QRS yang ireguler pula.2
Manifestasi EKG yang dapat menyertai Atrial Fibrilasi antara lain2:
1. Laju jantung umumnya berkisar 110-140 kali/menut, tetapi jarang
melebihi 160-170 kali permenit
2. Dapat ditemukan denyut dengan konduksi aberan (QRS lebar)
setelah siklus interval R_R panjang pendek (fenomena Ashman)
3. Preeksitasi
4. Hipertrofi ventrikel kiri
5. Blok berkas cabang
6. Tanda infark akut/lama
e. Moniter Holter atau event recording
Monitor holter dan event recording dapat berguna untuk menegakkan
diagnosis Atrial fibrilasi paroksismal, dimana pada saat presentasi,
Atrial Fibrilasi tidak terekam pada EKG.2
f. Penatalaksanaan
Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol
ketidakteraturan irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan
menghindari/mencegah adanya komplikasi tromboembolisme. Kardioversi
merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk AF.
Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang
berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut
jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan
farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik
(Electrical Cardioversion)8,10.
a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)
Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk
mencegah adanya komplikasi dari AF. Pengobatan yang digunakan adalah
jenis antikoagulan atau antitrombosis, hal ini dikarenakan obat ini
berfungsi mengurangi resiko dari terbentuknya trombus dalam pembuluh
darah serta cabang-cabang vaskularisasi. Pengobatan yang sering dipakai

17
untuk mencegah pembekuan darah terdiri dari berbagai macam,
diantaranya adalah:
1. Warfarin
Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi
dalam proses pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau
mencegah koagulasi. Warfarin diberikan secara oral dan sangat cepat
diserap hingga mencapai puncak konsentrasi plasma dalam waktu ± 1
jam dengan bioavailabilitas 100%. Warfarin di metabolisme dengan cara
oksidasi (bentuk L) dan reduksi (bentuk D), yang kemudian diikuti oleh
konjugasi glukoronidasi dengan lama kerja ± 40 jam.
2. Aspirin
Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari
trombosit (COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin terminal.
Efek dari COX2 ini adalah menghambat produksi endoperoksida dan
tromboksan (TXA2) di dalam trombosit. Hal inilah yang menyebabkan
tidak terbentuknya agregasi dari trombosit. Tetapi, penggunaan aspirin
dalam waktu lama dapat menyebabkan pengurangan tingkat sirkulasi
dari faktor-faktor pembekuan darah, terutama faktor II, VII, IX dan X.
b. Mengurangi denyut jantung
Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan
peningkatan denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis
kalsium. Obat-obat tersebut bisa digunakan secara individual ataupun
kombinasi.
1. Digitalis
Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan
menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung menjadi
lebih efisien. Disamping itu, digitalis juga memperlambat sinyal elektrik
yang abnormal dari atrium ke ventrikel. Hal ini mengakibatkan
peningkatan pengisian ventrikel dari kontraksi atrium yang abnormal.
2. β-blocker
Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem
saraf simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk meningkatkan

18
denyut jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan berakibat dalam
efisiensi kinerja jantung.
3. Antagonis Kalsium
Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas
jantung akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam
intraseluler melewati Ca2+ channel yang terdapat pada membran sel.
c. Mengembalikan irama jantung
Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat
dilakukan untuk menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya,
kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk
mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut jantung. Pada
dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi
(Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik (Electrical
Cardioversion).
1. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)
a. Amiodarone
b. Dofetilide
c. Flecainide
d. Ibutilide
e. Propafenone
f. Quinidine
2. Electrical Cardioversion
Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua
pelat logam (bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi
listrik ini adalah mengembalikan irama jantung kembali normal atau
sesuai dengan NSR (nodus sinus rhythm).
3. Operatif
a. Catheter ablation
Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuatan
sayatan pada daerah paha. Kemudian dimasukkan kateter kedalam
pembuluh darah utma hingga masuk kedalam jantung. Pada bagian

19
ujung kateter terdapat elektroda yang berfungsi menghancurkan
fokus ektopik yang bertanggung jawab terhadap terjadinya AF.
b. Maze operation
Prosedur maze operation hamper sama dengan catheter ablation,
tetapi pada maze operation, akan mengahasilkan suatu “labirin”
yang berfungsi untuk membantu menormalitaskan system
konduksi sinus SA.
c. Artificial pacemaker
Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang
ditempatkan di jantung, yang berfungsi mengontrol irama dan
denyut jantung.

20
BAB III
KESIMPULAN

1. Atrial fibrilasi adalah suatu gangguan pada jantung (aritmia) yang ditandai
dengan ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi
denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit.
2. Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi
dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu AF deteksi pertama, paroksismal AF,
persisten AF dan kronik/permanen AF.
3. Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple
wavelet reentry.
a. Aktivasi lokal merupakan mekanisme AF yang berasal dari fokus
ektopik yang dominan (vena pulmonalis superior), dimana fokus
ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik yang mempengaruhi aktivitas
potensial aksi nodus SA pada atrium.
b. Multiple wavelet reentry merupakan proses potensial aksi yang
berulang-ualng, melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi, tidak tergantung
pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal dan
dipengaruhi oleh pembesaran atrium, pemendekan periode refractory
serta penurunan kecepatan konduksi.
4. Terjadinya AF akan menimbulkan disfungsi hemodinamik jantung, yaitu
hilangnya koordinasi aktivitas mekanik jantung, ketidakteraturan respon
ventrikel dan ketidakteraturan denyut jantung.
5. Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidakteraturan
irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan
menghindari/mencegah adanya komplikasi tromboembolisme.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2009). Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam. Ed V. Jakarta. Interna Publishing:1612-1614.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (2014).Pedoman
Tatalaksana Fibrilasi Atrium.Ed pertama.Jakarta. Centra Communications:1-27
3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (1997). Buku Ajar Kardiologi.
Jakarta. Balai Penerbit FKUI:7-12.
4. Sherwood, Lauralee (2007). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta.
EGC:328-334.
5. Wyndham CRC (2000). "Atrial Fibrillation: The Most Common arrhythmia".
Texas Heart Institute Journal 27 (3): 257-67.
6. "Atrial Fibrillation (for Professionals)". American Heart Association, Inc. 2008-
12-04. Archived from the original on 2009-03-28.
7. Fuster V, Rydén LE, Cannom DS, et al. (2006). "ACC/AHA/ESC 2006
Guidelines for the Management of Patients with Atrial Fibrillation: a report of
the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force
on Practice Guidelines and the European Society of Cardiology Committee for
Practice Guidelines (Writing Committee to Revise the 2001 Guidelines for the
Management of Patients With Atrial Fibrillation): developed in collaboration
with the European Heart Rhythm Association and the Heart Rhythm Society".
Circulation 114 (7): 257–354.
8. Friberg J, Buch P, Scharling H, Gadsbphioll N, Jensen GB. (2003).
"Relationship between left atrial appendage function and left atrial thrombus in
patients with nonvalvular chronic atrial fibrillation and atrial flutter.Circulation
Journal 67 (1): 68–72.
9. Narumiya T, Sakamaki T, Sato Y, Kanmatsuse K (January 2003). “Relationship
between left atrial appendage function and left atrial thrombus in patient with
nonvalvular chronic atrial fibrillation and atrial flutter”. Circulation Journal 67.
10. Nasution SA, Ismail D. 2006. Fibrilasi Atrial. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam.
Ed.3. Jakarta. EGC, 1522-27.

22
11. Blackshear JL, Odell JA (February 1996). "Appendage obliteration to reduce
stroke in cardiac surgical patients with atrial fibrillation". Ann. Thorac. Surg.
61 (2): 755–9.
12. Guyton (1995). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC: 287-305.

13. Ganong William F (1999). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. EGC: 682-
712.
14. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson (2000). Patofisiologi (Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit) Buku 2, Edisi 4. EGC: 770-89, 813-93.
15. Harrison (2000). Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13.
EGC: 1418-87.

23

Anda mungkin juga menyukai