Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MATA KULIAH

PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI LINGKUNGAN

TERM OF REFERENCE
Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Pengamanan Zona
Tangkapan Ikan di Perairan Laut Indonesia

Program Studi Ilmu Lingkungan


Minat Magister Pengelolaan Lingkungan

Oleh:

Heru Purwanto
NIM: 18/435085/PMU/09596

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
Tugas dan Fungsi Pusat Hidrologi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut

Tugas:

Pushidrosal bertugas membantu Kasal dalam menyelenggarakan pembinaan hidro-


oseanografi (hidros), meliputi survei, penelitian, pemetaan laut, publikasi, penerapan
lingkungan laut dan keselamatan navigasi pelayaran, baik untuk kepentingan TNI
maupun untuk kepentingan umum dan menyiapkan data dan informasi wilayah
pertahanan di laut dalam rangka mendukung tugas pokok TNI Angkatan Laut.

Fungsi:

a. Menjalankan fungsi militer, sebagai penyedia data hidro-oseanografi dalam


pembuatan peta militer aspek laut untuk mendukung operasi dan latihan serta
pembangunan fasilitas pangkalan;
b. Melaksanakan fungsi pelayanan umum, sebagai penyedia resmi (official) Peta
Laut Indonesia dan Publikasi Nautika untuk mendukung keselamatan dan
keamanan pelayaran sesuai Konvensi SOLAS tahun 1974 di Wilayah Perairan
dan Yurisdiksi Indonesia;
c. Melaksanakan fungsi penerapan lingkungan laut, sebagai penyedia data hidros
untuk mendukung pembangunan nasional bidang maritim; dan
d. Menjalankan fungsi diplomasi internasional, sebagai wakil pemerintah Republik
Indonesia dibidang hidrografi dan sebagai anggota Tim Teknis Delegasi Republik
Indonesia pada diplomasi batas maritim.
Term of Reference

Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Pengamanan Zona


Tangkapan Ikan di Perairan Laut Indonesia

1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang telah diakui oleh dunia internasional
melalui konvensi hukum laut PBB (UNCLOS 1982). Berdasarkan pada Deputi Kedaulatan
Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Indonesia memiliki 17.504 pulau. Akan
tetapi, jumlah pulau yang dibakukan PBB pada Juli 2017 hanya sebanyak 16.056. Hal ini
disebabkan karena 1.448 pulau sisanya masih membutuhkan proses verifikasi dan validasi
akibat adanya perubahan cuaca dan anomali iklim. Negara Indonesia sebagai negara
kepulauan dikuatkan oleh Undang – Undang Dasar 1945 Pasal 25A yang menyebutkan
bahwa: “NKRI adalah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-
batas dan hak-haknya ditetapkan dengan Undang-undang”. Berdasarkan UNCLOS 1982,
luas total wilayah laut Indonesia adalah 5,9 juta km2. Jumlah tersebut terdiri atas 3,2 juta km2
perairan teritorial dan 2,7 km2 perairan Zona Ekonomi Eksklusif. Luas perairan ini belum
termasuk landas kontinen. Atas dasar tersebut, Indonesia menyandang predikat sebagai
negara kepulauan terbesar di dunia.

Perairan laut Indonesia merupakan daerah yang memiliki sumberdaya laut sangat
melimpah. Menurut Lasabuda (2013), Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan laut
kurang lebih 6,4 juta ton per tahun. Jumlah ini terdiri dari ikan pelagis besar (1,16 juta ton),
pelagis kecil (3,6 juta ton), demersal (1,36 juta ton), udang penaeid (0,094 juta ton), lobster
(0,004 juta ton), cumi-cumi (0,028 juta ton), dan ikan-ikan karang konsumsi (0,14 juta ton).
Dari potensi tersebut jumlah tangkapan yang dibolehkan (JTB) sebanyak 5,12 juta ton per
tahun, atau sekitar 80% dari potensi lestari. Potensi sumberdaya ikan ini tersebar di 9
(sembilan) wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia. Selain itu, laut indonesia juga memiliki
Potensi budidaya fauna seperti ikan (kakap, kerapu, gobia); udang; moluska (kerang, mutiara,
teripang); dan rumput laut. Luas potensi budidaya sebesar 2 juta ha (20% dari total potensi
lahan perairan pesisir dan laut berjarak 5 km dari garis pantai) dengan volume 46,73 juta ton
per tahun.

Beberapa permasalahan muncul di dalam pemanfaatan laut sebagai potensi sumberdaya


yang melimpah. Salah satu permasalahan tersebut adalah penangkapan ikan tanpa izin
(illegal fishing) oleh nelayan warga negara asing (WNA). Menteri Kelautan dan Perikanan
menyampaikan bahwa Indonesia pernah mengalami kerugian sebesar 2.000 triliun akibat
illegal fishing. Beberapa lokasi yang rawan terjadinya illegal fishing adalah kawasan Natuna,
Laut Sulawesi, dan Laut Arafuru, bahkan banyak dilakukan oleh kapal dengan bendera
Vietnam, Malaysia Thailand dan Filiphina (Huda, 2018).

Berdasarkan pada permasalahan di atas, maka negara Indonesia (dalam hal ini
Kementerian Perikanan dan Kelautan bersama Dinas Hidrologi dan Oseanografi) memerlukan
instrumen yang dapat digunakan dalam pengamanan zona tangkapan ikan. Instrumen
tersebut berupa Peta Sebaran Sumberdaya Perikanan. Peta tersebut akan memudahkan
instansi penegak hukum dalam kegiatan pengamanan (patroli) pada beberapa lokasi dimana
ikan tersedia secara melimpah. Hal ini didukung oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 85 Tahun 2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional (JDSN) yang menyebutkan
bahwa bidang kelautan dan perikanan termasuk ke dalam simpul jaringan data spasial. Hal
ini berarti bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan termasuk sebagai organisasi yang ikut
dalam pengelolaan data spasial, terutama di bidang kelautan dan perikanan. Menurut
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 37/Permen-Kp/2017,
hukuman terhadap praktek illegal fishing dapat berupa penenggelaman kapal. Penegakan
hukum ini dilakukan oleh Satgas 115 dengan Komandan Satgas adalah Menteri Kelautan dan
Perikanan dan Kepala Pelaksana Harian berasal dari unsur TNI, yaitu Wakil Kepala Staf
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut. Tugas dan fungsi Satgas 115 tersebut diatur
dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 115 Tahun 2015.

2. Tujuan

a. Mengkaji pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam pengamanan zona


tangkapan ikan di perairan laut Indonesia
b. Mengetahui lokasi zona sebaran ikan di perairan laut Indonesia sebagai tempat yang
perlu dilindungi
c. Mengetahui lokasi yang rawan terjadi kegiatan illegal fishing berdasarkan pada potensi
sumberdaya laut yang ada.

3. Manfaat

a. Menghasilkan peta zonasi tangkapan ikan/ sebaran ikan berdasarkan pada kondisi
abiotik dan biotik perairan laut.
b. Menghasilkan model sebaran ikan berdasarkan pada faktor pendukung kehidupan iak
tersebut.
c. Menghasilkan peta kerawanan illegal fishing yang dapat dimanfaatkan oleh instansi
penegak hukum dalam menjaga sumberdaya perairan laut Indonesia.
4. Lingkup Kegiatan

Lingkup kegiatan dalam kerangka acuan kerja Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis
(SIG) dalam Pengamanan Zona Tangkapan Ikan di Perairan Laut Indonesia antara lain:

a. Tahap Persiapan
Beberapa hal yang dilakukan dalam tahap persiapan adalah:
- Identifikasi permasalahan dan kebutuhan.
- Pengumpulan data primer dan data sekunder. Data yang dimaksud dapat berupa data
kondisi fisik dan biotik perairan laut Indonesia. Data tersebut meliputi kedalaman,
suhu, salinitas, pH, intensitas matahari, dan besar arus air. Data sekunder dapat
berupa peta LLN dan data karakteristik perairan laut dari Kementerian Kelautan dan
Perikanan.
b. Tahap Analisis Data
Data yang diperoleh pada tahap persiapan kemudian dianalisis untuk menghasilkan zona
tangkapan ikan. Menurut Muhsoni (2009), kegiatan yang dilakukan dalam tahap analisis
data antara lain:
- Pembuatan peta sebaran parameter kualitas perairan dilakukan dengan melakukan
analisis interpolasi pada data masing-masing parameter sampel lapang yang diambil.
- Peta sebaran suhu dan klorofil didapatkan dari ekstrak citra satelit landsat.
Temperatur kinetik permukaan laut pengukurannya dilakukan dengan menggunakan
saluran termal (Band 6B). Langkah pertama yaitu menentukan nilai radiansi spektral,
selanjutnya dihitung nilai temperatur radian. Kemudian diperoleh temperatur kinetik,
dari temperatur kinetik di konversikan dalam Celcius (°C).
- Analisis klorofil diekstrak dari citra satelit Landsat pada Band 3 dan Band 4. Analisis
data klorofil_a menggunakan formula hasil penelitian Hasyim et. al. (1998):
Chlorophyll = -17.1342 + 15.2587*band_3*band_4
- Penentuan daerah penangkapan ikan dilakukan dengan tahapan : klasifikasi kelas
kesesuaian perairan laut untuk daerah penangkapan, pemberian skor dan bobot dan
kemudian diklasifikasikan menjadi daerah yang sangat sesuai, sesuai dan tidak
sesuai.
- Uji akurasi analisis menggunakan RMSE, yang mencerminkan perbedaan antara nilai
data lapang dengan nilai hasil ekstraksi citra satelit. Uji akurasi dilakukan untuk
parameter: suhu dan klorofil.
- Mengetahui produksi per unit tangkap (CpUE) dan kondisi status pemanfaatan
perairan dengan pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan holistik
(Production/ Surplus Model).
- Penentuan zona kerawanan illegal fishing dilakukan dengan mengetahui lalu lintas
kapal di sekitar perairan laut perbatasan dan lokasi tangkapan ikan terbanyak.
c. Tahap pemodelan pendugaan daerah tangkapan ikan
Tahapan pemodelan pendugaan daerah tangkapan ikan dianalisis dengan citra satelit
Landsat. Sebaran dan jumlah ikan sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik seperti
kedalaman, suhu, salinitas, pH, intensitas matahari, dan besar arus air.
d. Tahap penentuan strategi pengamanan daerah tangkapan ikan
Tahap ini dilakukan dengan penafsiran lokasi tangkapan ikan pada Peta Sebaran Ikan
yang telah dihasilkan. Lokasi dengan sebaran ikan tinggi sangat dimungkinkan memiliki
kerawanan terhadap illegal fishing. Berdasarkan pada penafsiran peta tersebut, maka
kegiatan illegal fishing dapat dicegah melalui tindakan – tindakan pencegahan yang dapat
diupayakan oleh instansi penegak hukum
Daftar Pustaka

Huda, K. 2018. Kepentingan Indonesia Dalam Mengangkat Isu Illegal Fishing Menjadi
Kejahatan Trasnational Organized Crime di PBB. eJournal Ilmu Hubungan
Internasional. Volume 6 No. 3: 1313 – 1324.
Lasabuda R. 2013. Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan Dalam Perspektif Negara
Kepulauan Republik Indonesia. Jurnal Ilmiah Platax Volume 1 – 2.
Muhsoni, F.F, M. Efendy, dan H. Triajie. 2009. Pemetaan Lokasi Fishing Ground dan
Status Pemanfaatan Perikanan di Perairan Selat Madura Jurnal Fisika FLUX
Volume 6 No.1 50 – 64.

Anda mungkin juga menyukai