Anda di halaman 1dari 54

KONSEP DASAR PNEUMONIA

1. DEFINISI
a. Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengensi jaringan paru (alveoli).
(DEPKES. 2006).
b. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. (Zuh Dahlan.
2006).
c. Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari
suatu infeksi. Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru, dengan
beberapa alveoli terisi cairan dan sel-sel darah.
d. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri;
merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang paling sering
menyebabkan kematian pada anak dan anak balita (Said 2007).
e. Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya berasal
dari suatu infeksi. (Price, 1995)
f. Pneumonia adalah suatu peradangan paru yang disebabkan oleh bermacam- macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (IKA, 2001)
g. Jadi bronkopnemonia adalah infeksi atau peradangan pada jaringan paru terutama
alveoli atau parenkim yang sering menyerang pada anak – anak

2. EPIDEMIOLOGI
Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan
serotipl sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%,
sedangkan pada anak ditemukan tipe 14,1,6,dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan
pada usia kurang dari 4 tahun dan berkurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia
lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumokokus- ditemukan pada orang dewasa dan
anak besar, sedangkan bronchopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan
anak.
Pneumonia sangat rentan terhadap anak berumur di bawah dua bulan, berjenis
kelamin laki-laki, tingkat sosioekonomi rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat
pelayanan kesehatan masih kurang, adanya penyakit kronis pada anak, kurang gizi, berat
badan lahir rendah, tidak mendapatkan ASI yang memadai, polusi udara, kepadatan
tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, dan defisiensi vitamin A.
Pneumonia juga merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, dan merupakan penyebab kematian
utama pada balita. Hasil penelitian yang dilakukan Departemen Kesehatan mendapatkan
pneumonia penyebab kejadian dan kematian tertinggi pada balita. Berbagai
mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain virus dan bakteri. Beberapa
faktor yang dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya pneumonia antara lain adalah
defek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, GE, aspirasi, dll.
Said (2007) menyatakan bahwa diperkirakan 75% pneumonia pada anak balita di
negara berkembang termasuk di Indonesia disebabkan oleh pneumokokus dan Hib. Di
seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita karena
pneumonia. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001
kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa
pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau hampir
300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit. Menunjuk angka-angka di atas bisa
dimengerti para ahli menyebut pneumonia sebagai The Forgotten Pandemic atau "wabah
raya yang terlupakan" karena begitu banyak korban yang meninggal karena pneumonia
tetapi sangat sedikit perhatian yang diberikan kepada masalah pneumonia. Tidak heran
bila melihat kontribusinya yang besar terhadap kematian balita pneumonia dikenal juga
sebagai "pembunuh balita nomor satu".

Senada dengan Said, Betz dan Sowden (2002) menyatakan bahwa insidens dari
pneumonia antara lain :
1. Pneumonia virus lebih sering dijumpai daripada pneumonia bakterial
2. Pneumonia streptokokus paling sering terdapat pada 2 tahun pertama kehidupan.
Pada 30 % anak dengan pneumonia yang berusia kurang dari 3 bulan dan pada 70
% anak dengan pneumonia yang berusia kurang dari 1 tahun.
3. Pneumonia pneumokokus mencakup 90 % dari semua pneumonia
4. Mikoplasma jarang menimbulkan pneumonia pada anak yang berusia 5tahun,
mereka berhubungan dengan 20 % kasus pneumonia yang di diagnosis pada pasien
antara umur 16 dan 19 tahun.
5. Pneumonia akan terjadi lebih berat dan lebih sering pada anak dan anak-anak kecil
6. Virus sinsisium respiratori merupakan penyebab terbesar dari kasus pneumonia
virus.
7. Infeksi virus saluran nafas atas adalah penyebab kematian kedua pada anak dan
anak kecil.
8. Pneumonia mikoplasma mencakup 10 sampai 20 % pneumonia yang dirawat di
rumah sakit.

3. ETIOLOGI
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif
seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri
gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.

3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan
udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah
serta kompos.

4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)

Menurut (Smeltzer, 2001) etiologi pneumonia, meliputi :

1) Pneumonia bakterial
Penyebab yang paling sering: Streptoccocus pneumonia
Jenis yan lain :
- staphiloccocus aureus menyebakan pneumonia stapilokokus
- Klebsiella pnemoniae menyebabkan pneumonia klebsiella
- Pseudomonas aerugilnosa menyebabkan pneumonia pseudomonas
- Haemophilus influenzae menyebabkan Haemophilus influenza

2) Pneumonia atipikal
Penyebab paling sering :

- Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma


Jenis lain :

- Legionella pneumophila menyebakan penyakit legionnaires


- Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
- Virus influenza tipe A, B, C menyebakan pneumonia virus
- Penumocyctis carini menyebakan pneumonia pnemosistis carinii (PCP)
- Aspergillus fumigates menyebakan pneumonia fungi
- Cipittaci menyebabkan pneumonia klamidia (pneumonia TWAR)
- Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis
(Smeltzer, 2001 : 568-570).

3) Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk kanker
payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah pengobatan selesai ini
menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan kimia biasanya karena mencerna kerosin
atau inhalasi gas menyebabkan pneumonitis kimiawi (Smeltzer, 2001 : 572). Karena
aspirasi/inhalasi (kandungan lambung) terjadi ketika refleks jalan nafas protektif
hilang seperti yang terjadi pada pasien yang tidak sadar akibat obat-obatan, alkohol,
stroke, henti jantung atau pada keadaan selang nasogastrik tidak berfungsi yang
menyebabkan kandungan lambung mengalir di sekitar selang yang menyebabkan
aspirasi tersembunyi. ( Smeltzer, 2001 :637)

Sedangkan dari sudut pandang sosial, penyebab pneumonia menurut Depkes RI (2005)
antara lain :
1. Status gizi anak
2. Imunisasi tidak lengkap
3. Lingkungan
4. Kondisi sosial ekonomi orang tua

4. PATOFISIOLOGI
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari anak sampai
usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan
penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah
yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada
tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit,
usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu
mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang
dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada
pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah.
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus,
bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di
paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat
menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah
kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia (Sipahutar, 2007).
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab mencapai
alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi cairan serosa ke
dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media bagi pertumbuhan bakteri.
Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat sehingga menghambat aliran oksigen ke
dalam perialveolar kapiler di bagian paru yang terkena dan akhirnya terjadi hipoksemia
(Engram 1998).
Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang khas
terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price, 1995 : 711) :
1. Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein
keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor,
disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir
setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang alveolar,
bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga
dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat
fibrinosa, paru-paru tampak berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara,
disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti
hepar).
3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin
yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru
tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di
dalam alveoli yang terserang.
4. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan
mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali
pada strukturnya semula. (Underwood, 2000 : 392).
5. KLASIFIKASI

Klasifikasi Pneumonia dapat dibagi menjadi :

1) Klasifikasi klinis
Klasifikasi tradisional, meninjau ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas:
a. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris yg klasik antara
lain awitan yg akut dgn gambaran radiologist berupa opasitas lobus,
disebabkan oleh kuman yang tipikal terutama S. pneumoniae, Klebsiella
pneumoniae, H. influenzae.
b. Pneumonia atipikal, ditandai dgn gangguan respirasi yg meningkat lambat
dgn gambaran infiltrate paru bilateral yg difus, disebabkan oleh organisme
atipikal dan termasuk Mycoplasma pneumoniae, virus, Chlamydia psittaci.
 Klasifikasi berdasarkan factor lingkungan dan penjamu, dibagi atas:
a. Pneumonia komunitas  sporadis atau endemic, muda dan orang tua
b. Pneumonia nosokomial  didahului oleh perawatan di RS
c. Pneumonia rekurens  mempunyai dasar penyakit paru kronik
d. Pneumonia aspirasi  alkoholik, usia tua
e. Pneumonia pd gangguan imun  pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS
 Sindrom klinis, dibagi atas :
a. Pneumonia bacterial, memberikan gambaran klinis pneumonia yang akut dgn
konsolidasi paru, dapat berupa :
- Pneumonia bacterial atipikal yang terutama mengenai parenkim paru
dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar
- Pneumonia bacterial tipe campuran dengan presentasi klinis atipikal yaitu
perjalanan penyakit lebih ringan (insidious) dan jarang disertai konsolidasi
paru. Biasanya pada pasien penyakit kronik
b. Pneumonia non bacterial
Dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan oleh Mycoplasma, Chlamydia
pneumoniae.
 Area paru-paru yang terkena.
a. Pneumonia lobaris : area yang terkena yang meliputi satu lobus atau lebih.
b. Bronkopneumonia : proses pneumonia yang dimulai di bronkus dan
menyebar ke jaringan paru sekitar.
2) Klasifikasi berdasarkan etiologi, dibagi atas :
a. Bakterial : Streptokokus pneumonia, Streptokokus aureus, H. influenza,
Klebsiella,dll
b. Non bacterial : tuberculosis, virus, fungi, dan parasit

Pneumonia dikelompokkan berdasarkan sejumlah sistem yang berlainan. Salah satu


diantaranya adalah berdasarkan cara diperolehnya, dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Community-acquired (diperoleh diluar institusi kesehatan)
Pneumonia yang didapat diluar institusi kesehatan paling sering disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae.
2. Hospital-acquired (diperoleh di rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya).
Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih serius karena pada
saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh penderita untuk
melawan infeksi seringkali terganggu. Selain itu, kemungkinannya terjadinya infeksi
oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik adalah lebih besar.

Secara klinis, pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer maupun sebagai
komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis pneumonia dikenal sebagai
berikut:
1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih
lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau
“ganda”.
2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat
mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada
didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar
(interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.

Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, virus,


atipikal (mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi asing. Pneumonia jarang terjadi
yang mingkin terjadi karena histomikosis, kokidiomikosis, dan jamur lain.
1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial. Terlihat pada
anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA virus, dan jumlah
RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau berat. Gejalanya bervariasi, dari
ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa demam
tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada awal
penyakit. Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi.
2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di musim
gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi hidup yang padat
penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik umum seperti demam,
mengigil (pada anak yang lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia. Yang
diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya batuk
bersifat tidak produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai mukopurulen atau
bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area paru.
3. Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan pneumonia
streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia lain, mikro-organisme
individual menghasilkan gambaran klinis yang berbeda. Awitannya tiba-tiba, biasanya
didahului dengan infeksi virus, toksik, tampilan menderita sakit yang akut , demam,
malaise, pernafasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat dengan
nafas dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus.

Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia, pneumonia


dapat diklasifikasikan:
1. Usia 2 bulan – 5 tahun
a. Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat dengan
adanya tarikan dinding dada bagian bawah.
b. Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu pada usia 2 bulan
– 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih, dan pada usia 1-5 tahun 40
x/menit atau lebih.
c. Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa dapat disertai
dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada bagian bawah dan tanpa adanya
nafas cepat.

Berdasarkan pedoman MTBS (2000), pneumonia dapat diklasifikasikan secara


sederhana berdasarkan gejala yang ada. Klasifikasi ini bukanlah merupakan diagnose
medis dan hanya bertujuan untuk membantu para petugas kesehatan yang berada di
lapangan untuk menentukan tindakan yang perlu diambil, sehingga anak tidak terlambat
penanganan. Klasifikasi tersebut adalah:
1. Pneumonia berat atau penyakit sangat berat, apabila terdapat gejala :
 Ada tanda bahaya umum, seperti anak tidak bisa minum atau menetek, selalu
memuntahkan semuanya, kejang atau anak letargis/tidak sadar.
 Terdapat tarikan dinding dada ke dalam.
 Terdapat stridor ( suara napas bunyi ‘grok-grok’ saat inspirasi )

2. Pneumonia, apabila terdapat gejala napas cepat, batasan nafas cepat adalah :
 Anak usia 2 – 12 bulan apabila frekuensi napas 50 x/menit atau lebih.
 Anak Usia 1 – 5 tahun apabila frekuensi napas 40 x/menit atau lebih.

3. Batuk bukan Pneumonia, apabila tidak ada tanda – tanda atau penyakit sangat berat.

6. MANIFESTASI KLINIS
Suriadi dan Rita (2001) menyebutkan manifestasi klinis yang terdapat pada
penderita pneumonia, yaitu :

1. Serangan akut dan membahayakan 4. Reles (ronchi)


2. Demam tinggi (pneumonia virus 5. Wheezing
6. Sakit kepala, malaise
bagian bawah)
7. Nyeri abdomen
3. Batuk

Manifestasi klinis :
 Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik secara
mendadak (38 – 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).
 Gejala khas :
a. Sianosis pada mulut dan hidung.
b. Sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung.

c. Gelisah, cepat lelah.

 Batuk mula-mula kering produktif.


 Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia.

Manifestasi klinis pada anak


 Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum,
napas cuping hidung, sesak napas, merintih dan sianosis. Anak yang lebih besar
dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut
tertekuk karena nyeri dada. Tanda Pneuomonia berupa retraksi atau penarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi
nafas, perkusi pekak, fremitrus melemah. Suara napas melemah, dan ronkhi.
(Mansjoer,2000,hal 467 )
 Gejala penyakit pneumonia berupa napas cepat dan sesak napas, karena paru
meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak
50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40
kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak
dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pneumonia. Pneumonia berat ditandai
dengan adanya batuk juga disertai kesukaran bernafas, napas sesak atau penarikan
dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5
tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga pneumonia sangat berat, dengan gejala
pneumonia sangat berat, dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala
sianosis sentral dan tidak dapat minum.
 Menurut Muttaqin (2008) pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi
selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulen
kekuningan, kehijauan, kecoklatan atau kemerahan, dan sering kali berbau busuk.
Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil (onset mungkin
tiba – tiba dan berbahaya ). Adanya keluhan nyeri dada pleuritis, sesak napas,
peningkatan frekuensi pernapasan, lemas dan nyeri kepala.

7. PEMERIKSAAN FISIK

Pemerikasaan Fisik pada anak


1. Inspeksi
Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan cuping
hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri
dada pada waktu menarik napas. Batasan takipnea pada anak berusia 12 bulan – 5
tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding
dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada
kedalam akan tampak jelas.
2. Palpasi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin
meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan atau
tachycardia.
3. Perkusi
Suara redup pada sisi yang sakit.
4. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung /
mulut anak. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara dengan
stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit,
dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi, bronkofoni,
kadang terdengar bising gesek pleura (Mansjoer,2000).

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang menurut Betz dan Sowden (2002) dapat dilakukan antara lain :

1. Kajian foto thorak– diagnostic, digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan
status pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada paru)
2. Nilai analisa gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner sehubungan
dengan oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis untuk menetapkan adanya anemia, infeksi
dan proses inflamasi
4. Pewarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin– mengesampingkan kemungkinan TB jika anak tidak
berespons terhadap pengobatan
6. Jumlah leukosit– leukositosis pada pneumonia bakterial
7. Tes fungsi paru, digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas dan
beratnya penyakit dan membantu mendiagnosis keadaan
8. Spirometri statik, digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi
9. Kultur darah – spesimen darah untuk menetapkan agens penyebabnya seperti virus
dan bakteri
10. Kultur cairan pleura– spesimen cairan dari rongga pleura untuk menetapkan agens
penyebab seperti bakteri dan virus
11. Bronkoskopi, digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-cabang utama dari
pohon trakeobronkhial; jaringan yang diambil untuk diuji diagnostik, secara
terapeutik digunakan untuk menetapkan dan mengangkat benda asing.
12. Biopsi paru– selama torakotomi, jaringan paru dieksisi untuk melakukan kajian
diagnostik.

Sedangkan menurut Engram (1998) pemeriksaan penunjang meliputi


1. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan predominan
polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk.
2. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-100.000/mm. Protein di
atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah.
3. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan dapat
menyokong diagnosa.
4. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.

Pemeriksaan mikrobiologik
1. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum darah,
aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.
2. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi paru.

Pemeriksaan imunologis
1. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepa
2. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman penyebab.
3. Spesimen: darah atau urin.
4. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex
agglutination, atau latex coagulation.

Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap


mikroorganisme penyebab pneumonia.
a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari infiltrasi ringan
sampai bercak-bercak konsolidasi merata (bronkopneumonia) kedua lapangan paru
atau konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Anak dan anak-anak
gambaran konsolidasi lobus jarang ditemukan.
b. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan bronkopneumonia
difus atau infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi pleura yang berat, kadang
terdapat adenopati hilus.
c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada permulaan
penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak, kemudian memadat dan
mengenai keseluruhan lobus atau hemithoraks. Perpadatan hemithoraks umumhya
penekanan (65%), < 20% mengenai kedua paru.
9. PENATALAKSANAAN

Pengobatan umum pasien – pasien pneumonia biasanya berupa pemberian antibiotik


yang efektif terhadap organism tertentu, terapi oksigen untuk menanggulangi hipoksemia
dan pengobatan komplikasi seperti pada efusi pleura yang ringan, obat pilihan untuk
penyakit ini adalah penisilin G. (patofisiologi page 806).
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu perlu
waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya:
 Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
 Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
 Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi menunjukkan tanda-tanda
 Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
 Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.

Terapi suportif yang bisa dilakukan, antara lain:


 Berikan oksigen
 Lakukan fisioterapi dada (lakukan hanya pada daerah yang terdapat sekret )
Tahapan fisioterapi
1. INHALASI
Inhalasi adalah pengobatan dengan cara memberikan obat dalam bentuk uap
kepada pasien langsung melalui alat pernapasannya (hidung ke paru-paru). Alat
terapi inhalasi bermacam-macam. Salah satunya yang efektif bagi anak adalah alat
terapi dengan kompresor (jet nebulizer). Cara penggunaannya cukup praktis yaitu
anak diminta menghirup uap yang dikeluarkan nebulizer dengan menggunakan
masker. Obat-obatan yang dimasukkan ke dalam nebulizer bertujuan melegakan
pernapasan atau menghancurkan lendir. Semua penggunaan obat harus selalu
dalam pengawasan dokter. Dosis obat pada terapi inhalasi jelas lebih sedikit tapi
lebih efektif ketimbang obat oral/obat minum seperti tablet atau sirup, karena
dengan inhalasi obat langsung mencapai sasaran. Bila tujuannya untuk
mengencerkan lendir/sekret di paru-paru, obat itu akan langsung menuju ke sana.

2. PENGATURAN POSISI TUBUH


Tahapan ini disebut juga dengan postural drainage, yakni pengaturan posisi
tubuh untuk membantu mengalirkan lendir yang terkumpul di suatu area ke arah
cabang bronkhus utama (saluran napas utama) sehingga lendir bisa dikeluarkan
dengan cara dibatukkan. Untuk itu, orang tua mesti mengetahui di mana letak
lendir berkumpul.
Caranya:
* Setelah letak lendir berhasil ditemukan (dengan melihat hasil rontgen atau
dengan penjelasan dari dokter mengenai letak dari sekret di paru-paru), atur
posisi anak.
- Bila lendir berada di paru-paru bawah maka letak kepala harus lebih rendah
dari dada agar lendir mengalir ke arah bronkhus utama. Posisi anak dalam
keadaan tengkurap.
- Kalau posisi lendir di paru-paru bagian atas maka kepala harus lebih tinggi
agar lendir mengalir ke cabang utama. Posisi anak dalam keadaan telentang.
- Kalau lendir di bagian paru-paru samping/lateral, maka posisikan anak dengan
miring ke samping, tangan lurus ke atas kepala dan kaki seperti memeluk
guling.

3. PEMUKULAN/PERKUSI
Teknik pemukulan ritmik dilakukan dengan telapak tangan yang melekuk pada
dinding dada atau punggung. Tujuannya melepaskan lendir atau sekret-sekret
yang menempel pada dinding pernapasan dan memudahkannya mengalir ke
tenggorok. Hal ini akan lebih mempermudah anak mengeluarkan lendirnya.
Caranya:
* Lakukan postural drainage. Bila posisinya telentang, tepuk-tepuk (dengan
posisi
tangan melekuk) bagian dada sekitar 3-5 menit. Menepuk anak cukup dilakukan
dengan menggunakan 3 jari.
* Dalam posisi tengkurap, tepuk-tepuk daerah punggungnya sekitar 3-5 menit.
* Dalam posisi miring, tepuk-tepuk daerah tubuh bagian sampingnya. Setelah
itu lakukan vibrasi (memberikan getaran) pada rongga dada dengan
menggunakan tangan (gerakannya seperti mengguncang lembut saat
membangunkan anak dari tidur). Lakukan sekitar 4-5 kali.

 Observasi tanda vital


 Kaji dan catat pengetahuan serta partisipasi keluarga dalam perawatan, misalnya,
pemberian obat serta pengenalan tanda dan gejala inefektivitas pola napas.
Ciptakan lingkungan yang nyaman
10. KOMPLIKASI
a. Demam menetap / kambuhan akibat alergi obat
b. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena obstruksi
bronkus oleh penumukan sekresi
c. Efusi pleura (terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura)
d. Empiema (efusi pleura yang berisi nanah)
e. Delirium terjadi karena hipoksia
f. Super infeksi terjadi karena pemberian dosis antibiotic yang besar. Ex: penisilin
g. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
h. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
i. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

11. PROGNOSIS
Dengan pengobatan sebagian tipe dari pneumoni karena bakteri dapat diobati
dalam 1-2 minggu. Pneumoni karena virus mungkin berakhir lama, pneumonia karena
mikoplasma memerlukan 4-5 minggu. Hasil akhir dari episode pneumoni tergantung
dari bagaimana seseorang sakit, kapan dia didiagnosis pertama kali. (fransisca S. 2000)
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan
yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
KONSEP TEORI TB PARU
1. Definisi
 Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis atau basil tuberkel yang tahan asam. Penularan melalui udara apabila
pasien yang menderita TB dalam paru-paru atau tenggorokan batuk,bersin atau
berbicara sehingga kuman atau basil dilepaskan ke udara. Kuman atau basil bertahan
beberapa jam dalam suhu kamar,dan jika ada orang di sekitar penderita maka
bakteri/basil akan mudah menular ke semua orang di sekitarnya yang kontak dengan
penderita.
 Tuberculosis disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini berbentuk
batang dan berbentuk batang panjang 1 – 4 µm, dengan tebal 0,3 – 0,5 µm. Sebagian
besar komponen Mycobacterium Tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga
kuman mampu bertahan terhadap asam serta sanagat tahan terhadap zat kimia dan
faktor fisisk. Mikroorganisme ini bersifat aerob. Menyukai daerah yang banyak
oksigen. Seperti apeks paru yang kandungan oksigennya tinggi (Somantri Irman,
2010).
 Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang
dapat hidup terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial
tinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke
hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi
awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat
mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun
 Kuman ini terutama menyerang parenkin paru dan dapat juga ditularkan ke bagian
tubuh lainnya, terutama meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe
 Mycobacterium tuberculosis biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah
(droplet), dari satu individu ke individu lainnya. Kuman ini juga dapat masuk ke
tubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti susu tercemar yang tidak dipasteurisasi,
atau kadang-kadang melalui lesi kulit.

Klasifikasi
1) Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis
dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
tuberculosis
2) Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa
tipe pasien yaitu :
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh ataupengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif
/ perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :
- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)
- TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten
menangani kasus tuberkulosis
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil
obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif
pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir
pengobatan.
e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik
f. Kasus Bekas TB
- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran
radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat
akan lebih mendukung
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi
3) Berdasarkan terapi WHO
a. Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru
dengan batuk TB berat
b. Kategori II : ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum
BTA positif
c. Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negative dengan kelainan paru yang
tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I.
d. Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006)

2. Prognosa Penyakit
a. Tuberkulosis primer
Penularan tuberkulosis paru karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet nuclei di udara. Partikel infeksi ini dapat menetap di udara bebas
selama 1-2 jam, tergantung ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan
kadar kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap, kuman dapat bertahan berhari
– hari sampai berbulan – bulan. Bila partikel infeksi ini terhirup oleh orang sehat,
kuman akan menempel pada saluran nafas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk
ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama
kali oleh netrofil, kemudian oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau
dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan
silia dengan sekretnya (Sudoyo, 2009).
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Di sini kuman terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang
bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan
disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) ghon. Sarang primer ini
dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka
terjadilah efusi pleura. Kuman juga dapat masuk melalui saluran gastrointestinal,
jaringan limfe, orofaring dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri
masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal,
tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian
paru menjadi TB milier (Sudoyo, 2009).
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal dan limfadenitis regional
sama dengan kompleks primer. Semua proses ini membutuhkan waktu 3-8 minggu.
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
1) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis – garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus atau kompleks sarang ghon, keadaan ini terdapat pada lesi
pneumonia yang luasnya > 5 mm dan ± 10% di antaranya dapat terjadi
reaktivasi lagi karena kuman yang dormant
3) Berkomplikasi dan menyebar secara:
- perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya,
- secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di
sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah
sehingga menyebar ke usus
- secara limfogen, ke organ – organ tubuh lain,
- secara hematogen, ke organ tubuh lainnya Semua kejadian diatas
tergolong dalam perjalanan tuberculosis primer. (Sudoyo, 2009)
b. Tuberculosis Pasca Primer (Sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post
primer/TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder
terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna,
diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang
dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus superio atau
inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru – paru dan tidak ke nodus hiler
paru (Sudoyo, 2009).
Sarang dini mula – mula juga terbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10
minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel – sel
histiosit dan sel Datia Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh
sel – sel limfosit dan berbagai jaringan ikat (Sudoyo, 2009). TB pasca primer juga
dapat berasal dari infeksi eksogen usia muda menjadi TB usia tua (elderly
tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas pasien,
sarang dini ini dapat menjadi:
- Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
- Sarang yang mula – mula meluas, tatapi segera menyembuh dengan serbukan
jaringan fibrosis.
Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang
dini yang meluas sebagai granuloma menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan
bagian tengahnya mengalami nekrosis. Menjadi lembek membentuk jaringan keju.
Bila jaringan keju dibatukkan keluar maka akan menjadi kavitas. Kavitas ini mula –
mula berdinding tipis, lama- lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan
fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik).
Di sini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat:
- Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas
masuk ke peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Dapat juga masuk
ke paru sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan selanjutnya ke usus jadi
TB usus.
- Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma
ini dapat menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi.
- Bersih dan menyembuh disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh
dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang – kadang berakhir sebagai
kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk bintang disebut stellate shaped.

3. Epidemiologi
Pada tahun 2004, angka kasus TB yang lebih besar dari rata-rata orang Amerika
Serikat teramati pada populasi ras/ethnis tertentu : Hispanik, kulit hitam, dan Asia yang
tinggal di Amerika, secara berturut-turut 7,5; 8,3; dan 20 kali lebih tinggi frekuensinya
dibandingkan kulit putih.Keturunan Hispanik meningkat 1,2% penderitanya dari tahun
2003 ke 2004.Hampir lebih dari setengah (53,7%) kasus Amerika Serikat adalah individu
keturunan non-Amerika. (Corwin EJ, 2009)
Penderita Paru pada pria lebih tinggi dibandingkan dengan wanita, ditunjukkan
dengan data profil kesehatan 2005 menyatakan bahwa di Indonesia jumlah TB Paru pada
pria 58,70 % (93.114 kasus) sedangkan wanita 41,30 % (65.526 kasus).
Berdasarkan sumber tersebut angka prevalensi semua tipe kasus TB, insiden semua
tipe kasus TB dan kasus baru TB paru BTA positif dan kematian menujukkan bahwa
pada tahun 2007 prevalensi semua tipe TB sebesar 244 per 100.000 penduduk atau
sekitar 565.614 kasus semua tipe TB, insiden semua tipe TB sebesar 228 per 100.000
penduduk atau sekitar 528.063 kasus semua tipe TB, insiden kasus baru TB BTA positif
sebesar 102 per 100.000 penduduk atau sekitar 236.009 kasus baru TB paru BTA positif
sedangkan kematian TB 39 per 100.000 penduduk atau 250 orang per hari.
Di Indonesia pada tahun 2007semua prevalensi semua tipe TB sebesar244 per
100.000 penduduk atau sekitar 565.614 terkena TB. Berdasarkan survei secara umum
menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, khususnya mulai tahun 2003 sampai
dengan 2006 terjadi peningkatan yang signifikan, meskipun pada tahun 2007dan 2009
terjadi penurunan (Himpunan Dokter Paru Indonesia, 2012).

4. Patogenesis TB
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme
imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya
sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil
kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi
dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya
akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan
paru disebut Fokus Primer GOHN.
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus
primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis)
dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru
bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus,
sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe
regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan
pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak
masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya
berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam
masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah
yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik
kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap
tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks
primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh
terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif
terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah
kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada
sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun
seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB
dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB
baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna
focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama
bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis
perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus
sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau
paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena
reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus
akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami
inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus,
sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat
menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan
pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-
konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit
sistemik.
Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB
menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala
klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang
biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang,
ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi
tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk
imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya.
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya
oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya
tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus
reaktivasi. Fokus potensial di apeks paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun-tahun
kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat mengalami
reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan
lain-lain.
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah
besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB
diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi.
Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta
frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak
adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada
balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread
dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan
mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi
diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi
anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi
merupakan granuloma.
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic
spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan menyebar ke saluran
vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam
darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan
acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang.
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya
sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak,
yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0.5-
3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini
biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi
segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu
yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung
pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi
kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang
terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB.
TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi
dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25
tahun setelah infeksi primer (Werdhani, RA, 2002).

5. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah kuman Mycobakterium Tuberculosis. Sejenis kuman
yang bersifat tahan asam sehingga membuat kuman lebih tahan terhadap gangguan kimia
dan fisik. Mycobacterium tuberculosis itu akan menular dari orang ke orang oleh
transmisi melalui udara, individu terinfeksi melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa atau
bernyanyi melepaskan droplet besar (lebih besar dari 100 mikro) dan kecil (1-5 mikro),
droplet yang besar akan menetap, sementara yang kecil tertahan di udara dan dihirup
oleh individu (Zulkifli & Asril, 2006).
Tuberculosis (TB) disebabkan oleh agens infeksius utama , myobacterium
tuberculosis adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif
terhadap panas dan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-
0,6/um. Selain itu, M.Tuberculosis merupakan basil yang non-motile,non-spora,dan
terdiri dari lipid/asam lemak yang tinggi. Lipid inilah yang membuat bakteri ini lebih
tahan asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.Basil ini dapat ditularkan
melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu individu ke individu lainnya, dan
membentuk kolonisasi di bronkiolus atau alveolus. Kuman juga dapat masuk ke tubuh
melalui ingesti susu tercemar yang tidak di pasteurisasi,atau kadang-kadang melalui lesi
kulit.
Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat seperti di Negara-negara
berkembang.
Kegagalan program TB selama ini diakibatkan oleh:
1. Tidak memadainya komitmen politik dan perdagangan
2. Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kutrang terakses oleh masyarakat,
penemuan kasus/diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya,
tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dsb)
3. Perubahan de,ografik karena meningkatkan penduduk dunia dan bahan struktur umum
kependudukan
4. Dampak pandemic infeksi HIV
(Pedoman Nasional Penanggulangan TB, Depkes RI 2006)

6. Faktor Resiko
a. Faktor Sosial Ekonomi.
Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan,
lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan penularan
TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena
pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi
syarat-syarat kesehatan.
b. Status Gizi.
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain- lain,
akan mempengaruhi daya tahan tubuh sesoeranga sehingga rentan terhadap penyakit
termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh
dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.
c. Umur.
Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usaia produktif (15
– 50) tahun. Dewasa ini dengan terjaidnya transisi demografi menyebabkan usia
harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem
imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit,
termasuk penyakit TB-Paru.
d. Jenis Kelamin.
Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan
perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta
perempuan yang meninggal akibat TB-Paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum
perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB-Paru
dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin
laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol
sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar
dengan agent penyebab TB-Paru.
e. Jenis pekerjaan
Pekerjaan yang lebih sering terpapar udara kotor (penambang pasir) dapat
meningkatkan morbiditas gejala penyakit saluran pernapasan. Selain itu, jenis
pekerjaan mempengaruhi pendapatan keluarga yang berdampak pada pola hidup
sehari-hari seperti konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan, dan kondisi tempat
tinggal.
f. Kepadatan rumah
Kepadatan penghuni merupakan suatu proses penularan penyakit. Semakin padat
maka perpindahan penyakit, khususnya penyakit menular melalui udara akan
semakin mudah dan cepat, apalagi terdapat anggota keluarga yang menderita TB
dengan BTA positif. Kepadatan hunian ditempat tinggal penderita TB paru paling
banyak adalah tingkat kepadatan rendah. Suhu didalam ruangan erat kaitannya
dengan kepadatan hunian dan ventilasi rumah. Kondisi kepadatan hunian perumahan
atau tempat tinggal lainnya seperti penginapan, panti-panti tempat penampungan
akan besar pengaruhnya terhadap risiko penularan. Di daerah perkotaan (urban)
yang lebih padat penderita TB lebih besar. Sebaliknya di daerah rural akan lebih
kecil kemungkinannya.
Ventilasi cukup menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar, sehingga
keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga. Ventilasi
yang baik juga menjaga dalam kelembaban (humidity) yang optimum. Kelembaban
yang optimal (sehat) adalah sekitar 40–70%. Kelembaban yang lebih Dari 70% akan
berpengaruh terhadap kesehatan penghuni rumah. Kelembaban udara di dalam
ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.
Kelembaban Ills merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen
(penyebab penyakit).
Cahaya matahari cukup, tidak lebih dan tidak kurang, dimana cahaya matahari ini
dapat diperoleh dari ventilasi maupun jendela/genting kaca. Suhu udara yang ideal
dalam rumah antara 18-30°C. Suhu optimal pertumbuhan bakteri sangat bervariasi,
Mycobacterium tuberculosis tumbuh optimal pada suhu 37°C. Paparan sinar
matahari selama 5 menit dapat membunuh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri
tahan hidup pada tempat gelap, sehingga perkembangbiakan bakteri lebih banyak di
rumah yang gelap.
g. Penyakit lain
Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalnya
diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi)
h. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif
i. Individu imunosupresif (Termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang dalam
terapi kortikosteroid atau mereka yang terinfeksi dengan HIV)
j. Pengguna obat-obatan IV dan alkoholik
k. Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma, tahanan, etnik,
dan ras minoritas terutama anak-anak dibawah usia 15 tahun atau dewasa muda
antara yang berusia 15-44 tahun)
l. Balita tanpa imunisasi BCG
m. Seseorang yang kurang olahraga akan meningkatkan resiko terkena TB

7. Manifestasi Klinis
Gejala utama: batuk terus menerus dan berdahak selama 3minggu /lebih.
Gejala respiratorik
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula- mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan
bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis
atau bercak- bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya
batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada
hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura terkena.
Gejala Sistemik
a. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
b. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasa kan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza
dan bersifat hilang timbul
c. Penurunan nafsu makan dan berat badan
d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah badan, kurangnya tidur dan kebutuhan
nutrisinya yang tidak terpenuhi karena nafsu makannya menurun.
Gejala Khusus
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang
disertai sesak.
b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini
akan keluar cairan nanah.
d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
e. Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau
diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang
kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif.
Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru
dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan
serologi/darah.

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Teknik PCR (Polymerase Chain Reaction)
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap
sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam specimen.
Juga dapat mendeteksi adanya resistensi
b. Tes Peroksida Anti Peroksidase (PAP)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase mengunakan alat histogen
imunoperoksidase skrining untuk menentukan IgG sepesifik terhadap basil
tuberkulosis paru.
c. Bronchografi
Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan
paru karena TB.
d. Pemeriksaan Laboratorium
 Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif
penyakit
 Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah)
: Positif untuk basil asam-cepat.
 Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau
lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan
infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan
penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti
bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh
mikobakterium yang berbeda.
 Anemia bila penyakit berjalan menahun
 Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
 LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal
pada tahap penyembuhan.
 GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
 Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis.
 Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh
hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB
paru kronis luas.
e. Radiologi
 Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi
sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat
termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih berat
dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi
yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
 Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus
atau kerusakan paru karena TB.
 Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah penebalan pleura,
efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen
dipinggir paru atau pleura).
f. Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu:
kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi
parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural.

9. Penatalaksanaan
Menurut Somantri Irman, 2010
a. Promotif
 Penyuluhan kepada masysrakat apa itu TBC
 Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya ,cara penularan,cara
encegahan.faktor resiko TB
 Mensosialisasikan BCG di masyrakat
b. Preventif
 Vaksinasi BCG
 Menggunakan Isoniazid (INH)
 Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab
 Bila ada gejala-gejala TBC segera ke RS/ Puskesmas,agar dapat diketahui sejak
dini
c. Kuratif
 Pemberian obat anti mikroba dalam jangka waktu yang lama
 Kombinasi isoniazid(hidrazid asamisonikotinat = INH) dengan etambutol
(EMB) / rifampisin (RIF). Dosis INH untuk dewasa 5 – 10 mg/kg atau sekitar
300 mg/kg EMB , 25 mg/kg selama 60 hari kemudian 15 mg/kg dan RIF 600
mg sehari sekali.
 American Thoracic Socisty (ATS) merekomendasikan kemoterapi jangka
penedek dengan penderita TB paru 6 / 9 bulan.
 Fisioterapi dan Rehabilitasi dan konsultasi secara teratur.

d. Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES 2002, yaitu:


Tujuan pengobatan TB
 Menyembuhkan penderita
 Mencegah kematian
 Mencegah kekambuhan
 Menurunkan tingkat penularan
Jenis dan dosis obat
Dosis Yang
Jenis OAT Sifat Direkomendasikan (mg/kg)
Harian 3X Seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 10
(4-6) (8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 10
(8-12) (8-12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 35
(20-30) (30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15 15
(12-18) (12-18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 30
(15-20) (20-35)

Prinsip pengobatan
Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman
persister) dapat dibunuh.Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai
dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Aapabila paduan obat yang
digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC
akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). uNtuk menjamin kepatuhan
penderita menelan obot, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung
(DOT=Direcly Observed Treatment) oleh seorang pengawas Menelan Obat (PMO )
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap Intensif
 Pada tahap intensif ( awal ) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT terutama
rifampisin .
 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat biasanya penderita
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu
 sebagian besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada
akhir pengobatan intensif.
 Pengawasan Ketet dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya
kekebalan obat.
Tahap Lanjutan
 Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit , namum dalam
jangka waktu yang lebih lama.
 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.

Paduan OAT di Indonesia


Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak dengan tujuan
untuk memudahkam pemberian obat dan menjamin kelangsungan ( kontinuitas )
pengobatan sampai selesai satu paket untuk satu penderita dalam satu masa
pengobatan.
WHO dan IUATLD ( Internatioal Union Against Tuberculosis and lung
Disease ) merekomendasikan paduan OAT Standar yaitu :
Kategori 1 ( 2HRZE / 4H3R3 )
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid ( Z) dan
Etambutol (E) Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE).
Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari isoniasid ( H) dan
Rifampisin ( R ) diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan ( 4 H 3R3 ).
Obat ini diberikan untuk :
 Penderita baru TBC Paru BTA Positif
 Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen positif yang “ sakit berat “ dan
 Penderita TBC Ekstra Paru berat.
Panduan OAT Kategori 1

Dosis Per hari / Kali


Jumlah hari/
Tahap Lamanya Tablet Kaplet Tablet Tablet
kali menelan
pengobatan Pengobatan Isoniasid Rifampisin Pirasinamid Etambutol
obat’
@ 300 mg @ 450 mg @500 mg @ 250 mg
Tahap
2 Bulan 1 1 3 3 60
Intensif
Tahap
lanjutan
4 Bulan 2 1 - - 54
( Dosis 3 X
seminggu )
Keterangan : dosis tersebut diatas untuk penderita dengan B antara 33-50 kg.
Satu paket kombipak kategori 1 berisi 114 blister harian yang terdiri dari 60 blister
HRZE untuk tahap intensif dan 54 blister. HRH untuk tahap lanjutan masing-masing
dikemas dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar.

Kategori 2 ( 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3 )


Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan
Isoniasid (H), Rifampisin ( R), Pirasinamid ( Z ),dan Etambutol (E) setiap hari .
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang
diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin
diberikan setelah pemderita selesai menelan obat.
Obat ini diberikan untuk :
 Penderita kambuh ( relaps )
 Penderita Gagal ( failure )
 Penderita dengan Pengobatan setelah lalai ( after default )

Panduan OAT Kategori 2


Tablet Kaplet Tablet Jumlah
Etambutol Streptomisin
Tahap Lamanya Isoniasid Rifampisin Pirasinam id Hari / Kali
Tablet Tablet Injeksi
Pengobatan @ 300 @ 450 mg @ 500mg Menelan
@250 @500
mg Obat
mg mg
Tahap
2 bulan 1 1 3 3 - 60
Intensif 0,75 gr
1 bulan 1 1 3 3 - 30
(dosis
harian)
Tahap
Lanjutan
5 bulan 2 1 - 1 2 - 66
(dosis
3x1
minggu) Keterangan : dosis tersebut diatas untuk penderita dengan BB antara 33-50 kg.
Satu paket kombipak kategori 2 berisi 156 blister harian yang terdiri dari 90 blister
HRZE untuk tahap intensif dan 66 blister. HRE untuk tahap lanjutan masing-masing
dikemas dalam dos kecil dan disatukan d alam 1 dos besar disamping itu disediakan
30 vial streptomicin @ 1,5 gr dan pelengkap pengobatan ( 60 spuit dan aquabidest )
untuk tahap intensif.

Kategori 3 ( 2HRZ / 4H3R3 )


Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan ( 2HRZ )
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu ( 4H3R3 ).
Obat ini diberikan untuk :
 Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan
 Penderita ekstra paru ringan yaitu TBC kelenjar limfe ( limfadenitis ) pleuritis
eksudativa unilateral TBC kulit , tbc tulang ( kecuali tulang belakang ) sendi dan
kelenjar aderenal.

Panduan OAT Kategori 3

Tablet Kaplet Tablet Jumlah


Tahap Lamanya hari
Isoniadid Rifampisin Pirasinamid
Pengobatan Pengobatan menelan
@ 300 mg @ 450 mg @500 mg
obat
Tahap intensif
2 bulan 1 1 3 60
(dosis harian )
Tahap
Lanjutan 4 bulan 2 1 - 54
(dosis 3x1
minggu )
Keterangan : dosis tersebut diatas untuk penderita dengan BB antara 33-50 Kg.
Satu paket kombipak kategori 3 berisi 114 blister harian yang terdiri dari 60 blister
HRZ untuk tahap intensif dan 54 bliter. HR untuk tahap lanjutan masing masing di
kemas dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar

OAT Sisipan( HRZE )


Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 hasil
pemeriksaan dahak masih BTA positif diberikan obat sisipan ( HRZE ) setiap hari
selama 1 bulan
Panduan OAT Sisispan

Tablet Kaplet Tablet Tablet Jumlah


Tahap Lamanya
Isponiasid Rifampisin Pirasnandi Etambutol hari/kali
Pengobatan Pengobatan
@300 mg @450 mg @500 mg @250 mg menelan
Tahap obat

Intensif 1 bulan 1 1 3 3 30
(dosis
Keterangan : dosis tersebut diatas untuk penderita dengan BB antara 33 – 50 kg.
Satu paket obat sisipan berisi 30 blister HRZE yang dikemas dalam 1 dos kecil.

e. Pengobatan pada keadaan khusus


1. Wanita hamil
Pada prinsipnya pengobatan TBC pada wanita hamil tidak berbeda dengan
pengobatan TBC pada umumnya Semua Jenis OAT aman untuk wanita hamil
kecuali streptomisin . Streptomisin tidak dapat dipakai pada wanita hamil karena
bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini
akan mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang
menetap pada bayi yang akan dilahirkan nya . Perlu dijelaskan kepada ibu hamil
bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahira
dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkannya terhindar dari
kemungkinan penularan TBC.
2. Ibu menyusui dan lbayinya
Pada Prinsipnya pengobatan TBC pada ibu menyusui tidak berbeda dengan
pengobatan pada umunya Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui seorang
ibu menyusui yang menderita TBC harus mendapat paduan OAT secara adekuat.
Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penuluran
kuman TBC kepada bayinya ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut
dapat terus menyusui , Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada
bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.
3. Wanita Penderita TBC pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal ( pil KB. Sntikan KB,
Susuk KB ), Sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang
wanita penderita TBC seyogyanya menggunakan kontrasepsi non hormonal atau
kontrasepsi yang mengandyng estrogen dosis tinggi ( 50 mcg)
4. Penderita TBC dengan infeksi HIV/AIDS
Prosedur pengobatan TBC pada penderita dengan infeksi HIV/AIDS adalah
sama seperti penderita TBC lainnya. Obat TBC pada penderita HIV/AIDS sama
efektifnya.
5. Penderita TBC dengan hepatitis akut
Pemberian OAT pada penderita TBC dengan hepatitis akut dan atau Klinis
ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan . Pada
keadaan dimana pengobatan TBC sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin
(S) dan Etambutol ( E ) maksimal 3 bulan sampai hapatitisnya menyembuh dan
dilanjutkan dengan Rifampisin ( R ) dan Isoniasid ( H ) selama 6 bulan.
6. Penderita TBC dengan kelaian hati kronik
Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati. Dianjurkan pemeriksaan faal hati
sebelum pengobatan TBC kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali
OAT harus dihentikan . Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan
dapat diteruskan dengan pengawasan ketat. Penderita dengan kelainan hati,
Pirasinamid ( Z ) tidak boleh digunakan Paduan obat yang dapat dianjurkan
adalah 2 RHRS/ 6RH atau 2 HES/10 HE.
7. Penderita TBC dengan gangguan ginjal
Isoniasid (H), Rifampisin ® dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui
empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa – senyawa yang tidak toksik OAT
jenis ini dapat diberikan dengan dosis normal pada penderita-penderita dengan
gangguan ginjal Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, Oleh
karena itu hindari penggunaannya pada penderita dengan gangguan ginjal.
Paduan OAT yang paling aman untuk penderita dengan gangguan ginjal adalah
2RHZ/6HR . Apabila sangat diperlukan , Etambutol dan streptomisin tetap dapat
diberikan dosis yang sesuai faal ginjal dengan pengawasan fungsi ginjal,
8. Penderita TBC dengan Diabetes Melitus
Diabetesnya harus dikontrol , Perlu diperhatikan bahwa penggunaan
Rifampisin akan mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes ( sulfonil urea )
sehingga dosisnya perlu ditingkatkan . Hati-hati dengan penggunaan Etambutol,
karena mempunyai komplikasi terhadap mata.
9. Penderita – penderita TBC yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadan khusus yang membahayakan jiwa
penderita seperti :
- Meningitis
- TBC miller dengan atau tanpa gejala-gejala meningitis
- TBC Pleuritis eksidativa
- TBC Perikarditis konstrikiva
Prednison diberikan dengan dosis 30 – 40 mg per hari, kemudian diturunkan
secara bertahap 5-10 mg. Lama pemberian disesusikan dengan jenis penyakit dan
kemajuan pengobatan.
10. Indikasi Operasi
Penderita- penderita yang perlu mendapat tindakan operasi , yaitu :
- Untuk TBC Paru :
 Penderita batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
 Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat
diatasi secara konservatif.
- Untuk TBC ekstra paru :
 Penderita TBC ekstra paru dengan komplikasi , misalnya penderita TBC
tulang yang disertai kelaian neurologis.

f. Efek samping OAT


Efek samping ringan OAT

Efek Samping Penyebab Penanganan

Tidak ada nafsu makan Obat dimunun malam


Rifampisin
mual sakitperut sebelum tidur

Nyesi Sendi Pirasinamid Beri aspirim

Kesemutan s/d rasa Beri Vitamin 86


INH
terbakar di Kaki (PIRIDOXIN per hari)
Tidak erlu diberi apa-apa tapi
Warna kemerahan pada
Rifampisin perlu penyelasan kepada
air seni (urine )
penderitas

Efek samping OAT berat

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan

Gatal dan Kemerahan Ikut petunjuk penatalaksanaan


Semua jenis OAT
kulit dibawah *)
Strptomisin dihentikan ganti
Tuli Streptomisin
Etambutol
Streptomisin dihentikan ganti
Gangguan keseimbangan Streptomisin
Etambutol

Ikterus tanpa penyebab Hentikan semua OAT sampai ikterus


Hampir semua OAT
lain menghilang
Bingung dan muntah-
Hentikan semua OAT segera
muntah (pemulaan ikterus Hampir semua OAT
lakukan tes fungsi hati
karena obat )
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol

Purpura dan renjatan


Rifampisin Hentikan Rifampisin
( syok )

*)Penatalaksanaan Penderita dengan efek samping “ gatal dan kemerahan kulit :


Jika seorang penderita dalam pengobatan dengan OAT mulai mengeluh gatal -gatal,
singkirkan dulu kemungkinan penyabab lain . berikan dulu anti -histamin, sambil
meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal -gatal tersebut pada sebagian
penderita hilang , namun pada sebagian penderita malahan terjadi suatu kemerahan
kulit. Bila keadaanseperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit
tersebut hilang . Jika gejala efek samping ini bertambah berat, kepada penderita tersebut
perlu diberikan kortikosteroid dan /atau tindakkan suportif lainnya (infus) di UPK
Perawatan (Departemen Kesehatan RI, 2002).
g. Evaluasi Pengobatan
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping obat,
serta evaluasi keteraturan berobat.
1) Evaluasi klinik
- Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan.
- Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit
- Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis
2) Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)
- Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
- Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
 Sebelum pengobatan dimulai
 Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
 Pada akhir pengobatan
- Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi
3) Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
- Sebelum pengobatan
- Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan
kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)
- Pada akhir pengobatan
4) Evaluasi efek samping secara klinik
- Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan
darah lengkap
- Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula
darah , serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping
pengobatan
- Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
- Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada
keluhan)
- Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan
audiometri (bila ada keluhan)
- Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal
tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinis kemungkinan terjadi efek
samping obat. Bila pada evaluasi klinis dicurigai terdapat efek samping, maka
dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan
efek samping obat sesuai pedoman
5) Evalusi keteraturan berobat
- Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan
diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting
penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat.
Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan
lingkungannya.
- Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.
Kriteria Sembuh
- BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
- Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan
- Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif
6) Evaluasi pasien yang telah sembuh
- Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi
minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan
untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis
BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan
(sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto
toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan
TB kambuh).
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006)
10. Komplikasi
a. Malnutrisi b/d menurunnya nafsu makan
b. Efek samping obat-obatan
- Hepatitis
- Perubahan neurologis (ketulian atau neuritis)
- Ruam kulit
- Gangguan GI
c. Resistensi obat
d. Penyebaran infeksi TB (TB miliaris)
e. Penyakit yang parah dapat menyebabkan sepsis yang hebat, gagal nafas, dan
kematian
f. TB menjadi epidemik yang sulit diobati
g. Pneumothorak
h. Pleuritis eksudativa
i. Efusi perikarditis/efusi pleura
(Corwin EJ,2009; Smeltzer SC, Bare BG, 2001; DEPKES RI, 2006)
j. Penyakit yang parah dapat menyebabkan sepsis yang hebat, gagal nafas dan kematian
k. TB yang resisten terhadap obat dapat terjadi kemungkinan galur lain yang resisten
obat dapat terjadi.
l. Kerusakan tulang dan sendi
Terjadi jika infeksi TB menyebar hingga ke tulang
m. Kerusakan otak
Bakteri TB yang menyebar hingga ke otak dapat mengakibatkan meningitis. Radang
ini memicu pembengkakan membrane yang menyelimuti otak seringkali berakibat
fatal.
n. Kerusakan hati dan ginjal
Kinerja hati dan ginjal sebagai penyaring darah terganggu
o. Kerusakan jantung
Tb yang menyerang jantung mengakibatkan cardiac tamponade, atau peradangan dan
penumpukan cairan (fatal).
p. Gangguan mata
Kemerahan, iritasi, bengkak retina atau bagian lain.
q. Resistensi Kuman
Pengobatan yang tidak tuntas atau tidak disiplin membuat kuman resisten atau kebal.

11. Pencegahan
 Ventilasi ruangan. Kuman TBC menyebar lebih mudah dalam ruang tertutup kecil di
mana udara tidak bergerak. Jika ventilasi ruangan masih kurang, membuka jendela
dan menggunakan kipas untuk meniup udara dalam ruangan luar.
 Tutup mulut menggunakan masker. Gunakan masker untuk menutup mulut kapan saja
ketika di diagnosis tb merupakan langkah pencegahan TBC secara efektif. Jangan
lupa untuk membuangnya secara tepat
 Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan (air sabun)
 Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan
 Menghindari udara dingin
 Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke dalam tempat
tidur
 Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga mencucinya dan
tidak boleh digunakan oleh orang lain
 Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein
 Selain pencegahan TBC, menyelesaikan seluruh terapi obat sangat baik untuk
melawan infeksi sehingga lebih cepat sembuh. Ini adalah langkah yang paling penting
yang dapat diambil untuk melindungi diri sendiri dan orang lain dari tbc.
 Menutupi mulut saat batuk dan apabila batuk lebih dari 3 minggu, merasa sakit di
dada dan kesukaran bernafas segera dibawa kepuskesmas atau ke rumah sakit.
 Tidak minum susu sapi mentah dan Harus Dimasak
 Mengurangi aktivitas kerja dan menenangkan pikiran
 Gizi yang cukup
 Menutup mulut dengan masker pada tempat yang mengandung polusi berlebih
 Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah disembarang tempat .
 Tidak melakukan kontak udara dengan penderita
 Memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang antara lain meliputi tanda &
gejala, bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
 Isolasi untuk penderita dengan TB aktif
 Pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi TB atau anggota keluarga dari
penderita TB.
 Rumah dengan ventilasi yang cukup
 Rumah dengan sinar matahari yang cukup.
 Membersihkan lingkungan dari tempat kotor dan lembab
 Menjaga standart hidup yang baik seperti memiliki gaya hidup yang sehat
 Imunisasi pada orang-orang kontak dekat dengan penderita TB seperti (keluarga,
perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya yang terindikasi. Imunisasi
dengan
 vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.
 Meningkatkan pendidikan kesehatan bagi masyarakat
 Menyediakan sarana-sarana kedokteran untuk pemeriksaan penderita
 Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit
inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.
 Memberantas penyakit TB pada pemerah air susu dan tukang potong sapi, dan
pasteurisasi air susu sapi.
 Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis dengan meminimalkan menghirup
udara yang tercemar debu dengan memakai masker.
 Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TB
 Pemeriksaan screening dengan tubercullin test pada kelompok beresiko tinggi, seperti
para emigrant, orang-orang kontak dengan penderita, petugas dirumah sakit,
petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen.
 Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil pemeriksaan
tuberculin test. ( DEPKES RI,2006 ; Hiswani, 2011;Hastomo,Sunoto, 2009)

Pencegahan Sejak Dini


1. Memberikan suntikan vaksin BCG ( Bacillus Calmette Guerin ) di usia bayi. Namun
seorang anak yang telah mendapatkan vaksin BCG akan bisa tertular apabila bakteri
bersifat dorman ini dan karena aktif kemvali apabila sistem imun kompensasi.Tapi
imunisasi BCG tetap bermanfaat untuk memperkecil kemungkinan tertular sekaligus
memperingan gejala bila terjangkit TBC.
2. Menghindari anak melakukan kontak langsung dengan penderita TB dewasa. Kuman
penyebab TB mudah sekali menular melalui droplet (butir-butiran air di udara) yang
terbawa keluar saat penderita batuk, bernapas ataupun bersin.

Pencegahan Penularan Dalam Keluarga


Seseorang memiliki tes positif untuk infeksi laten TBC. Konsumsilah obat yang
disarankan oleh dokter untuk mengurangi resiko terkena tbc aktif. Jadi, jika dapat
mencegah TBC dari menjadi aktif, penderita tersebut tidak akan mengirimkan TBC ke
orang lain.
DOTS (Directly Observed Treatment Short-Course) sebagai strategi penanggulangan yang
ekonomis dan efektif, terdiri dari lima komponen kunci:
1. Komitmen politik
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana
kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
4. Jaminan ketersediaan obat yang bermutu
5. Pencatatan dan pelaporan yang mampu menilai hasil pengobatan pasien dengan
kinerja program keseluruhan
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
DS :
• Pasien mengeluh sesak nafas
• Ibu pasien mengatakan pasien mengalami diare dan muntah sebanyak 3x selama
dirawat di rumah sakit
• Ibu pasien mengatakan pasien lahir dengan BB 2300gr, dan pasien lahir prematur
• Ibu pasien mengatakan ayah pasien merokok dan pasien tinggal di pemukiman padat
penduduk
• Ibu pasien mengatakan anaknya mengalami batuk kering kemudian menjadi batuk
berdahak.
• Ibu pasien mengatakan pasien tidak eksklusif karena dia sibuk bekerja
DO :
• RR : 55X/ menit
• PCH (pernafasan cuping hidung) positif
• Pasien tampak rewel
• Pasien tampak lesu
• Pernafasan pasien tampak dangkal dan cepat
• Retraksi intercosta (IC) positif
• Tax : 390 C
• Pasien tampak tidak menyusu
• Tampak sianosis di sekitar area hidung dan mulut pasien
• Sekret (+), berwarna kuning kehijauan dan kental
• Mukosa bibir pasien tampak kering
• Turgor kulit pasien lambat
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan cuping
hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri
dada pada waktu menarik napas. Batasan takipnea pada anak berusia 12 bulan – 5
tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding
dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada
kedalam akan tampak jelas.
2. Palpasi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin
meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan atau
tachycardia.
3. Perkusi
Suara redup pada sisi yang sakit.
4. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung /
mulut anak. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara dengan
stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit,
dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi, bronkofoni,
kadang terdengar bising gesek pleura (Mansjoer,2000).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


a. Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan membran aveolar-kapiler ditandai dengan
Gas Darah Arteri abnormal, PH artery abnormal,sianosis,nafas cuping hidung,dan
gelisah (rewel)
b. Hipertermia b.d. dehidrasi dan penyakit ditandai dengan peningkatan suhu tubuh
diatas normal, dan kulit terasa hangat.
c. Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan keluarga aktif ditandai dengan
penurunan turgor kulit, memebran mukosa kering, dan peningkatan suhu tubuh.
d. Ketidakefektifan regimen terapeutik keluarga b.d. konflik keputusan ditandai dengan
ketidakefektifan aktifitas kluaraga untuk memenuhi tujuan kesehatan.
e. Resiko keterlambatan perkembangan b.d nutrisi yang tidak adekuat, dan prematuritas
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan kreteria Intervensi Rasional Evaluasi


hasil
1. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan NIC label S:-
gas b.d. perubahan tindakan keperawatan Respiratory Monitoring
membran aveolar- selama 4x 24 jam 1. Monitor laju ritme dari nafas 1. Untuk mengetahui status O : hasil nilai AGD
kapiler ditandai dengan diharapkan pertukaran pernapasan pasien dalam batas normal :
Gas Darah Arteri gas adekuat dengan 2. Monitor suara nafas tambahan 2. Untuk mengetahui apabila  Ph dalam batas
abnormal, PH artery kreteria hasil : seperti snoring adanya kelainan pada normal (7,35-
abnormal,sianosis,nafas NOC label saluran pernapasan 7,35)
cuping hidung,dan Respiratory status 3. Monitor peningkatan kelelahan 3. Utuk memantau keadaan  PCO2 dalam
gelisah (rewel)  RR normal (skla 5) fisik pasien batas normal
 Ritme respiratory 4. Monitor peningatan 4. Untuk memantau dan (35-45)
normal (skala 5) kegelisahan, dan kekurangan mengurangi kecemasan dari  HCO3 dalam
 Kedalaman nafas oksigen pasien batas normal
normal (skala 5) 5. Monitor sekresi dari sistem 5. Untuk memantau adanya (22-26)
 Akumulasi sputum pernafasan pasien sekret pada saluran napas  SaO2 dalam
tidak ada (skala 5) klien batas normal ≥
Respiratory status :Gas 6. Berikan terapi perawatan 6. Untuk mengencerkan dan 95 %
exchange nebulizer sesuai kebutuhan mempermudah sekret  PO2 dalam batas
 Tekanan parsial keluar dari saluran normal (80-100
karbondioksida pernapasan %)
pada darah arteri Oxigen therapy
normal (skala 5) 7. Bersihkan skresi mulut hidung 7. Untuk mempermudah jalan A : Tujuan tercapai
 pH arteri normal dan trakea sesuai kebutuhan napas sebagian
(skala 5) 8. Memeberikan terapi oksigen 8. Mengatasi terjadinya defisit
 Tidak terjadi sesuai kebutuhan O2 P : Lanjutkan
sianosis (skala 5) 9. Monitor aliran oksigen 9. memastikan kebutuhan intervensi
oksigen yang sesuai untuk
klien
10. Monitor kerusakan kulit dari 10. mencegah terjadinya iritasi
gesekan dengan selang oksigen pada kulit

2. Hipertermia b.d. Setelah dilakukan NIC : Vital Signs Monitoring S : pasien


dehidrasi dan penyakit tindakan keperawatan 1. Monitor TTV pasien (tekanan 1. Untuk mengetahui kondisi mengatakan
ditandai dengan selama 4x 24 jam darah, nadi, suhu, dan umum pasien. tubuhnya tidak terasa
peningkatan suhu tubuh diharapkan suhu tubuh pernapasan). panas lagi.
diatas normal, dan kulit pasien dalam batas 2. Monitor dan laporkan tanda dan 2. Untuk memantau adanya O : tubuh pasien
terasa hangat. normal dengan kriteria gejala hipertermi. peningkatan suhu tubuh tidak teraba panas.
hasil : pasien. A : tujuan tercapai.
NOC : Vital Signs 3. Kaji warna kulit, suhu, 3. Untuk mengetahui adanya P : pertahankan
- Suhu tubuh dalam kelembapan. tanda dan gejala kondisi
batas normal (36- hipertermi.
37,50C) dengan 4. Identifikasi kemungkinan 4. Agar dapat mengontrol
skala 5. penyebab perubahan tanda vital. perubahan TTV pasien.
TTV dalam rentang
normal (tekanan darah, NIC : Temperatur Regulation
nadi, pernapasan) 5. Anjurkan penggunaan selimut 5. Untuk membuat tubuh
dengan skala 5. hangat untuk menyesuaikan merasa nyaman.
perubahan suhu tubuh.
6. Anjurkan asupan nutrisi dan 6. Untuk menghindari
cairan adekuat. terjadinya dehidrasi.

NIC : Fever Treatment


7. Anjurkan pemberian kompres 7. Untuk menurunkan panas
hangat. badan.

1. Untuk mengetahui status


hidrasi pasien

2. Untuk memastikan jumlah


cairan yang masuk dan
keluar
3. Kekurangan volume Setelah dilakukan NIC label: Fluid management 3. Untuk memenuhi kebutuhan S: ibu mengatakan
cairan b.d. kehilangan tindakan keperawatan 1. Monitoring status hidrasi cairan pasien bahwa anaknya
cairan keluarga aktif selama 4x 24 jam (kelembaban membrane mukosa, sudah tidak rewel
ditandai dengan diharapkan kebutuhan nadi yang adekuat) secara tepat 4. Untuk mengetahui factor lagi, tidak demam
penurunan turgor kulit, volume cairan pasien 2. Atur catatan intake dan risiko ketidakseimbangan lagi, masih ada diare
memebran mukosa terpenuhi dengan output cairan secara akurat cairan dan mencegah secara
kering, dan kriteria hasil : dini factor tersebut O: turgor kulit pasien
peningkatan suhu Noc label: 3. Beri cairan yang sesuai 5. Komplikasi letal dapat sudah membaik,
tubuh. Hydrasi: terjadi selama awal periode intake dan output
- Turgor kulit Fluid monitoring: pengobatan antimikroba. cairan px seimbang
kembali normal 4. Identifikasi factor risiko Kurva suhu tubuh
(skala 5) ketidakseimbangan cairan memberikan indeks respon A: tujuan tercapai
- Membrane mukosa (hipertermi, infeksi, muntah dan pasien terhadap terapi. sebagian
tampak lembab diare) Hipotensi yang terjadi dini
(skala 5) 5. Monitoring tekanan darah, pada perjalanan penyakit P: lanjutkan
- Intake cairan yang nadi dan RR dapat mengindikasikan intervensi
adekuat (skala 5) hipoksia atau bakterimia.
- Tidak terdapat Antipiretik diberikan dengan

diare (skala 5) kewaspadaan, karena

Fluid balance: antipiretik dapat

- Nadi normal (skala mengakibatkan penurunan

5) suhu dan dengan demikian

- Intake dan output mengganggu evalusasi kurva

cairan seimbang IV teraphy: suhu


6. Lakukan 5 benar pemberian 6. Untuk memastikan terapi
dalam sehari(skala terapi infuse (benar obat, dosis, diberikan secara benar
5) pasien, rute, frekuensi)
7. Monitoring tetesan dan 7. Untuk memastikan
tempat IV selama pemberian pemberian terapi diberikan
secara tepat
Diarrhea managemenet:
8. Monitoring tanda dan gejala 8. Untuk mengetahui tanda dan
diare gejala diare
9. Ketahui penyebab diare 9. Untuk mengetahui apa factor
penyebab dari diare
10. Evaluasi mengenai pengobatan 10. Untuk mengetahui efek
terhadap efek gastrointestinal obat terhadap
gastrointestinal
11. Instruksikan keluarga untuk 11. Untuk mengetahui
memantau warna, volume, perubahan penyakit pasien
frekuensi dan konsistensi feses
12. Monitoring kulit dan perianal 12. Untuk mengetahui
pasien untuk mengethui adanya adanya iritasi dan perlukaan
iritasi dan ulserasi pada kulit pasien
4. Ketidakefektifan Setelah dilakukan NIC label :
regimen terapeutik tindakan keperawatan Family Involvement Promotion S : keluarga
keluarga b.d. konflik selama 4x 24 jam 1. Indentifikasi kemampuan 1. untuk mengetahui seberapa mengatakan mau
keputusan ditandai diharapkan regimen keterlibatan keluarga dalam jauh tingkat pengetahuan ikut berpartisipasi
dengan terapeutik keluarga perawatan pasien keluarga klien dalam penyediaan
ketidakefektifan efektif 2. Identifikasi harapan keluarga 2. untuk mengetahui tingkat keperawatan
aktifitas kluaraga untuk NOC label : terhadap pasien kepedulian keluarga
memenuhi tujuan Family participation in terhadap pasien O : keluarga tampak
kesehatan professtional care 3. Ajak anggota keluarga dan 3. keterlibatan keluarga dalam mampu mengikuti
 Partisipasi pada pasien untuk ikut dalam perawatan akan menambah dan mendukung
rencana perawatan perencanaan perawatan motifasi klien proses keperawatan
(skala 5) mencakup hasil yang diharapkan pasien
 Partisipasi pada dan tindakan dari rencana
penyediaan keperawatann A : Tujuan tercapai
perawatan 4. Identifikasi mekanisme koping 4. mengetahui mekanisme sebagian
 Evaluasi dari yang digunakan oleh keluarga koping keluarga berkaitan
efektifitas dari dengan pemberian asuhan P : Lanjutkan
perawatan keperawatan intervensi
5. berikan informasi krusial pada 5. pemberian informasi yang
keluarga pasien tentang kondisi benar kepada keluarga
pasien bertujuan untuk mengurangi
kecemasan keluarga
terhadap pasien

Resiko keterlambatan Child development : 2 NIC Label : S: -


perkembangan b.d nutrisi month Developmental Care
yang tidak adekuat, dan - anak tersenyum 1. Ciptakan hubungan terapeutik 1. teciptanya hubungan O: terlihat
prematuritas (skala 5) dan mendukung dengan yang terapeutik dan ssaling perkembangan anak
- refleks menggenggam keluarga mendukung dengan keluarga yang semakin
(skala 5) bertujuan untuk membaik dan sesuai
- menampilkan mempermudah perawat dengan umur anak
ketertarikan dalam dalam pemberian intervensi
rangsang suara (skala 5) 2. Ssediakan keluarga dengan 2. agar keluarga A: tujuan tercapai
- menampilkan akurat, informasi yang actual mengetahui apa saja yang
ketertarikan dalam berkenaan dengan kondisi, perlu dilakukan untuk P: pertahankan
rangsangan visual pengobatan dan kebutuhan anak mendukung pemenuhan kondisi pasien
(skala 5) kebutuhan dan kelancaran
- Berinteraksi dengan tumbuh kembang anak
gembira terutama 3. Iinformasikan keluarga tentang 3. agar keluarga
dengan tenaga (skala 5) pentingnya perkembangan dan mengetahui tentang
- Family functioning persoalan anaknya pentingnya menjaga
(kekuatan dari system 4. Monitor stimulus (contohnya perkembangan anak
keluarga untuk cahaya, kegaduhan), lingkungan 4. stimulus yang
mencapai kebutuhan anak dan kurani sebagaimana berlebihan akan dapat
anggota keluarga mestinya mengganggu perkembangan
selama transisi 5. Sediakan tempat duduk yang anak
perkembangan mental) nyaman di area yang tenang
- Meregulasi kebiasaan untuk menyusui 5. menyediakan tempat
anggota keluarga (skala 6. Gunakan gerakan yang lambat, yang nyaman untuk ibu
5) lemah lembut ketika menyusui
menggendong, menyusui dan
merawat anak 6. Memberikan sentuhan
7. Pertimbangkan partisipasi yang lembut untuk
keluarga dalam menyusui mnciptakan kenyaman bagi
8. Dukung keinginan ibu untuk anak
menyusui
7. Partisipasi keluarga
9. Sediakan stimulasi penting dalam menyusui
menggunakan rekaman music 8. Pemberian ASI sangan
instrumental dan lain-lainnya penting dalam pembentukan
sebagaimana mestinya anti body anak
9. Meningkatkan stimulasi
perkembangan si anak
DAFTAR PUSTAKA

Price, S. A 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 4 : Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Smeltzer,Suzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &Suddarth


volume 1.Jakarta:EGC

Carpenito, Lynda Juall.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.Jakarta :


EGC

Nanda. 2013. Diagnostik keperawatan. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC

Dochterman, Joanne McCloskey et al.2004.Nursing Interventions Classification


(NIC).Missouri : Mosby

Moorhead, Sue et al. 2013.Nursing Outcome Classification (NOC).Missouri : Mosby

Anda mungkin juga menyukai