Anda di halaman 1dari 17

Clinical Science Session

DEMAM BERDARAH DENGUE

OLEH

Mecy Alvinda Sari 1740312621


Araminta Nabila 1840312437
Shafira Aghnia 1840312281

PRESEPTOR
dr. Rudy Afriant, SpPD-KHOM, FINASIM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue (DBD)atau
dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti dengan manifestasi k l i n i s
d e m a m , n ye r i o t o t a t a u n ye r i s e n d i ya n g d i s e r t a i l e u k o p e n i a ,
r u a m , limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatanhematokrit) atau
penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue(dengue shock
syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.1
Demam berdarah dengue banyak ditemukan di dareah tropis dan sub-tropis, Data
dari seluruh dunia menunjukan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam jumlah
penderita DBD tiap tahunnya. Infeksi virus dengue sudah ada di Indonesia sejak abad
ke 18, dan sampai saat ini Indonesia masih merupakan wilayah endemik malaria.1

1.2 Batasan Masalah


Referat ini membahas mengenai Demam Berdarah Dengue.

1.3 Tujuan Penelitian


Referat ini bertujuan menambah pengetahuan mengenai demam berdarah dengue.

1.4 Metode Penelitian


Metode dari penulisan ini adalah menggunanakn metode tinjauan pustaka dengan
sumber dari berbagai literarur.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue
(DBD)atau dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti dengan
manifestasi k l i n i s d e m a m , n ye r i o t o t a t a u n y e r i s e n d i ya n g d i s e r t a i
l e u k o p e n i a , r u a m , limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada
DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatanhematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan
dengue(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai
olehrenjatan/syok.1

2.2 Epidemiologi
Pada tahun 2005, virus dengue dan nyamuk aedes aegypti telah menyebar
didaerah tropis dimana terdapat 2.5 miliar orang berisiko terkena penyakit ini
didaerah endemik. Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara,
Pasifik Barat, dan Karibia.Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di
seluruh wilayah tanah air. Insiden di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000
penduduk (1989 hingga 1995) dan pernah meningkattajam saat kejadian luar biasa
hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD
cenderung menurun hingga mencapai 2 % pada tahun 1999.2
Sampai saat ini diketahui bahwa beberapa faktor berkaitan dengan transmisi virus
dengue:2
1. Vektor, dimana kebiasaan vector menggigit, perkembangbiakan vektor,
transportasi vector dari satu daerah ke daerah lainnya berpengaruh
terhadap transmisi virus.
2. Host atau penjamu, terdapat penderita di lingkungan/keluarga , mobilisasi
dan paparan penderita terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin pasien.
3. Lingkungan, curah hujan, sanitasi, dan kepadatan penduduk.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3


2.3 Etiologi
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue, yang termasuk ke dalam Genus
Flaviviridae. Flavivirus sendiri merupakan virus yang terdiri dari asam ribonukleat
rantai tunggal dengan diameter 30 nm dengan berat molekul 4x106.1
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanyadapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat
serotype ditemukandi Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak.
Terdapat reaksi silang antaraserotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow
Fever, Japanese Encephalitis, dan West Nile virus.1
Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. Faktor risiko penting
pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita seperti umur,status imunitas,
dan predisposisi genetis. Vektor utama penyakit DBD adalahnyamuk
Aedes aegypti (diderah perkotaan) dan Aedes albopictus
(didaerah pedesaan). Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah :1
• Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih
• Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,WC,
tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, pot tanaman, tempat
minum burung, dan lain – lain.
• Jarak terbang ± 100 meter
• Nyamuk betina bersifat‘ multiple biters’ (mengigit beberapa orang karenasebelum
nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)
• Tahan dalam suhu panas dan kelembapan tinggi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4


2.4 Klasifikasi Infeksi Dengue
Klasifikasi infeksi dengue ditampilkan dalam tabel berikut.

Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue 3

2.5 Patogenesis
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika, dan biokimiawi
demam berdarah dengue belum diketahui secara pasti karena kesukaran mendapatkan
model binatang percobaan yang dapat dipergunakan untuk menimbulkan gejala klinis
DBD seperti pada manusia. Hingga kini sebagaian besar masih menganut the
secondary heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis
yang menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang telah terinfeksi virus
dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus serotype lain dalam
jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun.4

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5


Gambar 2. 2 Hipotesis secondary heterologus infections5

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes
Aegypti atau Aedes Albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi
sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta
paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan
makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus
tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer.5
Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel
tersebut. Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk
ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk
komponen-komponennya, baik komponen perantara maupun komponen struktural
virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses
perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel.5
Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari Ig G yang berfungsi
menghambat replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing – antibody dan
neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yang dibedakan
berdasarkan adanya virion determinant spesificity, yaitu:4

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6


1. Kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi
memacu replikasi virus
2. Antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu
replikasi virus.
Antibodi non neutralisasi yang terbentuk pada infeksi primer akan
menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat
memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi virus
dengue oleh serotipe dengue yang berbeda cenderung menimbulkan manifestasi berat.
Dasar utama hipotesis adalah meningkatnya reaksi imunologis (the immunological
enhancement hypothesis) yang berlangsung sebagai berikut:4
a. Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit, dan sel kupffer
merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus pertama
b. Antibodi non neutralisasi baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang
melekat pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus
dengue pada permukaan sel fagosit mononuklear. Mekanisme pertama ini
disebut mekanisme aferen.
c. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang
telah terinfeksi
d. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke
usus, hati, lumpa, dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme
eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa syok adalah
jumlah sel yang terkena infeksi
e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem
humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang
mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi.
Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.

Limfosit T juga memegang peranan penting dalam patogenesis DBD. Akibat


rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan
interferon α dan γ. Pada infeksi sekunder oleh virus dengue, Limfosit T CD4
berproliferasi dan menghasilkan interferon α. Interferon α selanjutnya merangsang sel
yang terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan monosit memproduksi mediator.
Oleh limfosit T CD4 dan CD8 spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7


dan mengeluarkan mediator yang akan menyebabkan kebocoran plasma dan
perdarahan.4
Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang
menimbulkan “cross reaction” atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini
menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat
terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotip virus DEN
menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak ada
“cross protectif” terhadap serotip virus yang lain.5

2.6 Gambaran Klinis Demam Berdarah Dengue


Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat
berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau
sindrom syok dengue (SSD) dan sindrom dengue diperluas.6
Pada umunya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti
oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan
tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan
adekuat.6

Gambar 2.6 Manifestasi klinis infeksi virus dengue6

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 8


2.7 Diagnosis Demam Berdarah Dengue
2.7.1 Anamnesis
Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan) ditandai dengan demam
bifasik akut 2-7 hari,nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia/atralgia, ruam, gusi
berdarah, mimisan, nyeri perut, mual/muntah, hematemesis dan dapat juga melena.
Faktor Risiko yang dapat ditemui adalah tinggal di daerah endemis dan padat
penduduknya, pada musim panas (28-32 ⁰C) dan kelembaban tinggi, dan di sekitar
rumah banyak genangan air.7

2.7.2 Pemeriksaan Fisik


Dari pemeriksaan fisik dapat ditemui tanda patognomonik untuk demam
dengue, yaitu:7
a. Suhu Suhu > 37,5 derajat celcius
b. Ptekie, ekimosis, purpura
c. Perdarahan mukosa
d. Rumple Leed (+)
Tanda Patognomonis untuk demam berdarah dengue yaitu:7
a. Suhu > 37,5 derajat celcius
b. Ptekie, ekimosis, purpura
c. Perdarahan mukosa
d. Rumple Leed (+)
e. Hepatomegali
f. Splenomegali
g. Untuk mengetahui terjadi kebocoran plasma, diperiksa tanda-tanda efusi
pleura dan asites.
h. Hematemesis atau melena

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah
trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai
gambaran limfosit plasma biru.6
Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:6,7

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 9


a. Leukosit: Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative (>45% dari
total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari
jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
b. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia (trombosit <100.000/ml)
pada hari ke-3 hingga ke-8.
c. Hematokrit: Adanya bukti kebocoran plasma yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas pembuluh darah pada DBD dengan manifestasi
peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai usia dan jenis
kelamin dan atau menurun dibandingkan nilai hematokrit sebelumnya>20%
setelah pemberian terapi cairan. adanya kebocoran plasma, umumnya
dimulai pada hari ke-3 demam.
d. IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah setelah 60-90 hari.
e. IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hri ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
f. NS1: antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai
hari ke-8. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63%-93,4% dengan sensitifitas
100% sama tingginya dengan spesifisitas gold standar kultur virus.
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan.Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan.
Asites dan efusi pleura dapat pula didteksi dengan pemeriksaan USG.6
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal
dibawah ini terpenuhi:6,7
a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik/pola
pelana
b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut
1. Uji bendung positif
2. Petekie, ekimosis atau purpura
3. Perdarahan mukosa atau perdarahan dari tempat lain
4. Hematemesis atau melena
c. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
d. Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut:

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 10


1. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standard sesuai
denganumur dan jenis kelamin
2. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
3. Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asistes atau
hipoproteinemia
Derajat DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat
sudahditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi) berdasarkan klassifikasi
WHO 1997 menjadi:6
a. Derajat I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas dansatu-
satunya manifestasi perdarahan ialah uji bendung.
b. Derajat II : Seperti derajat I namun disertai perdarahan spontan di kulitdan
atau perdarahan lain.
c. Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat danlambat,
tekanan nadi menurun (20mmHg atau kurang) atau hipotensi,sianosis di
sekitar mulut, kulit dingin dan lembab.

2.8 Tatalaksana
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD, prinsip utama terapi adalah terapi suportif.
Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan yang paling penting dalam
penanganan kasus DBD. Asupan cairan dapat melalui oral maupun inravena. Terdapat
5 protokol penatalaksanaan DBD.
Protokol dibagi dalam 5 kategori :
1. Protokol 1: Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa tanpa Syok
Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam pemberian pertolongan pertama
pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga
dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.
Orang-orang dengan tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat dilakukan
pemeriksaan hemonglobin (Hb), hematokrin (Ht), dan trombosit, bila :
 Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien
dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik
dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemriksaan Hb, Ht, leukosit dan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 11


trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke
Unit Gawat Darurat.
 Hb, Ht normal tetapi trombosit, 100.000 dianjurkan untuk dirawat
 Hb, Ht meningkat dan tombosit normal atau turun juga dianjurka untuk dirawat

2. Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruanag Rawat


Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok
maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti
rumus berikut ini :
Volume cairan kristaloid / hari yang diperkukan, sesuai rumus berikut :

1500+ (20 x (BB dalam kg – 20 )

Setelah pemberian cairan dilakukan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:


 Bila Hb, Ht meningkan 10-20% dan tombosit < 100.000 jumlah pemberian
cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht, trombo
dilakukan tiap 12 jam.
 Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit <100.000 maka pemberian
cairan sesuai dengan protocol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan
Ht >20%.

3. Protokol 3. Penatalaksaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%


Peningkatan Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan
sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan
memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian
dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikkan perbaikan
yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrin turun, frekuensi nadi turun
tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infuse
dikurangimenjadi 5 ml/KgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan
kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan
infuse dikurangi 3ml/KgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap
membaik cairan dapat dihentikan24-48 jam kemudian.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 12


Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/KgBB/jam dalam tapi
keadaan tetap tidak membaik, yang ditndai dengan Ht dan nadi meningkat,
tekanan nadi menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus
menaikkan jumlah cairan infuse menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian
dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikkan
maka jumlah cairan dikuarangi menjadi 5 ml/KgBB/jam tetapi bila keadaan
tidak menunjukkan perbaikkan maka jumlaah cairan infuse dinaikkan
15ml/KgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk
dan didapatkn tanda-tanda syok maka pasien ditananganisesuai protocol
tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka
pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan

4. Protokol 4. Penatalaksaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa


Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan
hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon
hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia),
perdarahan saluran kencing ( hematuria, perdarahan otak atau perdarahan
sembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/KgBB/jam. Pada keadaan
seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD
tanpa syok. Pemeriksaan TD, nadi, pernapasan, dan jumlah urin dilakukan
sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya
diulang setiap 4-6 jam.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan
tanda-tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Taranfusi komponen
darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi factor-
faktor pembekuan darah (PT dan aPTT) yang memanjang), PRC diberikan bila
nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien
DBD yang perdarahan spontan dan massif dengan jumlah tromboit
<100.000/mm3 disertai atau tanpa KID

5. Protokol 5. Tatalaksanaan Sindrom Syok Dengue pada Dewasa

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 13


Bila berhadapan dengan SSD maka hal pertama yang harus diingat adalah
renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan dilakukan
intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian SSD 10 kali
lipat dibandingakan dengan penderita DBD tanpa renjatan. Dan renjatan dapat
terjadi karena kerelambatan penderita DBD mendapat pertolongan.
Pada kasus SSD cairan kritaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Penderita
juga diberikan O2 2-4 liter/menit. Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah
pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostalisi, analisis gas darah, kadar
natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20ml/kgBB dan evaluasi
15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi ( ditandai dengan TD sistolik
100mmHg dan tekanan nadi > 20mmHg, frekuensi nadi <100 x/menit dengan
volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat srta dieresis 0,5-1
ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi 7 ml/kgBB/jam. Biala dalam waktu 60-
120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 5ml/kgBB/jam. Bila
dam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan dikurangi 3
ml/kgBB/jam. Bila 23-48 jam setelag renjatan teratasi tanda-tanda vital,
hematokrin tetap stabil srta dieresis cukup maka pemberian cairan perinfus
dihentikan.
Pengawan dini tetap dilakukan tertama dalam 24 jam pertama sejak terjadi
renjatan. Oleh karena itu untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi
dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital, pembesaran hati, nyeri tekan
didaerah hipokondrium kana dan epigastrium serta jumlah dieresis (diusahakan
2ml/kgBB/jam). Pemantauan DPL dipergunakan untuk pemantauan perjalanan
penyakit.
Bila fase awal pemberian ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberan
cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30ml/kgBB, dan kemudian
dievaluasi setelah 20-30 menit.

Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai Ht.


 Bila Ht meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka
pemberian cairan koloid merupakan pilihan.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 14


- Pemberian koloid mula-mula diberikan 10-20ml.kgBB dan dievaluasi
setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka pemantaun
cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan pmberian dapat
ditambah hingga jumlah maksimum 30ml/kgBB ( maksimal 1-1,5µ/hari)
dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18cmH2O
- Bila keadaan belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi
terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID,
infeksi sekunder.
- Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapu
renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik /
vasopresor.
 Bila Ht menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka pada
penderita diberikan transfusi darah segar 10ml/kgBB dan dapat diulang
sesuai kebutuhan.1

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 15


BAB 3
KESIMPULAN

Demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue
(DBD)atau dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti dengan
manifestasi k l i n i s d e m a m , n ye r i o t o t a t a u n y e r i s e n d i ya n g d i s e r t a i
l e u k o p e n i a , r u a m , limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada
DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatanhematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan
dengue(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai
olehrenjatan/syok. Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD, prinsip utama terapi
adalah terapi suportif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan yang paling
penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan dapat melalui oral maupun
inravena.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 16


DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam JilidIII. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI : 2006 :1709-1713
2. Gubler, DJ: Epidemic dengue/dengue hemorrhagic fever as a public health, socialand
economic problem in the 21st century. Trends Micriobiol 10:100,2002
3. World Health Organization, 1997. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis,
treatment and control. WHO, Geneva.
4. Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri
Tropis Edisi Kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia, hal 182. – 191
5. Soegijanto, Soegeng. 2006. Patogenesa dan Perubahan Patofisologi Infeki
Virus Dengue. Surabaya : Tropical Disease Center (TDC) Universitas
Airlangga Surabaya
6. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue.
Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6, hal: 539-48. Jakarta:
Interna Publishing. 2014.
7. Shepherd Sm. Dengue. 2015 Tersedia dari: http://emedicine.medscape.
com/article/215840-overview. Diunduh 1 April 2019.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 17

Anda mungkin juga menyukai

  • ANC
    ANC
    Dokumen20 halaman
    ANC
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Varisela Zoster BST
    Varisela Zoster BST
    Dokumen17 halaman
    Varisela Zoster BST
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Varisela Zoster BST
    Varisela Zoster BST
    Dokumen17 halaman
    Varisela Zoster BST
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • CRS Oe
    CRS Oe
    Dokumen8 halaman
    CRS Oe
    Nadrah Nizom
    Belum ada peringkat
  • Program Pemerintah Terkait Kesehatan Reproduksi
    Program Pemerintah Terkait Kesehatan Reproduksi
    Dokumen30 halaman
    Program Pemerintah Terkait Kesehatan Reproduksi
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Varisela Zoster BST
    Varisela Zoster BST
    Dokumen17 halaman
    Varisela Zoster BST
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Program Pemerintah Terkait Kesehatan Reproduksi
    Program Pemerintah Terkait Kesehatan Reproduksi
    Dokumen36 halaman
    Program Pemerintah Terkait Kesehatan Reproduksi
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Crs Pengelolaan Jkn-Bpjs
    Crs Pengelolaan Jkn-Bpjs
    Dokumen34 halaman
    Crs Pengelolaan Jkn-Bpjs
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • BST PV
    BST PV
    Dokumen25 halaman
    BST PV
    Sahyudi Darma Asepti
    Belum ada peringkat
  • Referat
    Referat
    Dokumen36 halaman
    Referat
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan DHF
    Penyuluhan DHF
    Dokumen14 halaman
    Penyuluhan DHF
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • CRS SN
    CRS SN
    Dokumen29 halaman
    CRS SN
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Bones
    Bones
    Dokumen2 halaman
    Bones
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Referta Radio
    Referta Radio
    Dokumen13 halaman
    Referta Radio
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Hidrosefalus Css
    Hidrosefalus Css
    Dokumen20 halaman
    Hidrosefalus Css
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • BST 1 Ambliopia
    BST 1 Ambliopia
    Dokumen27 halaman
    BST 1 Ambliopia
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Css DBD
    Css DBD
    Dokumen17 halaman
    Css DBD
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • BST Hordeolum
    BST Hordeolum
    Dokumen5 halaman
    BST Hordeolum
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Css Hifema Traumatika
    Css Hifema Traumatika
    Dokumen11 halaman
    Css Hifema Traumatika
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • BST Hordeolum
    BST Hordeolum
    Dokumen5 halaman
    BST Hordeolum
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Crs Pseudokista
    Crs Pseudokista
    Dokumen52 halaman
    Crs Pseudokista
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 BLEFAROKONJUNGTIVITIS
    BAB 1 BLEFAROKONJUNGTIVITIS
    Dokumen2 halaman
    BAB 1 BLEFAROKONJUNGTIVITIS
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • BST Hordeolum
    BST Hordeolum
    Dokumen5 halaman
    BST Hordeolum
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Jurnal
    Jurnal
    Dokumen2 halaman
    Jurnal
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Ikterus Neonatorum
    Ikterus Neonatorum
    Dokumen54 halaman
    Ikterus Neonatorum
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • BAB 3 Diskusi CRS Mata
    BAB 3 Diskusi CRS Mata
    Dokumen6 halaman
    BAB 3 Diskusi CRS Mata
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Css Istc
    Css Istc
    Dokumen28 halaman
    Css Istc
    ShafiraAghniaWinditia
    0% (1)
  • Hiperbilirubinemia Pada Neonatus 35 Minggu Di Indo
    Hiperbilirubinemia Pada Neonatus 35 Minggu Di Indo
    Dokumen8 halaman
    Hiperbilirubinemia Pada Neonatus 35 Minggu Di Indo
    tiar
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat