KELOMPOK 5:
2017
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tingkat kegiatan ekonomi selalau berubah mengikuti gerak siklusnya. Tingkat pengangguran
yang tinggi, inflasi yang tinggi dan tidak stabil, neraca pembayarn yang defisit terus-menerus
merupakan gejala perekonomian yang sangat umum terjadi dan sangat tidak dikehendaki.
Karean itulah diperlukan usaha-usaha untuk menghilangkan atau minimal mencegah
terjadinya gejala-gejala tersebut.
Karena masalah yang dihadapi berkaitan dengan variabel-variabel makro, maka kebijakan
yang berkaitan disebut dengan kebijakan ekonomi makro. Kebijakan ekonomi mkaro sebagai
kebijakan pemerintah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian sehingga perekonomian
dapat berjalan sesuia yang diinginkan. Untuk itu pembahasan dibawah hanya mencakup
kebijakan fiskal, yang merupakan bagian dari kebijakan manajemen permintaan agregat,
yaitu kebijakan yang ditujukan untuk mengubah permintaan agregat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pembiayaan fungsional
Pembiayaan pengeluaran pemerintah ditentukan sedemikian rupa sehingga tidak langsung
berpengaruh terhadap pendapatan nasional.Tujuan utama adalah meningkatkan kesempatan
kerja (employment).Penerimaan pemerintah dari sektor pajak bukan untuk menigkatkan
penerimaan pemerintah, namun untuk mengatur pengeluaran dari pihak swasta.Untuk
menekan inflasi, maka diatasi dengan kebijakan pinjaman.Jika sektor pajak dan pinjaman
tidak berhasil, maka tindakan pemerintah adalah mencetak uang.Jadi, dalam hal ini, sektor
pajak dengan pengeluaran pemerintah terpisah.
2. Pengelolaan anggaran
Penerimaan dan pengeluaran dengan perpajakan dan pinjaman adalah paket yang tidak bisa
terpisahkan.Dalam penjelasan Alvin Hansen, untuk menciptakan anggaran yang berimbang,
maka diperlukan resep bahwa jika terjadi depresi, maka ditempuh anggaran defisit, dan jika
terjadi inflasi maka ditempuh anggaran belanja surplus.
4. Desentralisasi Fiskal
Kebijakan desentralisasi fiskal dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta
masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara
Republik Kesatuan Indonesia. dalam hal pelaksanaanya, penerapan kebijakan ini selain
menghasilkan hal-hal positif sebagaimana yang diharapkan ternyata juga
berpotensimenimbulkan resiko fiskal. Resiko Fiskal dari desentarlisasi fiskal diantaranya,
bersumber dari kebijakan pemekaran daerah, tunggakan pemerintah daerah atas
pengembalian penerusan pinjaman dari luar negeri dan rekening pinjaman daerah serta
pengalihan pajak pusat menjadi pajak daerah.
Kesempatan kerja penuh (full employment) dapat kita artikan sebagai keadaan di mana
semua pemilik faktor produksi yang ingin mempekerjakannya pada tingkat harga atau upah
yang berlaku da-pat memperoleh pekerjaan bagi faktor-faktor produksi tersebut. Konsep
kesempatan kerja ini umumnya dihubungkan dengan kesempatan kerja manusia, karena
pengangguran tenaga kerja manusia inilah yang mempunyai dampak sosial yang sangat luas.
Berdasarkan pengertian di atas maka pencapaian kesempatan kerja penuh itu sangat sukar
dicapai, karena pada setiap saat tentu ada saja faktor-faktor produksi yang kehilangan
lapangan kerja dan pada saat itu pula kesempatan mendapat pekerjaan belum tercipta dengan
adanya ketidaksempurnaan pasar.[4]
Untuk sasaran memperluas kesempatan kerja, kebijakan fiskal ekspansif akan mengurangi
tingkat pengangguran. Hal ini disebabkan setiap pengeluaran pemerintah akan diusahakan
untuk pembangunan infrastruktur dan proyek-proyek padat karya yang menyerap banyak
tenaga kerja. Di sisi pajak, pengurangan pajak akan meningkatkan investasi karena biaya
investasi akan berkurang. Investasi yang tinggi akan memacu munculnya lapangan kerja
baru. Demikian sebaliknya jika dilakukan kebijakan fiskal kontraktif, penambahan pajak akan
mengurangi investasi dan pengeluran pemerintah yang ditahan tidak akan mengalir ke
masyarakat dalam bentuk kesempatan kerja.[5]
Secara umum, tujuan yang ingin dicapai melalui kebijakan fiskal adalah kestabilan ekonomi
yang lebih mantap, artinya tetap mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang layak
tanpa adanya pengangguran yang berarti, dan terjaganya (kestabilan) harga-harga umum.
Pencegahan timbulnya pengangguran merupakan tujuan yang paling utama dari kebijakan
fiskal. Mengapa? Karena suatu perekonomian dapat mencapai laju pertumbuhan yang
dikehendaki melalui tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment). Full
employment dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang menunjukkan seluruh angkatan kerja
mendapat pekerjaan. Kondisi ini dapat terwujud bila pemerintah mampu menambah lapangan
kerja sehinggadapat menampung seluruh tenaga kerja. Kebijakan yang dilakukan pemerintah,
dalam hal ini, antara lain, dengan mengundang investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
Dari dalam negeri, pemerintah penambah pengeluaran untuk membuka lapangan kerja padat
karya melalui proyek-proyek pembangunan fisik; di bidang moneter pemerintah
mempermudah kredit usaha.[6]
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN