Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelainan pada genitalia eksternal sangat menggangu bagi penderita
terutama untuk orang tua penderita, yang secara tak sadar telah menggangu
emosional mereka, baik dari segi struktur alat reproduktif ini dan mungkin
juga akibat yang akan ditimbul digenerasi masa depan mereka. Pada janin
laki-laki, tubercle memperbesar untuk membentuk penis lipatan genital
menjadi batang dari penis dan lipatan labioscrotal memadukan untuk
membentuk scrotum. Pembentukan terjadi selama 12-16 minggu kehamilan
dan testicular hormon yang berperan besar dalam keadaan ini. Testosterone
dan metabolite aktifnya, dihydrotestosterone, menentukan stabilisasi dan
pembentukan penuh genitalia internal dan eksternal. Kelainan pada fase ini
dapat menyebabkan kelainan kongenital yang dapat berpengaruh besar pada
perkembangan fisik maupun psikologis dari si anak sendiri maupun orang
tua mereka.
Pada akhir tahun pertama kehidupan, retraksi kulit preputium ke
belakang sulkus. Glandularis hanya dapat dilakukan pada sekitar 50% anak
laki-laki, hal ini meningkat menjadi 89% pada saat usia tiga tahun. Insidens
fimosis adalah sebesar 8% pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1% pada laki-laki
usia 16 sampai 18 tahun. Pada pria yang lebih tua, fimosis bisa terjadi akibat
iritasi menzhun. Fimosis bisa mempengaruhi proses berkemih dan aktivitas
seksual. Biasanya keadaan ini diatasi dengan melakukan penyunatan
(sirkumsisi).

1|Page
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang fimosis
2. Mahasiswa mengetahui dan memahami cara penanganan yang efektif
dan efisien tentang fimosis

1.3 Manfaat
Manfaat dari penyusunan laporan Pleno LBM 3 yang berjudul
“SETIAP MAU KENCING ANAK MENJERIT DAN MENANGIS”
adalah agar mahasiswa FK Unizar mampu memahami dan menjelaskan
bagaimana penanganan fimosis pada scenario.

2|Page
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DATA TUTORIAL
Hari/tanggal sesi 1 : Senin, 8 April 2019
Hari/tanggal sesi 2 : Rabu, 10 April 2019
Tutor : dr. Irbab Hawari, S.Ked
Moderator : Galih Rarang Gati
Sekretaris : Nur Rahmatullah Pertiwi
2.2 SKENARIO LBM
LBM 3
SETIAP MAU KENCING ANAK MENJERIT DAN MENANGIS
Seorang anak berusia 1,5 tahun dating diantar ibunya ke klinik umum
dengan keluhan nyeri berulang bila kencing. Ibu mengatakan setiap mau
kencing penisnya terlihat menggembung dan terdapat benjolan dibawah
kulit penis. Si anak selalu menjerit dan menangis ketika akan buang air kecil
dan bila alat kelaminnya di pegang. Dari anamnesis lebih lanjut didapatkan
riwayat sering demam sejak usia 1 tahun dan tumbuh kembang anak terlihat
normal.
Pada pemeriksaan genitalia didapatkan mulut preputium diameter
sangat sempit dan lengket, smegma tidak bias dinilai. Oleh dokter
disarankan untuk sirkumsisi

3|Page
2.3 PEMBAHASAN LBM
I. Klarifikasi Istilah
1. smegma: sejenis secret kelenjar sebasea atau debris sel hasil
pengelupasan epitel, ditemukan dibawah preputium (Dorland,
2014)

II. Identifikasi Masalah


1. Anfis genitalia pria
2. Hub. Nyeri saat BAK dgn penis menggelembung dan ada
benjolan
3. hub. nyeri bak dan keadaan penis dgn riwayat demam sejak 1 thn
4. Penyebab preputium sempit dan lengket
5. Indikasi dan kontra indikasi sirkumsisi

III. Brain Storming


1. Anfis genitalia pria
1. Alat Genetalia Dalam
a. Testis
Testis berbentuk lonjong dengan ukuran sebesar buah zaitun dan
terletak di dalam skrotum. Biasanya testis kiri agak lebih rendah
dari testis kanan. Testis menghasilkan Follicle Stimulating
Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) juga hormon
testosterone. (Guyton & Hall. 2006)
Fungsi testis, terdiri dari :
 Pembentukan sperma oleh tubulus seminiferus.
 Pembentukan hormone testoteron oleh sel leydig

b. Tubulus seminiferus
Pada bagian dalam testis terdapat saluran-saluran halus yang
disebut saluran penghasil sperma (tubulus seminiferus).
4|Page
Dinding dalam saluran terdiri atas jaringan epitel dan jaringan
ikat. Pada jaringan epithelium terdapat :
 Sel induk sperma : berfungsi sebagai calon sperma
 Sel sertoli : berfungsi member makan sperma
 Sel leydig : berfungsi menghasilkan hormone
testosterone

Gambar 1. Anatomi genitaia pria

2. Saluran Reproduksi
Saluran reproduksi adalah tempat sperma keluar atau jalan
berupa lubang kecil yang menghubungkan organ dalam.
Saluran pengeluaran pada organ reproduksi dalam pria terdiri
dari:
a. Epididimis
Merupakan saluran halus yang panjangnya ± 6 cm terletak
sepanjang atas tepi dan belakang dari testis. Epididimis terdiri
dari kepala yang terletak di atas katup kutup testis, badan dan
ekor epididimis sebagian ditutupi oleh lapisan visceral, lapisan
ini pada mediastinum menjadi lapisan parietal. Saluran
epididimis dikelilingi oleh jaringan ikat, spermatozoa melalui
5|Page
duktuli eferentis merupakan bagian dari kaput (kepala)
epididimis. Duktus eferentis panjangnya ± 20 cm, berbelok-
belok dan membentuk kerucut kecil dan bermuara di duktus
epididimis tempat spermatozoa disimpan, masuk ke dalam vas
deferens. Fungsi dari epididimis yaitu tempat penyimpanan
sementara sperma. Sampai sperma matang dan bergerak
menuju vas deferens. (Guyton & Hall. 2006)
b. Vas deferens (Duktus Deferens)
Vas deferens merupakan saluran yang membawa sperma dari
epididimis. Saluran ini berjalan ke bagian belakang prostat lalu
masuk ke dalam uretra dan membentuk duktus ejakulatorius.
Struktur lainnya (misalnya pembuluh darah dan saraf) berjalan
bersama-sama vas deferens dan membentuk korda spermatika.
(Guyton & Hall. 2006)
c. Saluran ejakulasi
Merupakan saluran yang pendek dan menghubungkan
vesikula seminalis dengan uretra. Saluran ini berfungsi untuk
mengeluarkan sperma agar masuk kedalam uretra. Ejakulasi
terjadi pada saat mencapai klimakas, yaitu ketika gesekan pada
glans penis dan rangsangan lainnya mengirimkan sinyal ke otak
dan korda spinalis.
Saraf merangsang kontraksi otot di sepanjang saluran
epididimis dan vas deferens, cesikula seminalis dan prostat.
Kontraksi ini mendorong semen keluar dari penis. Leher
kandung kemih juga berkontraksi agar seen tidak mengalir
kembali ke dalam kandung kemih. Setelah terjadi ejakulasi
(atau setelah rangsangan berhenti), arteri mengencang dan vena
mengendur. Akibatnya aliran darah yang masuk ke arteri
berkurang dan aliran darah yang keluar dari vena bertambah,
sehingga penis menjadi lunak. (Guyton & Hall. 2006)
6|Page
d. Uretra
Merupakan saluran panjang terusan dari saluran ejakulasi
dan terdapat di penis.
Uretra terdiri dari 2 fungsi:
 Bagian dari sistem kemih yang mengalirkan air kemih dari
kandung kemih
 Bagian dari sistem reproduksi yang mengalirkan semen.

3. Kelenjer kelamin Pria


a. Vesikula seminalis
Vesika seminalis berjumah sepasang, terletak dibawah dan
atas kandung kemih. Kelenjer ini merupakan tempat untuk
menampung sperma sehingga disebut kantung semen,
menghasilkan getah berwarna kekuningan yang kaya akan
nutrisi bagi sperma dan bersifat alkali. Getah yang dihasilkan
berfungsi untuk menetralkan suasana asam dalam saluran
reproduksi wanita.
Fungsi Vesika seminalis :
Mensekresi cairan basa yang mengandung nutrisi yang
membentuk sebagian besar cairan semen. (Guyton & Hall.
2006)
b. Kelenjer prostat
Kelenjer prostat melingkari bagian atas uretra dan terletak
dibagian bawah kandung kemih. Kelenjer prostat menghasilkan
getah yang mengandung kolesterol, garam, dan fosfolipid yang
berperan untuk kelangsungan hidup sperma.
Prostat mengeluarkan sekeret cairan yang bercampur secret
dari testis, perbesaran prostat akan membendung uretra dan
menyebabkan retensi urin. Kelenjar prostat, merupakan suatu
7|Page
kelenjar yang terdiri dari 30-50 kelenjar yang terbagi atas 4
lobus yaitu:
 Lobus posterior
 Lobus lateral
 Lobus anterior
 Lobus medial
Fungsi Prostat:
Menambah cairan alkalis pada cairan seminalis yang
berguna untuk menlindungi spermatozoa terhadap sifat asam
yang terapat pada uretra dan vagina.
c. Kelenjer Cowper
Merupakan kelenjer yang salurannya langsung menuju
uretra. Kelenjer cowper mengahasilkan getah yang bersifat
alkali.

4. Alat Genetalia Luar


a. Penis
Penis terdiri dari:
 Akar (menempel pada dinding perut)
 Badan (merupakan bagian tengah dari penis)
 Glans penis (ujung penis yang berbentuk
seperti kerucut).
Lubang uretra (saluran tempat keluarnya semen dan air
kemih) terdapat di umung glans penis. Dasar glans penis
disebut korona. Pada pria yang tidak disunat
(sirkumsisi), kulit depan (preputium) membentang mulai
dari korona menutupi glans penis. (Guyton & Hall.
2006)

8|Page
Fungsinya yaitu untuk kopulasi (hubungan antara
alat kelamin jantan dan betina untuk memudahkan semen
masuk ke dalam organ reproduksi betina).
1. Badan penis terdiri dari 3 rongga silindris (sinus)
jaringan erektil:
2 rongga yang berukuran lebih besar disebut korpus
kavernosus, terletak bersebelahan.
2. Rongga yang ketiga disebut korpus spongiosum,
mengelilingi uretra. Jika rongga tersebut terisi darah,
maka penis menjadi lebih besar, kaku dan tegak
(mengalami ereksi).

b. Skrotum ( Kantung Pelir)


Skrotum merupakan kantung berkulit tipis yang mengelilingi
dan melindungi testis. Skrotum juga bertindak sebagai sistem
pengontrol suhu untuk testis, karena agar sperma terbentuk
secara normal, testis harus memiliki suhu yang sedikit lebih
rendah dibandingkan dengan suhu tubuh. Otot kremaster pada
dinding skrotum akan mengendur atau mengencang sehinnga
testis menggantung lebih jauh dari tubuh (dan suhunya menjadi
lebih dingin) atau lebih dekat ke tubuh (dan suhunya lebih
hangat). (Guyton & Hall. 2006)

2. Hub. Nyeri saat BAK dgn penis menggelembung dan ada


benjolan
Penyebab pasien diskenario merasakan nyeri saat berkemih
dan menggembung saat berkemih adalah, akibat dari
perlengketan antara kulit preputium dengan glans penis yang
cukup kuat sehingga orifisium urethra eksterna tertutup sebagian
akibat perlengketan. Pada kondisi ini akan teradi fenomena
9|Page
“balloning” dimana preputium mengembang saat berkemih
akibat dari desakan pancaran urin yang tidak diimbangi dengan
besar lubang di ujung preputium. Sehingga urin terjebak di
dalam preputium bercampur dengan smegma dan sel – sel kulit
mati yang dapat menimbulkan infeksi. Nyeri yang di rasakan
ketika berkemih akibat dari saraf yang terdapat pada penis
tertekan saat terjadi mekanisme ‘’ balloning’’ tersebut.
(Sjamsuhidajat, 2004)

3. hub. nyeri bak dan keadaan penis dgn riwayat demam sejak
1 thn
Pada skenario didapatkan keluhan dari ibu pasien bahwa
pasien selalu menangis tiap kali ingin kencing.
Dapat diketahui bahwa penyebab keluhan pada skenario
dikarenakan adanya penyempitan hingga pembendungan dari
saluran kencing pasien itu sendiri hal ini dapat menimbulkan
keadaaan infeksius pada penderitanya dan dapat mengakibatkan
adanya sensasi rasa sakit pada pasien. Dalam beberapa kasus
serupa dapat menjadikan anak rewel dikarenakan rasa tidak
nyaman ketika sensasi tersebut timbul.
Selain pasien rewel juga pasien tidak bisa buang air kecil
sejak 3 jam yang lalu disebabkan adanya obstruksi orifisium
uretra eksterna yang disebabkan oleh fimosis. Fimosis adalah
prepusium penis yang tidak dapat diretraksi ke proksimal sampai
ke korona glandis karena terjadinya perlekatan prepusium
dengan glans penis yang disebabkan oleh smegma.
Pada kasus fimosis lubang yang terdapat di prepusium sempit
sehingga tidak bisa ditarik mundur dan glans penis sama sekali
tidak bisa dilihat. Kadang hanya tersisa lubang yang sangat kecil
di ujung prepusium. Pada kondisi ini, akan terjadi fenomena
10 | P a g e
“balloning” dimana preputium mengembang saat berkemih
karena desakan pancaran urine yang tidak diimbangi besarnya
lubang di ujung prepusium. Bila fimosis menghambat kelancaran
berkemih, seperti pada balloning maka sisa-sisa urin mudah
terjebak di dalam preputium. Hal ini bisa menyebabkan
terjadinya infeksi (Sjamsuhidajat, 2004).

4. Penyebab preputium sempit dan lengket


Secara fisiologis yaitu hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh
dan berkembang, dan debris yang dihasilkan oleh epitel
preputium (smegma) mengumpul di dalam preputium dan
perlahan-lahan memisahkan preputium dari glans penis. Ereksi
yang terjadi secara berkala membuat preputium terdilatasi
perlahan-lahan sehingga preputium menjadi rekratil dan dapat
ditarik ke proksimal. Pada saat usia 3 tahun, sekitar 90%
preputium sudah dapat diretraksikan. Akantetapi dalam suatu
keadaan hygiene local yang kurang bersih akan menyebabkan
terjadinya suatu infeksi pada preputium, infeksi pada glans penis
atau infeksi pada glans dan preputium penis. Hal ini dapat
menyebabkan lebih rentan terkumpulnya smegma di dalam sacus
preputium penis yang akan menyebakan preputium sempit dan
lengket. Smegma terbentuk dari sel-sel mukosa preputium dan
glans penis yang mengalami deskuamasi oleh bakteri yang ada
di dalamnya (Purnomo. Basuki B, 2012).

5. Indikasi dan kontra indikasi sirkumsisi


Indikasi
- Menimbulkan keluhan miksi
- Menggelembungnya preputium pada saat miksi
11 | P a g e
- Disertai dengan infeksi postitis, akantetapi harus diberi
antibiotika dahulu sebelum sirkumsisi (Purnomo. Basuki B,
2012).

Kontraindikasi
- Pasien yang mengalami hipospadia

12 | P a g e
IV. Rangkuman Permasalahan

alat genital pria

anatomi fisiologi

perlekatan preputium dan nyeri saat berkemih


glans penis
preputium mengembung

FIMOSIS

13 | P a g e
V. Learning Issues

Pada SGD sesi kedua, kelompok kami lebih membahas diagnosis


banding dan diagnose kerja, antara lain:

1. Fimosis
2. Parafimosis
3. Balanopostitis

Diagnosa kerja: FIMOSIS

VI. Referensi

Guyton & Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC.


Jakarta.

Purnomo. Basuki B. 2012. Dasar-Dasar Urologi Edisi ke-3.


Jakarta: Sagung Seto.

Sjamsuhidajat, R , Wim de Jong. Saluran kemih dan Alat Kelamin


Lelaki. Buku-Ajar Ilmu Bedah.Ed.2. Jakarta : EGC,
2004. p 801

14 | P a g e
VII. Pembahasan Learning Issue
A. Diagnosa banding
1. FIMOSIS
DEFINISI
Fimosis (phimosis) merupakan kondisi dimana kulit yang
melingkupi kepala penis (glans penis) tidak bisa ditarik ke
belakang untuk membuka seluruh bagian kepala penis (kulup,
prepuce, preputium, foreskin). Preputium terdiri dari dua lapis,
bagian dalam dan luar, sehingga dapat ditarik ke depan dan
belakang pada batang penis. Pada fimosis, lapis bagian dalam
preputium melekat pada glans penis. Kadangkala perlekatan
cukup luas sehingga hanya bagian lubang untuk berkemih
(meatus urethra externus) yang terbuka.Fimosis (phimosis) bisa
merupakan kelainan bawaan sejak lahir (kongenital) maupun
didapat.
Fimosis dapat juga diartikan sebagai keadaan prepusium penis
yang tidak dapat diretraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke
korona glandis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan
berkembang, dan debris yang dihasilkan oleh epitel prepusium
(smegma) mengumpul di dalam prepusium dan perlahan-lahan
memisahkan prepusium dari glans penis. Ereksi penis yang
terjadi secara berkala membuat prepusium terdilatasi perlahan-
lahan sehingga prepusium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke
proksimal.( Basuki B. Purnomo, 2012)

15 | P a g e
Gambar2. Fimosis

ETIOLOGI

Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang
di antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi
ini menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala penis
sehingga sulit ditarik ke arah pangkal.
Pada kasus yang lebih jarang, fimosis terjadi karena kulup
kehilangan kemampuan peregangan, misalnya karena
peradangan atau luka akibat pembukaan paksa kepala penis.
Pembentukan jaringan parut dari bekas luka itu mencegah
peregangan kulup.

MACAM - MACAM FIMOSIS


a) Fimosis kongenital (fimosis fisiologis) timbul sejak lahir
sebenarnya merupakan kondisi normal pada anak-anak, bahkan
sampai masa remaja. Kulit preputium selalu melekat erat pada
16 | P a g e
glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir,
namun seiring bertambahnya usia serta diproduksinya hormon
dan faktor pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi lapisan epitel
dan deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian dalam
preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glans
penis. Fimosis kongenital seringkali menimbulkan fenomena
ballooning, yakni kulit preputium mengembang saat berkemih
karena desakan pancaran air seni tidak diimbangi besarnya
lubang di ujung preputium.
Suatu penelitian mendapatkan bahwa hanya 4% bayi yang
seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis pada
saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan hanya
1% laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis
kongenital. Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan
hanya 20% dari 200 anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang
seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis.

b) Fimosis didapat (fimosis patologik) timbul kemudian setelah


lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin
yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium
(balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit
preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang
akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat
bagian kulit preputiumyang membuka.

PATOFISIOLOGI
Normalnya hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan
berkembang, dan debris yang dihaslikan oleh epitel preputium
(smegma) mengumpul didalam preputium dan perlahan-lahan
17 | P a g e
memisahkan preputium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi
secara berkala membuat preputium menjadi retraktil dan dapat
ditarik ke proksimal. Pada saat usia 3 tahun, 90% preputium
sudah dapat diretraksi.
Pada kasus fimosis, lubang yang terdapat di preputium
sempit sehingga tidak bisa ditarik mundur dan glans penis sama
sekali tidak bisa dilihat. Kadang hanya tersisa lubang yang sangat
kecil diujung preputium. Pada kondisi ini, akan terjadi fenomena
“balloning” dimana preputium mengembang saat berkemih
karena desakan pancaran urin yang tidak diimbangi besarnya
lubang diujung preputium. Bila fimosis menghambat kelancaran
berkemih, seperti pada balloning, maka sisa-sisa urin mudah
terjebak didalam preputium.

MANIFESTASI KLINIS
a. Kulit penis anak tidak bisa ditarik ke arah pangkal ketika
akan dibersihkan.
b. Anak mengejan saat buang air kecil karena muara saluran
kencing diujung tertutup. Biasanya ia menangis dan pada ujung
penisnya tampak menggembung.
c. Air seni yang tidak lancar, kadang-kadang menetes dan
memancar dengan arah yang tidak dapat diduga.
d. Kalau sampai timbul infeksi, maka si anak akan mengangis
setiap buang air kecil dan dapat pula disertai demam.
e. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan
menggembung saat mulai miksi yang kemudian menghilang
setelah berkemih. Hal tersebut disebabkan oleh karena urin yang
keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh
kulit pada ujung penis sebelum keluar melalui muaranya yang
sempit.
18 | P a g e
f. Iritasi pada penis
g. Fimosis kongenital seringkali menimbulkan fenomena
ballooning, yakni kulit preputium mengembang saat berkemih
karena desakan pancaran air seni tidak diimbangi besarnya
lubang di ujung preputium. Fenomena ini akan hilang dengan
sendirinya, dan tanpa adanya fimosis patologik, tidak selalu
menunjukkan adanya hambatan (obstruksi) air seni. Selama tidak
terdapat hambatan aliran air seni, buang air kecil berdarah
(hematuria), atau nyeri preputium, fimosis bukan merupakan
kasus gawat darurat.

2. PARAFIMOSIS
DEFINISI
Parafimosis adalah keadaan preputium penis yang di retraksi
sampai sulkus koronarius tidak dapat di kembalikan seperti
semula dan menimbulkan dan jeratan pada penis. (Basuki, 2011)
Parafimois adalah sebuah kondisi serius yang bisa terjadi
hanya pada laki-laki dewasa dan anak laki-laki yang belum belum
sunat atau tidak disunat. Parafimosis berarti preputium terjebak
di belakang glans penis dan tidak dapat ditarik kembali ke posisi
normal. Kadang-kadang laki-laki yang tak disunat kulup mereka
tertarik kebelakang saat berhubunga seks, ketika mereka kencing
atau ketika mereka membersihkan penis mereka. Jika preputium
yang tersisa dibelakang glans penis terlalu panjang, penis
kemungkinan mengalami pembengkakan sehingga preputium
yang terperangkap dibelakang glans penis. (Hayashi, 2011)

Etiologi Parafimosis
Parafimosis termasuk kondisi yang jarang terjadi. Penyebab
yang paling sering memicu kondisi ini adalah karena lupa
19 | P a g e
mengembalikan posisi preputium setelah ditarik, lalu dibiarkan
untuk waktu yang cukup lama, misalnya beberapa jam. Di
samping itu, ada juga faktor-faktor lain yang berpotensi
menyebabkan parafimosis. Beberapa di antaranya adalah:
(Basuki, 2011)
1. Mengalami cedera di sekitar alat kelamin.
2. Menderita infeksi.
3. Menarik preputium terlalu berlebihan.
4. Memiliki preputium yang lebih ketat.
5. Menindik penis.
6. Menjalani kateter

Patofisiologi Parafimosis
Parafimosis terjadi pada pria yang tidak disunat atau
sebagian disunat. Ada beberapa penyebab potensial. Hal ini bisa
disebabkan oleh kebersihan yang buruk, kronis balanitis, atau
retraksi paksa preputium tanpa mengembalikannya ke posisi
semula. Penyebab lainnya adalah kateterisasi uretra, sistoskopi,
atau luka yang ditimbulkan sendiri seperti penindikan penis pada
kelenjar. (Hayashi, 2011)
preputium ditarik menjadi terjebak di balik korona glans.
Jaringan glans menjadi edematous, menciptakan lingkar
konstriksi cincin di sekitar penis. Penyempitan ini mengganggu
aliran darah dan limfatik kelenjar dan glans penis, yang bisa
menjadi iskemik. Jika tidak diobati untuk waktu yang lama,
berhari-hari atau minggu bisa terjadi nekrosis penis dan
autoamputasi. (Hayashi, 2011)

Manifestasi Klinis

20 | P a g e
Parafimosis termasuk kegawatdaruratan urologi yang memiliki
gejala sebagai berikut: (Hayashi, 2011)
a. Udeme pada glans penis
b. Nyeri
c. Kebiruan pada glans penis karna terjadi penjeratan

3. BALANOPOSTITIS
DEFINISI
Balanitis adalah inflamasi superfisial glans penis, sedangkan
postitis adalah inflamasi preputium penis. Kedua keadaan itu bisa
terjadi bersamaan sehingga menjadi balanopostitis.
Balanopostitis seringkali terjadi pada anak usia dua sampai lima
tahun dan biasanya karena higiene yang kurang baik.

ETIOLOGI
Balanopostitis disebabkan karena infeksi bakteria ataupun
kandida dan iritasi dari iritan eksterna. Bakteri penyebab
tersering pada balanopostitis yaitu streptokokus. Selain itu juga
bisa disebabkan karena higiene yang kurang baik, terutama pada
anak usia dua tahun.
Balanopostitis juga seringkali disangka sebagai penyakit yang
ditularkan melalui seksual (PMS) pada anak.

MANIFESTASI KLINIS
Pada balanopostitis seringkali dikeluhkan adanya iritasi,
kemerahan, eksudat dan edema glans dan permukaan dalam
preputium. Infeksi streptokokus ditandai dengan eksudat tipis,
purulen pada sulkus korona glandis, tanpa disertai adanya
21 | P a g e
discharge uretra, yang bisa bersamaan dengan infeksi tenggorok.
(Purnomo, 2012)

B. Diagnosa Kerja
FIMOSIS
 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis
selain dari anamnesa dan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan
penunjang, diantaranya sebagai berikut:
• Pemeriksaan darah lengkap
• USG penis
• Pemeriksaan kadar TSH

 PENATALAKSANAAN
Ada tiga cara untuk mengatasi fimosis yaitu:
a) Sunat
Banyak dokter yang menyarankan sunat untuk menghilangkan
masalah fimosis secara permanen.Rekomendasi ini diberikan
terutama bila fimosis menimbulkan kesulitan buang air kecil atau
peradangan di kepala penis (balanitis). Sunat dapat dilakukan
dengan anestesi umum ataupun local
b) Obat
Terapi obat dapat diberikan dengan salep yang meningkatkan
elastisitas kulup.Pemberian salep kortikoid (0,05-0,1%) dua kali
sehari selama 20-30 hari, harus dilakukan secara teratur dalam
jangka waktu tertentu agar efektif.
c) Peregangan
Terapi peregangan dilakukan dengan peregangan bertahap kulup
yang dilakukan setelah mandi air hangat selama lima sampai
22 | P a g e
sepuluh menit setiap hari. Peregangan ini harus dilakukan dengan
hati-hati untuk menghindari luka yang menyebabkan
pembentukan parut.

Fimosis kongenital sebaiknya dibiarkan saja, kecuali bila


terdapat alasan agama dan/atau sosial untuk disirkumsisi. Hanya
diperlukan penjelasan dan pengertian mengenai fimosis
kongenital yang memang normal dan lazim terjadi pada masa
kanak-kanak serta menjaga kebersihan alat kelamin dengan secara
rutin membersihkannya tanpa penarikan kulit preputium secara
berlebihan ke belakang batang penis dan mengembalikan kembali
kulit preputium ke depan batang penis setiap selesai
membersihkan.
Upaya untuk membersihkan alat kelamin dengan menarik
kulit preputium secara berlebihan ke belakang sangat berbahaya
karena dapat menyebabkan luka, fimosis didapat, bahkan
parafimosis. Seiring dengan berjalannya waktu, perlekatan antara
lapis bagian dalam kulit preputium dan glans penis akan lepas
dengan sendirinya.
Walaupun demikian, jika fimosis menyebabkan hambatan
aliran air seni, diperlukan tindakan sirkumsisi (membuang
sebagian atau seluruh bagian kulit preputium) atau teknik bedah
plastik lainnya seperti preputioplasty (memperlebar bukaan kulit
preputium tanpa memotongnya). Indikasi medis utama
dilakukannya tindakan sirkumsisi pada anak-anak adalah fimosis
patologik.( Shahid, Sukhbir Kaur. 2012)
Penggunaan krim steroid topikal yang dioleskan pada kulit
preputium 1 atau 2 kali sehari, selama 4-6 minggu, juga efektif
dalam tatalaksana fimosis. Namun jika fimosis telah membaik,
kebersihan alat kelamin tetap dijaga, kulit preputium harus ditarik
23 | P a g e
dan dikembalikan lagi ke posisi semula pada saat mandi dan
setelah berkemih untuk mencegah kekambuhan fimosis.(

 KOMPLIKASI
a) Ketidaknyamanan / nyeri saat berkemih.
b) Akumulasi sekret dan smegma di bawah prepusium yang
kemudian terkena infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk
jaringan parut.
c) Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.
d) Penarikan prepusium secara paksa dapat berakibat kontriksi
dengan rasa nyeri dan pembengkakan glans penis yang disebut
parafimosis.
e) Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut
ballonitis.
f) Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan,
kemudian menimbulkan kerusakan pada ginjal.
g) Fimosis merupakan salah satu faktor resiko terjadinya
kanker penis.

 Prognosis
Pronosis dari Fimosis umumnya baik, sebagian besar nyeri
dapat diatasi dengan obat-obat konservatif. Pada kasus-kasus berat
diperlukan operasi bedah untuk memulihkan keadaan seperti
semula.

24 | P a g e
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari diskusi yang kelompok kami lakukan, kelompok kami


mengambil kesimpulan bahwa anak di scenario mengalami Fimosis,
yaitu suatu keadaan dimana preputium tidak dapat diretraksi sehingga
setiap akan melakukan buang air kecil dirasakan nyeri dan penis
menggelembung serta terdapat benjolan dibawah kulit penis.

25 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Guyton & Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC.


Jakarta.

Hayashi Y, Kojima Y, dan Kohri K. 2011. Prepuce: Phimosis,


paraphimosis, and Curcumcision. The Scientific World
Jurnal. 11, 239-301

Purnomo. Basuki B. 2012. Dasar-Dasar Urologi Edisi ke-3. Jakarta:


Sagung Seto.

Sjamsuhidajat, R , Wim de Jong. Saluran kemih dan Alat Kelamin


Lelaki. Buku-Ajar Ilmu Bedah.Ed.2. Jakarta : EGC,
2004. p 801

Shahid, Sukhbir Kaur. 2012. Phimosis in Children. Available at


jurnal in ISRN (International Scholarly Research
Network) Urology

26 | P a g e
27 | P a g e
28

Anda mungkin juga menyukai