Anda di halaman 1dari 20

BLOK 4

LAPORAN KELOMPOK FARMAKOLOGI

PERCOBAAN I
ABSORPSI DAN EKSKRESI OBAT PADA MANUSIA

PERCOBAAN III
CARA PEMBERIAN DAN PEMAKAIAN OBAT

Laboratorium Farmakologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha
Bandung - 2008
PERCOBAAN I
ABSORPSI DAN EKSKRESI OBAT PADA MANUSIA

ABSTRAK

Obat merupakan suatu zat yang akan diminum oleh manusia ketika dia merasa tubuhnya dalam
keadaan sakit. Akan tetapi apa yang terjadi pada obat tersebut setelah masuk ke dalam tubuh manusia
tidak diketahui secara pasti oleh setiap orang. Nasib obat di dalam tubuh manusia dipelajari dalam
farmakokinetik. Farmakokinetik membahas segala proses yang terjadi pada obat tersebut, mulai dari
absorpsi, distribusi, biotransformasi hingga metabolisme.
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui variasi kecepatan absorpsi dan ekskresi obat yang
diminum, khususnya Iodium, Salisilat dan Pyridium pada manusia.
Percobaan ini memakai tiga subjek percobaan yang masing-masing urinenya ditampung sebagai
kontrol. Pada percobaan Iodium ditampung juga saliva. Setelah itu, masing-masing subjek percobaan
diberikan obat yang berbeda, yang berisi Iodium, Salisilat dan Pyridium. Kemudian dalam tenggang
waktu 2 jam dilakukan pemeriksaan urine setiap 30 menit. Pada percobaan urine Iodium pemeriksaan
yang dilakukan sedikit berbeda tenggang waktunya, yaitu 15 menit, 45 menit, 60 menit, 90 menit dan
120 menit. Percobaan saliva Iodium tenggang waktu yang dipakai adalah 5 menit, 10 menit, 15 menit,
45 menit, 60 menit , 90 menit , 120 menit.
Pada percobaan ekskresi Iodium didapatkan hasil bahwa Iodium yang diekskresi melalui saliva
menunjukan hasil positif pada menit kelima dan melalui urine pada menit ke-45. Percobaan ekskresi
Salisilat yang tidak dipanaskan mencapai hasil positif maksimal pada menit ke-90. Pada ekskresi
Pyridium memberikan hasil positif pada menit ke-60.
Kesimpulan dari percobaan ekskresi Iodium, ekskresi Iodium melalui saliva lebih cepat daripada
melalui urine. Pada percobaan ekskresi Salisilat, pada pemanasan seharusnya lebih cepat menghasilkan
hasil positif pada urine. Pada percobaan ekskresi Pyridium, urine menjadi berwarna merah karena
merah azo dan kepekatannya terus meningkat.
BAB I
PENDAHULUAN

Obat dalam arti luas adalah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup. Obat yang
masuk ke dalam tubuh akan mengalami absorpsi, distribusi, dan rangkaian proses pengikatan oleh
reseptor hingga menimbulkan efek. Pada akhirnya sisa obat tersebut akan diekskresikan dari dalam
tubuh. Seluruh proses ini berjalan serentak dan biasa disebut farmakokinetik.
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memperlihatkan variasi kecepatan absorpsi dan ekskresi
obat yang dimakan, khususnya Iodium, Salisilat dan Pyridium pada manusia.
Di dalam tubuh, obat harus memiliki kemampuan untuk bisa masuk menembus lapisan sel yang
ada di berbagai jaringan. Pada umumnya yang terjadi dalam transpor obat adalah menembus lapisan,
bukan melewati celah antar sel. Karena itu peristiwa terpenting dalam proses farmakokinetik adalah
transport lintas membran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat di dalam tubuh, yaitu: sifat fisik dan kimia obat,
bentuk obat, formulasi obat, konsentrasi obat, luas permukaan kontak obat, cara pemberian obat, dan
sirkulasi pada tempat absorpsi.
Beberapa cara yang terpenting dalam proses transport lintas membran adalah difusi pasif dan
transport aktif. Umumnya, absorpsi dan distribusi obat terjadi melalui proses difusi pasif. Sel saraf, hati,
dan tubuli ginjal biasanya membutuhkan energi yang diperoleh dari aktivitas membran sendiri, sehingga
zat dapat bergerak melawan perbedaan kadar atau potensial listrik.
Akhirnya obat menjalani proses akhir, yaitu ekskresi yang terbentuk dalam bentuk metabolit
hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Absorpsi dan ekskresi dalam tubuh bervariasi itu
terjadi karena faktor yang mempengaruhi perjalanan obat di dalam tubuh pun bervariasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari obat-obatan. Farmakodinamik adalah aspek ilmu
farmakologi yang mempelajari efek obat terhadap fisiologi, biokimia, serta mekanisme kerjanya dalam
organ tubuh. Farmakokinetik adalah aspek farmakologi yang meliputi nasib obat dalam tubuh seperti
absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresinya.
Absorbsi adalah proses penyerapan obat dari tempat pemberian, meliputi kelengkapan serta
kecepatan proses itu. Yang dimaksud dengan kelengkapan adalah persen dari jumlah obat yang telah
diberikan. Tapi,yang lebih penting adalah bioavailabilitas. Ada beberapa hal yang mempengaruhi
absorbsi obat dalam tubuh anatara lain sifat fisik dan kimia obat, bentuk obat, formulasi obat,
persentasi obat, luas permukaan kontak obat, cara pemberian obat dan sirkulasi tempat absorbsi.
First Pass Effect adalah metabolisme lintas pertama; keadaan dimana sebagian dari obat akan
dimetabolisme oleh enzim di dinding usus. Pada pemberian oral, terjadi lintas pertama di hati, sehingga
mengurangi efek dari obat tersebut. Eliminasi lintas pertama ini dapat dihindari dengan menghindari
pemberian obat per oral.
Bioavailabilitas adalah jumlah obat dalam persen dari bentuk sediaan yang mencapai sirkulasi
sistemik dalam bentuk utuh/aktif, serta kecepatannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas
obat oral adalah sifat fisik dan kimia obat, formulasi obat, faktor penderita dan infeksi dalam absorbsi di
saluran cerna.
Setelah diabsorbsi, obat didistribusikan ke seluruh tubuh oleh darah. Setelah didistribusikan,
obat akan mengalami proses biotransformasi.
Biotransformasi adalah proses perubahan stuktur obat yang terjadi dalam tubuh dengan
dikatalisis oleh enzim dengan tujuan untuk mengakhiri kerja obat dan mengaktifkan calon obat. Pada
tahap ini, molekul obat diubah menjadi lebih polar, sehingga lebih mudah disekresikan oleh ginjal. Selain
itu, umumnya obat menjadi inaktif sehingga berperan mengakhiri kerja obat.
Ekskresi adalah proses pengeluaran obat atau metabolitnya dari dalam tubuh melalui berbagai
organ ekskresi. Ginjal merupakan organ ekskresi terpenting, melalui proses filtrasi di glomerulus, sekresi
aktif di tubuli proksimal dan reabsorbsi pasif di tubuli proksimal dan tubuli distal.
BAB III
BAHAN DAN CARA KERJA

Tujuan
Memperlihatkan variasi kecepatan absorpsi dan ekskresi obat yang dimakan, khususnya Iodium, Salisilat,
dan Pyridium pada manusia.

Obat-obatan
1. Kapsul Kalium Iodida 300 Mg
- Larutan Kalium Iodida 1%
- Larutan Natrium Nitrat 10%
- Larutan Asam Sulfat Dilutus
- Larutan Amilum 1%
2. Kapsul Natrium Salisilat 300 Mg + Natrium Bikarbonat 200 Mg
- Larutan Ferri Chlorida 1%
- Larutan Natrium Salisilat 0,1%
- Larutan Natrium Hidroksida Dilutus
- Larutan Asam Chlorida 10%
- Larutan Natrium Salisilat 5%
3. Tablet Pyridium (Phenazopyridine HCl) 100 mg

Peralatan
1. Tabung reaksi
2. Gelas ukur
3. Beaker glass
4. Pipet tetes
5. Kertas lakmus
6. Permen karet

Subjek Percobaan
Mahasiswa

Petunjuk Umum
● Subjek percobaan makan dahulu sebelum percobaan dimulai dan minum segelas air.
● Tampung urine sebelum minum obat untuk test kontrol negatif
● Minum lagi minimal segelas air mium tambahan sesuadah minum obat
● Gunakan tdana: -, +, ++, +++ untuk menunjukkan tingkat respon percobaan
Cara Kerja
1. Ekskresi Iodium
a. Kontrol Positif
(1) Masukkan ke dalam tabung reaksi, 1ml Amylum 1%,1ml Kalium Iodida 1%, 2-3 tetes Natrium
Nitrit 10% dan 2-3 tetes Asam Sulfat Dilutus.
Lihat dan gambar perubahan warna yang terjadi.
(2) Untuk pembanding, lakukan seperti (1) tanpa penambahan Asam Sulfat Dilutus.
b. Kontrol Negatif
(3) Sebelum minum obat, lakukan percobaan (1) dengan menggantikan larutan Kalium Iodida
1% dengan saliva dan urine kontrol.
c. Pemeriksaan Iodida dalam Saliva dan Urine
(4) Setelah minum obat, lakukan percobaan (1) pada saliva dengan interval 5 menit sebanyak
3kali dan 15 menit pertama untuk urine.
Selanjutnya lakukan pemeriksaan saliva dan urine setiap 30 menit sampai sekitar 2 jam.
Catat perubahan warna yang terjadi dan perhatikan kapan terjadi respon ekskresi maksimal.
Buatlah grafik yang menggambarkan hubungan antara waktu sebagai absis dan perubahan
warna sebagai ordinat.
2. Ekskresi Salisilat
a. Kontrol Negatif
(1) Sebelum minum obat, masukkan ke dalam tabung reaksi 3ml urine + beberapa tetes Ferri
Chlorida 1% melalui dinding tabung reaksi dan jangan digoyang.
b. Kontol Positif
(2) Masukkan ke dalam tabung reaksi yang lain, 3ml Natrium Salisilat 0,1% dan tambahkan
beberapa tetes Ferri Chlorida 1%.
(3) Sebelum minum obat, masukkan ke dalam tabung reaksi, 3ml urine dan 1tetes Natrium
Hidroksida Dilutus→hangatkan→netralkan dengan Asam Chlorida 10% (indikator kertas
lakmus), tambahkan beberapa tetes Ferri Chlorida 1%.
(4) Masukkan ke dalam tabung reaksi, 2ml Natrium salisilat 5% dan tambahkan 2tetes Asam
Chlorida 10%, diamkan beberapa menit.
c. Pemeriksaan Salisilat dalam Urine
Setelah minum obat, lakukan percobaan (1) dan (3) pada urine dan ulangi percobaan setiap 30
menit sampai sekitar 2 jam.
3. Ekskresi Phenazopyridine HCl
Sebelum minum obat, tampung dan amati urine sebagai kontrol negatif.
Sesudah minum obat, tampung dan amati urine setiap 30 menit sampai sekitar 2 jam
Buat grafik hubungan antara waktu sebagai absis dan perubahan warna sebagai ordinat.
Jawaban Pertanyaan

1. Sebutkan faktor-faktor yang memengaruhi absorpsi!


a. Sifat kimia dan fisik obat
b. Bentuk obat
c. Formulasi obat
d. Konsentrasi obat
e. Luas permukaan kontak obat
f. Sirkulasi sistemik
g. Cara pemberian

2. Apa yang dimaksud dengan bioavailabilitas?


Bioavailabilitas adalah jangka waktu dan kecepatan absorpsi dari bentuk sediaan yang ditunjukan
oleh kurva kurun waktu terhadap konsentrasi dari pemberian obat secara sirkulasi sistemik.

3. Sebutkan reaksi-reaksi kimia yang terjadi pada proses biotransformasi!


Biotransformasi merupakan metabolisme obat di dalam tubuh yang terbagi menjadi 2 fase, yaitu :
a. Fase I (non-sintetik) : redoks, dehalogenasi, hidrolisis
b. Fase II (sintetik) : konjugasi (pembentukan turunan terkonjugasi)

4. Apa tujuan penambahan Natrium Bikarbonat pada Natrium Salisilat?


a. Menetralkan keasaman Natrium Salisilat sehingga tidak terjadi iritasi lambung
b. Menjaga keseimbangan asam basa sehingga tidak terjadi ”alkalosis resipiratory”
c. Meningkatkan kelarutan asam urat sehingga tidak membentuk kristal urat di tubulus ginjal

5. Sebutkan produk ekskresi salisilat!


a. Salisilat bebas
b. Fenol-salisilat
c. Genti-silat
d. Urat-salisilat

6. Sebutkan kontra indikasi pemakaian Salisilat dan Kalium iodida!


Kontra indikasi pemakaian Salisilat : Kontra indikasi pemakaian Kalium Iodida:
a. Kerusakan hati berat a. hypotiroid
b. Hipotrombinen b. wanita hamil
c. Defisiensi vitamin K
d. Hemofilia
e. Sirosis hati
f. Gagal Jantung
g. Hiporolemia
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Percobaan
1. Ekskresi Iodium
a. Kontrol positif b. Kontrol negatif
Saliva Urine
c. Pemeriksaan Iodida dalam Saliva dan Urine
5‘ 10’ 15‘ 45’ 75’ 105’ 135’
Saliva

Urine

Waktu 5’ 10’ 15’ 45’ 75’ 105’ 135’


Perubahan Saliva + ++ ++ ++ +++ +++ ++++
warna Urine - ++ ++ +++ ++++

Grafik hubungan antara waktu dan perubahan warna pada ekskresi Iodium

++++

2. Ekskresi Salisilat
+++
Sebelum minum obat
a. ++ negatif
Kontrol b. Kontrol positif
(1) (2) (3)
+

Setelah minum obat


30’ 60’ 90’ 120’
(1) Tanpa pemanasan

(2) Dengan pemanasan

3. Ekskresi Pyridium
30’ 60’ 90’ 120’
Hasil

Perubahan warna - + ++ +++

Grafik hubungan antara waktu dan perubahan warna pada ekskresi Pyridium

Pembahasan

1. Ekskresi Iodium
Prinsip: reaksi reduksi dan oksidasi.
Hasil positif: reaksi iodium+++
dengan amylum membentuk Iod-amilo kompleks berwarna biru ungu.
Natrium nitrit 10% sebagai oksidator, asam sulfat sebagai katalisator, dan iodium sebagai indikator.
Pada percobaan didapat ekskresi iodium sebagai metabolit. Iodium lebih cepat diekskresikan
++
melalui saliva daripada urine. Terlihat pada menit kelima sudah terlihat perubahan warna pada
+ pada pemeriksaan urine baru terlihat perubahan warna pada menit
pemeriksaan saliva, sedangkan
ke-45. Hal ini sesuai dengan teori bahwa saliva memiliki afinitas yang lebih besar terhadap iodium.
-
Kedua percobaan mencapai ekskresi maksimal pada menit ke-120.

2. Ekskresi Salisilat
Prinsip: reaksi konjugasi.
Hasil positif: terbentuk cincin warna ungu.
Proses pemanasan bertujuan untuk menguraikan ikatan asam Salisilat bebas yang akan berikatan
dengan Fe dari larutan Ferri Chlorida 1% dan membentuk cincin ungu.
Pada percobaan dengan pemanasan, seharusnya hasil positif terbentuk lebih cepat daripada
percobaan tanpa pemanasan. Pemeriksaan Salisilat tanpa pemanasan menunjukan reaksi positif
pada menit ke-6o.
Salisilat diekskresikan dalam bentuk Salisilat bebas memalui ginjal dan sebagian kecil melalui
keringat dan empedu. Dalam dosis kecil, Salisilat menghambat ekskresi asam urat.
Penambahan Natrium Bikarbonat pada Natrium Salisilat bertujuan agar:
- Kelarutan asam urat dalam urine meningkat, sehingga tidak terbentuk kristal asam urat
dalam tubullus ginjal.
- Memberikan suasana basa pada urine, sehingga mempercepat ekskresi Salisilat.
- Menetralisir keasaman Natrium Salisilat, sehingga mencegah iritasi lambung.

3. Ekskresi Phenazopyridine HCl


Prinsip: pembentukan kompleks merah azo.
Pyridium diekskresikan dalam bentuk utuh yang menghasilkan warna merah pada urine.
Pada percobaan, perubahan urine menjadi merah dimulai sejak menit ke-60 dan terus meningkat
kepekatannya pada menit ke-90 dan menit ke-120.
Bila hasil percobaan tidak sesuai teori, subjek percobaan mungkin berpenyakit ginjal sehingga
ekskresi melalui ginjal akan terganggu, atau terjadinya kesalahan prosedur seperti minum air
tambahan setelah beberapa waktu minum obat sehingga menyebabkan obat dalam tubuh
diekskresikan dalam urine dengan kadar yang encer.
BAB V
KESIMPULAN

Obat-obat yang diminum memiliki variasi kecepatan absorpsi dan ekskresi yang berbeda-beda dan
dipengaruhi pula oleh variasi individu.
Pada percobaan ekskresi Iodium, ekskresi Iodium melalui saliva lebih cepat daripada melalui urine.
Pada percobaan ekskresi Salisilat, pada pemanasan seharusnya lebih cepat menghasilkan hasil positif
pada urine.
Pada percobaan ekskresi Pyridium, urine menjadi berwarna merah karena merah azo dan kepekatannya
terus meningkat.
PERCOBAAN III
CARA PEMBERIAN DAN PEMAKAIAN OBAT

ABSTRAK

Cara pemberian dan pemakaian obat sangat mempengaruhi efektivitas kerja obat dalam tubuh. Oleh
sebab itu, pemilihan cara pemberian dan pemakaian obat sangat penting diperhatikan untuk mendapat
efek optimal dari suatu obat.
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui kecepatan timbulnya efek dari obat dari berbagai
macam cara pemberian obat, yaitu:
1. per oral : masukkan obat ke dalam esophagus dengan jarum tumpul.
2. Rektal : masukkan obat ke dalam anus dengan selang enema.
3. Intramuskuler (IM) : suntikkan obat pada otot gluteal.
4. Intravaskuler (IV) : suntikkan obat pada vena ekor selambat mungkin (0.02 ml/2 detik),
dengan menggunakan jarum ukuran kecil.
5. Subkutan : suntikkan obat dibawah kulit tengkuk.
6. Intraperitoneal : suntikkan obat kedalam cavum peritonel di kuadran kiri bawah.
Kemudian selama satu jam, mengamati dan mencatat saat timbul dan lamanya gejala-gejala berikut:
a. aktivitas spontan berkurang, respon terhadap stimuli masih normal.
b. Aktivitas spontan hilang, timbul gerakan-gerakan tak terkoordinasi terhadap stimuli.
c. Tidak ada respon terhadap stimuli, tapi masih dapat berdiri.
d. Usaha untuk berdiri tidak berhasil.
e. Tidak ada gerakan sama sekali dan tidak ada usaha untuk berdiri.
Lalu, membuat grafik yang menggambarkan hubungan antara derajat aktivitas sebagai absis dan waktu
sebagai ordinat.
Hasil percobaan yang diperoleh berdasarkan gejala-gejala yang timbul diamati dalam 30 menit pertama
dan 30 menit kedua. Pada percobaan didapatkan bahwa gejala-gejala yang timbul: secara per oral: a dan
b; per rektal: a dan b: intra muscular: b dan b; intra vena: c dan d; sub kutan: b dan c; intra peritoneal: b
dan c.
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa cara pemberian obat (Diazepam) sampai
menimbulkan efek yang tercepat adalah melalui pemberian secara inta Vena dan yang terlama adalah
secara per oral.
BAB I
PENDAHULUAN

Obat yang bereaksi dalam tubuh, masuk dengan beberapa cara pemberian yang berbeda
mengalami beberapa tahap yaitu : absorpsi, distribusi, biotransformasi, kemudian obat diekskresikan
dari dalam tubuh
Berbagai cara pemberian obat menunjukkan reaksi yang berbeda. Tujuan dilakukannya
pemberian dendan cara yang berbeda ini untuk mengetahui cara pemberian mana yang memberikan
reaksi tercepat. Menurut hasil pengamatan, cara pemberian yang memberikan reaksi tercepat adalah
melalui intravena Hal ini disebabkan karena obat tidak mengalami proses absorpsi. Sedangkan proses
absorpsi terjadi pada cara pemberian lainnya (intraperitoneal, subkutan, intramuskular, rektal).
Sedangkan cara pemberian obat yang memberikan reaksi paling lambat adalah per oral, karena
mengalami proses absorpsi yang lebih lama dan kadar obat yang masuk di dalam tubuh tidak seluruhnya
sampai ke tempat tujuan.
Jadi, dengan dosis yang sama cara pemberian yang tercepat adalah dengan cara intravena
(menyuntikan obat langsung ke dalam pembuluh darah).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bioavailabilitas menyatakan jangka waktu dan kecepatan absorpsi dari bentuk sediaan yang
ditunjukkan oleh kurva kurun waktu terhadap konsentrasi pemberian obat secara sirkulasi sistemik. Ini
terjadi karena pada obat-obat tertentu tidak semua yang absorpsi dari tempat pemberian akan
mencapai sirkulasi sistemik. Sebagian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding usus (pada pemberian
oral) dan atau pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut. Metabolisme ini disebut
metabolisme atau eliminasi lintas pertama (first pass metabolism or elimination).
Cara pemberian obat yang berbeda memberikan efektivitas dan tingkat absorpsi yang
berbeda,mempengaruhi bioavailibilitas dan ada atau tidak eliminasi tingkat pertama.
Pemberian obat per oral paling banyak dilakukan karena mudah, aman dan murah. Namun
banyak faktor yang dapat mempengaruhi bioavaibilitasnya, dapat mengiritasi saluran cerna, dan perlu
kerjasama dengan penderita, tidak bisa dilakukan bila pasien koma.
Pemberian secara intravena mempunyai keuntungan yaitu tidak mengalami tahap absorpsi,
kadar obat dalam darah diperoleh secara cepat, tepat dan dapat disesuaikan dengan respon penderita.
Pemberian ini dapat diberikan pada penderita yang tidak sadar atau dalam keadaan darurat.
Kerugiannya adalah dibutuhkan cara asepsis, menyebabkan rasa nyeri, efek toxic mudah terjadi karena
kadar obat yang tinggi dapat segera mencapai darah dan jaringan, obat yang disuntikkan tidak dapat
ditarik kembali. Penyuntikkan harus dilakukan perlahan sambil terus mengawasi respon penderita.
Pemberian secara subkutan hanya boleh digunakan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi
jaringan, absorpsinya lambat sehingga efeknya dapat bertahan lama.
Pemberian obat secara per rektal dapat diberikan pada penderita yang muntah-muntah, tidak
sadar diri dan pasca bedah. Kerugiannya adalah dapat mengiritasi mukosa rektum, permukaan absorbsi
tidak luas, absorpsi di rektum sering tidak lengkap dan teratur, dan obat sering lembek terutama pada
daerah tropis.
Pemberian secara Intramuskular (IM) diukur kecepatan absorpsinya berdasarkan kelarutan obat
di dalam air. Obat yang sukar larut dalam air akan mengendap dan terhambat absorpsinya. Obat-obat
dalam larutan minyak atau bentuk suspensi akan diabsorbsi dengan sanagt lambat dan konstant.
Pemberian obat secara intraperitoneal tidak dilakukan pada manusia karena bahaya infeksi dan
adhesi terlalu besar.
BAB III

BAHAN DAN CARA KERJA

Tujuan
Mengetahui kecepatan timbulnya suatu efek obat yang dikehendaki dari berbagai macam cara
pemberian obat.

Obat : diazepam

Alat
o Beaker glass 600 ml.
o Jarum suntik tumpul.
o Spit tuberkulin.
o Selang enema.

Hewan coba : Mencit.

Rencana Kerja
Obat ini memberi efek hipnotik dan anestetik dengan berbagai cara pemberian. Dosis diazepam yang
digunakan adalah 0,5 ml.
1. Siapkan 6 ekor mencit.
2. Berikan obatnya dengan cara :
a. Per oral : Masukkan obat kedalam oesofagus dengan jarum tumpul.
b. Rektal : Masukkan obat ke dalam anus dengan selang enema.
c. IM : Suntikkan pada otot gluteal.
d. IV : Suntikkan pada vena ekor selambat mungkin (0,02ml / 2 detik).
e. Subkutan : Suntikkan di bawah kulit tengkuk.
f. Intra peritoneal: Menyuntikkan obat ke dalam cavum peritoneal di kuadran kiri bawah.
3. Amati selama1 jam, catat saat timbul dan lamanya gejala-gejala berikut.
a. Aktivitas spontan berkurang, respon terhadap stimuli masih normal
b. Aktivitas spontan hilang, timbul gerakan-gerakan tak terkoordinasi terhadap stimuli
c. Tidak ada respon terhadap stimuli, tapi masih dapat berdiri
d. Usaha untuk berdiri tidak berhasil
e. Tidak ada gerakan sama sekali dan tidak ada usaha untuk berdiri
4. Buatlah grafik yang menggambarkan hubungan antara derajat aktivitas sebagai absis dan waktu
sebagai ordinat.
Pertanyaan

1. Sebutkan keuntungan dan kerugian obat secara oral !


2. Sebutkan bentuk-bentuk sediaan obat yang digunakan per oral !
3. Apa keuntungan dan kerugian pemberian obat secara parenteral ?
4. Sebutkan bentuk sediaan obat yang digunakan per rektal!

Jawaban

1. Keuntungan : mudah dilakukan secara sendiri, murah, dan aman.


Kerugian:
a. lambat diserap, harus melewati metabolisme lintas pertama/ first pass metabolism
b. banyak faktor yang dapat mempengaruhi bioavaibilitasnya
c. dapat mengiritasi saluran cerna
d. perlu kerjasama dengan penderita, tidak bisa dilakukan bila pasien koma.

2. Bentuk-bentuk sediaan obat yang digunakan per oral


a. Tablet
b. kapsul
c. puyer
d. pil
e. sirup

3. Keuntungan : lebih cepat diabsorpsi, dipakai dalam keadaan darurat.


Kerugian : relatif mahal, membutuhkan cara asepsis, menimbulkan rasa nyeri

4. Bentuk sediaan obat yang digunakan per rektal


Suppositoria
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Hasil percobaan
Tabel hubungan antara derajat aktivitas dan waktu
intra
Gejala per oral per rektal IM IV Subkutan
peritoneal
I (30’) a a b c B b
II (60’) b b b d C c

Grafik hubungan antara derajat aktivitas dan waktu


e

d Per oral

c Per rektal
Intra muskular
b
Intra Vena
a
Subkutan
0 Intra peritoneal

Keterangan:
a = spontan berkurang, respon terhadap stimuli masih normal
b = aktivitas spontan hilang, timbul gerakan-gerakan tak terkoordinasi terhadap stimuli
c = tidak ada respon terhadap stimuli tetapi masih dapat berdiri
d = usaha untuk berdiri tidak berhasil
e = tidak ada gerakan sama sekali dan tidak ada usaha untuk berdiri
Pembahasan

Pemberian obat yang berbeda-beda akan memberikan efektifitas dan tingkat absorbsi yang berbeda
dalam tubuh.

a. Per Oral
- 30’ pertama: aktivitas spontan berkurang, respon terhadap stimulin masih normal.
- 30’ kedua: aktivitas spontan hilang, timbul gerakan-gerakan tak terkoordinasi terhadap stimuli
Reaksi obat yang disuntikkan per oral lebih lambat menunjukkan efek karena harus melewati first
pass metabolism sebelum mencapi saluran sistemik.
Pemberian obat per oral merupakan cara pemberian obat yang paling umum dilakukan karena
mudah, aman, dan murah. Kerugiannya adalah banyak faktor dapat mempengaruhi biovaibilitasnya,
obat dapat mengiritasi saluran cerna, dan perlu kerjasama dengan penderita, tidak bisa dilakukan
bila pasien koma.

b. Per Rektal:
- 30’ pertama: aktivitas spontan berkurang, respon terhadap stimulin masih normal.
- 30’ kedua: aktivitas spontan hilang, timbul gerakan-gerakan tak terkoordinasi terhadap stimuli
Reaksi obat yang disuntikan per rektal berlangsung lebih cepat karena lebih cepat mencapai usus
halus sebagai tempat absorpsi.
Keuntungan pemberian secara per rectal, yaitu dapat diberikan pada penderita yang muntah-
muntah, tidak sadar diri dan pasca bedah. Sedangkan kerugiannya adalah dapat engiritasi mucosa
rectum, permukaan absorpsi tidak luas, absorpsi di rectum sering tidak lengkap dan teratur, obat
sering lembek terutama daerah tropis.

c. Intra Muskular:
- 30’ pertama: aktivitas spontan hilang, timbul gerakan-gerakan tak terkoordinasi terhadap stimuli
- 30’ kedua: aktivitas spontan hilang, timbul gerakan-gerakan tak terkoordinasi terhadap stimuli.
Reaksi obat berlangsung cepat karena obat hanya perlu menembus lapisan muskular sebelum
mencapai pembuluh darah tidak seperti per oral.
Pada suntikkan intramuskular (IM), kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan
kelengkapan absorpsi. Obat yang sukar larut dalam air pada pH fisiologik akan mengendap ditempat
suntikan sehngga absorpsinya berjalan lambat, tidak lengkap, dan tidak teratur. Absorpsi lebih cepat
di deltoid atau vastus lateralis daripada gluteus maksimus. Obat-obat dalam larutan minyak atau
bentuk suspensi akan diabsorpsi dengan sangat lambat dan konstan.

d. Intra Vena:
- 30’ pertama: tidak ada respon terhadap stimuli tetapi masih dapat berdiri
- 30’ kedua: usaha untuk berdiri tidak berhasil
Reaksi obat berlangsung sangat cepat karena obat langsung masuk ke saluran peredaran darah
sistemik
Pemberian secara intravena, keuntungannya adalah tidak mengalami tahap absorpsi, maka kadar
obat dalam darah diperoleh secara cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respons
penderita, dapat diberikan kepada penderita yang tidak sadar/muntah-muntah, sangat berguna
dalam keadaan darurat, dinding pembuluh darah relatif tidak sensitif dan bila disuntikkan perlahan-
lahan obat segera diencerkan oleh darah. Kerugiannya adalah menimbulkan rasa nyeri,efek toksik
mudah terjadi karena kadar obat yang tinggi segera mencapai darah dan jaringan, obat yang
disuntikkan tidak dapat ditarik kembali. Penyuntikkan IV harus dilakukan perlahan-lahan sambil
terus mengawasi respons penderita.

e. Subkutan:
- 30’ pertama: aktivitas spontan hilang, timbul gerakan-gerakan tak terkoordinasi terhadap stimuli
- 30’ kedua: tidak ada respon terhadap stimuli tetapi masih dapat berdiri
Reaksi obat berlangsung lebih cepat dibanding muskular dikarenakan jarak antara tempat
penyuntikan dengan tempat peredaran darah lebih dekat
Suntikkan subkutan hanya boleh dilakukan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan,
absorpsi lambat sehingga efek bertahan lama.

f. Intra Peritoneal
-30’ pertama : tidak ada respon terhadap stimuli tetapi masih dapat berdiri
- 30’kedua : tidak ada gerakan sama sekali dan tidak ada usaha untuk berdiri
Reaksi obat berlangsung lebih cepat dibandingkan subkutan dikarenakan tempat pemberian obat
berjarak lebih dekat dengan usus halus sebagai tempat absorpsi.
Suntikkan intraperitoneal tidak dilakukan pada manusia karena berbahaya infeksi dan adesi terlalu
besar.
BAB V
KESIMPULAN

Dari berbagai macam pemberian obat Diazepam yang paling cepat menimbulkan efek pada binatang
percobaan (mencit) adalah secara intravena,lalu berturut-turut diikuti oleh intraperitoneal, subkutan,
intramuskular dan yang terakhir adalah per oral.
DAFTAR PUSTAKA

Arini Setiawari, F.D., Suyatna, Zunilda SB. 1995. Pengantar Farmakologi. Farmakologi dan Terapi. Edisi FK
UI. Bab I
Azalia Afridan, Udin Sjamsudin. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. FK UI. Bab I.

Anda mungkin juga menyukai