Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dewasa ini di zaman modern dengan adanya peningkatan derajat
ekonomi yang juga terjadi pada masyarakat sangat berpengaruh terhadap
gaya hidup sehari-hari, misalnya pola aktifitas dan pekerjaan, namun tanpa
disadari bahaya yang mengancam kesehatan juga tidak dapat di hindari
(Sjamsuhidayat, 2005).
Ileus paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut
menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang
biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. (Iin
Inayah, 2004)
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia di diagnosis
ileus. Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus
setiap tahunnya. Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan
obstruktif tanpa hernia yang di rawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan
(Departemen Kesehatan RI, 2010).
Laparatomi pada ileus merupakan jenis pembedahan darurat
abdomen yang paling sering dilakukan di Negara-negara barat. Ileus dapat
terjadi pada setiap usia, perbandingan antara pria dan wanita mempunyai
kemungkinan yang sama untuk menderita penyakit ini. Namun penyakit
ini sering dijumpai pada dewa samu dan antara umur 20-30 tahun
(Smeltzer, 2002).
Ileus paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf
otonom mengalami paralysis dan peristaltic usus terhenti sehingga tidak
mampu mendorong isi sepanjang usus. Contoh nya amiloidosis, distropi
otot, gangguan endokrin seperti diabetes melitus atau gangguan neurologis
seperti penyakit Parkinson. (Mansjoer, 2010)
Dari uraian di atas, maka kelompok tertarik untuk membahas
tentang ”Kasus Abdominal Pain : Illeus Paralitik”.

1
1.2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep dasar teori Kasus Abdominal Pain : Illeus
Paralitik ?
b. Bagaimana asuhan keperawatan pada Kasus Abdominal Pain : Illeus
Paralitik ?

1.3. Tujuan
a. Untuk mengetahui konsep dasar teori Kasus Abdominal Pain : Illeus
Paralitik.
b. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada Kasus Abdominal Pain
: Illeus Paralitik

1.4. Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini adalah dapat digunakan sebagai bahan
pengajaran dan pembelajaran di bidang pendidikan bagi penulis maupun
pembaca.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Definisi
Ileus paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf
otonom mengalami paralysis dan peristaltic usus terhenti sehingga tidak
mampu mendorong isi sepanjang usus. Contoh nya amiloidosis, distropi
otot, gangguan endokrin seperti diabetes melitus atau gangguan neurologis
seperti penyakit Parkinson. (Mansjoer, 2010)
Ileus Paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa kembung
distensi usus karena usus tidak bergerak (mengalami motilitas), pasien
tidak dapat buang air besar. (Sjamsuhidayat, 2005)
Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ileus paralitik
adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut yang yang biasanya timbul
mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama karena usus tidak dapat
bergerak (mengalami motilitas) dan menyebabkan pasien tidak dapat
buang air besar.

B. Penyebab
Walaupun predisiposisi ileus biasanya terjadi akibat pascabedah
abdomen, tetapi ada faktor predisposisi lain yang mendukung peningkatan
risiko terjadinya ileus, di antaranya (Behm, 2003) sebagai berikut.
1. Sepsis
2. Obat-obatan (misalnya: opioid, antasid, coumarin, amitriptyline,
chlorpromazine).
3. Gangguan elektrolit dan metabolik (misalnya hipokalemia,
hipomagnesemia, hipernatremia, anemia, atau hiposmolalitas).
4. Infark miokard
5. Pneumonia
6. Trauma (misalnya: patah tulang iga, cedera spina).
7. Bilier dan ginjal kolik.

3
8. Cedera kepala dan prosedur bedah saraf.
9. Inflamasi intraabdomen dan peritonitis.
10. Hematoma retroperitonel.

C. Pathway

Pembedahan abdomen,
ketidakseimbangan
elektrolit, infeksi

Menurunkan aliran air dan


natrium dari lumen ke
darah

Lumen usus tersumbat


secara progresif
mekanik
Obstruksi usus
paralitik
Penimbunan intra lumen
(akumulasi gas dan cairan
didalam lumen sebelah
proksimal dari letak
obstruksi
Proliferasi bakteri
Fungsi sekresi dn absorpsi Distensi yang berlangsung
membrn mukosa usus cepat
Tekanan intralumen
Dinding usus edema & Kontaminasi
kongesti Iskemia dinding usus

Peristaltik kacau Hilangnya cairan menuju Edema Hilangnya


ruang peritoneum jaringan H2O &
elektrolit
KONSTIPASI
Pelepasan bakteri & toksin NYERI
dari usus yang nekrotik ke
dalam peritoneum & Volume
sirkulasi sistemik ECF

Peritonitis septikemia RESIKO


KETIDAKSEIMBANGAN
VOLUME CAIRAN

4
Proses infeksi pada usus
Lanjutan: halus

Mempengaruhi Proses usus halus dalam Laparotomi (post op)


rangsangan nervus vagus mengabsorbsi makanan
dalam menyampaikan terganggu Luka sayatan
refleks local ke nasovagal Sari-sari makanan yang
Sekresi asam Lambung Sel rusak
meningkat dan akan menurun sehingga nutrisi
merangsang thalamus kurang terpenuhi
Nafsu makan berkurang Luka terbuka
bagian distal sebagai
pusat yang menimbulkan KETIDAKSEIMBANGAN
NUTRISI: KURANG DARI Portal of entery
KEBUTUHAN mikroorganisme

RESIKO INFEKSI
NYERI
(Price, 2005)

D. Manifestasi Klinis
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung
(abdominal distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah
mungkin ada, mungkin pula tidak ada. Keluhan perut kembung pada
ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung
pada ileus obstruksi.
Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung,
tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi
timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat
tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan
perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi
peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit
primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah
gambaran peritonitis.
Gejala klinisnya, yaitu :
1. Distensi yang hebat tanpa rasa nyeri (kolik).
2. Mual dan mutah.
3. Tak dapat defekasi dan flatus, sedikitnya 24-48 jam.
4. Pada palpasi ringan perut, ada nyeri ringan, tanpa defans
muskuler.
5. Bising usus menghilang.
6. Gambaran radiologis : semua usus menggembung berisi udara.
(Brunner and Suddarth, 2002)

E. Klasifikasi
1. Ileus mekanik
a. Lokasi Obstruksi
1) Letak tinggi: Duodenum – Jejenum.
2) Letak tengah: Ileum terminal.
3) Letaak rendah: Colon – sigmoid – rectum.
b. Stadium
1) Parsial: menyumbat lumen sebagian.
2) Simple/ Komplit: menyumbat lumen total.
3) Strangulasi: simple dengan jepitan vasa.
2. Ileus Neurogenik
a. Adinamik: Ileus paralitik.
b. Dinamik: Ileus spastik.
3. Ileus Vaskuler: Intestinal ischemia.
(Brunner and Suddarth, 2002)

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
a. Foto polos abdomen 3 posisi
Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus)
memper-lihatkan dilatasi lengkung usus halus disertai adanya
batas antara air dan udara atau gas (air-fluid level) yang
membentuk pola bagaikan tangga, posisi setengah duduk
untuk melihat Gambaran udara cairan dalam usus atau di luar
usus, misalnya pada abses, Gambaran udara bebas di bawah
diafragma, Gambaran cairan di rongga pelvis atau abdomen
bawah.
1) Posisi terlentang (supine): sinar dari arah vertikal, dengan
proyeksi antero-posterior (AP);
Hal-hal yang dapat dinilai :
a) Dinding abdomen, yang penting yaitu: lemak
preperitoneal kanan dan kiri baik atau menghilang;
b) Garis psoas kanan dan kiri: baik, menghilang atau
adanya pelembungan (bulging);
c) Batu yang radioopak, kalsifikasi atau benda asing
yang radioopak;
d) Kontur ginjal kanan dan kiri.
e) Gambaran udara usus:
 Normal;

6
 Pelebaran lambung, usus halus, kolon;
 Penyebaran dari usus-usus yang melebar;
 Keadaan dinding usus;
 Jarak antara dua dinding usus yang
berdampingan.

Gambar 4. Lemak retroperitoneal, tampak sbg bayangan


radiolusent (hitam) pada dinding abdomen kanan dan kiri

Gambar 5. Garis psoas kanan dan kiri (normal)

7
Gambar 6. Batu radioopaq di ginjal kiri

Gambar 7. Gambaran udara normal dalam colon


2) Duduk atau setengah duduk atau berdiri (erect), bila
memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP;
Hal-hal yang dapat dinilai :
a) Gambaran udara bebas di bawah diafragma

8
Gambar 8. Air fluid level pada ileus obstruksi.
Pasienposisi setengah duduk.

Gambar 9. Udara bebas di bawah kedua diafragma pada


perforasi. Posisi pasien setengah duduk
3) Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus), dengan
arah horizontal,proyeksi AP.
Hal-hal yang dapat dinilai :
Hampir sama seperti posisi duduk, hanya udara bebas
letaknya antara hati dengan dinding abdomen

9
Gambar 1. Posisi terlentang, proyeksi AP

Gambar 2. Posisi berdiri, proyeksi AP

Gambar 3. Posisi tidur miring ke kiri (LLD), proyeksi AP


b. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema
Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan
obstruksi usus halus. Pengujian Enema Barium terutama
sekali bermanfaat jika suatu obstruksi letak rendah yang
tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen. Pada

10
anak-anak dengan intussuscepsi, pemeriksaan enema barium
tidak hanya sebagai diagnostik tetapi juga mungkin sebagai
terapi.
c. CT–Scan
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto
polos abdomen dicurigai adanya strangulasi. CT–Scan akan
mempertunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan-
kelainan dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum. CT–
Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras
kedalam pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat
diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
d. USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran
dan penyebab dari obstruksi.
2. Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi,
pada urinalisa mungkin menunjukkan dehidrasi. Analisa gas
darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic.
(Brunner and Suddarth, 2002).

G. Penatalaksanaan Medis
1. Konservatif
a. Penderita dirawat di rumah sakit.
b. Penderita dipuasakan
c. Kontrol status airway, breathing and circulation.
d. Dekompresi dengan nasogastric tube.
e. Intravenous fluids and electrolyte
f. Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2. Farmakologis
a. Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
b. Analgesik apabila nyeri.
3. Operatif
a. Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali
disertai dengan peritonitis.
b. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi
nasogastric untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture
usus.
c. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan
teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui

11
laparotomi. (Brunner and Suddarth, 2002)

H. Komplikasi
1. Nekrosis usus.
2. Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu
lama pada organ intra abdomen.
3. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium
sehingga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra
abdomen.
4. Sepsis infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani
dengan baik dan cepat.
5. Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume
plasma.
6. Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi.
7. Pneumonia aspirasi dari proses muntah.
8. Gangguan elektrolit, refluk muntah dapat terjadi akibat distensi
abdomen. Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan
kalium dari lambung, serta menimbulkan penurunan klorida dan
kalium dalam darah (Hermawan, 2010).

2.2 KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis,
pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat
trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary
survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan
segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang
dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009) :
a. Airway maintenance dengan cervical spine protection
b. Breathing dan oxygenation

12
c. Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
d. Disability-pemeriksaan neurologis singkat
e. Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan
primary survey bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam
urutan yang benar dan langkah berikutnya hanya dilakukan jika
langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil.
Setiap anggota tim dapat melaksanakan tugas sesuai urutan
sebagai sebuah tim dan anggota yang telah dialokasikan peran
tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga akan
sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu dalam
keterlibatan mereka (American College of Surgeons, 1997).
Primary survey perlu terus dilakukan berulang-ulang pada
seluruh tahapan awal manajemen. Kunci untuk perawatan trauma
yang baik adalah penilaian yang terarah, kemudian diikuti oleh
pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta pengkajian
ulang melalui pendekatan AIR (assessment, intervention,
reassessment). (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009)
2. Secondary Survey
Adapun lingkup pengkajian yang dilakukan pada klien ileus
paralitik adalah sebagai berikut:
a. Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, agama, alamat, status perkawinan, dan suku
bangsa.
b. Riwayat keperawatan.
1) Riwayat kesehatan sekarang meliputi apa yang dirasakan
klien saat pengkajian.
2) Riwayat kesehatan masa lalu meliputi penyakit yang
pernah diderita, apakah sebelumnya pernah mengalami
penyakit yang sama.
3) Riwayat kesehatan keluarga meliputi apakah dari
keluarga ada yang menderita penyakit yang sama.

13
c. Riwayat Psikososial dan spiritual meliputi pola interaksi,
pola pertahanan pola pertahanan diri, pola kognitif, pola
emosi dan nilai kepercayaan klien.
d. Kondisi lingkungan meliputi bagaimana kondisi lingkungan
yang mendukung kesehatan klien.
e. Pola aktivitas sebelum dan di rumah sakit meliputi pola
nutrisi, pola eliminasi, personal hygiene,pola aktivitas sehari
– hari dan pola aktivitas tidur.
f. Pengkajian fisik dilakukan secara inspeksi, palpasi,
auskultasi, dan perkusi, yaitu:
1) Inspeksi
Inspeksi perut distensi, dapat ditemukan kontur
dan steifung. Benjolan pada region inguinal, femoral dan
skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada
Intussuspsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk
sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka
operasi sebelumnya. Kadang teraba massa seperti pada
tumor, invaginasi, hernia, rectal toucher. Selain itu, dapat
juga melakukan pemeriksaan inspeksi pada :
a) Sistem penglihatan: posisi mata simetris atau
asimetris, kelopak mata normal atau tidak, pergerakan
bola mata normal atau tidak, konjungtiva anemis atau
tidak, kornea normal atau tidak, sclera ikterik atau
anikterik, pupil isokor atau anisokor, reaksi terhadap
otot cahaya baik atau tidak.
b) Sistem pendengaran: daun telinga, serumen, cairan
dalam telinga.
c) Sistem pernafasan: pernafasan dalam atau dangkal,
ada atau tidak batuk, dan pernafasan sesak atau tidak.
d) Sistem hematologi: ada atau tidak pendarahan, warna
kulit.
e) Sistem pencernaan keadaan mulut, gigi, stomatitis,

14
lidah bersih, saliva, warna dan konsistensi feses.
f) Sistem urogenital warna BAK.
g) Sistem integument turgor kulit, ptechiae, warna kulit,
keadaan kulit, keadaan rambut.
2) Palpasi
a) Sistem pencernaan abdomen, hepar, nyeri tekan di
epigastrium.
b) Sistem kardiovaskuler pengisian kapiler.
c) Sistem integumen ptechiae.
3) Auakultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi,
borbor hygmi. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltic
melemah dan sampai hilang.
4) Perkusi
Hipertimpani
5) Rectal Toucher
a) Isi rectum menyemprot : Hirschprung disease.
b) Adanya darah dapat menokong adanya stragulasi,
neoplasma.
c) Feces yang mengeras : skibala.
d) Feces negative : Obstruksi usus letak tinggi
e) Ampula rekti kolap : curiga obstruksi.
f) Nyeri tekan : local atau general peritonitis.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (post op ileus
paralitik).
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
b.d faktor biologis (mual & muntah).
3. Konstipasi b.d penurunan motilitas traktus
gastrointestinal.
4. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d
obstruksi intestinal.
5. Resiko infeksi dengan faktor resiko pertahanan

15
tubuh primer yang tidak adekuat (trauma
jaringan).
(NANDA 2015-2017)

C. Intervensi (NCP)
No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Analgesic Administration
Batasan Karakteristik keperawatan selama ….x 24 jam, □ Tentukan lokasi, karakteristik,
□ Bukti nyeri dengan diharapkan px mampu memenuhi kualitas, dan derajat nyeri sebelum
menggunakan standar KH sebagai berikut : pemberian obat
daftar periksa nyeri NOC : □ Cek riwayat alergi terhadap obat
untuk pasien yang tidak □ Pain Level □ Pilih analgesik yang tepat atau
dapat Kriteria Hasil : kombinasi dari analgesik lebih dari
mengungkapkannya □ Melaporkan gejala nyeri satu jika diperlukan
(mis., Neonatal Infant berkurang □ Tentukan analgesik yang diberikan
Pain Scale, Pain □ Melaporkan lama nyeri (narkotik, non-narkotik, atau
Assesment Checklist for berkurang NSAID) berdasarkan tipe dan
Senior with Limited □ Tidak tampak ekspresi wajah keparahan nyeri
Ability to Communicate) kesakitan □ Tentukan rute pemberian analgesik
□ Diaphoresis □ Tidak gelisah dan dosis untuk mendapat hasil
□ Dilatasi pupil □ Respirasi dalam batas normal yang maksimal
□ Ekspresi wajah nyeri (dewasa: 16-20 kali/menit) □ Pilih rute IV dibandingkan rute IM
(mis., mata kurang untuk pemberian analgesik secara
bercahaya, tampak teratur melalui injeksi jika
kacau, gerakan mata diperlukan
berpencar atau tetap □ Evaluasi efektivitas pemberian
pada satu focus, analgesik setelah dilakukan injeksi.
meringis) Selain itu observasi efek samping
□ Focus menyempit (mis., pemberian analgesik seperti
persepsi waktu, proses depresi pernapasan, mual muntah,

16
berfikir, interaksi dengan mulut kering dan konstipasi.
orang dan lingkungan) □ Monitor vital sign sebelum dan
□ Focus pada diri sendiri sesudah pemberian analgesik
□ Keluhan tentang pertama kali
intensitas menggunakan
standar skala nyeri (mis.,
skala Wong-Baker
FACES, skala analog
visual, skala penilaian
numerik)
□ Keluhan tentang
karakteristik nyeri
dengan menggunakan
standar isntrumen nyeri
(mis., McGill Pain
Questionnaire, Brief
Pain Inventory)
□ Laporan tentang perilaku
nyeri/perubahan aktivitas
(mis., anggota keluarga,
pemberi asuhan)
□ Mengekspresikan
perilaku (mis., gelisah,
merengek, menangis,
waspada)
□ Perilaku distraksi
□ Perubahan pada
parameter fisiologis
(mis., tekanan darah,
frekuensi jantung,
frekuensi pernafasan,
saturasi oksigen, dan
endtidal karbon dioksida
(CO2))
□ Perubahan posisi untuk
menghindari nyerii
□ Perubahan selera makan
□ Putus asa
□ Sikap melindungi area
nyeri
□ Sikap tubuh melindungi
Faktor yang berhubungan :
□ Agens cedera biologis
(mis., infeksi, iskemia,
neoplasma)
□ Agens cedera fisik (mis.,
abses, amputasi, luka
bakar, terpotong,
mengangkat berat,
prosedur bedah, trauma,
olahraga berlebihan)
□ Agens cedera kimiawi
(mis., luka bakar,

17
kapsaisin, metilen
klorida, agens mustard)

2 Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan asuhan Nutrition Management


kurang dari kebutuhan tubuh keperawatan selama …x 24 jam, □ Monitor vital sign
Batasan Karakteristik: diharapkan px mampu memenuhi □ Kaji adanya alergi makanan
□ Kram abdomen KH sebagai berikut : □ Anjurkan keluarga pasien untuk
□ Nyeri abdomen NOC : meningkatkan asupan makanan
□ Menghindari makanan □ Status Nutrisi
□ Berat badan 20% atau Kriteria Hasil : Nutrition Monitoring
lebih dibawah berat badan □ Menunjukkan asupan makanan □ Monitor interaksi anak atau orang
ideal dan cairan yang normal tua selama makan
□ Kerapuhan kapiler □ Tidak menunjukkan hidrasi □ Monitor turgor kulit
□ Diare □ Monitor mual dan muntah
□ Kehilangan rambut
berlebihan
□ Bising usus hiperaktif
□ Kurang makanan
□ Kurang informasi
□ Kurang minat pada
makanan
□ Penurunan berat badan
dengan asupan makanan
adekuat
□ Kesalahan konsepsi
□ Kesalahan informasi
□ Mambran mukosa pucat
□ Ketidakmampuan
memakan makanan
□ Tonus otot menurun
□ Gangguan sensasi rasa
□ Cepat kenyang setelah
makan
□ Sariawan rongga mulut
□ Kelemahan otot
pengunyah
□ Kelemahan otot untuk
menelan

Faktor yang berhubungan :


□ Faktor biologis
□ Faktor ekonomi
□ Ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrient
□ Ketidakmampuan
umencerna makanan
□ Ketidakmampuan makan
□ Gangguan psikososial

3 Konstipasi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Saluran Cerna
Batasan Karakteristik keperawatan selama ….x…..jam □ Catat tanggal buang air besar
□ Adanya feses lunak, seperti diharapkan px mampu memenuhi terakhir

18
pasta di dalam rectum KH sebagai berikut : □ Monitor buang air besar termasuk
□ Anoreksia NOC : frekuensi, konsistensi, bentuk,
□ Bising usus hiperaktif □ Eliminasi Usus volume, dan warna, dengan cara
□ Bising usus hipoaktif yang tepat
□ Borborigmi Kriteria hasil : □ Monitor bisisng usus
□ Darah merah pada feses □ Pola eliminasi normal □ Lapor peningkatan frekuensi dan
□ Distensi Abdomen □ Gerakan usus terkontrol atau bising usus bernada tinggi
□ Feses cair □ Warna feses normal □ Lapor berkurangnya bising usus
□ Feses keras dan berbentuk □ Feses lembut dan berbentuk □ Monitor tanda dan gejala
□ Keletihan umum □ Kemudahan BAB konstipasi
□ Massa abdomen yang dapat □ Tekanan sfingter □ Evaluasi inkontinensia fekal
di raba □ Otot untuk mengeluarkan feses seperlunya
□ Massa rektal yang dapat □ Pengeluaran feses tanpa □ Catat masalah BAB yang sudah
diraba bantuan ada sebelumnya BAB rutin , dan
□ Mengejan pada saat □ Suara bising usus normal penggunaan laksatif
defekasi □ Anjurkan anggota pasien atau
□ Mual keluarga untuk mencetat warna,
□ Muntah volume, frekuensi, dan konsistensi
□ Nyeri abdomen tinja
□ Nyeri pada saat defekasi □ Masukkan supositoria rektal, sesuai
□ Nyeri tekan abdomen dengan kebutuhan
dengan teraba resistensi otot □ Mendorong penurunan asupan
□ Nyeri tekan abdomen tanpa makanan pembentuk gas, yang
teraba resistensi otot sesuai
□ Penampilan tidak khas pada
lansia (mis, perubahan pada
status menta,inkontinensia
urinarius,jatuh yang tidak
jelas
penyebabnya,peningkatan
suhu tubuh)
□ Peningkatan tekanan
abdomen
□ Penurunan frekuensi
□ Penurunan volume feses
□ Perkusi abdomen pekak
□ Perubahan pada pola
defekasi
□ Rasa tekanan rektal
□ Sakit kepala
□ Sering flaktus
□ Tidak dapat makan
□ Tidak dapat megeluarkan
feses

Faktor yang berhubungan


Fungsional
□ Kebiasaan defekasi tidak
teratur
□ Kebiasaan menekan
dorongan defekasi
□ Kelemahan otot abdomen
□ Ketidakadekuatan toileting

19
□ Perubahan lingkungan saat
ini
□ Rata-rata aktivitas fisik
harian kurang dari yang
dianjurkan menurut usia
dan jenis kelamin

Mekanis
□ Abses rektal
□ Fisura anak rektal
□ Gangguan neurologis (mis,
EEG positif, trauma
kepala,gangguan kejang)
□ Hemoroid
□ Kehamilan
□ Ketidakseimbangan
elektrolit
□ Obesitas
□ Obstruksi pasca-bedah
□ Pembesaran prostat
□ Penyakit Hirschsprung
□ Prolapse rektal
□ Rektokel
□ Striktur anak rektal
□ Tumor
□ Ulkus rektal

Farmakologis
□ Agens farmaseutikal
□ Penyalahgunaan laksatif

Fisiologis
□ Asupan cairan tidak cukup
□ Asupan serat tidak cukup
□ Dehidrasi
□ Kebiasaan makan buruk
□ Ketidakadekuatan gigi
geligi
□ Ketidakadekuatan hygiene
oral
□ Penurunan motilitas
traktus gastrointestinal
□ Perubahan kebiasaan
makan (mis.,
makanan,waktu makan)

4 Risiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Fluid Monitoring


volume cairan keperawatan selama …x 24 jam, □ Kaji risiko ketidakseimbangan
Faktor risiko : diharapkan px mampu memenuhi cairan
□ Asites KH sebagai berikut : □ Monitor berat badan
□ Berkeringat NOC : □ Monitor intake dan output cairan
□ Luka bakar Fluid Balance □ Catat seluruh CMCK

20
□ Obstruksi intestinal □ Tekanan arteri radial dalam □ Monitor serum dan elektrolit
□ Pancreatitis batas normal □ Monitor TTV
□ Program pengobatan □ Tekanan vena sentral dalam □ Monitor tekanan darah ortostatik
□ Sepsis batas normal dan perubahan ritme jantung
□ Trauma □ Turgor kulit elastis □ Monitor hemodinamik
□ Membran mukosa lembab □ Monitor turgor kulit, membran
□ Hematokrit dalam batas normal mukosa
□ Intake dan output ciran □ Monitor warna dan kualitas urine
seimbang dalam 24 jam □ Monitor tanda-tanda asites
□ Berat badan stabil
□ Tidak ditemukan asites Fluid Manajemen
□ Tidak ada edema di peripheral □ Timbang berat badan pasien dan
catat jika ditemukan berat badan
Hydration yang berkurang
□ Turgor kulit dalam batas normal □ Pertahankan dokumentasi CMCK
□ Membran mukosa lembab yang akurat
□ Urin output dalam batas normal □ Pasang kateter
□ Perfusi jaringan dalam batas □ Monitor status hidrasi
normal □ Monitor hasil lab yang berkaitan
□ Tidak ditemukan mata cekung dengan retensi cairan
□ Tidak terjadi penurunan □ Cek tanda tanda vital
tekanan darah □ Monitor hemodinamik
□ Hematrokit dalam batas normal □ Monitor berat badan pasien
□ Tidak dtemukan penurunan sebelum dan setelah dilakukan
berat badan yang drastis tindakan dialisis
□ Kaji adanya edema
□ Berikan terapi intravena
□ Berikan obat diuretik jika
diperlukan
□ Persiapkan pasien untuk menerima
darah atau komposisinya
□ Berikan transfusi darah atau
komposisi darah jika dperlukan

5 Risiko infeksi Setelah diberikan asuhan NIC Label: Infection control


Faktor risiko: keperawatan selama …. x 24 jam □ Bersihkan lingkungan dengan baik
□ Kurang pengetahuan diharapkan risiko infeksi setelah pasien
untuk menghindari berkurang dengan kriteria hasil: □ Ganti peralatan perawatan per
pemajanan pathogen NOC Label: Infection severity pasien sesuai protokol institusi
□ Malnutrisi □ Tidak ada kemerahan □ Batasi jumlah pengunjung
□ Obesitas □ Tidak ada cairan [luka] yang □ Cuci tangan sebelum dan sesudah
□ Penyakit kronis (mis., berbau busuk kegiatan perawatan pasien
diabetes mellitus) □ Tidak ada demam □ Berikan terapi antibiotic yang
□ Prosedur invasive □ Tidak ada menggigil sesuai
Pertahanan tubuh primer □ Tidak ada hilang nafsu makan □ Monitor tanda-tanda vital
tidak adekuat □ Tidak ada peningkatan jumlah
 Gangguan integritas kulit sel darah putih NIC Label: Infection Protection
 Gangguan peristaltik □ Monitor adanya tanda dan gejala
 Merokok NOC Label: Risk control: infeksi sistemik dan lokal
 Pecah ketuban dini Infection Process □ Monitor kerentanan terhadap
 Pecah ketuban lambat □ Secara konsisten infeksi
 Perubahan kerja siliaris menunjukkan mengidentifikasi □ Periksa kondisi setiap sayatan

21
 Perubahan pH sekresi tanda dan gejala infeksi bedah atau luka
 Stasis cairan tubuh □ Secara konsisten □ Tingkatkan asupan nutrisi yang
Pertahanan tubuh sekunder menunjukkan cukup
tidak adekuat mempertahankan lingkungan
□ Imunosupresi yang bersih
□ Leukopenia □ Secara konsisten
□ Penurunan hemoglobin menunjukkan mencuci tangan
□ Supresi respon inflamasi □ Secara konsisten
(mis., interleukin 6 (IL- menunjukkan menggunakan
6), C-reaktive protein alat pelindung diri
[CRP]) □ Secara konsisten
□ Vaksinasi tidak adekuat menunjukkan melakukan
Pemajanan terhadap imunisasi yang
pathogen lingkungan direkomendasikan
meningkat □ Secara konsisten
□ Terpajan pada wabah menunjukkan memonitor
perubahan status kesehatan
□ Secara konsisten
menunjukkan mengidentifikasi
factor risiko infeksi

NOC Label: Immune Status


□ Fungsi gastrointestinal tidak
terganggu
□ Suhu tubuh tidak terganggu
□ Integritas kulit tidak terganggu
□ Integritas mukosa tidak
terganggu
□ Tingkat sel T4
□ Tingkat sel T8

(NIC 2016, NOC 2016)

22
BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
Illeus paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat
perut yang yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai
keluhan utama karena usus tidak dapat bergerak (mengalami
motilitas) dan menyebabkan pasien tidak dapat buang air besar.
Penyebab dari ileus paralitik adalah Sepsis, Obat-obatan (misalnya:
opioid, antasid, coumarin, amitriptyline, chlorpromazine), Gangguan
elektrolit dan metabolik (misalnya hipokalemia, hipomagnesemia,
hipernatremia, anemia, atau hiposmolalitas), Infark miokard,
Pneumonia, Trauma (misalnya: patah tulang iga, cedera spina),
Bilier dan ginjal kolik, Cedera kepala dan prosedur bedah saraf.,
Inflamasi intraabdomen dan peritonitis, Hematoma retroperitonel.

23
Manifestasi klinis dari ileus paralitik adalah Distensi yang
hebat tanpa rasa nyeri (kolik), Mual dan mutah, Tak dapat defekasi
dan flatus, sedikitnya 24-48 jam, Pada palpasi ringan perut, ada nyeri
ringan, tanpa defans muskuler, Bising usus menghilang, Gambaran
radiologis : semua usus menggembung berisi udara.
Klasifikasi ileus paralitik aa 3, yaitu: Ileus mekanik, Ileus
Neurogenik, Ileus Vaskuler. Pemeriksaan penunjang pada ileus
paralitik adalah Pemeriksaan radiologi dengan Foto polos abdomen
3 posisi, Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema, CT–Scan,
USG, Pemeriksaan laboratorium
Penatalaksanaan medis paa ileus paralitik adalah Konservatif,
Farmakologis, Operatif.
Komplikasi pada ileus paralitik adalah Nekrosis usus,
Perforasi usus, Peritonitis, Sepsis infeksi, Syok dehidrasi terjadi,
Abses sindrom usus pendek, Gangguan elektrolit.
Primary survey pada kegawatdaruratan ileus paralitik dengan
menggunakan prinsip A, B, C, D dan E.

3.2. Saran
Disarankan kepada penderita ileus paralitik untuk
menghindari faktor pencetus dan resiko yang bisa mengakibatkan
penyakit bertambah parah.

24
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Mansjoer. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta :
Media Aesculapius

Behm B, Stollman N. Postoperative Ileus: Etiologies and


Interventions. Clinical gastroenterology and hepatology
2003;1:71-80. Available at:
http://www.usagiedu.com/articles/ileus/ileus.pdf

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.


Jakarta : EGC

Bulechek, G.M. Butcher, H.K. Dochterman, J.M. Wagner, C.M. 2016.


Nursing Interventions Classification (NIC). Singapore :
Elsevier Global Rights

Depkes RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun


2010. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Depkes RI; 2010

Fulde, Gordian. 2009. Emergency medicine 5th edition. Australia :


Elsevier

25
Gilbert, Gregory., D’Souza, Peter., Pletz, Barbara. 2009. Patient
assessment routine medical care primary and secondary
survey. San Mateo County EMS Agency

Hermawan, D & Tutik Rahayuningsih. 2010. Keperawatan Medikal


bedah Sistem pencernaan. Yogyakarta : Gosyen Publishing

Herman, T.H. 2015-2017. NANDA Internasional Inc. Diagnosis


Keperawatan: definisi & klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC

Inayah, Iin. 2004. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan


Gangguan Sistem Pencernaan. Jakarta : Salemba Medika

Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M.L. Swanson, E. 2016. Nursing


Outcomes Classification (NOC). Singapore: Elsevier Global
Rights

Price, S.A, 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit, Jakarta : EGC

Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II.
Jakarta: EGC

Smeltzer, S & Bare B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah Edisi 8 Volume 1.Jakarta : EGC

26

Anda mungkin juga menyukai