Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
Inarotun Nufus 17030244040
Nilam Cahya Ningrum 17030244048
M Wierdan Syafrilliansah 17030244054
Vira Maulida Wijaya
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
A. Latar Belakang
Perbanyakan tanaman secara vegetatif merupakan alternatif untuk
mendapatkan tanaman baru yang mempunyai sifat sama dengan induknya
dalam jumlah besar. Perbanyakan secara vegetatif dengan sistem
konfensional, umumnya masih memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh
karena itu, saat ini di beberapa negara maju telah banyak dikembangkan suatu
sistem perbanyakan tanaman secara vegetatif yang lebih cepat dengan hasil
yang lebih banyak lagi, yaitu dengan sistem kultur jaringan (Cahyo, 2009).
Kultur jaringan sering disebut juga perbanyakan tanaman secara in
vitro, yaitu budidaya tanaman yang dilaksanakan dalam botol-botol dengan
media khusus dan alat-alat yang serba steril. Sistem perbanyakan tanaman
dengan kultur jaringan ini dapat menghasilkan tanaman baru dalam jumlah
yang banyak dan dalam waktu yang singkat. Tanaman baru yang dihasilkkan
mempunyai sifat-sifat biologis yang sama dengan sifat induknya. Sistem
budidaya jaringan juga memiliki keuntungan lain yaitu penghematan tenaga,
waktu, tempat dan biaya (Cahyo, 2009).
Pelaksanaan kultur jaringan memerlukan perangkat lunak yang
memenuhi syarat kimia, proses fisiologi tanaman (biokimia dan fisika) dan
berbagai macam pekerjaan analitik. Dalam melakukan pelaksanaan kultur
jaringan, pelaksana harus mempunyai latar belakang ilmu-ilmu dasar tertentu
yaitu botani, fisiologi tumbuhan, kimia dan fisika yang memadai. Pelaksana
akan berkecimpung dalam pekerjaan yang berhubungan erat dengan ilmu-
ilmu dasar tersebut. Pelaksana juga dituntut dalam hal ketrampilan kerja,
ketekunan dan kesabaran yang tinggi serta harus bekerja intensif (Sriyanti dan
Wijayani, 1994).
Kultur jaringan sudah diakui sebagai metode baru dalam perbanyakan
tanaman. Saat ini telah dikembangkan tanaman perkebunan dan tanaman
kehutanan melalui teknik kultur jaringan. Terutama untuk tanaman yang
secara ekonomi menguntungkan untuk diperbanyak melalui kultur jaringan,
sudah banyak dilakukan secara industrial. Namun ada beberapa tanaman yang
tidak menguntungkan bila dikembangkan dengan kultur jaringan, misalnya:
kecepatan multiplikasinya terlalu rendah, terlalu banyak langkah untuk
mencapai tanaman sempurna atau terlalu tinggi tingkat penyimpangan
genetik. (Cahyo, 2009).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara dan teknik aklimatisasi anggrek?
2. Bagaimana cara dan teknik penyilangan anggrek?
C. Tujuan
1. Mengetahui cara dan teknik aklimatisasi anggrek.
2. Mengetahui cara dan teknik penyilangan anggrek.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
C. Aklimatisasi
Penyesuaian bibit dari botol kultur ke lingkungan baru di luar botol
kultur dikenal dengan nama aklimatisasi. Penyesuaian bibit dalam botol
kultur terhadap lingkungan luar merupakan salah satu tahapan penting yang
harus dilalui dalam kultur in vitro. Menurut Pierik (1987), aklimatisasi adalah
masa adaptasi planlet dari dalam botol kultur yang bersifat heterotrof menjadi
autotrof, yang merupakan tahap akhir dari kegiatan kultur in vitro. Anggrek
merupakan salah satu contoh penerapan kultur jaringan yang dilakukan
berkelanjutan. Aklimatisasi anggrek sering dilakukan namun terkendala
masalah yang terjadi karena beberapa faktor (Dwiati, 2014) di antaranya:
1. Pada habitat aslinya tanaman anggrek bersifat epifit. Tanaman anggrek
tumbuh menempel pada batang atau ranting pohon. Oleh karena itu,
pemindahan bibit anggrek dari botol ke media pot sebenarnya telah
menempatkan bibit anggrek pada lingkungan yang kurang sesuai dengan
habitat aslinya.
2. Bibit anggrek yang dikembangkan menggunakan teknik kultur in vitro
memiliki kondisi lingkungan yang aseptik. Bibit anggrek selama berada
di dalam botol kultur mensintesis bahan organik untuk kebutuhan
pertumbuhannya berasal dari bahan anorganik yang tersedia di dalam
media tumbuh. Oleh karena itu, apabila bibit anggrek dipindahkan dari
botol kultur ke luar botol kultur yakni di dalam pot, maka bibit anggrek
dipaksa untuk dapat mensintesis sendiri bahan organiknya yang berasal
dari bahan anorganik di dalam pot.
3. Karena ada perbedaan faktor lingkungan yang terdapat di antara habitat
asli anggrek dan habitat pot atau antara habitat di dalam botol kultur
dengan habitat pot, maka bibit anggrek yang ditumbuhkan di dalam pot
memerlukan proses penyesuaian. Hal ini dikarenakan faktor lingkungan
menjadi pembatas bagi pertumbuhan dan perkembangan bagi bibit
anggrek selama berada di luar botol kultur.
D. Penyilangan
Persilangan artinya mengawinkan dua jenis tanaman yang berlainan.
Tujuan persilangan ialah untuk mengumpulkan dua sifat yang baik dari kedua
jenis tanaman induk untuk memperoleh kombinasi sifat yang diinginkan
(Henuhili, 2012).
Pada tanaman anggrek bunganya mempunyai struktur yang khusus,
sehingga penyerbukan sendiri (selfing) tidak mungkin dilakukan.
Penyerbukan dapat terjadi karena bantuan serangga atau manusia. Sifat ini
menyebabkan timbulnya keinginan manusia untuk mencoba menyilangkan
tanaman anggrek dengan lainnya. Persilangan pada anggrek menyebabkan
timbulnya banyak sekali hibrida dengan bunga yang mempunyai corak, warna
dan bentuk yang sangat beragam (Henuhili, 2012).
Untuk melakukan persilangan sebaiknya dipilih bunga betina yang
sudah mekar 4 hari. Pemilhan induk harus mengenal sifat dominan resesif
masing-masing tanaman. Persilangan dapat dilakukan antara bunga itu
sendiri, untuk menghasilkan tanaman homozigot. Penyerbukan pada anggrek
sangat mudah, yaitu dengan jalan memindahkan pollinia atau pollinaria ke
dalam stigma bunga anggrek yang telah masak (Henuhili, 2012). Cara
menyilangkan ada 2 cara menurut Henuhili (2012), yaitu :
1. Pollinaria yang mempunyai perekat, disentuh dengan menggunakan
tusuk gigi atau jarum preparat supaya menempel pada tusuk gigi/jarum
preparat, setelah itu pollinaria diletakkan pada stigma.
2. Pollinia yang tidak mempunyai perekat, disentuh dengan tusuk
gigi/jarum preparat dijatuhkan pada kertas yang sudah disiapkan. Tusuk
gigi kemudian dimasukkan ke dalam lubang stigma supaya ujungnya
terkena lendir. Dengan lendir pada ujung tusuk gigi pollinia dapat
diambil, dibawa dan diletakkan pada stigma.
Untuk menghindari terjadinya gangguan oleh serangga yang mungkin
membawa pollinia ke stigma yang sudah diserbuki lebih dahulu, bunga yang
sudah disilangkan ditutup plastik transparan, diberi kode nama kedua induk
jantan dan betina dan tanggal penyerbukan dilakukan.
BAB III
METODE PENELITIAN
C. Langkah Kerja
1) Aklimatisasi Planlet
a) Bahan dan alat yang akan digunakan seperti arang yang telah
dihancurkan kecil-kecil serabut kelapa yang telah disisir dan pot
direndam dalam larutan fungisida (2 sendok dalam 1 liter air) selama
± 2 jam dan diletakkan pada nampan.
b) Planlet yang ada di dalam botol kultur dikeluarkan dengan cara
memasukkan air dan mengguncang perlahan sehingga planlet terpisah
dari agar, dengan menggunakan kawat yang ujungnya telah
dibengkokkan mengambil planlet satu persatu pada bagian batang
sehingga daun tidak rusak, planlet dibersihkan dari medium dan daun
maupun akar yang telah rusak di dalam baskom yang berisi air.
c) Setelah planlet bersih dari kotoran planlet direndam dalam larutan
pestisida selama ± 1 jam kemudian ditiriskan di atas kertas koran.
d) Menyiapkan pot komunitas yang diisi dengan arang dan sabut kelapa.
e) Menata satu persatu planlet yang bagian bawahnya telah dibalut
dengan serabut kelapa dan ditata serapat mungkin.
f) Pot komunitas yang berisi planlet penuh ditutup menggunakan plastik
gula dengan tujuan menjaga kelembapan eksplan yang terbiasa dalam
keadaan lembab dan diaklimatisasi sehingga eksplan dapat hidup pada
lingkungan biasa.
g) Lakukan perawatan, penyiraman dan pengamatan dan hitung berapa
persen keberhasilan aklimatisasi yang dilakukan.
2) Penyilangan Anggek
a) Bunga anggek yang sudah mekar selama ± 4 hari, diambil serbuk
sarinya dengan menggunakan tusuk gigi atau pinset, kemudian serbuk
sarinya diletakkan di putik.
b) Proses penyilangan ini dapat dilakukan pada tanaman sendiri, pada
anggrek yang sama jenisnya maupun pada anggrek yang berbeda
jenisnya.
c) Anggrek yang telah disilangkan diberi label dan ditulis menggunakan
pensil dan label digantung dengan kawat pada tangkai bunga,
penulisan dilakukan dengan menuliskan jenis anggrek putik berasal
kemudian tanda silang dan jenis serbuk sari berasal dan tanggal
persilangan.
d) Lakukan pengamatan terhadap bunga yang disilangkan.
BAB IV
PEMBAHASAN
B. Pembahasan
1. Aklimatisasi Anggrek
Berdasarkan hasil dan analisis data di atas diketahui bahwa arang
kayu digunakan untuk sumber karbon, antibakteri, antioksidan yang
dianalogikan sebagai media tanah untuk merangsang pembentukan dan
pertumbuhan akar serta menegakkan batang tubuh anggrek. Penambahan
mos atau pakis yang dikeringkan berfungsi untuk lebih mengikat air
sehingga mampu menjaga kelembaban air pada media pertumbuhannya
(Dwiati, 2014).
Menurut Livy Winata (2009) sabut kelapa mengandung unsur
kalsium, magnesium, kalium, nitrogen dan fosfor, unsure hara yang
terkandung didalamnya dapat membantu pertumbuhan tanaman anggrek
mulai pertumbuhan akar, pertumbuhan daun, kandungan klorofil, dan
dapat mempengaruhi level hormon.
Proses aklimatisasi dilakukan bertahap supaya bibit anggrek hasil
kultur in vitro dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan, baik suhu,
kelembaban, maupun cahaya. Menurut Pierik (1987), tanaman hasil kultur
in vitro memiliki lapisan lilin (kutikula) yang belum berkembang
sempurna, jaringan pengangkut belum berkembang sempurna, akar belum
bisa berfungsi dengan baik, stomata sering sekali tidak berfungsi (tidak
menutup ketika penguapan tinggi). Keadaan ini menyebabkan pucuk-
pucuk bibit anggrek sangat peka terhadap transpirasi, serangan cendawan
dan bakteri. Saat pemindahan tanaman ke kondisi normal atau dalam
media pakis, mos atau kompos, harus dilakukan secara bertahap dan
menghindari infeksi dari fungi dan bakteri karena tanaman hasil kultur in
vitro belum bisa beradaptasi dengan patogen yang biasa ditemukan di
lingkungan luar.
Dwiati (2014) menyatakan pemberian fungisida diperlukan untuk
mencegah serangan jamur, pembersihan media secara benar juga
mengurangi resiko serangan. Penanaman dilakukan ke dalam pot
komunitas, karena pot komunitas bisa menampung setidaknya 4 bibit
anggrek.. Keberhasilan proses aklimatisasi dalam pot komunitas relatif
lebih tinggi, karena letak bibit anggrek saling berdekatan, uap air di sekitar
tanaman cukup banyak, sehingga kelembaban lebih terjaga bila
dibandingkan dengan kondisi dalam pot tunggal. Pada tahap awal
kelembaban sangat perlu dijaga, pemberian hara tambahan dapat dilakukan
menggunakan air dan pupuk daun dengan cara disemprotkan.
Jumlah planlet dalam satu pot komunitas sebanyak 4 planlet dan
tidak ada planlet yang mengalami browning atau layu. Hal ini dikarenakan
intensitas penyemprotan air untuk kelembaban air dan penyinaran sinar
matahari yang cukup untuk fotosintesis membuat planlet tumbuh dengan
baik.
2. Penyilangan Anggrek
Berdasarkan hasil dan analisis data di atas diketahui bahwa
ketidakberhasilan dari penyilangan anggrek dikarenakan dalam
penyilangan satu tangkai bunga yang berisi 8 kuntum dilakukan
penyilangan sebanyak 6 kuntum sekaligus. Penyilangan anggrek pada
umunya dilakukan maksimal hanya 3-4 kuntum dalam satu tangkai apabila
jumlahnya sekitar 8-10 kuntum. Penyilangan hanya dapat dilakukan 50-
60% dari tiap perbungaan untuk mencegah kehabisan sumber makanan
bagi tanaman sebagai konsekuensi terjadi aborsi buah anggrek (Melendez-
Ackerman, et al., 2000)
Keberhasilan penyerbukan pada anggrek menurut Henuhili (2012)
tergantung pada
1. Pertumbuhan tanaman induk jantan maupun tanaman induk betina yang
sehat akan menghasilkan gamet yang sehat juga.
2. Penyimpanan pollinia/pollinaria yang terlalu lama akan menyebabkan
kegagalan penyerbukan.
3. Anggrek yang berpollinia sebaiknya dikawinkan dengan yang
berpollinia juga, demikian juga yang berpollinaria dengan yang
berpollinaria.
4. Bunga anggrek yang gynosteniumnya panjang sebaiknya dipakai untuk
induk jantan, yang pendek untuk induk betina.
5. Pada musim hujan, bunga yang sudah dikawinkan sebaiknya
diselubungi dengan plastik transparan.
6. Temperatur yang terlalu tinggi atau terlalu rendah menyebabkan
kegagalan penyerbukan.
7. Penyerbukan sebaiknya dilakukan pada siang bila cuaca agak kering.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan data yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa :
- Pada teknik aklimatisasi anggrek, didapatkan hasil yaitu pada
pengamatan ke-6 tidak ada planlet yang layu dari empat planlet
yang ada didalam pot komunitas. Hal ini dikarenakan intensitas
penyemprotan air untuk kelembaban air dan penyinaran sinar
matahari yang cukup untuk fotosintesis membuat planlet tumbuh
dengan baik.
- Pada teknik penyilangan anggrek, terjadi ketidakberhasilan
dalam penyilangan dimana pada pengamatan ke-1 bunga masih
segar, pada pengamatan ke-2 bunga layu, dan pada pengamatan
ke-3 bunga rontok
-
B. Saran
Praktikan harus lebih berhati-hati dalam melakukan penyilangan,
selain temperatur hal lain yang perlu diperhatikan yaitu banyaknya jumlah
kuntum yang disilangkan. Dalam penyilangan satu tangkai bunga yang
berisi 8 kuntum dilakukan penyilangan sebanyak 6 kuntum sekaligus.
Penyilangan anggrek pada umunya dilakukan maksimal hanya 3-4 kuntum
dalam satu tangkai apabila jumlahnya sekitar 8-10 kuntum.
DAFTAR PUSTAKA