Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa dibawah lima tahun (balita) merupakan periode paling kritis dalam menentukan
kualitas sumber daya manusia, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan
yang sangat cepat (Dharmawanto,2005). Saat ini jumlah balita di Indonesia mencapai 30%
dari 250 juta lebih jumlah penduduk (Seno Pradopo, 2005). Angka ini tentunya memberikan
gambaran bahwa jika bangsa Indonesia ingin mendapatkan sumber daya manusia yang
berkualitas dimasa mendatang maka balita-balita tersebut harus dioptimalkan dalam tumbuh
kembangnya.
Tumbuh kembang balita dipengaruhi oleh banyak hal salah satunya adalah makanan
yang harus mereka dapatkan. Cara-cara penyusunan menu keluarga akan mempengaruhi
status gizi anggota keluarga. Anak sebagai salah satu anggota keluarga dan memiliki
kebiasaan serta selera makan yang terbentuk dari kebiasan yang ada dalam keluarga dan
akan mempengaruhi status gizi anggota keluarga (Santoso, 2004).
Disamping itu status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas sumber
daya manusia dan kualitas hidup. Peningkatan status gizi diarahkan salah satunya pada upaya
penurunan angka gizi salah, baik gizi kurang maupun lebih. Pada usia dini khususnya
dibawah lima tahun (balita) banyak permasalah yang dihadapi terkait dengan pola dan
kebiasan makan, diantaranya adalah masalah kekurangan gizi. Kurang gizi merupakan salah
satu masalah gizi utama pada balita di Indonesia. Berg (1986), mengatakan gizi kurang dapat
mengakibatkan terganggunya perkembangan mental, jasmani, produktivitas, serta
menurunkan potensi yang ada.
Masalah gizi kurang dan gizi buruk pada anak balita masih menjadi masalah gizi utama
yang perlu mendapatkan perhatian lebih serius. Prevalensi keduanya pada anak balita di
Indonesia masih tinggi. Hasil analisis Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 melaporkan bahwa
prevalensi balita kurang gizi (balita yang mempunyai berat badan kurang) secara nasional
adalah sebesar 17,9%, di antaranya 4,9% yang gizi buruk. Menurut data World Health
Organization (WHO), kekurangan gizi merupakan salah satu penyebab kematian bayi
terbesar dengan proporsi 45% atau lebih dari 1/3 kasus kematian. Sedangkan menurut data
hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2014, prevalensi kekurangan gizi hanya mengalami
perbaikan pada tahun 2007 ke tahun 2010, dari 18,4 persen menjadi 17,9 persen. Namun,
pada tahun 2014 angka tersebut semakin memburuk menjadi 19,6 persen
Dampak kekurangan gizi terhadap tumbuh kembang anak telah cukup disadari oleh
berbagai kalangan. Gizi buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, namun hal ini tentu
saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping
berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi
banyak organ dan sistem, karena kondisi ini juga sering disertai dengan defisiensi asupan
mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan
memporakporandakan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan
mekanik sehingga akan sangat mudah untuk menimbulkan infeksi.
Berdasarkan data Puskesmas Meruya Selatan II bulan Februari tahun 2018 Kelurahan
Meruya Selatan II, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat, menunjukkan data balita gizi yang
masuk kategori kurus ditemukan sebanyak 29 orang (1,8%), kategori kurus sekali 3 orang
(0,2%), dan balita tidak naik selama 2 kali penimbangan sebanyak 7 orang(0,6%) dari 1.044
orang balita. Data SKDN pada angka BGM (bawah garis merah) terbesar pada bualn Mei
tahun 2017 didapatkan didapatkan data 2 orang balita BGM (0,3%), 2 kali timbang tidak naik
15 orang (2,9%), berat badan turun sebanyak 179 orang (35%) dari 510 balita yang ditimbang
(D).
Berdasarkan hal tersebut, maka dipikirkan perlu untuk dilakukan evaluasi pada
pelaksanaan kegiatan Pos Gizi di RW 2 untuk semakin memperkecil angka balita kurus, kurus
sekali dan balita 2 kali tidak naik (2T) serta upaya peningkatan Program pemberian makanan
tambahan penyuluhan dan pemulihan di Pusat Kesehatan Masyarakat Kelurahan Meruya
Selatan II, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat sehingga diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi instansi terkait dalam upaya meningkatkan status gizi balita di periode
mendatang sebagaimana telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan serta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dirumuskan masalahnya adalah:
1. Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas sumber daya
manusia dan kualitas hidup.
2. Menurut WHO, kekurangan gizi merupakan salah satu penyebab kematian bayi
terbesar dengan proporsi 45% atau lebih dari 1/3 kasus kematian.
3. Masih ditemukannya balita yang masuk kategori kurus, kurus sekali dan 2T di
wilayah kerja Puskesms Meruya Selatan 2

1.3. Tujuan Kegiatan


1.3.1. Tujuan Umum
Terselesaikannya masalah terkait program upaya perbaikan gizi masyarakat
melalui kegiatan pos gizi di RW 2, Puskesmas Meruya Selatan II, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat.
1.3.2. Tujuan Khusus
Diketahuinya jumlah semua Balita yang masuk kategori kurus, kurus sekali dan 2 kali
tidak naik berat badan (2T) sehingga dapat ditanggulangi melalui penyuluhan dan
pemulihan salah satunya dengan kegiatan pos gizi.

1.4. Manfaat Kegiatan


1.4.1. Bagi Penulis
 Mendapat pengalaman dalam upaya peningkatan status gizi balita di masyarakat
 Mendapatkan tambahan pengetahuan mengenai Program pemberian makananan
tambahan penyuluhan dan pemulihan.
 Mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam menjalankan Program pemberian
makanan tambahan penyuluhan dan pemulihan serta pelaksanaan pelaksanaan
kegiatan pos gizi.
 Mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dari saran dan umpan balik dalam
pelaksanaan mini project.
 Sebagai pemenuhan syarat dalam Program Internsip Dokter Indonesia.

1.4.2. Bagi Puskesmas


 Dengan adanya masukan membangun yang didapatkan dari hasil evaluasi dan
beberapa saran maka diharapkan dapat menjadi umpan balik yang positif bagi
Puskesmas Meruya Selatan II, dalam meningkatkan cakupan Program Balita
ditimbang (D/S) dan pelaksanaan Posyandu yang efeknya dapat dirasakan oleh
masyarakat.
 Menjadi salah satu bukti peran aktif Puskesmas dalam upaya meningkatkan
cakupan Program Balita ditimbang dan pelaksanaan Posyandu di wilayah kerja
Puskesmas Kelurahan Meruya Selatan II

1.4.3. Bagi Masyarakat


 Meningkatkan pengetahuan melatih peran aktif masyarakat pada umumnya
dan para Kader Posyandu pada khususnya dalam upaya meningkatkan status
gizi balita di wilayah posyandu masing-masing
 Meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam hal ini kader
Posyandu dan warga lainnya.
 Mendapatkan efek nyata yang bermanfaat bagi Posyandu masing-masing
melalui masukan dan saran yang diberikan.

Anda mungkin juga menyukai