TETRALOGY OF FALLOT
Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Anestesi Di
Rumah Sakit Haji Medan Sumatera Utara
Pembimbing :
dr. M. Winardi S Lesmana Sp. An.
Disusun oleh :
Hendarti Hutami Wulandari
17360174
dapat menyelesaikan paper dengan judul “Tetralogy Of Fallot”. Proses penulisan ini
dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, maka tidak lupa saya
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan paper ini baik secara
Penulis menyadari bahwa penulisan paper ini masih jauh dari katasempurna,
oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul........................................................................................... 1
Kata Pengantar .......................................................................................... 2
Daftar Isi.................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi................................................................................. 6
2.2 Epidemiologi ........................................................................ 7
2.3 Etiologi................................................................................. 8
2.4 Patofisiologi ......................................................................... 14
2.5 Gambaran Hemodinamik ..................................................... 15
2.6 Klasifikai .............................................................................. 16
2.7 Manifestasi Klinis ................................................................ 18
2.8 Pemeriksaan Fisik ................................................................ 19
2.9 Pemeriksaan Penunjang ....................................................... 22
2.10 Komplikasi ........................................................................... 22
2.11 Penatalaksanaan ................................................................... 22
2.12 Prognosis .............................................................................. 22
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Di seluruh dunia penyakit jantung pada anak terus menjadi masalah kesehatan
utama pada masyarakat. Baik itu penyakit jantung bawaan maupun yang didapat.
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur
jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat
adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal
perkembangan janin. Terjadinya PJB masih belum jelas namun dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Terdapat kecenderungan timbulnya beberapa PJB dalam satu
keluarga. Pembentukan jantung janin yang lengkap terjadi pada akhir trimester
pertama potensial dapat menimbulkan gangguan jantung.
Secara garis besar PJB dibagi dalam 2 kelompok: PJB non-sianotik dan PJB
sianotik.. Empat hal paling sering ditemukan pada neonatus dengan PJB adalah
sianosis, takipnea, frekuensi jantung abnormal dan bising jantung.
Pada PJB sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung sedemikian
rupa sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik yang mengandung
darah rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi sistemik. Terdapat aliran pirau dari
kanan ke kiri atau terdapat percampuran darah balik vena sistemik dan vena
pulmonalis. Sianosis pada mukosa bibir dan mulut serta kuku jari tangan–kaki dalah
penampilan utama pada golongan PJB ini dan akan terlihat bila reduce haemoglobin
yang beredar dalam darah lebih dari 5 gram %.
Salah satu bentuk PJB sianotik yang paling banyak ditemukan adalah
Tetralogi Fallot. Angka kejadiannya sekitar 5-7% dari seluruh penyakit jantung
bawaan. Kelainan Tetralogi Fallot mula-mula dilaporkan pada tahun 1672, tetapi
Fallot pada tahun 1888 menguraikan sekelompok penderita dengan stenosis
pulmonal; dekstro-posisi pangkal aorta; defek septum ventrikel; hipertrofi ventrikel
4
kanan. Kecuali selama umur minggu-minggu pertama, Tetralogi Fallot merupakan
bentuk penyakit jantung utama yang menyebabkan sianosis. Sembilan persen bayi
yang ditemukan dengan penyakit jantung berat pada umur tahun pertama menderita
Tetralogi Fallot (0,196-0,258/1000 kelahiran hidup).
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tetralogi Fallot adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik. Kelainan yang
terjadi adalah kelainan pertumbuhan dimana terjadi defek atau lubang dari bagian
infundibulum septum intraventrikular (sekat antara rongga ventrikel. Sebagai
konsekuensinya, didapatkan adanya empat kelainan anatomi sebagai berikut :
• Defek Septum Ventrikel (VSD)
Yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga ventrikel. VSD pada TOF biasanya
besar dan berada pada posisi subaortik, tapi kadang meluas ke subpulmonik apabila
septum infudibulumnya tidak ada. Katup pulmonal hampir selalu terlibat dalam
obstruksi; daun katup menebal dan melekat ke dinding arteri pulmonalis.
• Stenosis pulmonal
Terjadi karena penyempitan katup pembuluh darah yang keluar dari ventrikel kanan
menuju paru, bagian otot dibawah katup juga menebal dan menimbulkan
penyempitan.
• Aorta overriding
Terjadi akibat pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri mengangkang
sekat ventrikel, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari ventrikel kanan
• Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan
Terjadi karena peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal.
6
.
2.2 Epidemiologi
Tetralogi Fallot timbul pada 3-6 per 10.000 kelahiran dan menempati urutan
keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel, defek
septum atrium dan duktus arteriosus persisten, atau lebih kurang 10-15 % dari seluruh
penyakit jantung bawaan. Diantara penyakit jantung bawaan sianotik, Tetralogi Fallot
merupakan 2/3 nya. Tetralogi Fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang paling
sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke
kiri. Angka kejadian antara bayi laki-laki dan perempuan sama.
7
2.3 Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara
pasti. Diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor–faktor tersebut
antara lain :
Faktor endogen
Faktor eksogen
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang
terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus
penyebab adalah multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab
harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena pada minggu ke delapan
8
kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai. Tetralogi Fallot lebih sering
ditemukan pada anak-anak yang menderita sindroma Down.
2.4 Patofisiologi
9
ventrikel kiri, aorta sangat melebar, sedangkan ventrikel kanan berongga sempit.
Derajat overriding ini bersama dengan defek septum ventrikel dan derajat stenosis
menentukan besarnya pirau kanan ke kiri.
Pengembalian vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan berlangsung
normal. Ketika ventrikel kanan menguncup, dan menghadapi stenosis pulmonalis,
maka darah akan dipintaskan melewati cacat septum ventrikel tersebut ke dalam
aorta. Akibatnya terjadi ketidak-jenuhan darah arteri dan sianosis menetap. Aliran
darah paru-paru, jika dibatasi hebat oleh obstruksi aliran keluar ventrikel kanan, dapat
memperoleh pertambahan dari sirkulasi kolateral bronkus dan kadang dari duktus
arteriosus menetap.
Aliran darah paru ditentukan oleh: (1) obstruksi akibat stenosis pulmonal yang
relatif menetap, (2) tingginya tekanan ventrikel kanan yang relatif tetap pula, (3)
tahanan vaskular sistemik yang berubah-ubah.
10
defek pada sekat ventrikel relatif lebih kecil, tetapi derajat stenosis menjadi lebih
berat, arah shunt dapat berubah. Pada suatu saat dapat terjadi tekanan ventrikel kanan
sama dengan ventrikel kiri, meskipun defek pada setum ventrikel besar, shunt tidak
ada. Tetapi bila keseimbangan ini terganggu, misalnya karena melakukan pekerjaan,
isi sekuncup bertambah, tetapi obstruksi pada ventrikel kanan tetap, tekanan pada
ventrikel kanan lebih tinggi daripada tekanan pada ventrikel kiri, shunt menjadi kanan
ke kiri dan terjadilah sianosis. Jadi gejala klinis sangat bergantung pada derajat
stenosis dan besarnya defek sekat. Sianosis sendiri tidak akan memberikan banyak
keluhan selama konsumsi oksigen total masih normal.
Kadang-kadang darah dari atrium kanan dapat masuk ke atrium kiri melalui
foramen ovale yang terbuka karena tekanan pada atrium kanan menjadi lebih besar
daripada tekanan pada atrium kiri.
11
2.6 Klasifikasi
Secara klinis kelainan ini dibagi menurut derajat beratnya kelainan, yaitu
sebagai berikut:
3. Sianosis timbul pada waktu istirahat, kuku berbentuk gelas arloji, bila kerja fisik
sianosis bertambah, juga ada dispnea.
4. Sianosis dan dispnea sudah ada pada waktu istirahat, ada jari tabuh.
Pada serangan sianosis yang khas, bayi atau anak menjadi distres, paling
sering pada waktu pagi, tidak perlu rangsangan dari luar. Dengan menangis anak
menjadi tidak dapat didiamkan, hiperneu dan semakin biru. Pada bayi, keterangan
tentang adanya sianosis sangat bergantung pada pengamatan ibunya. Ada orang tua
penderita yang tidak terlalu menaruh perhatian pada anaknya sehingga adanya
sianosis ringan tidak diperhatikan. Pada bayi memang keluhan sianosis sangat ringan.
Bila bayi ada sianosis berat, ada kecenderungan bahwa ada atresi jalan keluar pada
ventrikel kanan (infundibulum dan atresi arteri pulmonalis). Akan tetapi, ketika
12
sianosis mulai tampak, sianosis ini makin lama makin kelihatan jelas. Pada anak ini
disamping keluhan sianosis, orang tuanya juga melaporkan adanya dispneu, kelelahan
dan pertumbuhan terlambat. Serangan sianosis ditemukan paling sering pada bayi
yang baru mulai berjalan. Sesudah 4 sampai 5 tahun, serangan tidak sering lagi tetapi
bukan tidak diketahui. Serangan yang paling mengherankan terjadi pada bayi yang
karena hemoglobinnya rendah atau kadar oksigen arteri istirahat yang tinggi, atau
keduanya, tidak tampak sianosis.
Gejala hipoksia biasanya mulai timbul pada umur 18 bulan. Pada waktu anak
bangun tidur malam atau bangun tidur siang atau sesudah makan atau pada waktu
menangis, sianosis bertambah jelas. Anak menjadi dispneu dan pucat, hilang
kesadaran dan apnea, kadang-kadang menjadi kaku. Kehilangan kesadaran dapat agak
lama sehingga anak seperti dalam keadaan meninggal. Sebab-sebab terjadinya
serangan hipoksia diduga karena otot infundibulum ventrikel kanan berkontraksi,
sehingga aliran darah ke dalam paru berkurang. Untuk mengatasi keadaan ini,
biasanya lutut anak ditekuk pada dada, dan ini dimaksudkan untuk memperbesar
tahanan pada sirkulasi besar, dan mengurangi jumlah darah vena yang kembali ke
jantung dari ekstremitas inferior. Dengan demikian, dapat diharapkan mengurangi
tahanan pada infundibulum.
Anak yang sudah dapat berjalan sering menunjukkan gejala sering jongkok
(squatting = hocken (Jerman)). Bila berjalan sekitar 20-50 m, anak ini lalu jongkok,
kegiatan ini selalu dikerjakan berulang-ulang. Jongkok ini maksudnya sama dengan
usaha kita menekuk lutut seperti diatas, dan ternyata mengurangi gejala seperti
dispnea.
Pada pemeriksaan, biasanya sianosis terlihat terutama pada kulit dan mukosa.
Jari-jari berbentuk, seperti trommel (jari tabuh), kuku seperti gelas arloji, dan
ginggiva hiperplasi. Takipnea pada saat istirahat dan bertambah berat pada saat kerja
fisik sedikit saja. Vena jugularis biasanya terisi penuh sehingga kelihatan sedikit
13
menonjol, dan gelombang A (gelombang Atrium) jelas kelihatan. Sering dapat
terdengar suara ke-2, yaitu suara penutupan katub aorta, suara pertama normal.
Getaran kadang-kadang dapat diraba sepanjang linea parasternal kiri, tetapi jarang
teraba pada fosa suprasternalis.
Pada auskultasi sangat khas. Bisingnya ada 2 macam, yaitu bising sistolik
keras dengan nada rendah terdengar terkeras pada sela iga 4 linea parasternalis kiri
(bising VSD) dan bising sistolik ejeksi dengan nada sedang, berbentuk fusiform
dengan amplitudo maksimum pada akhir sistol dan berakhir dekat dengan suara ke-2.
Bising ke-2 ini adalah bisisng stenosis pulmonal. Pada stenosis ringan, bising ke-2 ini
akan lebih keras dengan ampitudo maksimum pada akhir sistole, suara ke-2 masih
membelah. Sedang bila stenosisnya berat, bisingnya lemah dan terdengar pada
permulaan sistole. Suara ke-2 keras dan biasanya tunggal (A2), P2 tidak terdengar.
Bising diastolik tidak ada. Bila terjadi pertumbuhan pembuluh darah kolateral, dapat
terdengar bising kontinu pada punggung.
Pada beberapa penderita, hepar sedikit membesar. Bila hepar ditekan, vena
jugularis akan tampak lebih berisi. Fenomena ini disebut juga dengan fenomena
Hepato-jugular reflux merupakan petunjuk bahwa atrium kanan dan vena-vena penuh
darah.
14
yang makin melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi. Bising ini merupakan
bising stenosis pulmonal.
a. Elektrokardiografi (EKG)
b. Rontgen thorax
15
Gambar 2. Foto AP pasien tetralogi fallot. Didapatkan gambaran khas coer en sabot (sepatu
kayu), serta corakan vaskular paru yang berkurang
c. Ekokardiografi
16
ke luar ventrikel kanan. Cabang arteria pulmonalis biasanya terlihat pada pandangan
sumbu pendek parasternal dan suprasternal. Anatomi arteria koronaria kiri dapat
terlihat pada pandangan sumbu pendek parasternal atau pandangan sumbu-panjang
yang ditujukan ke arah bahu kiri.
Sayangnya, ketika penderita menjadi lebih tua dan lebih besar, ketajaman
ekokardiografi menghilang dan angiokardiografi menjadi keharusan.
e. Laboratorium
2.10 Komplikasi
a. Polisitemia
Hal ini merupakan akibat dari keadaan hipoksia sehingga menimbulkan kompensasi
berupa timbulnya sirkulasi kolateral. Akibat yang ditimbulkan dengan terjadinya
17
polisitemia dapat meningkatkan hematokrit sehingga viskositas darah meninggi yang
dapat menimbulkan trombositopenia sehingga mempengaruhi mekanisme pembekuan
darah. Polisitemia dapat menimbulkan kelainan pada mata, yaitu retinopati berupa
pelebaran pembuluh darah retina.
b. Asidosis metabolik.
Biasanya terjadi pada vena serebralis atau sinus dura dan kadang-kadang pada arteria
serebralis, lebih sering bila ada polisitemia berat. Mereka juga dapat dipercepat oleh
dehidrasi. Trombosis paling sering pada penderita diatas usia 2 tahun.
Gagal jantung sangat jarang terjadi pada penderita tetralogi fallot. Namun tanda ini
dapat terjadi pada bayi muda dengan tetralogi fallot ‘merah’ atau asianotik. Karena
derajat penyumbatan pulmonal menjelek bila semakin tua. Gejala-gejala gagal
jantung mereda dan akhirnya penderita sianosis, sering pada umur 6-12 bulan.
Penderita pada saat ini beresiko untuk bertambahnya serangan hipersianotik.
2.11 Penatalaksanaan
a) Posisi lutut ke dada (knee-chest position). Dengan posisi ini diharapkan aliran
darah ke paru bertambah karena peningkatan afterload aorta akibat penekukan
arteri femoralis.
18
b) Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau IV untuk menekan pusat
pernafasan dan mengatasi takipnea.
f) Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Preparat ini bekerja
dengan meningkatkan resistensi vaskular sistemik dan juga sebagai sedatif.
h) Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam
penanganan sianosis. Volume darah juga dapat mempengaruhi tingkat
obstruksi. Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah jantung,
sehingga aliran darah ke paru bertambah dan aliran darah sistemik membawa
oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.
Langkah selanjutnya:
19
2. Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi dengan pemberian preparat besi
3. Hindari dehidrasi.
- Bayi < 3 bulan dengan spell yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
Operasi koreksi total dilakukan pada usia sejak lahir hingga 2 tahun. Operasi
koreksi total pada bayi dan anak dengan berat badan yang masih rendah mengandung
banyak resiko. Operasi paliatif umumnya membuat anastomosis antara aorta dan a.
Pulmonalis. Sehingga diharapkan darah dari aorta mengalir ke dalam a. Pulmonalis.
Paru akan mendapat cukup darah sehingga jumlah darah yang dioksigenasi lebih
banyak. Ada beberapa macam teknik bedah paliatif :
20
b. Anastomosis Pott: menghubungkan sisi sama sisi antara a. Pulmonalis
kiri dengan aorta desendendi luar perikardium. Anastomosis
Waterson: menghubungkan sisi sama sisi antara a. Pulmonalis kanan
dengan aorta asendens.
Tanpa operasi prognosis tidak baik. Rata-rata mencapai umur 15 tahun, tapi
semua ini bergantung kepada besar kelainan. Ancaman pada anak dengan TF adalah
abses otak pada umur 2-3 tahun. Gejala neurologis disertai demam dan leukositosis
21
memberikan kecurigaan akan adanya abses otak. Anak dengan TF cenderung untuk
menderita perdarahan banyak karena mengurangnya trombosit dan fibrinogen
kemungkinan timbulnya endokarditis bakterialis selalu ada.
22
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Kombinasi kelainan kongenital yang dikenal sebagai Tetralogi Fallot
antara lain defek septum ventrikuler, pembesaran aorta, stenosis katup
pulmonal, dan hipertrofi ventrikel kanan. Kelainan yang nantinya
menyebabkan sianosis terutama akibat stenosis pulmonal dan defek
septum ventrikel. Tekanan ventrikel kanan yang lebih tinggi
menyebabkan darah balik yang tidak mengandung oksigen mengalir ke
ventrikel kiri yang bertekanan lebih rendah melalui defek septum
ventrikel, dan dialirkan ke seluruh tubuh. Keadaan ini mengakibatkan
hipoksia jaringan dan sianosis. Anak dengan tetralogi fallot umumnya
akan mengalami keluhan spell hypoxic, sesak saat beraktivitas, berat
badan bayi yang tidak bertambah, dan sianosis. Pemeriksaan yang
dilakukan antara lain pemeriksaan darah, foto thorax, elektrokardiografi,
ekokardiografi.
23
DAFTAR PUSTAKA
24