Anda di halaman 1dari 10

Semiotika Teks:

Sebuah Pendekatan Analisis Teks

Yasraf Amir Piliang

ABSTRAK

Semiotika mempelajari relasi elemen-elemen tanda di dalam sebuah sistem berdasarkan aturan
main dan konvensi tertentu, serta mengkaji peran tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial.
Semiotika teks adalah cabang semiotika, yang secara khusus mengkaji teks dalam berbagai
bentuk dan tingkatannya. Analisis teks adalah cabang dari semiotika teks, yang secara khusus
mengkaji teks sebagai sebuah ‘produk penggunaan bahasa’ berupa kumpulan atau kombinasi
tanda-tanda. Teks didefinisikan sebagai pesan-pesan—baik yang menggunakan tanda verbal
maupun visual; dan secara lebih spesifik, ia adalah pesan-pesan tertulis, yaitu produk bahasa
dalam bentuk tulisan. Tanda merupakan bagian dari kehidupan sosial. Melalui konvensi sosial,
ia menjadi punya makna dan nilai sosial. Menurut Saussure, ‘tanda’ merupakan kesatuan yang
tak dapat dipisahkan dari dua bidang, yaitu bidang penanda (signifier) untuk menjelaskan
‘bentuk’ atau ‘ekspresi’; dan bidang petanda (signified), untuk menjelaskan ‘konsep’ atau
‘makna’. Sementara itu, Charles Sander Peirce mengelompokkan tipe tanda ke dalam tiga jenis,
yaitu indeks, ikon, dan simbol. Indeks adalah tanda di mana hubungan penanda (signifier) dan
petanda (signified) di dalamnya bersifat kausal, seperti hubungan antara asap dan api; ikon
adalah tanda di mana hubungan antara penanda dan petandanya bersifat keserupaan (simili-
tude); dan simbol adalah tanda yang hubungan penanda dan petandanya bersifat arbitrer atau
konvensional. Analisis teks beroperasi pada dua jenjang: Pertama, analisis tanda secara
individual, seperti jenis tanda, mekanisme atau struktur tanda, dan makna tanda secara
individual. Kedua, analisis tanda sebagai sebuah kelompok atau kombinasi, yaitu kumpulan
tanda-tanda yang membentuk apa yang disebut sebagai ‘teks’. Analisis teks, menurut Roland
Barthes, akan menghasilkan makna denotatif, yakni makna tanda yang bersifat eksplisit, dan
makna konotatif, yaitu makna tanda lapis kedua yang bersifat implisit.

1. Pendahuluan penggunaan bahasa’ berupa kumpulan atau


kombinasi tanda-tanda, khususnya yang
Semiotika teks adalah cabang semiotika, yang menyangkut sistem tanda (sintaktik/paradigmatik),
secara khusus mengkaji teks dalam berbagai ben- tingkatan tanda (denotasi/konotasi), relasi
tuk dan tingkatannya. Ia dibedakan dengan semio- antartanda (metafora/metonim), muatan mitos, dan
tika umum (general semiotics), yang mengkaji ideologi di baliknya.
tanda secara lebih umum dan lebih luas. Disebut Oleh karena semiotika teks dan analisis teks
sebagai semiotika teks oleh karena unit analisis merupakan cabang dari semiotik umum, maka
terkecilnya adalah ‘teks’ itu sendiri, sementara unit berbagai prinsip dasar yang membentuk semiotika
analisis terkecil semiotika umum adalah ‘tanda’. umum juga berlaku di dalamnya. Artinya, meskipun
Analisis teks (textual analysis) adalah salah unit analisis terkecil semiotika teks adalah ‘teks’,
satu cabang dari semiotika teks, yang secara akan tetapi teks tidak dapat dilepaskan dari ‘tanda-
khusus mengkaji teks sebagai sebuah ‘produk tanda’ yang membentuknya.

Yasraf Amir Piliang. Semiotika Teks: Sebuah Pendekatan Analisis Teks 189
2. Semiotika Teks sebagai Studi teks juga mempunyai beberapa cabang,
Cabang Semiotika yang terkadang tampak tumpang tindih satu sama
lainnya, di antaranya adalah: hermeneutika (herme-
Dalam pengertiannya yang luas, ‘teks’ (text) neutics), retorika (rhetorics), narasi (narrative),
adalah “setiap produk dari discourse”, yaitu tindak mitologi, ideologi, teologi, proxemics (semiotika
penggunaan dan pertukaran tanda dan bahasa. ruang), chronemics (semiotika waktu), semiotika
‘Diskursus’ (discourse), dalam hal ini, dapat media, semiotika objek, gesture, bahasa tubuh
didefinisikan sebagai “setiap tindak penggunaan (body language).
bahasa”. Dengan demikian, dalam pengertiannya
yang luas, teks adalah ‘produk’ dari setiap tindak
penggunaan bahasa. Dalam pengertian yang lebih 3. Dasar-Dasar Semiotika Umum
sempit, teks adalah pesan-pesan tertulis, yaitu Teori mengenai apa yang disebut ‘semiotika
produk bahasa dalam bentuk tulisan (written text), teks’ tidak dapat dilepaskan dari dasar-dasar
seperti buku, novel, puisi, artikel koran, majalah, ‘semiotika struktural’ yang dikembangkan oleh
catatan harian, prasasti, kitab suci. Ferdinand deSaussure. Saussure mendefinisikan
Dalam pengertiannya yang luas itulah, teks ‘semiotika’ (semiotics) di dalam Course in Gen-
didefinisikan sebagai pesan-pesan—baik yang eral Linguistics, sebagai “ilmu yang mengkaji
menggunakan tanda verbal maupun visual (visual tentang peran tanda sebagai bagian dari kehidupan
sign)—yang menghasilkan teks verbal dan teks sosial”. (Fiske, 1990:15). Implisit dalam definisi
visual (visual text), seperti gambar iklan, televisi, tersebut adalah sebuah relasi bahwa bila tanda
komik, filem, fashion, seni tari, teater, patung, merupakan bagian dari kehidupan sosial, maka
arsitektur, tata kota. tanda juga merupakan bagian dari aturan-aturan
‘Teks verbal’ dibedakan lagi antara (1) ‘teks sosial yang berlaku. Ada sistem tanda (sign sys-
oral’ (oral text), yang secara sempit disebut dis- tem) dan ada sistem sosial (social system), yang
course, dan (2) teks tertulis (written text), yang keduanya saling berkaitan. Dalam hal ini, Saussure
secara sempit disebut sebagai ‘teks’, seperti teks berbicara mengenai konvensi sosial (social con-
sastra, puisi, novel, teks hukum (legal text), surat, vention) yang mengatur penggunaan tanda secara
piagam, nota, prasasti. sosial, yaitu pemilihan, pengombinasian, dan
‘Teks visual’ (visual text) adalah ‘teks’, yang penggunaan tanda-tanda dengan cara tertentu,
melibatkan di dalamnya unsur-unsur visual, seperti sehingga ia mempunyai makna dan nilai sosial.
gambar, ilustrasi, foto, lukisan atau citra rekaan
komputer. Di antara yang termasuk ke dalam teks 3.1 “Language” dan “Parole”
visual ini antara lain: advertising text, teks fash-
ion, teks televisi, teks seni (patung, lukisan, tari, Saussure mengusulkan dua model analisis
teater), teks objek (komoditas), teks arsitektur. bahasa, yaitu analisis bahasa sebagai sebuah
Studi Teks (textual studies) adalah cabang sistem (langue), dan bahasa sebagaimana ia
semiotika yang cakupannya sangat luas, dengan digunakan secara nyata oleh individu-individu
nama kajian yang beragam. Di antara studi yang, dalam berkomuniaksi secara sosial (parole).
pada hakikatnya, sama dengan studi teks, antara Perbedaan antara langue dan parole ini sangat
lain: proses teks (text processing), proses sentral dalam pemikiran bahasa Saussure, oleh
diskursus (discourse processing), analisis teks karena, sebagaimana dikemukakan oleh Jonathan
(textual analysis), analisis wacana (discourse Culler, ia mempunyai konsekuensi lebih luas pada
analysis), linguistik teks (text linguistics), bidang-bidang di luar linguistik, disebabkan secara
semiotika teks (text semiotics), teori teks (text esensial ia merupakan perbedaan antara ‘institusi’
theory), teori wacana (discourse theory), ilmu teks dan event, antara sistem yang memungkinkan
(science of the text), gramar teks (text grammar). berbagai tindak tanduk sosial, dan contoh-contoh

190 M EDIATOR, Vol. 5 No.2 2004


aktual tingkah laku itu sendiri (Culler, 1976:33), atau selembar kertas—yaitu bidang penanda (signifier)
dengan analogi yang lebih ekstrem, antara sebuah untuk menjelaskan ‘bentuk’ atau ‘ekspresi’; dan
‘kitab suci’ dan bagaimana setiap orang bidang petanda (signified), untuk menjelaskan
‘mengamalkannya’. ‘konsep’ atau ‘makna’.
Apa yang secara epistemologis disebut Saussure melukiskan hubungan antara
‘semiotika signifikasi’, pada prinsipnya adalah penanda (signifier) dan petanda (signified) seperti
semiotika pada tingkat langue, sementara selembar kertas, yang tidak mungkin untuk
‘semiotika komunikasi, adalah semiotika pada
tingkat parole. Meskipun demikian, analogi G a m b a r 1
institusi vs event, sistem vs tindakan, kitab suci
vs pengamalannya untuk menjelaskan dua model S ig n i f ie r S ig n if ie d

analisis bahasa Saussure tersebut, bisa menjebak S ig n


pada kerangka pikir ‘oposisi biner’ atau relasi ‘satu
arah’ yang dogmatis dan hegemonis antara yang
pertama dan yang kedua. Akan tetapi— memisahkan antara satu sisinya dengan sisinya
bertentangan dengan pandangan tersebut, yang yang lain. Begitulah kesatuan antara penanda dan
akan dijelaskan nanti—Saussure justru melihat konsep di baliknya. Seikat bunga yang diberikan
relasi antara langue dan parole sebagai relasi yang pada seseorang (penanda) tidak bisa dipisahkan
saling menghidupkan dan saling mengubah. dari konsep ‘cinta’ atau ‘kasih sayang’ di baliknya
Dalam kerangka langue, Saussure (petanda). Bunga yang tidak ada konsep di
menjelaskan ‘tanda’ sebagai kesatuan yang tak baliknya bukanlah tanda.
dapat dipisahkan dari dua bidang—seperti halnya Berkaitan dengan model dyadic Saussure ini
selembar kertas—yaitu bidang penanda (signifier) (tanda/penanda/petanda), Saussure menekankan
untuk menjelaskan ‘bentuk’ atau ‘ekspresi’; dan perlunya semacam konvensi sosial (social con-
bidang petanda (signified), untuk menjelaskan vention) di kalangan komunitas bahasa, yang
‘konsep’ atau ‘makna’. Dalam melihat relasi mengatur makna sebuah tanda. Satu kata
pertandaan ini, Saussure menekankan perlunya mempunyai makna tertentu disebabkan adanya
semacam konvensi sosial (social convention), kesepakatan sosial di antara komunitas pengguna
yang mengatur pengombinasian tanda dan bahasa (Culler, 1976:19).
maknanya. (Culler, 1976:19). Relasi antara penanda
dan petanda berdasarkan konvensi inilah yang 3.3 Kode
disebut sebagai signifikasi (signification).
Bahasa adalah struktur yang dikendalikan oleh
Semiotika signifikasi, dengan demikian, adalah
aturan main tertentu, untuk mampu memproduksi
semiotika yang mempelajari relasi elemen-elemen
makna. Akan tetapi, hanya terdapat kemungkinan
tanda di dalam sebuah sistem, berdasarkan aturan
yang terbatas bagi setiap orang dalam
main dan konvensi tertentu (Fiske, 1990:85).
menggunakannya. Kita tidak dapat menjalankan
mobil dengan cara menekan pedal rem, atau
3.2 Struktur Tanda
mengerem mobil menggunakan tongkat kopling.
Berdasarkan pandangan semiotika signifikasi, Mobil mempunyai aturan mainnya sendiri. Bahasa
bila seluruh praktik sosial dapat dianggap sebagai juga begitu. Dalam bahasa, kita disediakan
fenomena bahasa, maka ia dapat pula dipandang perbendaharaan kata atau tanda (vocabulary),
sebagai ‘tanda’. Hal ini dimungkinkan, oleh karena serta perangkat aturan main bahasa (grammar,
luasnya pengertian ‘tanda’ itu sendiri. Saussure sintak) yang harus kita patuhi, jika kita ingin
menjelaskan ‘tanda’ sebagai kesatuan yang tak menghasilkan sebuah ekspresi yang bermakna.
dapat dipisahkan dari dua bidang—seperti halnya Semiotika signifikasi, dalam hal ini, menaruh

Yasraf Amir Piliang. Semiotika Teks: Sebuah Pendekatan Analisis Teks 191
perhatian pada ‘relasi’ sistemik antara satu unit dari pilihan tersebut yang dapat dipilih.
perbendaharaan tanda, aturan pengombinasiannya Syntagms adalah kombinasi tanda dengan tanda
(code), serta konsep-konsep (signified) yang lainnya dari perangkat yang ada berdasarkan
berkaitan dengannya (Eco, 1976:48). Cara aturan tertentu, sehingga menghasilkan ungkapan
pengombinasian tanda-tanda biasanya dilandasi bermakna (Saussure, 1976:190-192).
oleh kode (code) tertentu yang berlaku di dalam Di dalam semiotika signifikasi, tanda tidak
sebuah komunitas bahasa. ‘Kode’ adalah dapat dilihat hanya secara individu, akan tetapi
seperangkat aturan atau konvensi bersama yang dalam relasi dan kombinasinya dengan tanda-
di dalamnya tanda-tanda dapat dikombinasikan, tanda lainnya di dalam sebuah sistem. Menurut
sehingga memungkinkan pesan dikomunikasikan Roland Barthes, analisis tanda berdasarkan sistem
dari seseorang kepada orang lain. ‘Kode’, menurut atau kombinasi yang lebih besar ini (kalimat, buku,
Umberto Eco, dalam A Theory of Semiotics, adalah kitab) melibatkan apa yang disebut aturan
“...aturan yang menghasilkan tanda-tanda sebagai pengombinasian (rule of combination), yang
penampilan konkritnya di dalam hubungan terdiri dari dua aksis, yaitu aksis paradigmatik
komunikasi” (Eco, 1979:48). Implisit dalam (paradigmatic), yaitu perbendaharaan tanda atau
pengertian kode tersebut di atas adalah adanya kata (seperti kamus), serta aksis sintagmatik
‘kesepakatan sosial’ di antara ‘anggota komunitas (syntagmatic), yaitu cara pemilihan dan
bahasa’ tentang kombinasi seperangkat tanda- pengombinasian tanda-tanda, berdasarkan aturan
tanda dan maknanya. (rule) atau kode tertentu, sehinga dapat
menghasilkan ekspresi bermakna (Barthes,
1967:125).
3.4 Aksis Tanda
Contoh sistem fashion (pakaian resmi pria)
Menurut Saussure, bahasa dibentuk semata dapat dilihat pada Gambar 3.
oleh prinsip ‘perbedaan’ (difference). ‘Perbedaan’ Aksis bahasa yang dikembangkan Saussure
hanya dimungkinkan lewat beroperasinya dua dan Barthes ini sangat penting dalam berbagai
aksis bahasa yang disebutnya aksis paradigms sistem signifikasi di dalam masyarakat, seperti
dan aksis syntagms. ‘Paradigms’ adalah satu sistem fashion, sistem makanan, sistem arsitektur,
perangkat tanda (kamus, perbendaharaan kata) sistem iklan, sistem objek, dsb.
yang melaluinya pilihan-pilihan dibuat, dan hanya

Gambar 2

Syntagm s

Pa radigm s

Parad ig ms: unit bahasa


kamus (vocabulary)
pilihan vertikal
S yntagm: rantai (chain) [A] + [B] + [C] + [D] + [E ] + [n]
mengikut i w aktu (tim eliness)
rantai horizontal

192 M EDIATOR, Vol. 5 No.2 2004


3.5 Tingkatan Tanda
Selain itu, Barthes juga melihat makna yang
Ada berbagai tingkatan tanda di dalam lebih dalam tingkatnya, akan tetapi lebih bersifat
semiotika signifikasi (staggered systems), yang konvensional, yaitu makna-makna yang berkaitan
memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang dengan mitos. Mitos, dalam pemahaman semiotika
juga bertingkat-tingkat. Barthes menjelaskan dua Barthes, adalah pengodean makna dan nilai-nilai

Gambar 3

S yntagm k e m e ja ] + [ d a s i] + [j a s] + [ c e la n a ] + [ se p a t u ]
[ja k e t ]
[ja s h u ja n ]
[s a fa r i]
[ro m p i]
P a r a d ig m [b a t ik ]

tingkat dalam pertandaan, yaitu denotasi (deno- sosial (yang sebetulnya arbitrer atau konotatif)
tation) dan konotasi (connotation). sebagai sesuatu yang dianggap alamiah (lih.
‘Denotasi’ adalah tingkat pertandaan yang Barthes, 1967). Tingkatan tanda dan makna Barthes
menjelaskan hubungan antara penanda dan ini dapat dilukiskan seperti pada Gambar 4.
petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada
realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit,
langsung, dan pasti. Denotasi adalah tingkatan 3.6 Relasi Antartanda
pertandaan yang paling konvensional di dalam Selain kombinasi tanda, analisis semiotika
masyarakat, yaitu elemen-elemen tanda yang juga berupaya mengungkap interaksi di antara
maknanya cenderung disepakati secara sosial. tanda-tanda. Meskipun bentuk interaksi di antara
‘Konotasi’ adalah tingkat pertandaan yang tanda-tanda ini sangat terbuka luas, akan tetapi
menjelaskan hubungan antara penanda dan ada dua bentuk interaksi utama yang dikenal, yaitu
petanda, yang di dalamnya beroperasi makna yang metafora (metaphor) dan metonim (metonymy).
tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti ‘Metafora’ adalah sebuah model relasi antar
(artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan tanda, yang di dalamnya sebuah tanda dari sebuah
tafsiran). Ia menciptakan makna-makna lapis kedua, sistem digunakan untuk menjelaskan makna untuk
yang terbentuk ketika penanda dikaitkan dengan sebuah sistem yang lainnya. Misalnya
berbagai aspek psikologis, seperti perasaan, emosi penggunaan metafora ‘kepala batu’ untuk
atau keyakinan, yang disebut makna konotatif (con- menjelaskan seseorang yang tidak mau diubah
notative meaning). pikirannya.

Gambar 4

I. C o n n o t a ti o n S r: R h e t o ri c Sd: I d e o lo g y C u lt u r a l

II . D e n o t a t io n Sr Sd S ig n s

II I. R e a l S y st e m Sr Sd R e a lit a s

Yasraf Amir Piliang. Semiotika Teks: Sebuah Pendekatan Analisis Teks 193
‘Metonim’ adalah interaksi tanda, yang di yang lebih besar ini (kalimat, buku, kitab)
dalamnya sebuah tanda diasosiasikan dengan melibatkan apa yang disebut aturan
tanda lain, yang di dalamnya terdapat hubungan pengombinasian (rule of combination), yang
bagian (part) dengan keseluruhan (whole). terdiri dari dua aksis, yaitu aksis paradigmatik
Misalnya, tanda ‘botol’ (bagian) untuk mewakili (paradigmatic), yaitu perbendaharaan tanda atau
‘pemabuk’ (total). Atau, tanda ‘mahkota’ untuk kata (seperti kamus), serta aksis sintagmatik
mewakili konsep tentang ‘kerajaan’. (syntagmatic), yaitu cara pemilihan dan
pengombinasian perbendaharaan tanda tersebut,
berdasarkan aturan (rule) atau kode tertentu,
4. Metode Analisis Teks sehinga dapat menghasilkan makna tertentu.
Analisis teks beroperasi pada dua jenjang Cara pengombinasian biasanya dilandasi oleh
analisis. Pertama, analisis tanda secara individual, kode (code) tertentu yang berlaku di dalam sebuah
misalnya jenis tanda, mekanisme atau struktur komunitas bahasa. ‘Kode’ adalah seperangkat
tanda, dan makna tanda secara individual. Kedua, aturan atau konvensi bersama yang di dalamnya
analisis tanda sebagai sebuah kelompok atau tanda-tanda dapat dikombinasikan sehingga
kombinasi, yaitu kumpulan tanda yang membentuk memungkinkan pesan dikomunikasikan dari
apa yang disebut sebagai ‘teks’. seseorang kepada orang lain. Implisit dalam
Pada analisis tanda secara individual dapat pengertian kode tersebut di atas adalah adanya
digunakan berbagai model analisis tanda, misalnya ‘kesepakatan sosial’ di antara ‘anggota komunitas
analisis tipologi tanda, struktur tanda, dan makna bahasa’. Bentuk kesepakatan tersebut adalah
tanda. Di antara tipologi tanda yang terkenal bersifat sosial, sehingga bila kode sebuah teks
adalah pengelompokan tanda menjadi tiga jenis harus diungkapkan (decoding), maka pemahaman
oleh Charles Sander Peirce, yaitu indeks, ikon, dan terhadap kode yang dimaksud tetap saja
simbol. ‘Indeks’ adalah tanda yang hubungan berlandaskan pada ‘kesepakatan di antara anggota
penanda (signifier) dan petanda (signified) di masyarakat’ (social convention).
dalamnya bersifat kausal, misalnya: hubungan Cara pengombinasian tanda serta aturan yang
antara asap dan api; ‘ikon’ (icon) adalah tanda melandasinya memungkinkan untuk dihasilkannya
yang hubungan antara penanda dan petandanya makna tertentu sebuah teks. Oleh karena hubungan
bersifat keserupaan (similitude); sementara antara sebuah penanda dan petanda bukanlah
‘simbol’ adalah tanda yang hubungan penanda terbentuk secara alamiah, melainkan bersifat
dan petandanya bersifat arbitrer atau arbitrer, yaitu hubungan yang terbentuk
konvensional. berdasarkan konvensi, maka sebuah penanda pada
Analisis tanda-tanda di dalam kelompok atau dasarnya membuka berbagai peluang petanda atau
kombinasinya disebut ‘analisis teks’ (textual makna. Tanda yang penandanya mempunyai
analysis). Dalam bentuknya yang paling tingkat konvensi atau kesepakatan yang tinggi—
sederhana, ‘teks’ (text) didefinisikan sebagai dan sebaliknya tingkat keterbukaan makna yang
“sebuah kombinasi tanda-tanda” (Thwaites, rendah—oleh Roland Barthes disebut denotasi
1994:67). Semiotika teks, dalam hal ini, tidak (denotation), yaitu tanda yang menghasilkan
berhenti hanya menganalisis tanda (jenis, struktur, makna-makna eksplisit. Sementara, tanda yang
makna) secara individu, akan tetapi melingkupi penandanya mempunyai keterbukaan petanda atau
pemilihan tanda-tanda yang dikombinasikan ke makna disebutnya konotasi (connotation), yaitu
dalam kelompok atau pola-pola yang lebih besar penanda yang dapat menghasilkan makna lapis
(teks), yang di dalamnya direpresentasikan sikap kedua yang bersifat implisit, tersembunyi atau
atau kepercayaan tertentu yang melandasi makna konotatif (connotative meaning). Roland
kombinasi tanda-tanda tersebut. Barthes lebih jauh melihat makna yang lebih dalam
Analisis teks berdasarkan pola atau kombinasi tingkatnya, akan tetapi lebih bersifat

194 M EDIATOR, Vol. 5 No.2 2004


konvensional, yaitu makna-makna yang berkaitan mengajukan model yang berbeda, yang melihat
dengan mitos. Mitos, dalam pemahaman semiotika bahwa analisis denotasi mendahului analisis
Barthes adalah pengodean makna dan nilai-nilai konotasi, bukan sebaliknya (Fiske, 1990).
sosial (yang sebetulnya arbitrer atau konotatif) Selain itu, metode analisis teks itu sendiri pada
sebagai sesuatu yang dianggap alamiah (natural) prinsipnya dapat dikombinasikan dengan metode
(lih. Barthes, 1967; lihat juga Barthes, 1972). analisis lainnya di dalam sebuah kombinasi
Thwaites mengajukan model dan prinsip analisis metodologis. Judith Williamsons, misalnya di dalam
teks sebagai berikut ( lihat Gambar 5): Decoding Advertisements, mengembangkan
sebuah metode analisis iklan, yang di dalamnya
Gambar 5 dikombinasikan pendekatan semiotika dan
pendekatan psikoanalisis. Dick Hebdige, dalam
bukunya Subculture: The Meaning of Style,
signs  connotation and code  denotation  myth
mengombinasikan metode semiotika dan metode
antropologi, dalam rangka memahami fenomena
pertandaan di kalangan kelompok-kelompok
1. Prinsip dasar analisis teks adalah polysemy, subkultur, seperti Punk, Hippies, SkinHead, dsb.
yaitu keanekaragaman makna sebuah (lih. Hebdige, 1987).
penanda. Meskipun Demikian, model-model analisis teks
2. Konotasi sebuah tanda selalu berkaitan tersebut di atas, sering dianggap tidak memenuhi
dengan kode nilai, makna sosial, serta berbagai persyaratan penelitian ilmiah, disebabkan lemahnya
perasaan, sikap atau emosi yang ada. tingkat objektivitas, tidak adanya prosedur
3. Setiap teks adalah kombinasi sintagmatik verifikasi, serta kurangnya pembuktian empiris di
tanda-tanda, lewat kode sosial tertentu, yang dalamnya. Metode analisis teks dianggap bersifat
menghasilkan konotasi-konotasi tertentu. terlalu subyektif, arbitrer, dan ideologis.
Metafora dan metonimi menjadi bagian dari
pengombinasian tanda ini. 4.1 Semiotika Teks Iklan
4. Konotasi yang ditekankan oleh pembaca yang
Iklan (advertisement), sebagai sebuah objek
berbeda bergantung pada posisi sosial mereka
semiotika, mempunyai perbedaan mendasar dengan
masing-masing, yaitu kelas, gender, ras, umur,
desain yang bersifat tiga dimensional, khususnya
dan faktor lain yang mempengaruhi cara
desain produk. Iklan, seperti media komunikasi
bagaimana mereka berpikir tentang dan
massa pada umumnya, mempunyai fungsi
menafsirkan teks.
‘komunikasi langsung’ (direct communication
5. Konotasi yang diterima luas secara sosial akan
function), sementara sebuah desain produk
berkembang menjadi denotasi, yaitu makna
mempunyai fungsi komunikasi yang tidak
tanda atau teks yang dianggap benar oleh
langsung (indirect communication function).
pembaca.
Oleh sebab itu, di dalam iklan, aspek-aspek
6. Denotasi merepresentasikan mitos budaya
komunikasi seperti ‘pesan’ (message) merupakan
(cultural myth), seperangkat kepercayaan
unsur utama iklan, yang di dalam sebuah desain
dan sikap yang dianggap sebagai benar oleh
produk hanya merupakan salah satu aspek dari
pembaca teks1 (lih. Barthes, 1967; lihat juga
berbagai aspek utama lainnya (fungsi, manusia,
Barthes, 1972).
produksi). Metode analisis semiotika iklan secara
Akan tetapi, model yang dikemukakan oleh khusus telah dikembangkan oleh berbagai ahlinya,
Twhaites ini hanya salah satu model saja dari misalnya oleh Gillian Dyer, Torben Vestergaard dan
berbagai kemungkinan model analisis teks. Judith Williamson. 2
Berbeda dengan Thwaites, misalnya, Fiske Dari pandangan ahli-ahli semiotika periklanan

Yasraf Amir Piliang. Semiotika Teks: Sebuah Pendekatan Analisis Teks 195
tersebut di atas, dapat dilihat bahwa ada dimensi- 5. Metode Semiotika Empiris
dimensi khusus pada sebuah iklan, yang
membedakan iklan secara semiotis dari objek-objek Ada berbagai metode penelitian yang telah
lainnya, yaitu bahwa sebuah iklan selalu berisikan dikembangkan, yang pada dasarnya merupakan
unsur-unsur tanda berupa objek (object) yang ‘perluasan’ dari metode semiotika, yang dianggap
diiklankan; konteks (context) berupa lingkungan, dapat menutupi berbagai kelemahan metode
orang atau makhluk lainnya yang memberikan analisis teks yang sangat bergantung pada ‘teks’
makna pada objek; serta teks (berupa tulisan) yang sebagai objek penelitian tunggalnya. Di antara
memperkuat makna (anchoring), meskipun yang metode ini adalah ‘metode analisis isi’ (content

Tabel 1

O byek K o n te k s Teks

E n t it a s v i s u a l /tu lis a n v is u a l/tu li s a n tu lis a n

Fung si e l e m e n ta n d a e le m e n ta n d a ta n d a lin g u is tik


ya n g m e re p re - y a n g m e m b e ri k a n y a n g b e rfu n g s i
p r e s e n ta s i k a n ( a t a u d ib e rik a n ) m e m p e r je la s
o b y e k a ta u p r o d u k k o n te k s d a n m a k n a d a n e n a m b a t-
y a n g d iik l a n k a n pada obyek yang kan m akna
y a n g d ii k la n k a n

E le m e n s i g n i fi e r / s ig n i fi e d s ig n ifie r /s i g n ifie d s ig n ifie d

Tanda s e m i o ti c s i g n s e m io tic s ig n lin g u i s tic s ig n

terakhir ini tidak selalu hadir dalam sebuah iklan. analysis), semantic differential, dan etnografi.
Dalam skema tersebut di atas, dapat dilihat Fokus di antara metode-metode ini tidak lagi pada
bahwa iklan adalah sebuah ajang ‘permainan teks (misalnya: iklan, produk, pakaian, interior) akan
tanda’, yang selalu ‘bermain’ pada tiga elemen tetapi pada manusia sebagai pengguna teks, serta
tanda tersebut, yang satu sama lainnya saling lingkungan yang membentuk sebuah teks.
mendukung. Dalam penelitian mengenai iklan, Semantic Differential. Untuk menutupi ber-
analisis mengenai konteks yang ditawarkan iklan bagai kelemahan metode analisis teks, yang terlalu
pada sebuah produk yang diiklankan merupakan terfokus pada ‘teks’ itu sendiri (serta tanda-tanda
aspek yang sangat penting, sebab lewat konteks yang ada di dalamnya), dan mengabaikan subyek
tersebutlah dapat dilihat berbagai persoalan gen- pengguna bahasa (yang disebut oleh Peirce seba-
der, ideologi, fetisisme, kekerasan simbol, gai interpretant), dikembangkan metode analisis
lingkungan, konsumerisme, serta berbagai tanda dan makna, yang sebaliknya memfokuskan
persoalan sosial lainnya yang ada di balik sebuah dirinya pada manusia sebagai subyek pengguna
iklan. Yasraf A. Piliang, misalnya meneliti mengenai bahasa (pemakai, penonton, pengamat, pembaca).
relasi iklan dan realitas sosial, khususnya Fokus metode ini adalah pada ‘makna’ yang dipa-
bagaimana ‘realitas’ sebuah produk yang hami secara langsung oleh pembaca sebuah teks.
ditawarkan di dalam iklan, mempunyai jarak (gap) Di dalam semiotika dikenal setidak-tidaknya empat
dengan ‘realitas sosial sesungguhnya’, yang dimensi makna, yaitu: struktural, kontekstual,
menghasilkan semacam ‘pemalsuan realitas’ denotatif, dan konotatif, yang masing-masing
(Piliang, 2004). mempunyai model-model analisisnya sendiri.

196 M EDIATOR, Vol. 5 No.2 2004


Charles E. Osgood mengembangkan sebuah sikap (attitudes), atau emosi (emotions) terhadap
metode semantik yang mengkhususkan diri pada konsep tertentu, yang direpresentasikan lewat
analisis makna pada tingkat dimensi konotatif, tanda atau produk tertentu. Dengan demikian, jelas
yaitu berbagai kemungkinan makna yang metode ini tidak mengkaji konsep atau petanda
beranekaragam (polysemy) pada orang-orang yang pada tingkat denotasi, akan tetapi pada tingkat
beraneka-ragam pula latar belang budaya, suku, yang lebih dalam, yang oleh Roland Barthes
ras, agama, umur, dan tingkat intelektualitas mereka. disebut tingkat ‘konotasi’.
Osgood menyebut metodenya semantic differen- Pada metode tersebut, subjek yang diteliti
tial (Fiske, 1990:145-150). (sample) disediakan berbagai pasangan kata sifat
Metode semantic differential mengkaji yang berifat biner (binary opposition), yang jum-
berbagai aspek psikis pada manusia pengguna lahnya berkisar antara delapan sampai lima belas,
tanda atau produk, seperti perasaan (feelings), misalnya ‘maskulin’/’feminin’, ‘panas’/’dingin’,

Gambar 6

1 2 3 4 5 6 7
Rational ▲------● Irrational
Normal ▲● Unusual
Just ▲● Unjust
Defensive ▲-------● Aggressive
Efficient ▲-------------● Inefficient
Logical ▲● Instinctive
Intelligent ▲-------● Unintelligent
Victims ▲---------● Aggressors
Unbiased ▲--------------● Biased
Humane ▲● Ruthless
Pleasant ▲● Unpleasant
Warm ▲---------● Cold
Strong ▲● Weak
Expert ▲● Inexpert
Confident ▲-----------● Diffident
Relaxed ▲● Tense

Keterangan: Reaksi rata-rata orang-orang yang melihat gambar lengkap


halaman depan surat kabar Mirror yang melukiskan
demonstrasi orang kulit hitam di London (▲) dan yang hanya
melihat gambar saja (●).

Yasraf Amir Piliang. Semiotika Teks: Sebuah Pendekatan Analisis Teks 197
‘kuat’/’lemah’, dst. Kemudian di antara dua konsep Barthes, Roland. 1972. Mythologies. London: Pala-
oposisi tersebut, subyek diminta ‘memaknai’ din.
sebuah objek atau konsep, dengan mengisi salah
Culler, Jonathan. 1976. Saussure, Fontana Press.
satu posisi ‘makna’ dari tujuh spektrum makna yang
ada. Berikut adalah sebuah contoh penggunaan deSaussure, Ferdinand. 1990. Course in General
semantic differential, yang menjelaskan reaksi Linguistics. London: Duckworth.
masyarakat dalam ‘memaknai’ gambar halaman Eco, Umberto. 1979. A Theory of Semiotics. Indi-
depan surat kabar Mirror, yang melukiskan sebuah ana University Press.
konflik antara polisi Inggeris dan orang-orang kulit
hitam di London (Fiske, 1990:148). M Fiske, John. 1990. Introduction to Communica-
tion Studies. Routledge.
Fiske, John. 1990. Introduction to Communica-
Catatan: tion Studies. London: Routledge.
1
Untuk pemahaman lebih komprehensif mengenai
penggunaan metode semiotika dalam analisis iklan dan Hebdige, Dick. 1987. Subculture: The Meaning of
periklanan, dengan berbagai aspeknya, lihat Gillian Styles. London: Routledge.
Dyer, Advertising as Communication, Routledge, Lon-
don, 1990. Lihat juga Torben Vestergaard (ed), The Piliang, Yasraf A. 2004. “Iklan, Informasi atau
Language of Advertising, Basil Blackwell, 1985. Lihat Simulasi?:Konteks Sosial dan Kultural Iklan”,
juga Judith Williamson, Decoding Advertisement, dalam Jurnal Komunikasi “MediaTor” Vol-
Marion Boyars, 1991. ume 5 Nomor 1, 2004.
Thwaites, Tony. 1994. Tools for Cultural Studies,
Daftar Pustaka an Introduction. MacMillan.
Barthes, Roland. 1967. Elemenf of Semiology. New
York: Hill & Wang.

M M M

198 M EDIATOR, Vol. 5 No.2 2004

Anda mungkin juga menyukai