Anda di halaman 1dari 39

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi Penurunan Kesadaran


Kesadaran adalah suatu keadaan di mana seorang individu
sepenuhnya sadar akan diri dan hubungannya dengan lingkungan sekitar.
Penilaian kesadaran dapat terganggu apabila terdapat keadaan-keadaan di
mana pasien sadar namun tidak dapat merespons terhadap stimulus yang
diberikan oleh pemeriksa, seperti keadaan kerusakan input sensorik,
kelumpuhan (locked in states) atau gangguan psikiatrik1
Penurunan kesadaran menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas
otak dan sebagai “final common pathway” dari gagal organ seperti
kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak
dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran maka terjadi
disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh
fungsi tubuh. Penilaian tingkat kesadaran dapat dinilai secara kualitatif dan
dapat pula dinilai secara kuantitatif, dengan menggunakan skala koma
Glasgow.2

1. Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif2,3


 Sadar atau bangun (kompos mentis), keadaan sangat tanggap terhadap
lingkungan, baik ada maupun tidak ada rangsangan.
 Obtudansi (apatis), gangguan kesadaran ringan disertai berkurangnya
perhatian terhadap lingkungan sekitarnya, komunikasi masih dapat
dilangsungkan sebagian.
 Letargi (somnolent), pasien tampak mengantuk sampai tidur, akan
tetapi masih dapat dibangunkan sampai sadar dengan rangsangan suara
atau nyeri. Pada waktu pasien sadar dapat berkomunikasi dengan
pemeriksa, akan tetapi bila ditinggalkan , pasien akan tertidur kembali
 Stupor (sopor), gangguan kesadaran yang menyerupai tidur dalam dan
hanya dapat dibangunkan sebagian dengan rangsang nyeri yang kuat

1
dan berulangkali, komunikasi minimal, reaksi ada berupa gerakan
menolak sakit dan mengerang
 Koma adalah gangguan kesadaran yang berat, pasien tampak tidur
dalam tanpa dapat dibangunkan dan tidak ada reaksi terhadap berbagai
rangsangan.

2. Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif2,3


Untuk mengikuti perkembangan tingkat kesadaran dapat
digunakan skala koma Glasgow yang memperhatikan tanggapan
(respons) penderita terhadap rangsang dan memberikan nilai pada
respons tersebut. Jika nilai GCS 14-13 menandakan somnolen, 12-9

sopor, dan kurang dari 8 menandakan koma.


Gambar1. Tabel Penilaian Kesadaran Menggunakan Glasgow Coma
Scale

II. Etiologi Penurunan Kesadaran


Etiologi penurunan kesadaran secara garis besar terbagi menjadi
dua, yaitu: gangguan metabolik/fungsional dan gangguan struktural.2

1. Gangguan metabolik/fungsional
Gangguan ini antara lain berupa keadaan
hipoglikemik/hiperglikemik, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi

2
ginjal, gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasi obat-obatan,
intoksikasi makanan serta bahan-bahan kimia, infeksi susunan saraf
pusat.
Tabel 1. Penyebab Metabolik atau Toksik pada Kasus Penurunan Kesadaran
No Penyebab metabolik atau Keterangan
sistemik
1 Elektrolit imbalans Hipo- atau hipernatremia, hiperkalsemia, gagal ginjal
dan gagal hati.
2 Endokrin Hipoglikemia, ketoasidosis diabetik
3 Vaskular Ensefalopati hipertensif
4 Toksik Overdosis obat, gas karbonmonoksida (CO)
5 Nutrisi Defisiensi vitamin B12
6 Gangguan metabolik Asidosis laktat
7 Gagal organ Uremia, hipoksemia, ensefalopati hepatik

III. Patofisiologi Penurunan Kesadaran


Penurunan kesadaran merupakan bentuk disfungsi otak yang
melibatkan hemisfer kiri ataupun kanan atau struktur - struktur lain dari
dalam otak atau keduanya6. Penurunan kesadaran disebabkan oleh
gangguan pada korteks secara menyeluruh misalnya pada gangguan
metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS dibatang otak,
terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus maupun
mesensefalon7. Mekanisme fisiologis kesadaran dan koma mulai
memperoleh titik terang sejak penelitian yang dilakukan oleh Berger
(1928) dan kemudian Brcmcr (1937). Mereka menyimpulkan bahwa salah
satu pusat kesadaran berlokasi di daerah forebrain mengingat bahwa koma
merupakan akibat yang terjadi secara pasif bilamana rangsang sensorik
spesifik pada forebrain dihentikan atau diputus. Pada masa berikutnya
Morrison dan Dempsey (1942) menemukan adanya talamokortikal difus
yang tak terpengaruh segala sistem sensorik primer yang spesifik, atau

3
dengan kata lain ternyata di samping hal di atas ada mekanisme
nonspesifik lain yang dapat mempengaruhi kesadaran.4
Hal ini diperjelas oleh penemuan Moruni dan Mogoun pada tahun
1949 tentang suatu daerah tambahan pada formasio rektikulatis yang
terletak di bagian netral batang otak, yang bila dirangsang akan
menimbulkan aktivasi umum yang nonspesifik pada korteks serebri, yang
disebut sebagai Sistem Aktivasi Rektikuler Asendens (ARAS -
Ascendence Retricular Activating System). Sistem ini mencakup daerah-
daerah di tengah batang otak, meluas mulai dari otak tengah sampai
hipotalamus dan ralamus, dan menjabarkan bahwa struktur-struktur
tersebut mengirimkan transmisi efek-efek fisiologis difus ke korteks baik
secara langsung maupun tidak langsung, dalam peranannya terhadap
arousal kesadaran.

IV. Penegakan Diagnosis Penurunan Kesadaran


1. Anamnesis (riwayat penyakit)2
 Pada usia tua, penurunan kesadaran yang tiba-tiba lebih mungkin
disebabkan oleh perdarahan serebral atau infark.
 Gejala-gejala yang mendahului secara terperinci (bingung, nyeri
kepala, kelemahan, pusing, muntah, atau kejang), gejala-gejala fokal
seperti sulit bicara, tidak bisa membaca, perubahan memori,
disorientasi, baal atau nyeri, kelemahan motorik, berkurangnya
enciuman, perubahan penglihatan, sulit menelan, gangguan
pendengaran, gangguan melangkah atau keseimbangan, tremor.
 Pemakaian obat-obatan atau alkohol.
 Riwayat penyakit jantung, paru-paru, liver, ginjal, atau yang lainnya

2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda vital : perhatikan jalan nafas, tipe pernafasannya dan
perhatikan tentang sirkulasi yang meliputi: tekanan darah, denyut
nadi dan ada tidaknya aritmia.

4
b. Bau napas dan pola napas: bau napas dapat memberi petunjuk
adanya proses patologik tertentu misalnya uremia, ketoasidosis,
intoksikasi obat, dan bahkan proses kematian yang sednag
berlangsung.
Pemeriksaan pola pernafasan berupa:
 Cheyne-Stokes (pernapasan apnea, kemudian berangsur bertambah
besar amplitudonya)→gangguan hemisfer dan atau batang otak
bagian atas
 Kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) →gangguan di tegmentum
(antara mesensephalon & pons)
 Apneustik (inspirasi dalam diikuti penghentian ekspirasi selama
waktu yang lama) → gangguan di pons
 Ataksik (pernapasan dangkal, cepat, tak teratur) →gangguan di
fomartioretikularis bagian dorsomedial & medula Oblongata.
c. Pemeriksaan kulit : perlu diamati tanda – tanda trauma, stigmata
kelainan hati dan stigmata lainnya termasuk krepitasi dan jejas
suntikan. Pada penderita dengan trauma, kepala pemeriksaan leher
itu, harus dilakukan dengan sangat berhati – hati atau tidak boleh
dilakukan jikalau diduga adanya fraktur servikal. Jika kemungkinan
itu tidak ada, maka lakukan pemeriksaan kaku kuduk dan lakukan
auskultasi karotis untuk mencari ada tidaknya bruit.
d. Kepala : perhatikan ada tidaknya hematom, laserasi dan fraktur.
e. Leher : perhatikan kaku kuduk dan jangan manipulasi bila dicurigai
fraktur servikal (jejas, kelumpuhan 4 ekstremitas, trauma di daerah
muka).
f. Toraks/abdomen dan ekstremitas : perhatikan ada tidaknya fraktur.
g. Pemeriksaan fisik neurologis : pemeriksaan fisik neurologis
bertujuan menentukan kedalaman koma secara kualitatif dan
kuantitatif serta mengetahui lokasi proses koma.

3. Pemeriksaan Penunjang

5
a. Pemeriksaan laboratorium ada yang bersifat segera, ada yang bersifat
terencana. Pemeriksaan laboratorium yang bersifat segera pada
umumnya meliputi pemeriksaan glukosa darah, jumlah leukosit,
kadar hemoglobin, hematokrit, dan analisis gas darah. Pada kasus
tertentu (meningitis, ensefalitis, perdarahan suabarahnoid)
diperlukan tindakan pungsi lumbal dan kemudian dilakukan analisis
cairan serebrospinal.
b. Pemeriksaan radiologik dalam penanganan kasus koma tidak
selamanya mutlak perlu. CT scan akan sangat bermanfaat pada
kasus-kasus neoplasma, abses, trauma kapitis, dan hidrosefalus.
Koma metabolik pada umumnya tidak memerlukan pemeriksaan CT
scan kepala.
c. Pemeriksaan elektrofisiologi pada kasus koma bersifat terbatas
kecuali pemeriksaan EKG. Pemeriksaan eko-ensefalografi bersifat
noninvasif, dapat dikerjakan dengan mudah, tetapi manfaat
diagnostiknya terbatas. Apabila ada CT scan maka pemeriksaan
ekoensefalografi tidak perlu dikerjakan. Pemeriksaan
elektroensefalografi terutama dikerjakan pada kasus mati otak (brain
death).

V. Penatalaksanaan Penurunan Kesadaran


Penatalaksanaan penderita penurunan kesadaran secara umum harus
dikelola menurut prinsip 5 B yaitu 3
1. Breathing. Jalan napas harus bebas dari obstruksi, posisi penderita
miring agar lidah tidak jatuh kebelakang, serta bila muntah tidak
terjadi aspirasi. Bila pernapasan berhenti segera lakukan resusitasi.
2. Blood. Usahakan tekanan darah cukup tinggi untuk mengalirkan
darah ke otak karena tekanan darah yang rendah berbahaya untuk
susunan saraf pusat. Komposisi kimiawi darah dipertahankan
semaksimal mungkin, karena perubahan-perubahan tersebut akan
mengganggu perfusi dan metabolisme otak.

6
3. Brain. Usahakan untuk mengurangi edema otak yang timbul. Bila
penderita kejang sebaiknya diberikan difenilhidantoin atau
karbamezepin. Bila perlu difenilhidantoin diberikan intravena secara
perlahan.
4. Bladder. Harus diperhatikan fungsi ginjal, cairan, elektrolit, dan
miksi. Kateter harus dipasang kecuali terdapat inkontinensia urin
ataupun infeksi.
5. Bowel. Makanan penderita harus cukup mengandung kalori dan
vitamin. Pada penderita tua sering terjadi kekurangan albumin yang
memperburuk edema otak, hal ini harus cepat dikoreksi. Bila terdapat
kesukaran menelan dipasang sonde hidung. Perhatikan defekasinya
dan hindari terjadi obstipasi.
Penatalaksanaan berdasarkan etiologi, secara singkat akan
diuraikan berdasarkan urutan SEMENITE11, yaitu:
1. Pada gangguan sirkulasi:
a. Pada perdarahan subaranoidal diberikan Asam traneksamat 4 x 1 gr
iv perlahan-lahan selama 2 minggu, dilanjutkan peroral selama 1
minggu untuk mencegah kemungkinan rebleeding dan diberikan pula
Nimodipin (ca blocker) untuk mencegah vasospasme. Setelah 3
minggu sebaiknya dilakukan arteriografi untuk mencari penyebab
perdarahan, dan bila mungkin diperbaiki dengan jalan operasi.
b. Pada perdarahan intraserebral prinsip pengobatan sama seperti
diatas dan dilakukan tindakan pembedahan hanya bila perdarahan
terjadi di lokasi tertentu, misalnya serebelum.
c. Pada infark otak dapat disebabkan oleh karena trombosis maupun
emboli. Pengobatan infark akut dapat dibagi dalam 3 kelompok berupa
pengobatan terhadap edema otak dengan mannitol; pengobatan untuk
memperbaiki metabolisme otak dengan citicholine; Pemberian obat
antiagregasi trombosit dan antikoagulan.
3. Pada gangguan metabolisme:
Koma karena gangguan metabolime harus diobati penyakit primernya.
Penatalaksanaannya tergantung pada keadaan yang menyebabkan

7
gangguan pada fungsi metabolisme di otak contohnya seperti pada
penyakit diabetes melitus yang menyebabkan ketoasidosis
metabolisme atau gagal ginjal yang menyebabkan ensefalopati
uremikum.

8
Gambar 2. Algoritma Tatalaksana Pada Pasien Penurunan Kesadaran.

9
BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama : Tn. F
Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 16 Juni 1966
Usia : 52 tahun
Agama : Islam
Nomor rekam medis : 00.09.71.47
Tanggal masuk RS : 11 November 2018
Informasi diperoleh dengan alloanamnesis dari istri pasien.

ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Penurunan kesadaran

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke IGD RS UKI dengan tidak sadarkan diri, pasien sebelumnya
sedang tertidur, dan saat dibangunkan di pagi hari tidak terbangun. Sebelumnya
pada malam hari pasien mengkonsumsi metformin dan tidak makan malam.
Pasien riwayat mengkonsumsi metformin sejak + 6 tahun yang lalu . Riwayat
darah tinggi disangkal. BAB dan BAK disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat keluhan serupa sebelumnya (-)
Riwayat HT (-)
Riwayat DM (+)
Riwayat penyakit jantung (-)

10
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat serupa pada anggota keluarga lainnya (-), riwayat HT (-), riwayat DM
(+).

Riwayat Kebiasaan:
Pasien gemar makan makanan yang manis. Pasien jarang berolahraga. Pasien
memiliki kebiasaan merokok sewaktu muda. Kebiasaan minum alkohol disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : E2M3VETT = 5 (Stupor)

Tanda Vital:
Laju nadi : 111 kali/menit
Laju napas : 14 kali/menit
Suhu : 37,30C
SpO2 : 81%
Tekanan darah : 170 / 100 mmHg

Status Generalis:
Sistem Deskripsi
Kulit Warna sawo matang, lesi (-)
Kepala Normosefali, hematom (-)
Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Mata Pupil bulat, isokor, 3.0mm/3.0mm
RCL/RCTL (+/+)
THT Dalam batas normal
Kaku kuduk (-)
Leher JVP meningkat (-)
Pembesaran KGB (-)
Dada Bentuk normal simetris, retraksi (-), barel chest (-)

11
Precordial bulging (-)
Inspeksi: dinding dada simetris saat statis dan dinamis, luka
(-), tumor (-), retraksi (-)
Paru-paru Palpasi: chest expansion simetris kanan dan kiri
Perkusi: sonor (+)
Auskultasi: vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-
Iktus kordis tidak terlihat
Bunyi jantung S1 & S2 reguler
Jantung
Murmur (-), gallop (-)
Batas jantung dalam batas normal
Inspeksi: datar
Auskultasi: BU (+) normal
Abdomen
Perkusi: timpani pada seluruh kuadran abdomen
Palpasi: supel, NT (-), hepatomegali (-)
Genitalia &Anus Tidak dilakukan pemeriksaan
KGB Pembesaran KGB (-)
Ekstremitas Akral hangat, CRT > 2 detik, edema (-)
Kaku kuduk (-)
N. I. Olfactorius: sulit dinilai
N. II. Opticus: funduskopi tidak dilakukan
N. III. Occulomotorius, N. IV. Trochlearis, N. VI
Abducens: pupil bulat, isokor, 3 mm / 3 mm, RCL +/+,
RCTL +/+
N. V. Trigeminus: tidak dilakukan
Neurologis N. VII. Facialis: wajah simetris
N. VIII. Octavius: tidak dilakukan
N. IX. Glossopharyngeus, N. X. Vagus: gag reflex (+),
batuk (+)
N. XI. Accesorius: tidak dilakukan
N. XII. Hypoglossus: tidak dilakukan
Motorik: Lateralisasi ke kanan

12
Refleks fisiologis: 2+ 1+
2+ 3+

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:
Pemeriksaan 11/11/18 12/11/18 13/11/18 14/11/18 15/11/18 Nilai
Normal
Hematologi (Darah)
Hb (g/dL) 13,5 12,2 14-16
Leu (ribu/uL) 13,8 14,4 5-10
Ht (%) 40,6 36,6 40-48
Trombosit 492 422 150-400
(ribu/uL)
Analisis Gas Darah
pH darah 7,512 7,504 7,485 7,35-
7,45
PCO2 27,5 25,3 23,4 36-45
(mmHg)
PO2 (mmHg) 56,3 271,1 110,1 70-99
Saturasi O2 92,1 99,9 98,8
(%)
Base Excess 1,0 -0,9 -3,5 -2,5-2,5
(mmol/L)
HCO3 22,2 20,1 17,8 21-25
(mmol/L)
TCO2 23,1 20,9 18,5 21-27
(mmol/L)
Konsentrasi 17,4 19,2 15,8
O2 (Vol %)
Elektrolit
Na (mmol/L) 133 136 139 136-145
K (mmol/L) 2,8 3,3 4,2 3,5-5,1

13
Cl (mmol/L) 97 102 108 99-111
Ca(mg/dL) 5,64 8,86 8,8-10,3
P (mg/dL) 2,5-5
Kimia Klinik
GDS (mg/dL) 15 270 257 204 183 < 200
Ureum 24 40 15-45
(mg/dL)
Kreatinin 1,26 1,37 0,7-1,1
(mg/dL)

Albumin 2,9 3,7– 5,2


(g/dl)

Laboratorium:
Pemeriksaan 16/11/18 17/11/18 18/11/18 19/11/18 20/11/18 Nilai
Normal
Hematologi (Darah)
Hb (g/dL) 11,9 10,5 14-16
Leu (ribu/uL) 14,9 9,8 5-10
Ht (%) 35,3 32,5 40-48
Trombosit 434 125 150-400
(ribu/uL)
Analisis Gas Darah
pH darah 7,532 7,35-
7,45
PCO2 31,9 36-45
(mmHg)
PO2 (mmHg) 153,2 70-99
Saturasi O2 99,6
(%)
Base Excess 5,4 -2,5-2,5
(mmol/L)

14
HCO3 27,0 21-25
(mmol/L)
TCO2 28,0 21-27
(mmol/L)
Konsentrasi 19,1
O2 (Vol %)
Elektrolit
Na (mmol/L) 133 136-145
K (mmol/L) 3,2 3,5-5,1
Cl (mmol/L) 100 99-111
Ca(mg/dL) 8,86 8,8-10,3
P (mg/dL) 2,5-5
Kimia Klinik
GDS (mg/dL) 161 174 192 154 < 200
Ureum 41 48 15-45
(mg/dL)
Kreatinin 1,21 1,07 0,7-1,1
(mg/dL)

Albumin 3,7– 5,2


(g/dl)

Laboratorium:
Pemeriksaan 21/11/18 22/11/18 23/11/18 Nilai
Normal
Hb (g/dL) 12,5 14-16
Leu (ribu/uL) 9,2 5-10
Ht (%) 37,3 40-48
Trombosit 625 150-400
(ribu/uL)
pH darah 7,35-
7,45

15
PCO2 36-45
(mmHg)
PO2 (mmHg) 70-99
Saturasi O2
(%)
Base Excess -2,5-2,5
(mmol/L)
HCO3 21-25
(mmol/L)
TCO2 21-27
(mmol/L)
Konsentrasi
O2 (Vol %)
Na (mmol/L) 135 136-145
K (mmol/L) 4,1 3,5-5,1
Cl (mmol/L) 100 99-111
Ca(mg/dL) 10,2 8,8-10,3
P (mg/dL) 2,5-5
GDS (mg/dL) 119 178 197 < 200
Ureum 45 15-45
(mg/dL)
Kreatinin 0,90 0,7-1,1
(mg/dL)

Albumin 3,7– 5,2


(g/dl)

16
EKG (24/10/18):

Irama : sinus
HR : 100 x/menit
Axis : normal
Gelombang P : p pulmonal
PR interval : normal
QRS kompleks : tidak ada Q patologis
R di V5 < 25 mm
R pada V5 + S pada V1 < 35 mm
R wave progression baik
ST segmen : ST depresi pada lead I, aVL, V5, V6
QT interval : normal
Gelombang T : normal
Kesan: Old miocard infarc lateral

17
DIAGNOSIS KERJA
 Penurunan kesadaran
o Susp. et causa ensefalopati metabolik
o DD/ CVD hemoragik

TATALAKSANA
Pada pasien telah diinstruksikan untuk pemberian:
- Inf. I NS 0,9%/24 jam
- Levofloxacin IV 1x 750 mg
- Domperidone IV 3 x 10 mg
- Omeprazole IV 1 x 40 mg
- Amlodipine 1 x 10 mg PO (pagi)
- Candesartan 1 x 16 mg PO (malam)
- Sucralfat syr. 3 x 1 C PO
- Nicardipine 10 mg/jam SP

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia
Ad sanationam : dubia

18
FOLLOW UP
12/11/18 S penurunan kesadaran,
O KU: TSB GCS: E3M4VETT
TD: 115/74 mmHg
N: 95 x/menit
RR: 16 on venti mode V CMV PEEP 5
S: 36,6oC
Rangsang meningen: kaku kuduk (-) , kernig +/+ , laseque +/+
N. Cranialis:
N. I. Olfactorius: sulit dinilai
N. II. Opticus: funduskopi tidak dilakukan
N. III. Occulomotorius, N. IV. Trochlearis, N. VI Abducens:
pupil bulat, isokor, 3 mm / 3 mm, RCL +/+, RCTL +/+
N. V. Trigeminus: tidak dilakukan
N. VII. Facialis: wajah simetris
N. VIII. Octavius: tidak dilakukan
N. IX. Glossopharyngeus, N. X. Vagus: gag reflex (+), batuk
(+)
N. XI. Accesorius: tidak dilakukan
N. XII. Hypoglossus: tidak dilakukan
Motorik: Lateralisasi ke kiri > kanan
Refleks fisiologis: 2+ 1+
2+ 3+
Refleks patologis: Chaddock +/+ , Babinski +/+
A Penurunan kesadaran ec hipoglikemi
Susp. CVD hemoragik
Pneumonia
P Pasang monitor, pantau tensimeter
Inf. II D10%/24 jam
Levofloxacin IV 1x 750 mg
Omeprazole IV 1 x 40 mg
Ca Gluconas IV 3 x 1 gr

19
Paracetamol IV 3 x 1 gr K/P
Domperidone 3 x 10 mg PO
Amlodipine 1 x 10 mg PO
Candesartan 1 x 16 mg PO
KSR 3 X 3 tab PO
Sucralfat syr. 3 x 1 C PO

Konsul jantung
Konsul paru
CT scan kepala
13/11/18 S penurunan kesadaran (+),
O KU: TSB GCS: E3M4VETT
TD: 153/84 mmHg
N: 120 x/menit
RR: 12 on venti mode VCMC PEEP 5
S: 37,7oC
Saturasi: 94%
N. III, IV, VI: pupil bulat, isokor 2 mm/2 mm, RCL +/+, RCTL
+/+
Motorik: lateralisasi dextra
A penurunan kesadaran e.c. hipoglikemi
susp CVD hemoragik
Pneumonia
P Periksa elektrolit darah, ureum, kreatinin
Periksa GDS /4jam
IVFD II NS 0,9%/24 jam
Inhalasi ventolin+pulmicort 1x/ 24 jam
Levofloxacin IV 1x 750 mg
Omeprazole IV 1 x 40 mg
Ca Gluconas IV 2 x 1 amp (dalam NaCl 100ml)
Paracetamol IV 3 x 1 gr K/P
Domperidone 3 x 10 mg PO

20
Amlodipine 1 x 10 mg PO
Candesartan 1 x 16 mg PO
KSR 3 X 3 tab PO
Sucralfat syr. 3 x 1 C PO
Diet : SV 6 X 150cc
14/11/18 S penurunan kesadaran,
O KU: TSB GCS: E3M5Vafasia
TD: 150 / 80 mmHg
N: 136 x / menit
S: 37,5oC
RR: 24 on venti mode spontan F1O2 50 PEEP 5
Saturasi O2: 100%
Motorik: kesan lateralisasi sinistra
Reflex patologis: Babinski -/+
N. III, IV, VI: pupil bulat, isokor 2 mm/2 mm, RCL +/+, RCTL
+/+
A penurunan kesadaran e.c. hipoglikemik
susp CVD hemoragik
Pneumonia
P Periksa albumin
Konsul mata
Konsul fisiotherapy
Periksa GDS /6 jam
IVFD II NS 0,9%/24 jam
Inhalasi ventolin+pulmicort 3x/ 24 jam
Levofloxacin IV 1x 750 mg
Omeprazole IV 1 x 40 mg
Ca Gluconas IV 2 x 1 amp (dalam NaCl 100ml) - stop
Paracetamol IV 3 x 1 gr K/P
Domperidone 3 x 10 mg PO
Amlodipine 1 x 10 mg PO
Candesartan 1 x 16 mg PO

21
KSR 3 X 3 tab PO
Sucralfat syr. 3 x 1 C PO
Diet : SV 6 X 150ccIntubasi

15/11/18 S Penurunan kesadaran


O KU: TSB GCS: E3M54VETT
TD: 164/ 86 mmHg
N: 110 x / menit
S: 37,3oC
RR: 12 on venti made V-SIMV F1O2: 40, PEEP, 5 VT 500
A penurunan kesadaran e.c. hipoglikemi
susp CVD hemoragik
Pneumonia
P IVFD II NS 0,9%/24 jam
Inhalasi ventolin+pulmicort 3x/ 24 jam
Levofloxacin IV 1x 750 mg  stop
Omeprazole IV 1 x 40 mg
Paracetamol IV 3 x 1 gr K/P
Domperidone 3 x 10 mg PO
Amlodipine 1 x 10 mg PO
Candesartan 2 x 16 mg PO
KSR 3 X 1 tab PO
Fujimin 3 x 2 tab PO
HCT 1 x 25 mg PO
Sucralfat syr. 3 x 1 C PO
Cendo Lyteers 4 x 1 gtt
Cendo Mycos 2 x 1 gtt
Diet : SV 6 X 150ccIntubasi

16/11/18 S penurunan kesadaran


O KU: TSB GCS: E2M3VETT
TD: 132/75 mmHg

22
N: 101 x/menit
S: 37,2oC
RR: 21 on venti mode V SIMV
Mata: RCL +/+, RCTL +/+, anisokor 3mm/2mm, lensa OD
terlihat putih
Thoraks: Rh +/+, Wh-/-, bunyi jantung I&II regular,murmur -,
gallop -
A penurunan kesadaran e.c. hipoglikemi
susp CVD hemoragik
Pneumonia
P Periksa H2TL, elektrolit, ureum, creatinin
IVFD III NS 0,9% / 24 jam
Inhalasi ventolin+pulmicort 3x/ 24 jam
Meropenem IV 3 x 1 gr
Omeprazole IV 1 x 40 mg
Paracetamol IV 3 x 1 gr K/P
Domperidone 3 x 10 mg PO
Amlodipine 1 x 10 mg PO
Candesartan 2 x 16 mg PO
KSR 3 X 1 tab PO
Fujimin 3 x 2caps PO
HCT 1 x 25 mg PO
Sucralfat syr. 3 x 1 C PO
Cendo Lyteers 4 x 1 gtt
Cendo Mycos 2 x 1 gtt
Diet : SV 6 X 200 cc

17/11/18 S penurunan kesadaran


O KU: TSB GCS: E3M3Vx
TD: 148/78 mmHg
N: 103 x/menit
S: 37,2oC

23
RR: 25 x/menit
N. III, IV, VI: pupil isokor, 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+
N. IX, X: gag reflex (-)
N. XII: sikap lidah ditengah
Motorik: kesan lateralisasi sinistra
A penurunan kesadaran e.c. hipoglikemi
susp CVD hemoragik
Pneumonia
P Periksa GDS /hari
Periksa ureum, creatinin /3hari
IVFD III NS 0,9% / 24 jam
Inhalasi ventolin+pulmicort 2x/ 24 jam
Meropenem IV 3 x 1 gr
Omeprazole IV 1 x 40 mg
Paracetamol IV 3 x 1 gr K/P
Domperidone 3 x 10 mg PO
Amlodipine 1 x 10 mg PO
Candesartan 2 x 16 mg PO
KSR 3 X 1 tab PO
Fujimin 3 x 2caps PO
HCT 1 x 25 mg PO
Sucralfat syr. 3 x 1 C PO
Cendo Lyteers 4 x 1 gtt
Cendo Mycos 2 x 1 gtt
Diet : SV 6 X 200 cc

18/11/18 S Penurunan kesadaran


O KU: TSB GCS: E3M3VETT
TD: 134/71 mmHg
N: 101 x/menit
S: 37,5oC
RR: 20 x/menit

24
Mata: RCL +/+, RCTL +/+, pupil anisokor, 3 mm/2mm
Pulmo: Rhonki -/-, Wheezing -/-
A penurunan kesadaran e.c. hipoglikemi
susp CVD hemoragik
Pneumonia
P IVFD: II NS 0,9% /24 jam
Inhalasi ventolin + pulmicort 2x/hari
Meropenem IV 3 x 1 gr
Omeprazole IV 1 x 40 mg
Paracetamol IV 3 x 1 gr K/P
Domperidone 3 x 10 mg PO
Amlodipine 1 x 10 mg PO
Candesartan 2 x 16 mg PO
KSR 3 X 1 tab PO
Fujimin 3 x 2caps PO
HCT 1 x 25 mg PO
Sucralfat syr. 3 x 1 C PO
Cendo Lyteers 4 x 1 gtt
Cendo Mycos 2 x 1 gtt
Diet : SV 6 X 200 cc
19/11/18 S (-)
O KU: TSB GCS: E2M3Vx
TD: 133/98 mmHg
N: 101 x/menit
S: 36,5oC
RR: 21 x/menit
Saturasi O2: 98%
Mata: RCL +/+, RCTL +/+, pupil isokor, 3 mm/3mm
Pulmo: Rhonki-/-, Wheezing-/-,
A penurunan kesadaran e.c. hipoglikemi
susp CVD hemoragik
Pneumonia

25
P IVFD : II NS 0,9% /24 jam
Meropenem IV 3 x 1 gr
Omeprazole IV 1 x 40 mg
Paracetamol IV 3 x 1 gr K/P
Domperidone 3 x 10 mg PO
Amlodipine 1 x 10 mg PO
Candesartan 2 x 16 mg PO
KSR 3 X 1 tab PO
Fujimin 3 x 2caps PO
HCT 1 x 25 mg PO
Sucralfat syr. 3 x 1 C PO
Cendo Lyteers 4 x 1 gtt
Cendo Mycos 2 x 1 gtt
Diet : SV 6 X 200 cc

20/11/18 S Penurunan kesadaran


O KU: TSB GCS: E3M3VETT
TD: 157/91 mmHg
N: 108 x/menit
S: 37,1oC
RR: 26  ventilator: spontan
N. III, IV, VI: pupil isokor, 2 mm/2mm, RCL +/+, RCTL +/+
A penurunan kesadaran e.c. hipoglikemi
susp CVD hemoragik
NIDDM
Pneumonia

P Sesuai DPJP
21/11/18 S keadaan belum baik
O KU: TSB GCS: E2M3VETT
TD: 116/66 mmHg

26
N: 103 x/menit
S: 37,8oC
RR: 26  ventilator : spontan
Pulmo: Rhonki -/-, Wheezing -/-
N. III, IV, VI: pupil isokor, 3 mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+
A penurunan kesadaran e.c. hipoglikemi
susp CVD hemoragik
NIDDM
Pneumonia
P Sesuai DPJP
22/11/18 S keadaan belum baik
O KU: TSB GCS: E3M3VETT
TD: 114/67 mmHg
N: 100 x/menit
S: 36,3oC
RR: 20
Pulmo: Rhonki -/-, Wheezing -/-
N. III, IV, VI: pupil isokor, 3 mm/3 mm, RCL +/+, RCTL +/+
A penurunan kesadaran e.c. hipoglikemi
susp CVD hemoragik
NIDDM
Pneumonia
P Sesuai DPJP

27
BAB III
ANALISA KASUS

Penurunan Kesadaran
Pada instalasi gawat darurat, analisis klinis pasien dengan penurunan
kesadaran menjadi suatu hal yang penting. Selalu ada kebutuhan mendesak untuk
menentukan penyakit yang mendasari dan arah perkembangannya, terutama untuk
melindungi otak terhadap kerusakan yang lebih serius atau tidak dapat dipulihkan.
Pada kasus dengan penurunan kesadaran, diperlukan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan penunjang yang terarah untuk menentukan diagnosis penyebab
penurunan kesadaran pasien, selain menatalaksana kegawatdaruratannya.1 Pada
pasien kasus ini yang datang dengan keluhan kejang setelah sebelumnya
mengalami muntah-muntah dan penurunan kesadaran yang dicurigai sebagai
akibat stroke hemoragik. Pada pasien dengan penurunan kesadaran perlu
diperhatikan risiko terjadinya aspirasi akibat kontrol menelan yang berkurang.
Oleh sebab itu, apabila memungkinkan diperlukan pemasangan NGT untuk
menunjang pemberian nutrisi pada pasien.
Penyebab potensial dari penurunan kesadaran dapat dibagi menjadi
beberapa kategori umum. Penyebab koma metabolik atau sistemik dapat
mencakup hipoksia, hipoperfusi, infeksi, efek obat, atau gangguan elektrolit.
Hipoksia dapat merupakan hasil dari gagal jantung kongestif (CHF), emboli paru,
keracunan karbon monoksida, atau kompromi paru berat seperti yang terjadi pada
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), fibrosis kistik, dan asma. Berbagai
penyebab syok yang dapat menyebabkan keadaan hipoperfusi global yang
mengarah ke penurunan kesadaran, termasuk anafilaksis, septik, syok
hipovolemik, syok kardiogenik, dan syok neurogenik. Setiap jenis syok memiliki
karakteristik uniknya sendiri. Infeksi, baik sistemik (sepsis) dan fokal, dapat
menjadi penyebab umum lainnya dari penurunan kesadaran.2
Hal lain yang sering menyebabkan penurunan kesadaran antara lain
keterlibatan susunan saraf pusat (SSP), seperti pada meningitis, encephalitis, atau
abses SSP. Efek obat mulai dari penggunaan narkoba dan overdosis yang
disengaja maupun akibat dosis terapeutik dapat terjadi dan umum ditemukan pada

28
instalasi gawat darurat. Pada lansia, efek samping yang merugikan dari obat
umum terjadi. Selain itu, kelainan elektrolit dan glukosa dapat disebabkan oleh
beberapa kondisi, termasuk diabetes, disfungsi ginjal, keganasan, dan interaksi
obat atau kesalahan dosis. Trauma kepala, stroke, tumor, dan infeksi adalah
penyebab struktural koma dan depresi yang paling umum. Penyebab traumatik
dapat mencakup hematom subdural dan epidural, perdarahan intraparenchymal
atau subarachnoid, atau hanya contusio atau edema serebri. Stroke terjadi dengan
mekanisme embolik, trombotik, atau hemoragik, tetapi pada stroke iskemik jarang
terjadi penurunan kesadaran, kecuali terjadi iskemik luas pada kedua hemisfer,
stenosis, atau terdapat oklusi arteri basilar. Penurunan kesadaran akibat infeksi
SSP dapat disebabkan oleh efek massa dan sering terjadi pada meningitis bakteri
berat, abses serebri atau empiema, atau massa parasit. Keganasan, juga dapat
menyebabkan penurunan kesadaran jika massa tumor menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial (TIK) atau mengurangi aliran darah otak, atau jika edema
sekitarnya berkembang dengan cepat.2

Tabel 1. Diferensial Diagnosis Penyebab Penurunan Kesadaran1


Penyebab Penurunan Kesadaran Tersering
Metabolik atau penyakit lain
Keracunan obat-obatan
Anoksia atau iskemia
Ensefalopati hepatikum
Ensefalomielitis dan ensefalitis
Perdarahan subaraknoid
Penyakit endokrin (termasuk diabetes)
Gangguan keseimbangan asam-basa
Gangguan regulasi temperatur
Ensefalopati uremikum
Penyakit paru
Nutrisi
Koma metabolik non-spesifik
Lesi masa supratentorial

29
Hematoma intracerebral
Hematoma subdural
Infark serebri
Tumor otak
Abses otak
Hematoma epidural
Infark thalamus
Apopleksi pituitari
Trauma kepala tertutup
Lesi subtentorial
Infark batang otak
Perdarahan pontine
Perdarhan serebelar
Tumor serebelar
Infark serebelar
Demielinasi batang otak
Abses serebelar
Perdarahan fosa subdural posterior
Migraine basilar
Gangguan psikiatri

30
Gambar 3. Alur Diagnosis Pasien dengan Penurunan Kesadaran

Alkalosis Respiratorik
Pemeriksaan penunjang yang penting dilakukan pada pasien dengan penurunan
kesadaran adalah analisis gas darah. Pada pasien ini, pada pemeriksaan analisis
gas darah didapatkan hasil adanya alkalosis respiratorik. Alkalosis respiratorik
didefinisikan sebagai penurunan PaCO2. Mekanisme ini terjadi akibat adanya
peningkatan ventilasi alveolar. Pada alkalosis respiratorik, biasanya terjadi
penurunan HCO3. Penyebab alkalosis respiratorik, antara lain3:

31
1. Stimulasi sistem saraf pusat
- Nyeri
- Ansietas
- Iskemia
- Stroke
- Tumor
- Infeksi
- Demam
- Induksi obat (salisilat, progesterone, analeptic)
2. Stimulasi perifer
- Hipoksemia
- Penyakit paru (gagal jantung kongestif, edema pulmoner non-
kardiogenik, asma, emboli paru)
- Anemia berat
3. Mekanisme yang tidak diketahui
- Sepsis
- Ensefalopati metabolik
4. Iatrogenik
- Induksi ventilator
Koreksi proses yang mendasari adalah satu-satunya pengobatan untuk alkalosis
respiratorik. Untuk alkalemia berat (pH arteri > 7,60), asam klorida intravena,
arginin klorida, atau amonium klorida dapat diindikasikan.3

Indikasi Rawat ICU


Berdasarkan panduan ICU Admission, Discharge, and Triage Guidelines oleh
Society of Critical Care Medicine (2017) prioritas pasien yang memerlukan
perawatan di ICU, yaitu: pasien sakit kritis yang memerlukan bantuan hidup untuk
kegagalan organ, pemantauan intensif, dan terapi hanya disediakan di lingkungan
ICU. Bantuan hidup termasuk ventilasi invasif, terapi penggantian ginjal
berkelanjutan, pemantauan hemodinamik invasif untuk intervensi hemodinamik
agresif, oksigenasi membran ekstrakorporeal, pompa balon intraaortik, dan situasi
lain yang membutuhkan perawatan kritis (misalnya, pasien dengan hipoksemia

32
berat atau syok). Secara umum, pasien yang dirawat di ICU harus memenuhi satu
atau lebih dari kriteria berikut4:
1. Perlu perawatan yang melibatkan kompetensi khusus staf ICU yang tidak
tersedia secara luas di tempat lain di rumah sakit (misalnya, ventilasi
mekanik invasif, manajemen syok, oksigenasi membran ekstrakorporeal,
dan pompa balon intraaortik).
2. Memiliki ketidakstabilan klinis (mis., status epileptikus, hipoksemia, dan
hipotensi).
3. Berada pada risiko tinggi untuk kemunduran dalam waktu dekat (mis.,
memerlukan intubasi).

Evaluasi Kebutuhan Cairan


Estimasi klinis volume intravaskular diperlukan karena pengukuran obyektif
volume cairan kompartemen tidak praktis. Volume intravaskuler dapat
diperkirakan menggunakan riwayat pasien, pemeriksaan fisik, dan analisis
laboratorium, seringkali dengan bantuan teknik pemantauan hemodinamik yang
canggih. Terlepas dari metode yang digunakan, evaluasi serial diperlukan untuk
mengkonfirmasi kesan awal dan untuk memandu terapi cairan, elektrolit, dan
darah. Modalitas ganda harus saling melengkapi satu sama lain, karena semua
parameter pengukuran volume tidak langsung dan tidak spesifik.

Tabel 2. Tanda Hipovolemia3


Tanda Kehilangan Cairan (Berdasarkan Persentase Massa
Tubuh)
5% 10% 15%
Membran mukosa Kering Lebih kering Sangat kering
Sensori Normal Letargis Tidak merespon
Perubahan Tidak ada Ada Peningkatan nadi
ortostatik > 15 kali / menit
Penurunan
tekanan darah >
10 mmHg

33
Output urin Berkurang sedikit Berkurang Berkurang
banyak
Nadi Normal atau Meningkat > 100 Meningkat > 120
meningkat kali / menit kali / menit
Tekanan darah Normal Sedikit menurun Menurun
dengan variasi
respirasi

Beberapa pengukuran laboratorium dapat digunakan sebagai pengganti volume


intravaskular dan kecukupan perfusi jaringan, termasuk hematokrit serial, pH
darah arteri, osmolalitas urin, konsentrasi natrium atau klorida urin, natrium
serum, dan rasio nitrogen urea darah terhadap kreatinin serum (BUN). Tanda-
tanda laboratorium adanya dehidrasi termasuk peningkatan hematokrit dan
hemoglobin, asidosis metabolik progresif (termasuk asidosis laktik), berat jenis
urin lebih besar dari 1.010, natrium urin kurang dari 10 mEq / L, osmolalitas urin
lebih besar dari 450 mOsm / L, hipernatremia, dan BUN lebih besar dari 10:1.5
Pengukuran estimasi kebutuhan cairan dilakukan dengan rumus:
 4 mL/kg/jam untuk 10 kg berat badan pertama
 2 mL/kg/jam untuk 10 kg berat badan berikutnya
 1 mL/kg/jam untuk setiap kg berat badan selebihnya
Terapi cairan intravena dapat terdiri dari infus kristaloid, koloid, atau
kombinasi keduanya. Cairan kristaloid adalah larutan ion (garam) dengan atau
tanpa glukosa, sedangkan larutan koloid juga mengandung zat berberat molekul
tinggi seperti protein atau polimer glukosa besar. Cairan kristaloid biasanya
dianggap sebagai cairan resusitasi awal pada pasien dengan syok hemoragik dan
septik, pada pasien luka bakar, pada pasien dengan cedera kepala (untuk
mempertahankan tekanan perfusi serebral), dan pada pasien yang menjalani
plasmapheresis dan reseksi hati. Larutan yang paling umum digunakan adalah
larutan Ringer Laktat. Meskipun sedikit hipotonik, Ringer laktat umumnya
memiliki efek paling sedikit pada komposisi cairan ekstraseluler dan tampaknya
menjadi pilihan terapi cairan yang utama ketika volume besar diperlukan.3

34
Gambar 4. Komposisi Cairan Kristaloid

Hipoglikemi
Definisi hipoglikemi adalah kadar plasma glukosa <70 mg/dl. Gejala-gejala
hipoglikemi biasanya muncul ketika kadar glukosa plasma <60 mg/dl. Episode
hipoglikemi yang sering terjadi (sekali dalam sehari) menyebabkan adaptasi otak
terhadap kadar glukosa dan gejala hipoglikemi akan muncul pada kadar yang
lebih rendah dari seharusnya. Kondisi tersebut didefinisikan sebagai
hypoglycemic unawareness, yaitu kegagalan saraf simpatis dalam meresponi
hipoglikemi. Gejala hipoglikemi dibagi menjadi 2 kategori antara lain gejala
neurogenic (autonomic) dan gejala neuroglikopenik. Gejala neurogenic terjadi
karena penurunan kadar glukosa darah dan menebabkan pasien sadar bahwa ia
sedang mengalami episode hipoglikemik. Gejala ini di aktivasi oleh autonomic
nervous system (ANS) dan dimediasi oleh katekolamin (epinefrin dan
norepinefrin) dari adrenal medulla dan asetilkolin dari post synaptic nerve
endings. Gejala dari neuroglikopenik biasanya disadari oleh keluarga atau teman
pasien. Gejala yang termasuk antara lain gangguan mental dan penurunan
kesadaran, iritabilitas, sulit berbicara, ataksia, sakit kepala, dan bila tidak
ditangani kejang, koma, dan bahkan meninggal.8,9

35
Pentalaksanaan hipoglikemi pada pasien tidak sadarkan diri:
- Pemberian larutan dekstrosa 40% sebanyak 50 ml dengan bolus intravena (iv)

- Pemberian cairan Dekstrosa 10% per infus, 6 jam per kolf (500 cc).

- Periksa GDS, bila:
GDS < 50 mg/dl, berikan bolus Dekstrosa 40% 50 ml


IV
GDS <100 mg/dl, berikan bolus Dekstrosa 40% 25 ml IV

- Periksa GDS setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa 40%, bila:
GDS <50
mg/dl, berikan bolus Dekstrosa 40% 50 ml IV . GDS <100 mg/dl, berikan bolus
Dekstrosa 40% 25 ml IV
GDS 100-200 mg/dl, tanpa bolus Dekstrosa 40%. GDS
>200 mg/dl, pertimbangkan menurunkan kecepatan drip Dekstrosa 10%

- Setelah poin no (4), dilakukan 3 kali berturut-turut hasil GDS > 100 mg/dl,
lakukan pemantauan GDS setiap 2 jam dengan protokol no (4). 


- Setelah poin no (5) dilakukan 3 kali berturut-turut hasil GDS > 100 mg/dl
lakukan pemantauan GDS setiap 4 jam dengan protokol no (5). 


- Bila GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale setiap 6
jam: GDS < 200 mg/dl, jangan berikan insulin GDS 200-250 mg/dl,
berikan 5 unit insulin GDS 250-300 mg/dl, berikan 10 unit insulin 
GDS
300-350 mg/dl, berikan 15 unit insulin
GDS > 350 mg/dl, berikan 20
unit insulin 


- Bila hipoglikemia belum teratasi, pertimbangka pemberian antagonis insulin,


seperti: Deksametason 10 mg IV bolus, dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan
Manitol 1,5-2 g/KgBB IV setiap 6-8 jam. Cari penyebab lain penurunan
kesadaran. 


36
BAB IV
KESIMPULAN

Pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran, diperlukan


penanganan terhadap kegawatdaruratannya (jalan nafas, pernapasan, dan
sirkulasi) serta diperlukan penegakkan diagnosis untuk tatalaksana berikutnya.
Pemeriksaan analisis gas darah penting dilakukan pada pasien dengan
penurunan kesadaran, terutama dengan kecurigaan akibat respiratorik maupun
metabolik. Kebutuhan cairan dan nutrisi pasien perlu diperhatikan.
Perawatan pasien di ICU berdasarkan pertimbangan kebutuhan
penggunaan alat-alat bantuan hidup dan monitor ketat pada kondisi pasien
kritis. Selama di ICU, jalan nafas pasien harus dipastikan bersih, terutama pada
pasien dengan penurunan kesadaran yang mengalami penurunan gag reflex.
Penatalaksanaan farmakologis sesuai dengan etiologi dari penyebab penurunan
kesadaran pasien, di mana pada pasien ini dicurigai akibat hipoglikemi dan
stroke hemoragik.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Plum, F. Posner, JB. Saper, CB. Schiff, ND. (2007). Plum and Posner’s Diagnosis
of Stupor and Coma. Oxford University Press. New York. Hal. 5-9
2. Lumbantobing SM. 2010. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Balai
penerbit FKUI. Jakarta.

3. Harsono.2008.Koma dalam Buku Ajar Neurologi Klinis.GajahMada University


Press. Yogyakarta.

4. Marx J, Hockberger R, Walls R, Biros M, Danzl D, Gausche-Hill M et al. Rosen's


emergency medicine. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2014.

5. Butterworth J, Mackey D, Wasnick J, Morgan G, Mikhail M, Morgan G. Morgan


and Mikhail's clinical anesthesiology. 5th ed. 2013.

6. Nates J, Nunnally M, Kleinpell R, Blosser S, Goldner J, Birriel B et al. ICU


Admission, Discharge, and Triage Guidelines. Critical Care Medicine.
2016;44(8):1553-1602.

7. Finkelsztein E, Jones D, Ma K, Pabón M, Delgado T, Nakahira K et al. Comparison


of qSOFA and SIRS for predicting adverse outcomes of patients with suspicion of
sepsis outside the intensive care unit. Critical Care. 2017;21(1).

8. American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetes – 2016.


Diabetes Care 2016; 39(Suppl. 1):S13-S22

9. Cutis A, Lee W: Spatial patterns of diabetes related health problems forvulnerable


populations in Los Angeles. Int J Health Geogr 2010; 9:43

38

Anda mungkin juga menyukai