Anda di halaman 1dari 3

ENERGI PANAS BUMI DI INDONESIA :

SEJARAH HINGGA PERKEMBANGAN POTENSI PEMANFAATANNYA

Pada tahun 1918, Indonesia melakukan survey pertama sumber energi panas bumi di
daerah Kawah Kamojang, 7 tahun setelah Piero Ginori Conti menguji generator panas bumi
pertama di dunia di Larderello, daerah selatan Tuscany. Walaupun, jauh sebelum dilakukan uji
coba generator panas bumi pertama, Indonesia telah memiliki beberapa tulisan mengenai
pengamatan sumber air panas di pulau jawa seperti, dalam tulisan Franz Wilhelm Junghuhn yang
berjudul “Java, deszelfs gedaante, bekleeding en inwendige struktuur, (1854)”. Barulah pada
tahun 1926 hingga 1928, pemerintah Hindia Belanda melalui badan penyelidikan Volcanologische
Onderzoek atau Volcanological Survey mengebor lima sumur eksplorasi di Kawah Kamojang,
salah satunya sumur KMJ-3 yang masih menghasilkan uap panas kering atau dry steam hingga
saat ini.

Survey penelitian energi panas bumi sempat dihentikan setelah tahun 1928, karena situasi
yang tidak kondusif akibat perang. Baru setelah Indonesia merdeka, dibentuk Dinas Gunung
Berapi (DGB) di bawah Jawatan Pertambangan dan sempat mengalami beberapa kali perubahan
menjadi Urusan Vulkanologi (1966), Sub Direktorat Vulkanologi (1976), Direktorat Vulkanologi
(1978), Direktorat Vulkanologi di bawah Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral
(1992), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) (2001), Pusat Sumber Daya
Mineral Batubara dan Panas Bumi (PSDMBP) di bawah Badan Geologi, Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (KESDM) pada tahun 2016 hingga saat ini yang menjadi lembaga
penelitian, penyelidikan, dan pelayanan di bidang sumberdaya panas bumi.

Pemanfaatan sumber energi panas bumi ini juga pada awalnya diatur dalam Undang-
Undang No. 27 Tahun 2003 yang kemudian dilakukan perubahan menjadi Undang-Undang No.
21 Tahun 2014 karena, dalam UU No. 27 Tahun 2003 disebutkan bahwa pemanfaatan energi panas
bumi dikategorikan sebagai kegiatan penambangan/pertambangan, hal tersebut mengakibatkan
munculnya beberapa kendala hukum terkait pelaksanaan pemanfaatannya. Maka dari itu,
dilakukan revisi menjadi UU No. 27 Tahun 2003 yang mengatur pemanfaatan sumber energi panas
bumi di Indonesia secara lebih komprehensif serta bertujuan untuk mengendalikan kegiatan
pengusahaan panas bumi untuk menunjang ketahanan dan kemandirian energi guna mendukung
pembangunan yang berkelanjutan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan berupa
panas bumi untuk memenuhi kebutuhan energi nasional, dan meningkatkan pemanfaatan energi
bersih yang ramah lingkungan guna mengurangi emisi gas rumah kaca.

Indonesia sendiri memiliki potensi sumber daya energi panas bumi mencapai sekitar 28,5
Giga Watt electrical (GWe) yang terdiri dari sumberdaya resources sebesar 11.073 MW dan
sumberdaya reserves sebesar 17.453 MW. Berdasarkan data terbaru dari Direktorat Panas Bumi,
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi tercatat sumber daya panas
bumi di Indonesia yang termanfaatkan telah mencapai 1.948,5 MW yang terdiri dari 13
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) pada 11 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yakni
PLTP Sibayak (Sumatera Utara), PLTP Sarulla (Sumatera Utara), PLTP Ulubelu (Lampung),
PLTP Salak (Jawa Barat), PLTP Wayang Windu (Jawa Barat), PLTP Patuha (Jawa Barat), PLTP
Kamojang (Jawa Barat), PLTP Darajat (Jawa Barat), PLTP Dieng (Jawa Tengah), PLTP Karaha
(Jawa Barat), PLTP Matalako (NTT), PLTP Ulumbu (NTT), dan PLTP Lahendong (Sulawesi
Utara). Capaian ini menempatkan Indonesia sebagai produsen listrik panas bumi peringkat kedua
di dunia setelah Amerika Serikat, yang semula ditempati oleh Filipina dengan pemanfaatan energi
sebesar 1.870 MW. Potensi Panas Bumi yang sangat besar ini tersebar di 342 titik potensi di
seluruh penjuru Indonesia. Kapasitas PLTP saat ini yang tercatat sebesar 1.924,5 MW baru
mencapai 11% dari sumber daya energi panas bumi yang ada.

Maka dari itu, harapan kedepannya agar pengembangan industri sumber daya energi panas
bumi terutama dibidang PLTP harus terus ditingkatkan dan mencapai kemerataan hingga wilayah
Indonesia timur. Selain itu, harapannya agar pemanfaatan energi panas bumi tidak hanya terfokus
pada pembangkit listrik tetapi juga dapat dimanfaatkan secara langsung untuk kebutuhan industri
lainnya seperti pertanian (untuk pengeringan hasil pertanian, sterilisasi media tanaman, dan budi
daya tanaman tertentu), hingga ranah destinasi wisata.
DAFTAR PUSTAKA

http://ebtke.esdm.go.id/post/2018/04/28/1948/indonesia.peringkat.2.produsen.listrik.panas.bumi.l
ampaui.filipina. Diakses pada 18 Februari 2019, pukul 20.25 WIB.

http://geomagz.geologi.esdm.go.id/riwayat-panas-bumi-di-kamojang/. Diakses pada 18 Februari


2019, pukul 20.30 WIB.

http://psdg.bgl.esdm.go.id/sejarah-pusat-sumber-daya-mineral-batubara-dan-panas-bumi/.
Diakses pada 18 Februari 2019, pukul 20.10 WIB.

https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/ini-dia-sebaran-pembangkit-listrik-panas-
bumi-di-indonesia. Diakses pada 18 Februari 2019, pukul 20.45 WIB.

Suhartoyo, Muhammad Azhar. 2015. Aspek Hukum Kebijakan Geothermal di Indonesia.


Semarang : Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai