PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah merupakan bagian penting dari perjalanan sebuah umat, bangsa,
negara, maupun individu. Keberadaan sejarah merupakan bagian dari proses
dari kehidupan itu sendiri. Oleh karena itu tanpa mengetahui sejarah, maka
proses kehidupan tidak akan dapat diketahui. Melalui sejarah pula manusia
dapat mengambil banyak pelajaran dari proses kehidupan suatu umat, bangsa,
negara dan sebagainya.
Termasuk bagian dari sejarah peradaban Islam adalah munculnya Islam di
Asia Tenggara. Islam di negara-negara Asia Tenggara, sangat diperhitungkan
karena jumlah kuantitasnya, hampir seluruh negara yang ada di Asia Tenggara
penduduknya baik mayoritas ataupun minoritas memeluk agama Islam.
Misalnya, Islam menjadi agama resmi negara federasi Malaysia, Kerajaan
Brunei Darussalam, negara Indonesia (Sekitar 90% menganut agama Islam),
Burma (hanya ada sebagian kecil wilayah Republik Filipina, Kerajaan
Muangthai, Kampuchea dan Republik Singapura).
Masuknya Islam di Asia Tenggara merupakan suatu proses yang bisa
dikatakan panjang dan merupakan suatu bukti bahwa Islam demikian kuat
pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat dikawasan ini. Islam Asia Tenggara
mengacu pada Islam di gugusan kepulauan atau benua maritim (nusantara) yang
mencakup tidak hanya kawasan yang sekarang menjadi negara Indonesia, tetapi
juga wilayah Muslim Malaysia, Thailand Selatan (Patani), Singapura, Filipina
Selatan (Moro), dan juga Champa (Kampuchea). Islam Asia Tenggara
(Southeast Asian Islam) sering digunakan secara bergantian dengan 'Islam
Melayu-Indonesia' (Malay-Indonesian Islam).1
Melihat sejarah masa lalu, terlihat bahwa Islam bukanlah agama pertama
yang tumbuh pesat, akan tetapi Islam masuk ke lapisan masyarakat yang waktu
itu telah memiliki peradaban, budaya, dan agama. Namun para penyebar Islam
mampu menkonversikan Islam dengan baik pada masyarakat setempat.
Terbukti banyak dari masyarakat baik lapisan bawah maupun elit yang tertarik
dan memeluk Islam. Penyebaran Islam pun mulai marak dilakukan dengan
berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di Asia Tenggara antara abad ke-13 hingga
16 M. Kemudian pada abad berikutnya Bangsa Barat seperti Spanyol dan
Portugis mulai berdatangan ke Asia Tenggara. Kedatangan mereka dipermudah
1
Azyumardi Azra, Islam Nusantara. Link:
http://republika.co.id/berita/kolom/resonansi/15/06/17/nq3f9n-islam-nusantara-1 ( diakses
06 November 2017)
oleh kondisi waktu itu terutama adanya kevakuman kekuasaan dan pertentangan
diantara kerajaan-kerajaan kecil yang saling berebut hegemoni. Pertentangan
inilah yang dimanfaatkan Spanyol dan Portugis. Dengan dalih bersekutu,
mereka mengadu domba diantara kerajaan-kerajaan kecil tersebut untuk saling
bermusuhan sehinggga kerajaan-kerajaan ini runtuh dan diambil oleh mereka.
Pada awal abad ke-20, dunia Islam menghadapi munculnya gerakan
modernisme yang muncul di Timur Tengah dan menyebar ke seluruh dunia
Islam termasuk Asia Tenggara.
Oleh karena itu dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai
Islam di Asia Tenggara dari sisi sejarahnya, perkembangan dan kemajuannya
hingga modernisasi Islam di kawasan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan dibahas
lebih lanjut, antara lain :
1. Bagaimana sejarah Islam di Asia Tenggara?
2. Bagaimana kemajuan agama Islam di Asia Tenggara?
3. Bagaimana modernisasi Islam di Asia Tenggara?
C. Tujuan Makalah
Berdasarkan pemaparan rumusan masalah diatas, dapat diambil tujuan
makalah ini :
1. Mengetahui sejarah Islam di Asia Tenggara
2. Mengetahui kemajuan agama Islam di Asia Tenggara
3. Mengetahui modernisasi Islam di Asia Tenggara
D. Manfaat Makalah
Makalah ini ditulis dalam rangka mengenal sejarah peradaban Islam di Asia
Tenggara, kemajuan dan modernisasi Islam yang berlangsung di kawasan
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa masuknya Islam ke Asia Tenggara
tidak berlangsung secara serta merta tapi melalui beberapa proses yang panjang
dan melalui beberapa tahapan. Wahyu dan Harjani mengatakan bahwa penetrasi
Islam Asia Tenggara secara kasar dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu;
1. Tahap pertama, dimulai dengan kedatangan Islam yang kemudian
diikuti dengan kemerosotan, akhirnya keruntuhan Kerajaan Majapahit
pada kurun abad keempat belas dan lima belas.
2. Tahap kedua, sejak datang dan mapannya kekuasaan kolonialisme
Belanda di Indonesia, Inggris di semenanjung Malaya dan Spanyol di
Filipina sampai awal abad ke-19.
3. Tahap ketiga, bermula pada abad ke-20 dengan terjadinya liberalisasi
kebijakan pemerintah kolonial terutama di Indonesia.2
2
Wahyu Ilahi dan Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah, hlm. 155.
Kehadiran Islam di bumi Nusantara khususnya dan Asia Tenggara
umumnya berlangsung secara sistematis, terencana, dan tanpa kekuatan
militer, dibawa oleh para ulama yang memang membawa misi khusus
menyebarkan Islam. Berbeda dengan kedatangan agama Kristen pertama
kali yang dibawa oleh kolonialis, khususnya dari Belanda. Para dai
membawa misi kedamaian, bukan peperangan. Yang dibawa adalah ilmu,
bukan senjata. Toto Suharto mengutip pendapat Arnold yang melukiskan
Islamisasi yang damai sebagai berikut: “Sketsa di atas hanyalah merupakan
bagian kecil daripada sejarah dakwah Islam di kepulauan
Nusantara…Tetapi cukup bukti-bukti yang menunjukkan adanya
pelaksanaan dakwah Islam yang berjalan dengan penuh damai selama 600
tahun terakhir…ajakan dan bujukanlah yang mewarnai gerakan dakwah
itu”.3
Oleh karenanya terjadi perdebatan panjang dan perbedaan dikalangan
para ahli mengenai kedatangan Islam di Asia Tenggara. Setidaknya ada 4
teori mengenai kedatangan Islam di Asia Tenggara 4:
1. Teori Gujarat : Pijnapel (1872 M) adalah orang yang mengemukakan
pertama kali, ini berdasarkan perjalanan Sulaiman, Markopolo dan Ibn
Batutah, dilanjutkan dengan dukungan Snouck Hurgronye dengan
alasan : pertama, kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa
Arab dalam penyebaran agama Islam ke Nusantara; kedua, hubungan
dagang antara Indonesia-India telah lama terjalin; ketiga, Inskripsi tertua
tentang Islam yang terdapat di Sumatra memberikan gambaran
hubungan dagang antara Sumatra dan Gujarat. Sejarawan pendukung
teori ini antara lain Stutterheim, Schriekie, Clifford Geertz, Harry
J.Benda, Arnold dan Morrison.
2. Teori Mekkah : Tahun 1958 M, muncul kritikan terhadap teori
pertama, seperti tokoh Hamka dalam seminar di Medan, tentang
“Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia”, di perkuat seminar
yang sama di Aceh 10-16 Juli 1978 M, yang diikuti oleh Indonesia,
Malaysia, India, Australia dan Prancis. Sejarawan Barat yang
sependapat teori ini adalah Crawfurd, Keyzer, Veth, Niemann dan de
Hollander. Alasan kuat teori ini menurut Hamka adalah bahwa Gujarat
hanya sebagai tempat singgah, sedangkan Mekkah atau Mesir adalah
sebagai tempat pengambilan ajaran Islam. Ia juga mendasarkan bahwa
mazhab terbesar yang dianut sebagian umat Islam Nusantara adalah
Mazhab Syafii dan mazhab yang sama dianut di Mekkah masa itu,
3
Toto Suharto, Gagasan Pendidikan Muhammadiyah dan NU sebagai Potret Pendidikan Islam
Moderat di Indonesia, Jurnal Islamica, Vol. 9, No.1 September 2014, hlm. 82
4
Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah, hlm. 56, Samsul Munir Amin, Sejarah
Peradaban Islam, hlm. 322-323.
alasan ini jarang diungkap sejarawan Barat masa awal. Alasan lain juga
dikemukakan oleh Sayyid Muhammad Naquib al-Attas bahwa sebelum
abad ke-17 M, seluruh literatur keagamaan yang relevan tidak mencatat
satu pengarang pun muslim India atau berasal dari India. Penulis yang
dipandang Barat sebagai berasal dari India terbukti berasal dari Arab
atau Persia. Termasuk penggunaan gelar Syarif, Said, Muhammad,
Maulana juga identik dengan asal Mekah. Kemudian bukti lain adalah
pada tahun 1297 M Gujarat masih berada dibawah naungan kerajaan
Hindu, setahun kemudian baru ditaklukkan tentara muslim.
3. Teori Persia : Teori ini dipelopori oleh Hosein Djajaningrat dari
Indonesia, bahwa Islam yang masuk ke Indonesia berasal dari Persia
abad ke-7 M. Teori ini memfokuskan tinjauannya pada sosio-kultural di
kalangan masyarakat Islam Indonesia yang ada kesamaan dengan di
Persia. Diantaranya adalah perayaan Tabut di beberapa tempat di
Indonesia, dan berkembangnya ajaran Syekh Siti Jenar, ada kesamaan
dengan ajaran Sufi al-Hallaj dari Iran Persia. Hamka menolak teori ini
dengan alasan, bila Islam masuk abad ke-7 M. yang ketika itu kekuasaan
dipimpin Khalifah Umayyah (Arab), sedangkan Persia belum
menduduki kepemimpinan dunia Islam. Dan masuknya Islam dalam
suatu wilayah, biasanya identik langsung berdirinya kekuasaan politik
Islam.
4. Teori Bengal yang dikembangkan oleh Fatimi. Ia mengutip pendapat T.
Peres yang mengemukakan bahwa kebanyakan orang Islam terkemuka
di Pasai adalah orang Bengali atau keturunan mereka. Namun teori ini
tidak dapat diterima karena Mazhab yang dominan di Bengal adalah
Hanafi bukan Syafii seperti di semenanjung dan Nusantara secara
keseluruhan.5
5
Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, hlm. 32
mengatakan bahwa Islam dibawa ke Nusantara oleh para pedagang dari
Gujarat pada Abad 13 M.
Sarjana Muslim kontemporer seperti Taufik Abdullah
mengkompromikan pendapat-pendapat di atas dengan menyebutkan
memang benar Islam sudah datang ke Indonesia sejak abad pertama Hijriyah
atau abad ke -7 atau 8 Masehi, tetapi baru dianut oleh para pedagang Timur
Tengah di pelabuhan-pelabuhan. Barulah Islam masuk secara besar-besaran
dan mempunyai kekuatan politik pada abad ke-13 M dengan berdirinya
kerajaan Samudra Pasai. Hal ini terjadi akibat arus balik kehancuran
Baghdad ibukota Abbasiyah oleh Hulagu Khan. Kehancuran Baghdad
menyebabkan pedagang Muslim mengalihkan aktivitas perdagangan ke arah
Asia Selatan, Asia Timur dan Asia Tenggara. Azyumardi Azra juga
menambahkan : “Mungkin benar bahwa Islam sudah diperkenalkan ke dan
ada di Nusantara pada abad-abad pertama Hijriah, sebagaimana
dikemukakan Arnold dan dipegangi banyak sarjana Indonesia-Malaysia,
tetapi hanyalah setelah abad ke 12 pengaruh Islam keliatan lebih nyata,
karena itu, proses Islamisasi nampaknya mengalami akselerasi antara abad
ke-12 dan ke-16”.6
Siapa yang berperan menyebarkan Islam di Asia Tenggara?
Siapa yang memainkan peran penting utama dalam menyebarkan Islam
di Nusantara masjh menjadi perdebatan. Van Leur berpandangan bahwa para
pedagang Arab-lah yang memiliki peran penting dalam menyebarkan Islam
di Indonesia. Sementara Anthony Johns menilai bahwa proses islamisasi
lebih banyak dilakukan oleh agen-agen sufi.7 Menurutnya banyak sumber-
sumber lokal yang mangaitkan pengenalan islam ke wilayah ini dengan guru-
guru pengembara dengan karakteristik sufi yang kental. Para sufi ini telah
berhasil mengislamkan jumlah besar penduduk Nusantara setidaknya sejak
abad ke-13. Faktor utama keberhasilan para guru sufi adalah kemasan yang
atraktif, khususnya pada kemapuannya dalam menekankan kesesuaian Islam
dengan kepercayaan dan praktik keagamaan lokal.
Abdurrahman Mas’ud mengkompromikan dua pendapat ini dengan
menyatakan cukup beralasan bahwa antara saudagar dan sufi terdapat dalam
diri seorang individu. Sunan kudus misalnya, saah seorang dari Walisongo
6
Azyumardi, Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan
XVIII. Hlm 27
7
Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, Kepustakaan Populer Gramedia
(KPG), Jakarta, 2009, hlm. 28
yang sangat dihormati, seorang alim, sufi sekaligus saudagar yang kaya
raya.8
8
Abdurrahman Mas‟ud, Dari Haramain ke Nusantara, Jejak Intelektual Arsitek Pesantren,
Jakarta, Kencana, 2006, hlm. 54
9
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 201-203
3. Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi mengajarkan teosofi yang
bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia.
Mereka mahir dalam soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan
menyembuhkan. Diantara mereka juga adayang mengawini puteri-puteri
bangsawan setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada
penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang
sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah
dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran
yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu
adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di
Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih dikembangkan diabad ke-19 M bahkan di
abad ke-20 M ini.
4. Saluran pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok
yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren
atau pondok itu,calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama.
Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau
berdakwah ketempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang
didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri.
Keluaran pesantren ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan
Agama Islam.
5. Saluran kesenian
Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan
wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam
mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia
meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat.
Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan
Ramayana, tetapi dalam serita itu di sisipkan ajaran nama-nama pahlawan
Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra
(hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.
6. Saluran politik
Awalnya pemerintah kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat Islam
untuk melaksanakan ajaran agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan
pemerintah Belanda. Sedangkan dalam bidang politik, pemerintah melarang
keras orang Islam membahas hukum Islam baik dari Al-qur’an maupun Sunnah
yang menerangkan tentang politik kenegaraan atau ketatanegaraan. Di Maluku
dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk
Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam
di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia
Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi
kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak
menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.
10
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 324-325
lain dengan ditemukannya uang dirham emas dengan tulisan nama sultan
yang memerintah Samudera Pasai.
3. Kerajaan Malaka (abad ke-15) Kerajaan ini terletak di Semenanjung
Malaka. Islam di Malaka berasal dari kerajaan Samudera Pasai. Pendiri
Kerajaan Malaka adalah Paramesywara, seorang pangeran dari Sriwijaya.
Paramesywara menikah dengan putri Sultan Samudera Pasai dan kemudian
masuk Islam. Kerajaan Malaka mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahan Sultan Muzaffar Syah (1445-1459). Kerajaan ini runtuh ketika
Portugis menyerang dan mengalahkan Malaka pada 1511. Peninggalan
sejarah Kerajaan Malaka berupa mata uang yang merupakan peninggalan
dari akhir abad ke-15 dan benteng A'Farmosa yang merupakan bukti
penaklukkan Malaka oleh pasukan Portugis
4. Kerajaan Islam Pattani (abad ke-15). Kehadiran Islam di Pattani dimulai
dengan kedatangan Syekh Said, mubalig dari Pasai, yang berhasil
menyembuhkan raja Pattani bernama Phaya Tu Nakpa yang sedang sakit
parah. Phaya Tu Nakpa (1486-1530) beragama Budha kemudian masuk
Islam dan bergelar Sultan Ismail Syah. Kerajaan Pattani mengalami
kemajuan pesat setelah menjalin hubungan dagang dengan Kerajaan Malaka.
Kerajaan Pattani kemudian menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan,
terutama bagi pedagang dari Cina dan India. Kejayaan Pattani berakhir
setelah dikalahkan Kerajaan Siam dari Bangkok. Peninggalan sejarah Pattani
berupa nisan kubur yang disebut Batu Aceh yang melambangkan kedekatan
hubungan dengan Samudera Pasai.
5. Kerajaan Brunei Darussalam (abad ke-15). Kerajaan Brunei Darussalam
merupakan kerajaan Islam yang terletak di Pulau Kalimantan sebelah utara.
Islam pertama kali masuk ke Brunei pada 977 dibawa saudagar Cina. Raja
Brunei pertama adalah Awang Betatar (1406-1408) yang tertarik masuk
Islam dan mengubah namanya menjadi Sultan Muhammad Syah. Kata
"Darussalam" ditambahkan pada kata "Brunei" pada abad ke-15 untuk
menekankan Islam sebagai agama negara. Kerajaan Brunei Darussalam
berkembang menjadi pusat penyebaran Islam dan perdagangan wilayah
Melayu ketika Kesultanan Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511.
Kerajaan Brunei Darussalam pernah dikuasai Inggris pada 1888, di masa
kepemimpinan Sultan Hasyim Jalilu Ageramaddin, sultan ke-15, namun
dapat meraih kemerdekaannya dari Inggris pada tahun 1983 M.
6. Kerajaan Islam Sulu (abad ke-15). Kerajaan Sulu merupakan kerajaan Islam
yang terletak di Filipina bagian selatan. Islam masuk dan berkembang di Sulu
melalui orang Arab yang melewati jalur perdagangan Malaka dan Filipina.
Pembawa Islam di Sulu adalah Syarif Karim al-Makdum, orang Arab yang
ahli ilmu pengobatan. Abu Bakar, seorang dai dari Arab, menikah dengan
putri dari pangeran Bwansa dan kemudian memerintah di Sulu dengan
mengangkat dirinya sebagai Sultan.
7. Kerajaan Ternate (abad ke-15). Kerajaan Islam terbesar di Maluku adalah
Kerajaan Ternate. Penyebaran Islam di daerah ini dilakukan oleh para ulama
dan pedagang dari Pulau Jawa. Islam menjadi agama kerajaan setelah Sultan
Zainal Abidin memerintah. Kerajaan Ternate menjadi salah satu pusat
penyebaran Islam di kawasan timur Nusantara. Kerajaan Ternate mencapai
kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Babullah. Kerajaan Ternate
bersaing dengan Kerajaan Tidore terutama dalam perdagangan. Kerajaan
Ternate berakhir setelah ditaklukkan oleh VOC (Verenidge Osst-Indische
Compagnie) pada 1660. Peninggalan Kerajaan Ternate antara lain Benteng
Portugis dan bekas istana di Ternate (Maluku Utara).
8. Kerajaan Aceh Darussalam (abad ke-16). Kerajaan Aceh atau Aceh
Darussalam adalah kerajaan Islam yang terletak di Pulau Sumatera bagian
utara. Kerajaan ini didirikan pada 1541 oleh Sultan Ali Mughayat Syah.
Kerajaan Aceh mengantikan peran Kerajaan Samudera Pasai dan Kerajaan
Malaka yang jatuh ke tangan Portugis, terutama dalam perdagangan dan
pelayaran. Kerajaan ini mengalami puncak kejayaan pada masa
kepemimpinan Sultan Iskandar Muda. Kerajaan Aceh akhirnya jatuh ke
dalam kekuasaan pemerintah Hindia Belanda pada 1912. Peninggalan
sejarah Kerajaan Aceh antara lain Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh
dan Cakra Donya, yaitu lonceng hadiah dari kaisar Cina.
9. Kerajaan Demak (abad ke-16). Kerajaan Demak adalah Kerajaan Islam
pertama di Pulau Jawa. Raja Demak pertama adalah Raden Fatah, bupati
Majapahit di Bintoro dan mencapai puncak kejayaan di bawah
kepemimpinan Sultan Trengono. Kerajaan Demak berhasil melebarkan
kekuasaannya sampai ke daerah luar Jawa, seperti Kerajaan Banjar, Kerajaan
Kotawaringin, dan Kerajaan Kutai di Kalimantan. Kerajaan ini mengalami
kemunduran di masa Sunan Prawoto karena beberapa daerah taklukkan
Demak memberontak. Peninggalan Kerajaan Demak yang paling terkenal
adalah Masjid Agung Demak. Ciri khas masjid ini adalah bangunannya
ditopang empat tiang atau saka guru yang dibangun empat orang sunan dari
sembilan wali (Wali Songo), yaitu Sunan Ampel, Sunan Gunung Jati, Sunan
Bonang, dan Sunan Kalijaga.
10. Kerajaan Cirebon (abad ke-16). Kerajaan Cirebon merupakan kerajaan
Islam pertama di Jawa Barat. Kerajaan Cirebon didirikan pada 1450 oleh
Pangeran Walangsungsang. Tokoh yang paling berperan menjadikan
Cirebon sebagai Kerajaan Islam adalah Syarif Hidayatullah. Sepeninggal
Panembahan Girilaya (1650-1662), Kerajaan Cirebon dibagi menjadi dua
oleh kedua anaknya, menjadi Kerajaan Kasepuhan dan Kerajaan Kanoman.
Meskipun tidak mempunyai kekuasaan administratif, Kerajaan Cirebon tetap
bartahan sampai saat ini.
11. Kerajaan Banjar (abad ke-16). Kerajaan Banjar merupakan kerajaan Islam
yang terletak di Pulau Kalimantan bagian selatan. Kerajaan ini pada walnya
bernama Daha, sebuah kerajaan Hindu yang berubah menjadi Kerajaan
Islam. Kerajaan Banjar berdiri pada 1595 dengan penguasa pertama Sultan
Suriansyah. Islam masuk ke wilayah ini tahun 1470, bersamaan dengan
melemahnya kerajaan Maajapahit di Pulau Jawa. Penyebaran Islam secara
luas dilakukan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, seorang ulama yang
menjadi Mufti Besar Kalimantan. Kerajaan Banjar mengalami kemunduran
dengan terjadinya pergolakan masyarakat yang menentang pengangkatan
Pangeran Tamjidillah (1857-1859) sebagai sultan oleh Belanda. Pada 1859-
1905, terjadi perang Banjar yang dipimpin Pangeran Antasari (1809-1862)
melawan Belanda.Akibat dari perang ini, Belanda menghapuskan Kerajaan
Banjar pada 1860. Peninggalan sejarah Kerajaan Banjar dapat dilihat dari
bangunan masjid di Desa Kuin, Banjar Barat (Banjarmasin) yang dibangun
pada masa pemerintahan Sultan Tamjidillah.
12. Kerajaan Banten (abad ke-16). Kerajaan ini adalah kerajaan terbesar di Jawa
Barat. Kerajaan Banten didirikan Sunan Gunung Jati pada 1524. Pada masa
pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin, Islam telah mengalami
perkembangan pesat. Hal ini ditandai dengan berdirinya bangunan masjid
dan pesantren. Kerajaan Banten mencapai masa keemasannya di masa
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683). Kerajaan ini mengalami
kemunduran setelah terjadi perang melawan Belanda. Peninggalan Kerajaan
Banten berupa Masjid Agung Banten, Menara Banten, Benteng Speelwijk,
dan bekas Keraton Surosowan.
13. Kerajaan Buton (abad ke-16). Kerajaan Buton merupakan kerajaan Islam
yang terletak di Pulau Buton, Sulawesi bagian tenggara. Kerajaan Buton
menjadi kesultanan setelah Halu Oleo, raja ke-6, memeluk agama Islam.
Penyebaran Islam secara luas dilakukan oleh syekh Abdul Wahid bin Syarif
Sulaiman al-Patani, seorang ulama dari Kesultanan Johor. Peninggalan
sejarah Kesultanan Buton berupa Benteng Kraton dan Batupoaro, yaitu batu
tempat berkhalwat (mengasingkan diri) Syekh Abdul Wahid di akhir
keberadaannya di Buton.
14. Kerajaan Goa (abad ke-16). Kerajaan Goa terletak di sebelah selatan Pulau
Sulawesi. Kerajaan Goa berubah menjadi kesultanan pada akhir abad ke-16,
di masa pemerintahan Sultan Alauddin (1593-1639). Pada masa
kepemimpinan Sultan Hasanuddin terjadi perang Makassar (1666-1669)
meawan Belanda. Kerajaan Goa selanjutnya dikuasai oleh Belanda setelah
dipaksa menyerah dan menandatangani Perjanjian Bongaya. Peninggalan
Kerajaan Goa berupa kompleks makam Sultan Goa dan bekas rumah Sultan
Goa terakhir di Makassar (Sulawesi Selatan).
15. Kerajaan Johor (abad ke-16). Kerajaan Johor berdiri setelah Kesultanan
Malaka dikalahkan oleh Portugis. Sultan Alauddin Riayat Syah membangun
Kerajaan Johor pada sekitar tahun 1530-1536. Masa kejayaan kesultanan ini
terjadi pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Riayat Syah II. Kerajaan
Johor memperkuat dirinya dengan mengadakan sebuah aliansi bersama
Kerajaan Riau sehingga disebut Kerajaan Johor-Riau. Kerajaan Johor-Riau
berakhir setelah Raja Haji wafat dan wilayah tersebut dikuasai oleh
Belanda.
16. Kerajaan Kutai (abad ke-16). Kerajaan Kutai terletak di sekitar Sungai
Mahakam, Kalimantan bagian timur. Pada awalnya, Kutai merupakan
kerajaan yang dipengaruhi ajaran Hindu dan Buddha. Islam berkembang
pada masa kepemimpinan Aji Raja Mahkota (1525-1600). Penyebaran
Islam dilakukan oleh seorang mubalig bernama Said Muhammad bin
Abdullah bin Abu Bakar al-Warsak. Kerajaan ini mencapai kejayaannya
pada masa Aji Sultan Muhammad Salehuddin (1780-1850) memerintah.
Kerajaan Kutai mengalami kemunduran setelah Aji Sultan Muhammad
Salehuddin meninggal dunia. Peninggalan sejarah Kerajaan Kutai berupa
makam para sultan di Kutai Lama (dekat Anggana).
17. Kerajaan Pajang (abad ke-16). Kerajaan Pajang merupakan kerajaan Islam
pertama di pedalaman Jawa. Kerajaan ini didirikan oleh Joko Tingkir pada
1546, setelah Trenggono, Sultan Demak, wafat. Joko Tingkir atau Sultan
Adiwijaya membawa pengaruh Islam dari wilayah pesisir ke wilayah
pedalaman Jawa. Kerajaan Pajang hanya bertahan selama 45 tahun karena
dihancurkan oleh Kerajaan Mataram pada 1618. Peninggalan Kerajaan
Pajang berupa makam Pangeran Benowo.
18. Kerajaan Mataram (abad ke-16). Kerajaan Mataram beridiri sejak 1582.
Kerajaan ini berawal dari wilayah Kerajaan Pajang yang dihadiahkan oleh
Sultan Adiwijaya kepada Kiai Ageng Pamanahan. Raja pertama Mataram
adalah Panembahan Senopati (1582-1601). Puncak kekuasaan Kerajaan
Mataram tercapai pada masa kepemimpinan Sultan Agung (1613-1645).
Kerajaan Mataram melemah setelah terjadi perpecahan wilayah akibat
Perjanjian Giyanti serta campur tangan pihak Belanda. Kerajaan Mataram
selanjutnya terbagi menjadi empat wilayah yaitu Kesultanan Yogyakarta,
Pakualaman, Kasunanan Surakarta, dan Mangkunegara. Peninggalan
Kesultanan Mataram antara lain berupa pintu gerbang Masjid Kotagede di
Yogyakarta.
19. Kerajaan Palembang (abad ke-16). Pada awalnya, Kerajaan Palembang
termasuk dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Demak. Raja pertama
sekaligus pendiri Kerajaan ini adalah Ki Gendeng Suro (1539-1572).
Pengetahuan dan keilmuan Islam berkembang pesat dengan hadirnya ulama
Arab yang menetap di Palembang. Kerajaan Palembang menjadi bandar
transit dan ekspor lada karena letaknya yang strategis. Belanda kemudian
menghapuskan Kerajaan Palembang setelah berhasil mengalahkan Sultan
Mahmud Badaruddin. Salah satu peninggalan Palembang adalah Masjid
Agung Palembang yang didirikan pada masa kepemimpinan Sultan Abdur
Rahman.
20. Kerajaan Bima (abad ke-17). Kerajaan Bima adalah kerajaan Islam yang
terletak di Pulau Sumbawa bagian timur. Kerajaan Bima berubah menjadi
kesultanan Islam pada 1620 setelah rajanya, La Ka'i, memeluk agama Islam
dan mengganti namanya menjadi Sultan Abdul Kahir. Pada masa
pemerintahan Sultan Abdul Khair Sirajuddin (1640-1682). Kerajaan Bima
menjadi pusat penyebaran Islam kedua di timur Nusantara setelah
Makassar. Kerajaan Bima berakhir pada 1951, ketika Muhammad
Salahuddin, sultan terakhir, wafat. Peninggalan Kerajaan Bima antara lain
berupa kompleks istana yang dilengkapi dengan pintu lare-lare atau pintu
gerbang kesultanan.
21. Kerajaan Siak Sri Indrapura (abad ke-18). Siak Sri Indrapura adalah sebuah
kesultanan Melayu, didirikan (1723) oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah,
dan penyebab Islam di Sumatera Timur. Pusatnya adalah Desa Buantan,
kemudian pindah ke Siak Sir Indrapura (sekitar 90 km ke timur laut
Pekanbaru).Wilayah kekuasaan Siak Sri Indrapura meliputi Siak Asli, Bukit
Batu, Merbau, Tebing Tinggi, Bangko, Tanah Putih dan Pulau Bengkalis
(Kabupaten Bengkalis); Tapung Kiri dan Tapung Kanan (Kampar);
Pekanbaru; dan sekitarnya. Istana bekas tempat tinggal dan pusat
Kesultanan Siak Sri Indrapura sampai sekarang masih berdiri dengan megah
di pinggir Sungai Siak dan merupakan salah satu objek pariwisata di Riau.
11
Tim Museum Kebangkitan Nasional, KH. Ahmad Dahlan (1868-1923), hlm. 99
12
Ibid, hlm.100
BAB III
PENUTUP
1. Masuknya Islam ke Asia Tenggara
Para ahli berbeda pendapat mengenai dari mana asal penyebaran Islam
di Asia Tenggara. Maka setidaknya ada 3 teori mengenai dari mana
Islam itu dibawa, yaitu ;
- Teori Arab / Mekkah
- Teori Gujarat
- Teori Persia
Demikian pula dengan waktu masuknya Islam ke kawasan Asia
Tenggara, para ahli sejarah pun berbeda pendapat. Ada yang
mengatakan waktunya itu adalah abad ke-1 H/ke-7 M dan ada pula
yang menyebut pada abad ke-13 M. Namun dalam hal ini kami ambil
kesimpulan bahwa agama Islam sudah masuk ke kawasan Asia
Tenggara pada abad ke-1 H/7 M. Kemudian pada abad-13 agama Islam
berkembang pesat.
2. Cara datang dan berkembangnya Islam di Asia Tenggara
Ada beberapa saluran Islamisasi yang berkembang , yaitu :
- Saluran Perdagangan
- Saluran Perkawinan
- Saluran Tasawuf
- Saluran Pendidikan
- Saluran Kesenian
- Saluran Politik
3. Tahapan perkembangan Islam di Asia Tenggara
Ada 3 tahapan mengenai perkembangan Islam di kawasan ini, yaitu :
- Kehadiran para pedagang Muslim (7 - 12 M)
- Terbentuknya Kerajaan Islam (13-16 M)
- Pelembagaan Islam
4. Perkembangan Islam di negara-negara Asia Tenggara ternyata
berbeda, hal itu dikarenakan perbedaaan bentuk budaya, adat, pola
pikir dan perekonomian masing-masing Negara.
5. Modernisasi Islam di Asia Tenggara muncul pada pertengahan abad
ke-20 dengan diterbitkannya beberapa jurnal dan surat kabar seperti
Al-Iman dan Al-Munir.
Daftar Pustaka