Pendahuluan
melalui malaikat jibril dan berbeda dengan mukjizat para Rosul sebelumnya. Sebab Al-
Qur’an adalah kalam Allah SWT yang keontetikanya mendapatkan penjagaan dari Allah
SWT. Al-Qur’an diturunkan Allah SWT sebagai pedoman hidup manusia menuju jalan
yang lurus.
kepada para sahabat untuk menyampaikan lagi kepada sahabat yang lain dan diamalkan.
Rosululloh juga menyuruh para sahabat untuk menghafal dan menuliskan ayat-ayat Al-
Qur’an ke atas benda apa saja yang bisa ditulisi, seperti kulit binatang, pelepah pohon
kurma, tulang-tulang dan lain sebagainya. Namun setelah Rosululloh wafat banyak
penghafal Al-Qur’an yang mati syahid dalam peperangan, sehingga pada masa kholifah
dibentuk Tim penulis Al-Qur’an. Hingga saat ini kita bisa membaca al-Qur’an dengan
mudah. Namun banyak dari pengikut Nabi Muhammad SAW yang tidak mengetahui
bagaimana Al-Qur’an diturunkan ke muka bumi hingga penulisan Al-Qur’an yang kita
I. Rumusan Masalah
Masalah yang akan diteliti pada makalah ini adalah bagaimana sejarah turunnya Al-
Qur’an, dan penulisan Al-Qur’an pada masa Rosululloh sampai masa Khulafa’ Al
Rasyidin. Masalah yang lain adalah apa yang dimaksud dengan ilmu Rasmul Qur’an.
II. Sejarah Turunya Al- Qur’an
Al-Qur’an adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam percaya bahwa al-Qur’an
merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, dan
bagian dari rukun iman, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.
Ditinjau dari segi kebahasaan, al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti
“bacaan” atau “sesuatu yang dibaca berulang-ulang”. Kata al-Qur’an adalah bentuk kata
benda (masdar) dari kata kerja qara’a yang artinya membaca. Menurut Prof. Dr. H. Muin
Salim, al-Qur’an adalah firman-firman Allah SWT, yang diwahyukan dengan perantara
malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai peringatan, petunjuk, tununan,
Al-Qur’an yang ada seperti sekarang ini tidaklah turun secara keseluruhan
sekaligus dalam satu kali pewahyuan. Namun Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur
kepada Nabi bertujuan untuk memperbaiki umat manusia, baik berupa penjelasan,
sanggahan terhadap kaum Musyrik, teguran, ancaman, kabar gembira, dan seruan.
Demikian ditegaskan oleh Allah SWT ” kami turunkan wahyu secara terpisah dan
berangsur-angsur untuk mempeteguh hati Muhammad.” Hal ini sangat penting sebagai
dukungan moral, sebab biasanya kondisi Nabi sedang dalam keadaan susah, karena
ejekan, cercaan, dan tantangan, sehingga perlu adanya landasan kuat, agar hati tetap
teguh dan tidak goyah, Kemudian agar mudah di hafal. Ibn Furak menjelaskan secara
perinci “Taurat diturunkan secara sekaligus, karena Nabi yang menerimanya dapat
membaca dan menulis, yaitu Nabi Musa a.s. Adapun Al-Qur’an diturunkan secara
berangsur-angsur dan tidak dapat dapat ditulis sekaligus, karena Nabi yang menerimanya
seorang Nabi yang Ummi, dalam arti tidak dapat membaca dan menulis. Andalan
1
Nasruddin, Sejarah Penulisan Al-Qur’an, (jurnal rihlah vol. II, 1 Mei 2015) hlm 55.
1
kebanyakan orang Arab adalah hafalan. Al-Makki mengatakan turunya Al-Qur’an secara
banyak orang yang lari meninggalkan islam, karena banyaknya larangan dan perintah.
Dengan berangsur-angsur, maka akan terasa ringan dan tidak memberatkan dan mudah
Al-Qur’an memuat lebih dari enam ratus ribu ayat yang diturunkan secara
bertahap, ayat demi ayat, selama lebih dari dua puluh tiga tahun. Ayat-ayat tersebut
dihimpun menjadi suwar (surah). Panjang setiap surah al-Qur’an yang semuanya
berjumlah 114 surah sangat beragam. Surah paling pendek adalah al-Kautsar yang terdiri
atas tiga ayat, dan yang terpanjang adalah al-Baqarah yang memuat 286 ayat.3
Proses sejarah al-Qur’an hingga menjadi satu rangkaian mushaf utuh tudak luput
dari tahapan panjang yang mengiringi, yakni terkait pemeliharaan wahyu al-Qur’an.
Pemeliharaan ini dapat dilakukan dengan cara menghafal dan menuliskannya. Pada masa
Nabi Muhammad SAW masih hidup, penulisan Al-Qur’an dalam satu buku komplit
belum merupakan kebutuhan mendesak dan belum ada naskah yang sempurna. Penulisan
Al-Qur’an dalam satu naskah seperti yang ada sekarang baru terealisasikan pada masa
Khulafa’ Al Rasyidin. Namun demikian, keaslian dan keutuhan Al-Qur’an tetap terjaga
dengan baik. Al-Qur’an cukup terjaga keaslian dan keutuhanya melalui hafalan dari nabi
dan dari para sahabat. Mekanisme penjagaan hafalan itu bermula dari hafalan nabi yang
pada tiap bulan Ramadhan selalu dicek ulang oleh malaikat jibril. Kemudian, para
sahabat mengecek kepada Nabi SAW. Jadi, keutuhan Al-Qur’an sangat terjaga. Para
2
Prof. Dr. H. Amroeni Drajat, M.Ag, Ulumul Qur’an : Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Depok : Kencana, 2017), hlm.
36
3
Dr. Ingrid Mattason, Ulumul qur’an zaman kita, (Jakarta: Zaman, 2013), hlm. 46
2
huffazh di sekitar nabi sangat banyak. Lain halnya ketika terjadi peperangan yang terjadi
pada masa Khulafa’ al-Rasyidin, maka kebutuhan akan pembukuan Al-Qur’an makin
terasa.4
Meskipun demikian, bukan berarti dengan kuatnya hafalan para sahabat dan
masyarakat Arab masa itu, lantas menjadikan Rasulullah luput akan pentingnya baca-
tulis. Hal ini terbukti pada saat wahyu turun, Rasulullah secara rutin memanggil para
penulis untuk menuliskan wahyu tersebut, termasuk diantaranya Zaid bin Tsabit.
Berdasarkan kebiasaan Rasulullah tersebut, dapat dikatakan bahwa pada masa ini budaya
zaman ini, meskipun penulisannya masih tercecer dalam berbagai bentuk seperti di kulit
binatang, pelepah kurma, dan kepingan tulang. Namun pada masa ini belum ada upaya
untuk mengkodifikasi al-Qur’an dalam satu mushaf secara utuh, meskipun secara
a. Wahyu masih proses turun berangsur-angsur dan terkadang ayat yang turun
perdebatan perbedaan bahasa, dan sarana tulis menulis masih sangat sulit
hingga kodifikasi al-Qur’an dengan cara menghafal menjadi kunci utama masa
itu.
4
Prof. Dr. H. Amroeni Drajat, M.Ag, Ulumul Qur’an : Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Depok : Kencana, 2017), hlm.
37
3
IV. Penulisan Al-Qur’an pada Masa Khulafa’ al-Rasyidin
para sahabat yang syahid mencapai tujuh puluh orang lebih. Jumlah yang cukup
Bakar.5
Awalnya Abu Bakar menolak usulan itu dan keberatan melakukan apa
yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Tetapi ‘Umar tetap membujuknya,
sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan tersebut,
usaha itu dimulai dengan mengumpulkan para sekertaris Nabi terutama Zaid bi
pelepah-pelepah kurma, kepingan tulang dan dari hafalan para penghafal al-
Qur’an. Zaid bin Tsabit melakukan tugas mulia dan berat dengan hati-hati
tersusunlah mushaf seperti yang ditugaskan oleh Abu Bakar di samping mushaf-
mushaf lain yang bersifat mushaf pribadi seperti mushaf milik ‘Ali, ‘Ubai, dan
5
Ibid., hlm. 38
4
mushaf Ibn Mas’ud, tetapi mushaf-mushaf ini tidak ditulis secara teratur
tanggung jawab Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua. Pada masa ini al-
kepada Hafsah untuk disimpan. Hal ini dengan pertimbangan, selain ia sebagai
istri Rasulullah, ia juga pandai membaca dan menulis.7 Pada masa Umar tidak ada
upaya kodifikasi al-Qur’an sebagaimana pada masa Abu Bakar. Pada masa ini
Sehingga al-Qur’an masa ini mengalami stignasi, artinya tidak ada pembaruan
Penyebaran umat islam pada masa ‘Utsman bin ‘Affan semakin meluas.
dari Nabi. Ketika terjadi perang di daerah Armenia dan Azerbaijan dengan
penduduk irak, di antara orang yang ikut bertempur menyerbu kedua daerah itu
membaca al-Qur’an, hal ini sangat memprihatinkan para sahabat. Mereka takut
6
Ibid., hlm. 38
7
Rosihon Anwar, Ulum al-Qur’an, (Bandung; Pustaka Setia, 2000), hlm. 45
8
Prof. Dr. H. Amroeni Drajat, M.Ag, Ulumul Qur’an : Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Depok : Kencana, 2017), hlm.
39
5
‘Utsman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah untuk
Tsabit, ‘Abd al-Rahman bin Harits bin Hisyam. Lalu memerintahkan mereka agar
disalin pula dengan mushaf yang sama. Sementara satu buah mushaf, ditinggalkan
di Madinah untuk ‘Utsman sendiri dan yang yang terakhir inilah disebut “Mushaf
mushaf lain yang tidak sesuai untuk dibakar. Setelah selesai ‘Utsman
Penduduk daerah yang jauh tentu lebih besar lagi perselisihan dan kesalahannya.
saja sebagai pedoman. 9 Pidato ‘Utsman ini disepakati oleh seluruh sahabat Nabi,
agar umat Islam bersatu dengan mendomani mushaf yang satu. Dengan demikian,
‘ Utsman dapat dikatakan telah menyatukan umat Islam dari ancaman perpecahan
dan perselisihan. Pada masa ‘Utsman inilah menjadi kondifikasi terakhir umat
Islam dalam penyatuan bacaan. Artinya setelah fase ini tidak ada lagi pembukuan
6
1. Menyatukan kaum muslimin pada satu macam mushaf yang seragam ejaan
tulisannya.
Sehubungan dengan kodifikasi al-Qur’an yang berlangsung sejak masa Abu Bakar
perang yamamah
tulisan al-Qur’an yang masih tercecer mushaf pada satu dialek, yakni dialek
pada pelepah kurma, kulit, tulang dan Quraisy, dengan tujuan mulia yakni
satu mushaf
10
Drs. H. Ahmad Syadali dan Drs. H. Ahmad Rofi’I, Ulumul Quran II (Bandung:CV. Pustaka Setia, 2000), hlm. 25
7
V. Pemeliharaan Al-Qur’an setelah Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan
Dari mushaf yang dikirim ‘Utsman, umat Islam menyalin al-Qur’an untuk mereka
Terdapat suatu riwayat yang menerangkan bahwa bilangan mushaf yang diangkat
di atas ujung lembing dalam peperangan ‘Ali dengan Mu’awiyah ada tiga ratus buah
banyaknya. Hal ini menunjukkan bahwa penyalinan mushaf sangat pesat dilakukan.
Jadi, sebenarnya tugas pemeliharaan al-Qur’an itu, di samping jaminan langsung dari
Allah SWT. yang akan tetap menjaganya. Maka pemeliharaan juga berlangsung di
tengah-tengah umat Islam akan berlangsung secara otomatis, ketika terjadi satu huruf
pun yang menyimpang dari formula ‘Utsmani, maka akan segera dapat terdeteksi dan
diperbaiki.11
11
Prof. Dr. H. Amroeni Drajat, M.Ag, Ulumul Qur’an : Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Depok : Kencana, 2017), hlm.
40-41
8
sahabat maupun tulisan
para sahabat
632-634 Abu Bakar
633 Perang Abu Bakar menyuruh Zaid bin Tsabit menyusun
Yamamah, para Zaid bin Tsabit, seluruh wahyu dalam
huffaz banyak menyiapkan kopi tunggal bentuk Shuhuf, baik
yang tewas, dari semua wahyu yang melalui sumber lisan
sekitar 70 diturunkan. Selama tahun maupun tulisan. Masing-
penghafal al- pertama/kedua setelah masing bagian perlu
Qur’an gugur wafat Rasul seluruh kesaksian dua orang
dalam peperangan wahyu dikumpulkan sahabat yang mengetahui
dalam satu mushaf sehingga dapat dijamin.
634-644 Masa Shuhuf tetap di tangan
Kekhalifahan ‘Umar bin Khattab
‘Umar bin
Khattab
644-656 Masa Shuhuf disimpan oleh
Kekhalifahan hafshah
‘Utsman bin
‘Affan
653 Kampanye Terjadi perbedaan serius Zaid dan 3 orang sahabat
terhadap Armenis antara sesama Muslim menyiapkan kopi dari
dan Azerbaijan tentang cara membaca al- shuhuf. Kopi-kopi tersebut
Qur’an yang benar, lalu dikirim ke berbagai
‘Utsman menugasi Zaid wilayah Muslim, guna
bin Tsabit dan 3 orang menggantikan shuhuf
sahabat mengumpulkan yang sudah beredar di
shuhuf yang disimpan di kawasan tersebut. Shuhuf
tangan hafsah. Beberapa asli dikembalikan kepada
kopi dari seluruh wahyu Hafsah dan ‘Utsman
sudah ada di daerah- sendiri menyimpan sebuah
9
daerah Muslim salinan.
Kata rasm berasal dari akar kata rasama-yarsumu-rasmun. Secara bahasa berarti
menggambar, atau melukis. Rasm berarti gambar, bentuk, rupa. Rasm al-kitabah
Secara teoritis ilmu rasm merupakan ilmu yang mempelajari tetang penulisan
mushaf al-Qur’an yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam penulisan lafadz-
macam:
1. Rasm Qiyasi
kaliamat tersebut. Rasm ini disebut juga rasm Imla’i atau rasm istilahi.
2. Rasm ‘Arudi
dimaksud.
3. Rasm ‘Utsmani
12
Ibid., hlm. 42
13
Drs. H. Ahmad Syadali, M. A dkk., Ulumul Quran II, (Bandung: CV.Pustaka Setia, 2000) hlm. 21
10
pada waktu penulisan mushaf. Kelestarian Rasm Utsmani adalah jaminan
pegangan bagi umat Islam di seluruh dunia dalam pembacaan al-Qur’an, namun demikian
masih terdapat juga perbedaan dalam pembacaan. Hal ini disebabkan penulisan al-Qur’an
itu sendiri pada waktu itu belum mengenal adanya tanda-tanda titik pada huruf dan belum
ada baris harakat. Bagi para sahabat dan tabi’in memang tidak mempengaruhi pembacaan
al-Qur’an, karena mereka telah fasih dalam pembacaan bahasa Arab. Namun bagi mereka
orang Islam non Arab akan merasa sulit untuk membedakan bacaan-bacaan yang hampir
Karena semakin lengkap petunjuk yang dapat ditangkap semakin sedikit pula kesulitan
menghilangkan kesulitan-kesulitan yang sering dialami oleh orang Islam non Arab dalam
dalam membaca ayat-ayat al-Qur’an dengan cara memberikan tinta warna yang berbeda-
beda. Selain itu ia juga memberi tanda fathah dengan titik di atas dan kasrah dengan titik
di bawah serta domah dengan titik di sebelah kiri atas, bacaan tanwin diberi tanda dengan
14
Ibid, hlm. 25
15
Ibid, hlm. 26
11
Cara pemberian tanda dengan menggunakan titik terdebut ternyata belum dapat
mengatasi kesulitan yang ada. Hal tersebut dikarenakan terlalu banyaknya titik,
berubahnya warna titik menjadi terlihat serupa juga menyulitkan para pembaca al-
Qur’an.
dengan membuat tanda-tanda baca baru yang lebih praktis. Yaitu, tanda wawu kecil di
atas untuk tanda domah, huruf alif kecil untuk tanda fathah, huruf ya kecil untuk tanda
kasrah, kepala huruf sin untuk tanda syidda, kepala huruf ha untuk tanda sukun, dan
16
Ibid, hlm. 26
12
VIII. Kesimpulan
memperbaiki umat manusia, baik berupa penjelasan, sanggahan terhadap kaum Musyrik,
teguran, ancaman, kabar gembira, dan seruan. Pada masa Nabi Muhammad SAW masih
hidup Al-Qur’an terjaga keaslian dan keutuhanya melalui hafalan dari nabi dan dari para
sahabat. Pada masa Khalifah Abu Bakar dibentuklah tim penulis al-Qur’an yang diketuai
oleh Zaid bin Tsabit. Setelah Khalifah Abu Bakar wafat, mushaf tersebut diserahkan
Pada masa Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan terjadi perbedaan bacaan al-Qur’an antar
umat Islam, sehingga dibentuklah tim khusus penulisan mushaf al-Qur’an untuk
menyeragamkan bacaan. Penulisan al-Qur’am ini disebut mushaf ‘Utsmani atau Rasmul
lengkap petunjuk yang ada maka semakin mudah pula dalam memahami al-Qur’an.
13
DAFTAR PUSTAKA
Kencana
Nasruddin. Sejarah Penulisan Al-Qur’an. jurnal rihlah vol. II, 1 Mei 2015
14