Anda di halaman 1dari 39

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: ​https://www.researchgate.

net/publication/305966306

ANALISIS KOROSI PADA PIPA GAS


Article ​· August 2016
CITATIONS
READS ​0

9,748
1 author:
Andi Irawan ​Universitas Negeri Semarang
2 ​PUBLICATIONS ​0 ​CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by ​Andi Irawan ​on 07 August 2016.
The user has requested enhancement of the downloaded file.

KOROSI

ANALISIS KOROSI PADA PIPA GAS

Disusun oleh

Nama : Andi Irawan

NIM : 5212412049

Jurusan/Prodi : Teknik Mesin/ Teknik Mesin


S1
FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

TAHUN 2016

DAFTAR ISI

Judul
...........................................................................................................................

Daftar Isi
.................................................................................................................... i

Daftar Tabel
............................................................................................................... ii

Daftar Gambar
............................................................................................................ iii

BAB 1 PENDAHULUAN
......................................................................................... 1

Latar Belakang
.................................................................................................... 1

Fakta yang Mendasar


.......................................................................................... 2

Permasalahan
...................................................................................................... 3

Tujuan
................................................................................................................ 3

Metode
................................................................................................................ 3

BAB 2 LANDASAN TEORI


..................................................................................... 4

Korosi
.................................................................................................................. 4

Korosi Pada Pipa Gas


.......................................................................................... 5

Studi Pustaka
....................................................................................................... 7

BAB 3 METODOLOGI
............................................................................................. 14

Metode yang Diteraokan


..................................................................................... 14

Diagram Alir Penulisan


....................................................................................... 14

BAB 4 PEMBAHASAN
............................................................................................ 15

Pengumpulan Data
.............................................................................................. 15

Data Informasi Umum


........................................................................................ 15

Hasil LRUT A-Scan Graph


................................................................................. 16

BAB 5 KESIMPULAN
.............................................................................................. 18

Kesimpulan
......................................................................................................... 18
Saran
................................................................................................................... 18

Daftar Pustaka
..................................................................................................... 19

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Informasi Perincian Pipa


............................................................................ 16
ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Diagram Alir Penulisan


.......................................................................... 14

Gambar 4.1 Posisi Datum


.......................................................................................... 15

Gambar 4.2 LRUT A-Scan Graph


............................................................................. 17
iii

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pipa merupakan teknologi dalam mengalirkan fluida seperti minyak,


gas

atau air dalam jumlah yang sangat besar dan jarak yang jauh melalui laut
dan

​ erupakan sarana transportasi diam yang


daerah tertentu. ​Pipeline m
berfungsi

untuk mendistribusikan fluida baik dalam bentuk liquid maupun gas.

Sementara itu, risiko didefinisikan sebagai kombinasi antara kemungkinan

terjadinya kegagalan (​probability of failure)​ dan konsekuensi terjadinya

kegagalan (Muhammad, 2007).

Karena medan yang di lalui saluran pipa sangat beragam, mulai dari
laut

dataran rendah, lembah, dan didalam tanah maka dalam


pengoperasiannya

akan banyak di temukan berbagai macam masalah seperti korosi


(​corrosion​)

maupun retak atau terputus. Keretakan merupakan persoalan yang harus

diperhatikan karena akibat yang ditimbulkan yaitu ledakan dan kebocoran


yang

bisa mempengaruhi kehidupan sosial dan kerugian yang sangat besar​.


(Hopkins

​ alam makalah tentang (​pipeline


P,Andrew palmer and associates) d
integrity

​ 005) mengemukakan bahwa pipa gas transmisi gas bumi memiliki


review 2
catatan ​safety y​ ang baik.

Kemungkinan kegagalan atau risiko kegagalan bisa terjadi kapan


saja

walaupun pipa telah di desain sebaik mungkin. Untuk mengurangi risiko

kerusakan ataupun kebocoran perlu di lakukan evaluasi secara berkala.


Karena

kita tahu kebocoran pipa gas sangat rentan berubah menjadi kebakaran
atau

ledakan. Pemeliharaan yang baik pun sangat berpengaruh untuk menekan

tingkat risiko. Banyak metode yang digunakan untuk menghitung risiko,


salah

satu yang saya gunakan adalah ​scoring system y​ ang dikembangkan oleh
W

kent Muhlbeur. Tujuan akhir dari penelitian ini ialah mendapatkan daerah-

daerah yang berada pada zona ​high risk ​serta memprediksi risiko pada
pipeline.

Untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan pada jaringan pipa yang


akan

berakibat fatal pada proses distribusi gas maka harus diketahui laju
korosinya.

Pengukuran laju korosi dapat dilakukan dengan berbagai metode, yaitu

corroding spesimen, eleltrochemical tehnique, dan long range ultrasonic

testing ​(LRUT). Metode LRUT ini merupakan metode yang terbaru di

indonesia dalam bidang pemeriksaan laju korosi. Dengan menggunakan


gelombang ultra sonik metode ini akan mendeteksi pengurangan
ketebalan

pipa, yang kemudian dijadikan sebagai data primer untuk menghitung laju

korosi yang terjadi.

1.2 Fakta yang mendasar

(Morgan, 1995) menunjukkan sebuah fakta yang didasarkan pada


data

yang dikeluarkan oleh ​The European Gas Pipeline Incident Group​, bahwa

tingkat kegagalan sistem perpipaan yang terjadi di seluruh wilayah Eropa


saja,

adalah sebesar 0.575 per 1000 km per tahun. Data tersebut didapat
berdasarkan

pengalaman serta hasil pengujian yang telah dilakukan pada pada ​onshore

​ engan panjang lebih dari 1.47x106 km per tahun.


natural gas-pipeline d
Dalam

penelitan lain yang dilakukan oleh (​Restrepo, et.al, ​2008), diketahui bahwa

korosi merupakan penyebab terbesar terjadinya kegagalan pada pipa yang

diikuti dengan kecelakaan yang melibatkan cairan berbahaya di Amerika

Serikat. Tercatat kegagalan tertinggi disebabkan oleh ​external corrosion

​ engan 94
dengan 119 kejadian dan disusul oleh ​internal corrosion d
kejadian.

Korosi erosi merupakan jenis korosi akibat proses mekanik melalui

pergerakan relatif antara aliran gas atau cairan korosif dengan logam.
Bagian

yang kasar dan tajam yang akan mudah terserang korosi dan bila ada
gesekan

akan menimbulkan abrasi lebih berat lagi. Kegagalan pada sistem


perpipaan

dapat menyebabkan berbagai dampak yang sangat serius. Bila sistem


perpipaan

tersebut merupakan jalur penghubung untuk fluida yang berbahaya, maka

dampak utama yang ditimbulkan akan sangat mengancam kehidupan


manusia

dan ekosistem sekitar pada daerah dimana sistem perpipaan tersebut


melintas.

1.3 Permasalahan

Adapun permasalahan yang sering terjadi pada pipa gas yaitu korosi

erosi, korosi ini dapat juga disebabkan karena ​impingment corrosion.​

impingment corrosion ​merupakan akibat fluida sangat deras dan dapat

mengikis film pelindung pada logam yang mengakibatkan logam korosi.


Laju

korosinya dapat dihitung menggunakan metode ​long range ultrasonic


testing

(LRUT).

1.4 Tujuan

Tujuan dari analisa pada pipa gas


adalah ;

a. Menganalisa performa peralatan pada gas bumi khususnya dibidang

korosi.
b. Menentukan nilai laju korosi dengan menggunakan ​long range
ultrasonic

testing ​(LRUT).

1.5 Metode

Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa pengukuran laju korosi

mempunyai beberapa metode yaitu: ​corroding spesimen, eleltrochemical

tehnique, dan long range ultrasonic testing (​ LRUT). Pada analisa ini
penulis

​ etode LRUT ini


menggunakan metode ​long range ultrasonic testing. M

merupakan metode yang terbaru di indonesia dalam bidang pemeriksaan


laju

korosi. Dengan menggunakan gelombang ultra sonik metode ini akan

mendeteksi pengurangan ketebalan pipa, yang kemudian dijadikan


sebagai data

primer untuk menghitung laju korosi yang


terjadi.

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Korosi ​Korosi adalah perusakan atau penurunan mutu dari material

akibat
bereaksi dengan lingkungan (Mars dan fontana, 1987). Beberapa pakar

bersikeras definisi hanya berlaku pada logam saja, tetapi para insinyur
korosi

juga ada yang mendefinisikan istilah korosi berlaku juga untuk material non

logam, seperti keramik, plastik, karet. Sebagai contoh rusaknya cat karet

karena sinar matahari atau terkena bahan kimia, mencairnya lapisan


tungku

pembuatan baja, serangan logam yang ​solid ​oleh logam yang cair (​liquid
metal

corrosion)​ .

Adapun proses korosi yang terjadi di samping oleh reaksi kimia biasa,

maka yang lebih umum adalah proses elektro kimia. Bereaksi dengan

lingkungannya dapat berupa udara dengan sinar matahari, embun, air


tawar, air

laut, air danau, air sungai dan tanah yang berupa tanah pertanian, tanah
rawa,

tanah kapur dan tanah


berpasir/berbatu-batu.

Korosi disebut juga suatu penyakit dalam dunia teknik, walaupun


secara

langsung tidak termasuk produk teknik. Studi dari korosi adalah sejenis
usaha

pengendalian kerusakan supaya serangannya serendah mungkin dan


dapat
melampaui nilai ekonomisnya, atau jangan ada logam jadi rongsokan
sebelum

waktunya. Perlindungan korosi dengan cara pengendalian secara preventif

supaya menghambat serangan korosi. Cara ini lebih baik daripada


memperbaiki

secara represif yang biayanya akan jauh lebih


besar.

Secara garis besar korosi pipa gas ada dua jenis


yaitu :

a. Korosi Internal

Korosi internal yaitu korosi yang terjadi akibat adanya kandungan


CO2

dan H2S pada minyak bumi maupun gas bumi sehingga apabila terjadi
kontak

dengan air akan membentuk asam yang merupakan penyebab


korosi.

b. Korosi Eksternal

Korosi eksternal merupakan korosi yang terjadi pada bagian


permukaan

dari sistem perpipaan dan peralatan, baik yang kontak dengan udara
bebas dan

permukaan tanah, akibat adanya kandungan zat asam pada udara dari
tanah.
2.2 Korosi Pada Pipa Gas

Pipa gas merupakan pipa baja API 5 L Grade B Schedule 40. Pipa
jenis

ini merupakan pipa baja dengan kadar karbon maksimal 0,28%. Pipa gas

merupakan pipa bertekanan. Pipa gas mempunyai batasan tekanan


maksimum

45 bar (652.6 psig). Oleh sebab itu perlu ditentukan dengan kelayakan
pipa

dengan tekanan operasi tersebut dan tidak boleh melebihi dari desain
tekanan

yang telah ditentukan. Korosi merupakan faktor yang berpotensi besar


terhadap

kerusakan pipa gas.

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan terjadinya

korosi terhadap pipa gas:

a. Korosi internal, korosi yang dipengaruhi oleh material yang disalurkan

pipa tersebut yaitu berupa gas alam. Ada beberapa variable yang

mempengaruhi kekorosifan gas alam tersebut, diantaranya


kandungan

CO2 dan juga kandungan H2S pada gas


alam.

b. Korosi eksternal, korosi yang dipengaruhi oleh semua material yang

berada diluar pipa gas


tersebut.

Tipe-tipe korosi pada pipa gas umumnya diklasifikasikan sebagai

berikut:

a. Uniform Corrosion
yaitu korosi yang terjadi pada permukaan logam yang berbentuk

pengikisan permukaan logam secara merata sehingga ketebalan

logam berkurang sebagai akibat permukaan terkonversi oleh

produk karat yang biasanya terjadi pada peralatan-peralatan

terbuka, Misalnya permukaan luar


pipa.

b. Pitting Corrosion

yaitu korosi yang berbentuk lubang-lubang pada permukaan logam

karena hancurnya film dari proteksi logam yang disebabkan oleh

rate korosi yang berbeda antara satu tempat dengan tempat yang

lainnya pada permukaan logam


tersebut.

c. Stress Corrosion Cracking

yaitu korosi berbentuk retak-retak yang tidak mudah dilihat,


terbentuk

dipermukaan logam dan berusaha merembet ke dalam. Ini banyak

terjadi pada logam-logam yang banyak mendapat tekanan. Hal ini

disebabkan kombinasi dari tegangan tarik dan lingkungan yang


korosif

sehingga struktur logam


melemah.

d. Errosion Corrosion
yaitu korosi yang terjadi karena tercegahnya pembentukan film
pelindung yang

disebabkan oleh kecepatan alir fluida yang tinggi, misalnya


abrasi pasir.

e. Galvanic Corrosion

yaitu korosi yang terjadi karena terdapat hubungan antara dua


metal

yang disambung danter dapat perbedaan potensial antara


keduanya.

f. Crevice Corrosion

yaitu korosi yang terjadi di sela-sela gasket, sambungan

bertindih, sekrup-sekrup atau kelingan yang terbentuk oleh kotoran-

kotoran endapan atau timbul dari produk-produk


karat.

g. Selective Leaching

korosi ini berhubungan dengan melepasnya satu elemen dari


Campuran

logam. Contoh yang paling mudah adalah desinfication yang


melepaskan

zinc dari paduan


tembaga.

6
2.3 Studi Pustaka

Korosi adalah serangan yang terjadi pada bahan logam sebagai


akibat

dari lingkungan yang bereaksi dengan benda tersebut. Korosi itu


menyebabkan

kebocoran tangki penyimpan angin, kerugian material, pencemaran

lingkungan, kegagalan peralatan, dan mempengaruhi usia peralatan


sehingga

pada akhirnya menyebabkan kerugian materi (Nugroho dkk,


2016).

Seberapa besar tingkat laju korosi dari pipa yang baru terhadap
kondisi

kimia pendingin air sekunder sangat penting dipahami untuk menerapkan

sistem pengelolaan kualitas air pendingin yang paling tepat didalam


menjaga

integritas pipa pendingin tersebut. Air pendingin sekunder berasal dari air

Puspiptek yang ditambahkan inhibitor dengan rekomendasi konsentrasi


dari

fabrikan. Akan tetapi, data laboratorium yang nyata mengenai laju korosi
baja

karbon tersebut dengan inhibitor korosi yang diaplikasikan belum diketahui.

Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan nilai
optimum

dari inhibitor yang efektif dan efisien di dalam menekan laju korosi baja

karbon pipa pendingin sekunder reaktor RSG -GAS. Metoda yang dipakai

adalah metoda elektrokimia dengan menggunakan Potensiostat. Material


yang

digunakan adalah baja karbon yang berasal dari pipa pendingin sekunder

reaktor RSG–GAS. Media air yang digunakan sama dengan media air
yang

dipakai sebagai air pendingin sekunder, begitu pula dengan inhibitor

(Febriyanto dan Butar-butar, 2010).

untuk menggambarkan tingkat laju korosi baja karbon khas yaitu API
5L

X-52 terjadi pada jaringan pipa gas alam karena efek dari CO2 terlarut.
Dari

percobaan diperoleh bahwa laju korosi baja dalam lingkungan yang

mengandung CO2 berkisar antara 15-28 mpy. Tingkat korosi yang tinggi

diamati parah bisa merusak arus transmisi gas alam dan pipa. Hasil
penelitian

ini adalah langkah pertama, sebagai masukan untuk upaya pencegahan,


untuk

mencegah kebocoran ​flowline ​dan pipa karena korosi CO2 yang sesuai
dengan

seumur hidup yang telah dirancang (Fahrurrozi dkk,


2009).

Pipa baja API 5L X65 adalah satu dari beberapa pipa standard untuk

transportasi gas, pipa ini selalu mengandung tegangan permaneny karena

proses pengerolan membuat pipa saat pipa diproduksi. Laju korosi akan

meningkat oleh tegangan ini terutama dalam air laut. Satu dari beberapa
metoda untuk menurunkan tegangan ini adalah normalizing. Proses

normalizing dilaksanakan pada temperatur 900oC dan waktu tahan 30


menit, 60

menit, 90 menit, 120 menit dan 150 menit. Perlakuan korosi dilaksanakan

dengan air laut sebagai media korosi. Hasil penelitian ini adalah
metalografi,

laju korosi dan angka kekerasan, masing-masing dilaksanakan sebelum


dan

sesudah proses normalisasi (Suryono,


2010).

Deformasi plastik adalah proses pembentukan logam yang

mengakibatkan bahan tidak bisa kembali seperti kondisi awal baik dalam

ukuran dan bentuk. Proses deformasi plastik dapat dicapai dengan kerja
dingin

yaitu logam proses bawah suhu cristalization material pembentuk. Setelah

bekerja dingin, sifat mekanik akan berubah dalam statis, sifat mekanik
yang

dinamis, dan ketahanan korosi. Percobaan pada korosi dapat dilakukan


dengan

menyelidiki sifat korosi material (Suriadi, 2007).

Karboksimetil kitosan (KMK) ditest sebagai inhibitor korosi pada baja

lunak dalam air gambut menggunakan metode berat . Hasilnya


menunjukkan

bahwa efisiensi inhibisi korosi dipengaruhi oleh pH air gambut, waktu


kontak

dan konsentrasi KMK. Efisiensi inhibisi optimum terjadi pada pH 7 dan


waktu

kontak 3 hari yaitu 93,33%. Efisiensi inhibisi inhibitor ini meningkat dengan
naiknya konsentrasi KMK (Erna dkk, 2011).

Industri nuklir yang mendasarkan nilai tambahnya pada pemanfaatan

iptek nuklir tidak luput dari ancaman korosi. Korosi di industri nuklir dapat

menimbulkan kerugian ekonomi akibat berkurangnya masa produktif dan

bahkan terjadinya kecelakaan. Sifat bahan yang digunakan di industri


nuklir

dan proses korosi serta pencegahan dan penanganannya, disajikan untuk

pemanfaatan aktivasi lapisan tipis sebagai salah satu metoda analisis

berdasarkan iptek nuklir untuk deteksi dan pengukuran laju korosi di


industri

nuklir (Soentono, 1998).

Zona las memiliki kelemahan yang muncul dari strain yang

​ ogam pada zona las


menyebabkan besar perbedaan ​microstructur. L

mengalami penurunan sifat logam, menyebabkan tegangan sisa, dan

menyebabkan retak pada lasan. Tujuan dari eksperimen ini yaitu ingin

mengetahui pengaruh lingkungan korosif yang memberikan pada tingkat


korosi

pada spesimen percobaan, serta untuk mengetahui bentuk korosi paparan


yang

terjadi dari korosi tingkat yang dihasilkannya, dan kemudian untuk


mengetahui

korosi mikro yang terjadi dalam spesimen yang di las. bisa menjadi

rekomendasi dalam proses pelapisan atau korosi tanaman tahan karena

penelitian ini adalah mendiagnosa serangan korosi yang rentan di


spesimen (Rahman, 2007).

Kerusakan yang ditimbulkan oleh korosi tergantung dari jenis korosi


dan

laju korosinya. Perbedaan kondisi lingukungan pada setiap sumur


mempersulit

pengambilan keputusan pada proses pergantian. Sehingga pada


kesempatan ini

akan diangkat tema penelitian berupa studi kasus laju korosi pada pipa API
5L

pada sumur minyak di Energy Mega Persada. Batasan masalah pada studi

kasus laju korosi pada pipa API 5L di Energy Mega Persada, yaitu Studi
kasus

pada pipe line oil di PT. Energy Mega Persada. Pengujian laju korosi skala

laboratorium untuk mengtahui laju korosi pipa API 5L. Media korosi berupa

air laut dan minyak di lingkungan instalasi pipa.Penelitian studi kasus laju

korosi pada pipa API 5L di Energy Mega Persada, yang hasilnya


merupakan

lingkungan kerja pipa API 5L berpengaruh terhadap terjadinya korosi pada

instalasi pipa API 5L. Korosi pada yang terjadi pada baja dengan media
korosi

air laut lebih tinggi dibandingkan laju korosi pada baja dengan media korosi

minyak mentah (Arifin, 2014).

Dalam industri minyak dan gas, pipa merupakan komponen utama


yang

digunakan sebagai media distribusi dan transmisi minyak, gas dan air yang

​ inyak mentah yang baru diambil


baik di benua dan juga di lepas pantai​. m
dari

perut bumi yang terdiri dari 3 komposisi utama yang minyak, gas dan air.
Minyak dari berbagai jenis bahan kimia unsur, umumnya campuran
organik

(hidrokarbon), oksigen, sulfur dan nitrogen, air, garam, H2 S dan dicampur


lain

organik. Masalah yang sering dihadapi oleh pipa di lepas pantai dan tanah

dalam minyak industri dan gas korosi terjadi (Hadi dan Jumarlis, 2013).

Hasil awal dari studi pertumbuhan retak berkelanjutan yang dilakukan

pada API X - 65 pipa baja di rendah - pH retak lingkungan yang dilaporkan.

Tujuannya adalah untuk mereproduksi rendah pH perambatan retakan di

laboratorium, untuk mengidentifikasi celah mengemudi parameter


kekuatan,

dan untuk mengevaluasi pengaruh parameter lingkungan dan mekanik


pada

pertumbuhan retak Sebuah teknik uji J-integral yang digunakan dalam

penelitian ini. Pertumbuhan retak signifikan diamati. Parameter J


tampaknya

menjadi baik parameter kekuatan pendorong untuk menggambarkan

pertumbuhan retak (Harle dkk,


1993).

Mekanisme korosi stres pH retak (SCC) jaringan pipa gas alam


belum

mapan sejak kecelakaan pertama ditemukan pada 1980. Secara khusus,


peran

hidrogen di SCC pH dekat netral tetap tidak diketahui. Dalam karya ini,

voltametri siklik digunakan untuk komprehensif menyelidiki dasar-dasar


reaksi

elektrokimia korosi yang terjadi pada antarmuka baja/solusi diencerkan,


5%

CO2 / N2-dibersihkan, dekat-netral solusi pH bikarbonat. Hal ini


menunjukkan

bahwa tidak ada film oksida stabil terbentuk pada permukaan baja dalam

larutan pH dekat netral. Mekanisme retak berbasis pembubaran tidak


berlaku

untuk dekat-netral SCC pH pipa. Pembentukan metastabil Fe (OH) 2


deposito

lapisan menunjukkan aktivitas katalitik pada reaksi evolusi hidrogen,

menunjukkan bahwa sejumlah besar hidrogen dapat dihasilkan di bawah

kondisi pH dekat netral. Kehadiran anion korosif dalam elektrolit tanah

meningkatkan baik polarisasi anodik baja dan reaksi evolusi hidrogen


katodik,

mengakibatkan peningkatan tingkat evolusi hidrogen. Pengenalan oksigen

dapat membentuk sebuah film oksida stabil pada permukaan baja, yang

mengakibatkan hilangnya permukaan efek katalitik pada reaksi evolusi

hidrogen. Dengan demikian, mekanisme berbasis hidrogen tidak berlaku


untuk

SCC di hadapan oksigen (Niu dkk,


2007).

Sebuah korosi metodologi penilaian internal yang diterapkan untuk

sistem transmisi gas dikembangkan dan disebut ​Intern Corrosion Direct

10

Assessment ​(ICDA). Metode ICDA dapat digunakan untuk meningkatkan


penilaian korosi internal di jaringan pipa dan membantu memastikan
integritas

pipa. Metode ini berlaku untuk jalur transmisi gas yang biasanya
membawa gas

kering tapi mungkin menderita gangguan jangka pendek dari gas basah
atau

cair. Dasar di balik ICDA adalah bahwa pemeriksaan rinci lokasi sepanjang

jalur pipa di mana elektrolit seperti air pertama akan menumpuk


memberikan

informasi tentang panjang sisa pipa. Tujuan utama dari pendekatan ini
adalah

untuk menentukan apakah korosi internal yang mungkin atau tidak


mungkin

ada dalam panjang yang dipilih pipa. Jika lokasi sepanjang panjang pipa
yang

paling mungkin untuk mengumpulkan elektrolit tidak berkarat, maka lokasi

lain cenderung menumpuk elektrolit dapat dianggap bebas dari korosi dan
tidak

memerlukan pemeriksaan lebih lanjut (Moghissi dkk,


2002).

Korosi menyumbang lebih dari sepertiga dari masalah integritas pada

jaringan pipa yang beroperasi di Alberta. pipa gas khususnya mengalami

ancaman korosi eksternal di mana lapisan pelindung telah gagal dan

menciptakan perisai disbondments. Makalah ini akan meninjau sampling


dan

analisis produk korosi dengan maksud untuk menggambarkan scenario


korosi

yang terjadi di lapangan. Memahami lingkungan ini adalah kepentingan


tepat
waktu baik sebagai masukan untuk model penilaian risiko dan sebagai
bagian

dari upaya penelitian saat ini menjadi korosi retak tegang pada pipa (Jack
dkk,

1995). ​The state-of-the-art ​dalam pemodelan korosi internal saluran pipa

minyak dan gas yang terbuat dari baja karbon ditinjau. Ulasan meliputi
efek

elektrokimia, kimia air, pembentukan sisik pelindung dan timbangan, suhu,

arus, baja, penghambatan, kondensasi air, glycol/metanol dan menyerang


lokal.

Berbagai strategi pemodelan matematika yang dibahas (Nesic,


2007).

Mulai dari prediksi laju korosi dengan persamaan deWaard-Milliams ,

faktor koreksi dapat diterapkan untuk mengukur pengaruh parameter

lingkungan dan skala produk korosi yang terbentuk dalam berbagai


kondisi.

Persamaan diusulkan untuk masing-masing faktor. Sebuah skala suhu


rendah

yang terbentuk dalam air kondensasi dapat menyebabkan penurunan laju


korosi

11

di pipa. Pada suhu yang lebih tinggi, suatu bentuk skala yang lebih
protektif

bahkan di bawah tingkat aliran cairan yang tinggi . Penurunan laju korosi
yang

disebabkan oleh Fe terlarut dicatat dengan faktor koreksi pH. Pengaruh


kehadiran fase hidrokarbon cair disertakan. Persamaan disajikan yang

memungkinkan efek injeksi glikol pada korosi dihitung sepanjang pipa (De

Waard dkk, 1991).

Hidrat gas adalah es seperti kristal, tetapi berbeda dalam struktur.


hidrat

gas pembentukan gas mengangkut pipa saluran menyebabkan


menyumbat jalur

pipa, dan mencegah pembentukan gas hidrat mengangkut gas. Maka dari
itu

harus dicegah karena penyumbatan tinggi dan itu memakan waktu. Untuk

menghentikan pembentukan gas hidrat di gas mengangkut pipa saluran,

inhibitor kimia yang digunakan. Inhibitor dibagi menjadi termodinamika dan

sintetis inhibitor. inhibitor sintetis digunakan dengan kepadatan rendah dan

mencegah membuat dan tumbuh hidrat kristal. artikel ini akan fokus pada

analisis inhibitor sintetis, dan fungsinya adalah sebagai berikut: 1.


investigasi

sintetis dari pembentukan hidrat dengan dan tanpa kehadiran inhibitor. 2 .

Dengan menggunakan model Kashchiev- Firozabad dan data


eksperimental gas

mengangkut jalur pipa untuk menggambar grafik sintetik gas pembentukan

hidrat dengan inhibitor sintetis (Sammimi,


2012).

Sistem pemantauan korosi telah menunjukkan tingkat korosi internal

yang diabaikan, pemeriksaan oleh pigging setelah enam tahun pelayanan,


dua

flowline i​ ni ditunjukkan atas internal yang parah garis korosi (TLC). Korosi

terjadi di tiga lokasi dalam satu baris dan di dua lokasi di yang lain.
Panjang
dari bagian pipa berkarat bervariasi antara 10 dan 100 meter. Penyelidikan

lebih lanjut menunjukkan bahwa korosi berlangsung di lokasi di mana pipa

berada dalam kontak langsung dengan air sungai. Ini adalah bagian pipa

doglegs (​ bagian pipa dimana pergolakan tekuk terjadi) menjadi subjek

pendinginan berat dan kondensasi air. Sebagian pipa telah dihapus, visual

inspeksi dan pemeriksaan laboratorium mengkonfirmasi penjelasan yang

diajukan. Makalah ini menjelaskan secara rinci kondisi operasi lapangan,

menyajikan hasil penelitian inspeksi dan laboratorium dan


menggambarkan

12

tindakan perbaikan yang dilakukan untuk memecahkan masalah (Gunaltun

dkk, 1999).

Korosi eksternal dan retak adalah ancaman utama untuk jaringan


pipa

dimakamkan di jarang menetap, daerah geologis jinak. korosi eksternal


adalah

mekanisme kerusakan utama yang dapat mengurangi integritas struktural


dari

jaringan pipa transmisi gas dimakamkan pada sistem pipa Nova Transmisi
Gas.

Perlindungan terhadap korosi yang disebabkan eksternal dan retak, sistem


pipa

ini menggunakan sejumlah bahan pelapis yang berbeda dan epoxies


fusion-

bonded. pipa selanjutnya dilindungi oleh proteksi katodik (CP) sistem saat
ini

terkesan dengan potensi pengurangan 950 mV (Cu/CuSO). Sayangnya,

masalah korosi masih dapat terjadi pada sistem dalam kondisi tertentu.

perusahaan telah terlibat dalam penelitian integritas pipa difokuskan pada

kinetika dan mekanisme korosi dan retak fenomena yang mengancam


sistem

transmisi gas (Jack dkk, 1996).

Perbandingan karakteristik dari dua bentuk korosi retak tegang di


pipa,

yaitu bentuk biasa yang melibatkan retak intergranular karena kehadiran


solusi

karbonat-bikarbonat relatif terkonsentrasi, terhadap transgranular retak


yang

dilahirkan oleh pH larutan. Pertimbangan diberikan untuk bagaimana solusi


pH

yang lebih tinggi berasal dari versi pH rendah dan pengaruh lingkungan
yang

berbeda pada mekanisme inisiasi retak dan pertumbuhan. Untuk bentuk

intergranular retak perilaku tegangan-regangan siklik telah terbukti


berkorelasi

dengan kepekaan retak berbagai baja. Sejak beban siklik telah terbukti

meningkatkan kecenderungan untuk retak dengan solusi pH rendah, dapat

dibayangkan bahwa karakteristik tegangan-regangan siklik baja juga dapat

tercermin dalam bentuk retak. Pendekatan untuk mengendalikan atau

mencegah stres retak korosi pipa diuraikan (Parkins,


2000).
13

BAB 3

METODOLOGI

3.1 Metode Yang Diterapkan

Dalam penulisan ini, penulis terlebih dahulu merumuskan masalah


yang

akan dijadikan penelitian. Setelah itu, penulis melakukan studi literatur


untuk

menguatkan penelitian. Kemudian dilakukanya pengambilan data. Lalu,

dilakukan perhitungan dan analisa data tentang laju korosi, yang


dilanjutkan

dengan pembahasan dan pengambilan


kesimpulan.

3.2 Diagram Alir Penulisan

Dengan melihat metode yang diterapkan diatas, maka diagram


alirnya

yaitu:

Rumusan Masalah

Studi Literatur Korosi & LRUT


Identifikasi dan Pengambilan Data

1. Informasi Umum Jaringan Pipa 2. Analisa


dan Pemeriksaan Evaluasi Data

Pengolahan Data

Analisis Hasil

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penulisan.

14

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Pengumpulan Data

Pengujian pipeline dengan menggunakan metode ​long range


ultrasonic

testing ​(LRUT). Akan memberikan hasil pembacaan data berupa


pengurangan
ketebalan dinding pipa ​(wall loss) ​dalam satuan milimeter (mm). Namun,

teletest unit ​juga akan menyajikan data-data yang menunjang sebagai


hasil data

untuk melenglakapi analisa hasil


pengujian.

4.2 Data Informasi Umum

Berikut ini data pipa secara umum yang merupakan kesatuan


rangkaian

dalam analisa data untuk dilakukan perhitungan laju korosi. Pelaporan


data ini

dihasilkan dari inspeksi ​teletest.

Gambar 4.1 Posisi Datum (Irsindo Pratama,


2010)

15
Tabel 4.1 Informasi Perincian Pipa (Irsindo Pratama,
2010)

4.3 Hasil LRUT A-Scan Graph

LRUT A-Scan Graph merupakan tampilan grafik yang dihasilkan


dari

​ ari tampilan
proses pembacaan gelombang ultra sonic ​teletest system. D
grafik

tersebut dapat dilkaukan pemeriksaan dan pembacaan sehingga


kerusakan pipa

atau laju korosi dapat diketahui.


16

Gambar 4.2 LRUT A-Scan Graph


Dari gambar diatas ada tiga jenis warna yang dapat menunjukan
adanya

kejanggalan, kerusakan, atau pengurangan performance ​pipeline.


Dibawah

garis hijau adalah kategori 1 yang berarti kerusakan ringan, diantara


garis

hijau dan merah adalah kategori 2 yang menunjukan kerusakan sedang,


dan

diatas garis merah adalah kategori 3 yang berarti keruskan


berat.

17

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

a. Pengukuran korosi dengan menggunakan metode LRUT akan lebih luas

area pengujianya jika dibandingkan dengan metode konvensional, dan

metode LRUT dapat mendeteksi korosi badian luar dan dalam


pipa.
b. Besarnya laju korosi padsa pipeline tidaklah sama, hal ini searah
dengan

besarnya ​wall loss y​ ang terjadi pada rangkaian ​pipeline ​yang


dipengaruhi

faktor internal dan eksternal pada pipa gas


tersebut.

5.2 Saran

a. Pada pipa yang mengalami korosi sebaiknya dilakukan pergantian bila


sudah

parah, dan penggunaan zat pelambat karat (​corrosion inhibitor)​ pada


pipa

pengganti yang baru.

​ i cek laju korosinya lima tahun


b. Upayakan agar ​pipeline d
sekali.

18
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Y. (2014). STUDI KASUS LAJU KOROSI PADA PIPA API 5L DI


ENERGY MEGA PERSADA. Jurnal Teknik Mesin, 1(2).

De Waard, C., Lotz, U., & Milliams, D. E. (1991). Predictive model for CO2
corrosion engineering in wet natural gas pipelines. ​Corrosion​, ​47​(12),
976-985. Nešić, S. (2007). Key issues related to modelling of internal
corrosion of oil and gas pipelines–A review. ​Corrosion Science​, ​49​(12),
4308-4338. Erna, M., Emriadi, E., Alif, A., & Arief, S. (2011). Karboksimetil
Kitosan sebagai Inhibitor Korosi pada Baja Lunak dalam Media Air Gambut.
Jurnal Matematika & Sains,​ ​16(​ 2), 106-110.

Fahrurrozie, A., Sunarya, Y., & Mudzakir, A. (2009). Efisiensi Inhibisi Cairan
Ionik Turunan Imidazolin Sebagai Inhibitor Korosi Baja Karbon Dalam Larutan
Elektrolit Jenuh Karbon Dioksida. ​Jurnal Sains dan Teknologi Kimia​, ​1​(2).

Febrianto, G. R. S., & Butarbutar, S. L. (2010, November). Analisis laju korosi


dengan penambahan inhibitor korosi pada pipa sekunder reaktor RSG-GAS.
In​Seminar Nasional VI SDM Teknologi Nuklir Yogyakarta (​ Vol. 18).

Gunaltun, Y. M., & Achmad, S. J. (1999). ​Top of line corrosion in multiphase


gas lines: A case history (​ No. CONF-990401--). NACE International,
Houston, TX (United States).

Hadi, S., & Jumarlis, J. (2013). PENGARUH LINGKUNGAN MINYAK


MENTAH TERHADAP LAJU KOROSI PADA PIPA BAJA KARBON DAN
PIPA GALVANIS. ​Jurnal Teknik Mesin ISSN 2089-4880,​ ​3​(2).

Harle, B. A., & Beavers, J. A. (1993). Technical note: low-ph stress


corrosion crack propagation in API X-65 line pipe steel. ​Corrosion,​
49(​ 10), 861-863. Jack, T. R., Wilmott, M. J., Sutherby, R. L., &
Worthingham, R. G. (1996). External corrosion of line pipe--A summary
of research activities. ​Materials performance​, ​35​(3).
Jack, T. R., Wilmott, M. J., & Sutherby, R. L. (1995). ​Indicator Minerals
formed during the external corrosion of line pipe (​ No. CONF-950304--).
NACE International, Houston, TX (United States). Moghissi, O. C., Norris,
L., Dusek, P. J., & Cookingham, B. (2002, January). Internal corrosion direct
assessment of gas transmission pipelines. In​CORROSION 2002​. NACE
International.

19

Niu, L., & Cheng, Y. F. (2007). Corrosion behavior of X-70 pipe steel in near-
neutral pH solution. ​Applied surface science,​ ​253​(21), 8626-8631. Nugroho,
A., Haryadi, G. D., Ismail, R., & Kim, S. J. (2016, April). Risk based inspection
for atmospheric storage tank. In ​THE 3RD INTERNATIONAL CONFERENCE
ON ADVANCED MATERIALS SCIENCE AND TECHNOLOGY (ICAMST
2015) (​ Vol. 1725, No. 1, p. 020055). AIP Publishing.

Parkins, R. N. (2000, January). A review of stress corrosion cracking of


high pressure gas pipelines. In ​CORROSION 2000.​ NACE International.

Rahman, A. (2007). ​PENGARUH LINGKUNGAN KOROSIF TERHADAP


LAJU KOROSI PADA PIPA MINYAK DAN GAS (​ Doctoral dissertation,
University of Muhammadiyah Malang).

Samimi, A. (2012). Preventing Hydrate Formation in Gas Transporting Pipe


Lines with Synthetic Inhibitors. ​International Journal of science and
investigations, France​, 48-50. Soentono, S. (1998). Korosi di Industri Nuklir.
Widyanuklida,​ ​1​(1).

Suriadi, I. G. A., & Suarsana, I. K. (2007). Prediksi laju korosi dengan


perubahan besar derajat deformasi plastis dan media pengkorosi pada
material baja Karbon. ​Jurnal Energi Dan Manufaktur​, ​2​(2).

Suryo, S. H. (2010). Laju Korosi dan Kekerasan Pipa Baja API 5L X65
Setelah Normalizing. ​ROTASI​, ​12​(2), 25-30.
View View publication
publication stats stats

20

Anda mungkin juga menyukai