Anda di halaman 1dari 11

RELATION BETWEEN QUALITY OF SLEEP AND

SEBUM PRODUCTION ON FACE


HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR DAN
PRODUKSI SEBUM PADA WAJAH
Astari Meidy Rezeky1, dr. Nafiah Chusniati, M.Sc, Sp.KK.2
1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UMY, 2Bagian Kesehatan Kulit dan
Kelamin FK UMY

ABSTRACT

Background : Sebaceous gland is located on the entire surface of the body, but
the number is the most established on the face, back, chest, and shoulder.
Sebaceous gland is an androgen target organs are stimulated to produce sebum at
puberty continuously and secreted onto the skin surface through pores - the hair
follicle pores. Sebum secretion is regulated by hormonal Androgen hormones will
increase the size of the sebaceous gland and stimulates the production of sebum,
and stimulating keratinocyte proliferation in the ducts of the sebaceous glands
and acroinfundibulum. Increasing levels of this hormone during adolescence as a
key trigger of acne. In addition to the physiological processes of the body,
increase the activity of these hormones are also affected by the late-night sleep
patterns. This study is aimed to determine the correlation between sleep quality
and face sebum production.
Method : This study is quantitive observational analytic with cross sectional
approach. Subject of this study are male and female medical student batch 2013
in Muhammadiyah Yogyakarta University. The number of sample are 30.
Result : The results of data analysis using pearson correlation test showed
that there is no significant relationship between sleep quality and face sebum
production (p=0,985) with a negative and very weak correlation (-r=0,004).
Conclusion : There is no relationship between sleep quality and face sebum
production.
Keyword : Sleep quality, Sebum, Androgen hormone, Sebaceous Gland.

INTISARI
Latar Belakang : Kelenjar sebasea memiliki peranan penting dalam
patogenesis acne. Kelenjar ini terletak pada seluruh permukaan tubuh, namun
jumlah yang terbanyak didapatkan pada wajah,punggung,dada, dan bahu. Kelenjar
sebasea merupakan organ target androgen yang distimulasi untuk memproduksi
sebum saat pubertas secara kontinu dan disekresikan ke permukaan kulit melalui
pori – pori folikel rambut. Sekresi sebum ini diatur secara hormonal. Hormon
androgen akan meningkatkan ukuran kelenjar sebasea dan merangsang produksi
sebum, serta merangsang proliferasi keratinosit pada duktus kelenjar sebasea dan
acroinfundibulum.Peningkatan kadar hormon ini pada usia remaja menjadi
pemicu utama terjadinya akne. Selain karena proses fisiologis tubuh, peningkatan
aktivitas hormon ini juga dipengaruhi oleh pola tidur yang larut malam.

Metode : Penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif observasional analitik


dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian ini mahasiswa dan
mahasiswi jurusan kedokteran umum angkatan 2013 di Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Jumlah sampel adalah 30.

Hasil : Hasil analisis data dengan menggunakan uji korelasi pearson


menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dan
produksi sebum wajah (p = 0.985) dengan korelasi negatif dan sangat lemah (-r =
0,004).

Kesimpulan : Tidak ada hubungan antara kualitas tidur dan produksi sebum
pada wajah.

Kata kunci : Kualitas tidur, Sebum, Hormon androgen, Kelenjar sebasea

Pendahuluan
Acne vulgaris adalah penyakit kulit kronis yang terjadi akibat peradangan

menahun pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodul

dan kista di area predileksinya yang biasanya pada kelenjar sebasea seperti wajah,

dada dan punggung bagian atas1. Acne memiliki konsekuensi medis dan

psikologis yang bermakna meskipun tidak mengancam kehidupan. Efek negatif

dari acne adalah jaringan parut permanen pada wajah, dada atau punggung, serta

perasaan citra diri yang buruk, hambatan sosial dalam bergaul, depresi, dan

kecemasan2. Patogenesis jerawat berpusat pada produksi sebum oleh kelenjar

sebasea, kolonisasi folikel oleh Propionobacterium pada kulit3.


Kelenjar sebasea memiliki peranan penting dalam patogenesis acne.

Kelenjar ini terletak pada seluruh permukaan tubuh, namun jumlah yang

terbanyak didapatkan pada wajah, punggung, dada, dan bahu1. Kelenjar sebasea

merupakan organ target androgen yang distimulasi untuk memproduksi sebum

saat pubertas secara kontinu dan disekresikan ke permukaan kulit melalui pori –

pori folikel rambut. Sekresi sebum ini diatur secara hormonal.

Hormon androgen akan meningkatkan ukuran kelenjar sebasea dan

merangsang produksi sebum, serta merangsang proliferasi keratinosit pada duktus

kelenjar sebasea dan acroinfundibulum7. Peningkatan kadar hormon ini pada usia

remaja menjadi pemicu utama terjadinya akne. Selain karena proses fisiologis

tubuh, peningkatan aktivitas hormon ini juga dipengaruhi oleh pola tidur yang

larut malam4.

Tidur terlalu larut malam diperkirakan dapat mengakibatkan aktivitas

hormon androgen meningkat. Hormon androgen berperan penting dalam regulasi

mekanisme produksi sebum. Produksi sebum yang berlebihan akan menyebabkan

kulit menjadi sangat berminyak4.

Bahan dan Cara :


Penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif observasional analitik

dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah

Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) jurusan

Kedokteran Umum di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


Sampel dalam penelitian ini adalah Mahasiswa/i FKIK jurusan Kedokteran

Umum di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta angkatan 2013 yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kualitas tidur. Variabel terikat

dalam penelitian ini adalah produksi sebum wajah mahasiswa/i jurusan

Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan di Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner PSQI

untuk menilai kualitas tidur dan Skin Analyzer untuk mengukur sebum.

Penelitian ini dilakukan di Skin Medical Center Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta yang diaksanakan pada tanggal 12 Februari 2017

sampai 6 Maret 2017.

Pelaksanaan diawali dengan Permintaan Persetujuan sebagai subjek

penelitian pada Mahasiswa/i jurusan Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta kemudian dilanjutkan

dengan menyaring populasi yang akan dijadikan sampel yang memenuhi kriteria

inklusi dengan memberika kuesioner data untuk mengetahui identitas dan variabel

yang mungkin dapat mempengaruhi produksi sebum.Setelah mengisi kuesioner,

sebum subjek diukur dengan menggunakan skin analyzer. Hasil kuesioner dan

pengukuran sebum dikumpulkan dan dianalisa.

Analisa data antara variabel kualitas tidur dan produksi sebum dilakukan

uji hipotesa dengan menggunakan Uji Korelasi Pearson. Uji korelasi Pearson
digunakan untuk mencari korelasi antara variabel bebas dan variabel terikat yang

bersifat numerik.

Hasil Penelitian

Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Presentase


a. Laki-Laki 15 50%
b. Perempuan 15 50%
Total 30 100%

Pada Tabel diatas menunjukkan bahwa responden terdiri dari 15 orang laki-

laki (50%) dan 15 orang perempuan (50%).

Tabel 2. Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan Usia

Usia Jumlah Presentase


a. 19 tahun 2 6,7%
b. 20 tahun 3 10,0%
c. 21 tahun 14 46,7%
d. 22 tahun 11 36,7%
Total 30 100%

Pada Tabel di atas didapatkan bahwa subjek penelitian terdiri dari 2 orang

yang berusia 19 tahun (6,7%), 3 orang berusia 20 tahun (10,0%), 14 orang

berusia 21 tahun (46,7%) dan 11 orang yang berusia 22 tahun (36,7%).

Tabel 3. Perbandingan Produksi Sebum Berdasarkan Jenis Kelamin

Laki-Laki Perempuan
N 15 15
Mean 26,80 27,20
Maximum 88 92
Minimum 3 1

Pada tabel 4 di atas menunjukkan perbandingan produksi sebum pada

wajah antara laki-laki dan perempuan dimana rata-rata produksi sebum pada
wanita lebih tinggi yaitu sebesar 27,20 dibandingkan dengan laki-laki yaitu

sebesar 26,80.

Tabel 4. Perbandingan Skor PSQI Berdasarkan Jenis Kelamin

Laki-Laki Perempuan
N 15 15
Mean 5,87 5,53
Maximum 10 10
Minimum 3 2

Berdasarkan tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata skor PSQI

pada laki-laki lebih tinggi yaitu sebesar 5,87 dibandingkan dengan rata-rata skor

PSQI perempuan yaitu sebesar 5,53.

Tabel 5. Hubungan antara Kualitas Tidur dan Produksi Sebum Wajah

Kualitas Tidur
Produksi Sebum r -0,004
p 0,985
N 30

Pada uji normalitas Shapiro Wilk didapatkan bahwa produksi sebum dan

skor PSQI tidak berdistribusi normal (p<0,05). Kemudian transformasi data

dilakukan hingga distribusi data menjadi normal (p>0,05). Dari hasil uji korelasi

Pearson antara produksi sebum dan skor PSQI diperoleh nilai r = -0,004 yang

menunjukkan hubungan sangat lemah. Arah hubungan negatif ,yang berarti

semakin tinggi skor PSQI maka semakin rendah produksi sebum pada wajah.

Dari hasil uji statistik diperoleh signifikansi p = 0,985 (p>0,05) hal ini

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dan

produksi sebum pada wajah.


Diskusi
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa rentang usia responden adalah

19 hingga 22 tahun dimana rentang usia ini merupakan batasan usia remaja

menurut WHO. Menurut WHO batasan usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun.

Remaja merupakan periode transisi dari masa awal anak-anak hingga masa awal

dewasa. Menurut Winarno dan Ahnan (2014) menjelang dewasa tubuh mengalami

berbagai penyesuaian fisik, sosial dan psikologi yang pada umumnya disebabkan

oleh hormone dimana salah satunya adalah hormon androgen. Hormon androgen

merupakan hormon yang berperan aktif dalam merangsang tubuh untuk berbagai

perubahan dan penyesuaian. Kadar hormon androgen meningkat dan mencapai

puncak pada umur 18-20 tahun. Penelitian lain yang dilakukan oleh Luebberding

dkk (2013) menyatakan bahwa aktivitas kelenjar sebum akan berada di level yang

normal hingga usia 50-60 tahun. Pada usia setelah 60 tahun maka aktivitas

kelenjar sebum akan menurun secara signifikan dikarenakan perubahan hormon.

Dari penelitian ini didapatkan bahwa rata-rata sebum pada perempuan lebih

tinggi dibandingkan pada laki-laki maka hal ini tidak sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa terdapat perbedaan ukuran kelenjar dan aktivitas kelenjar

sebasea antara pria dan wanita dimana pria memiliki ukuran kelenjar yang lebih

besar dan lebih aktif dalam memproduksi sebum. Kadar lipid permukaan pria

lebih tinggi dari wanita sehingga seharusnya pria lebih aktif dan lebih banyak

dalam memproduksi sebum. Hal ini terjadi mungkin karena pada wanita terjadi

percepatan aktivitas kelenjar sebasea yang dipicu oleh peningkatan mendadak

luteinizing hormone yang mengikuti kejadian ovulasi (Sutanto, 2013).


Pada hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata skor PSQI pada laki-laki

lebih tinggi dibanding pada wanita. Seperti yang telah diketahui bahwa semakin

tinggi skor PSQI maka semakin buruk kualitas tidur seseorang tersebut. Hasil ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nashori dan Diana (2012) yang

menyatakan bahwa kualitas tidur mahasiswa perempuan lebih baik dibanding

kualitas tidur pada mahasiswa laki-laki.

Hasil uji statistik korelasi menggunakan Pearson tidak menunjukkan

korelasi yang bermakna antara kualitas tidur dan produksi sebum pada wajah.

Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnnya yanng dilakukan oleh Goklas

(2011) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yanng signifikan antara

kualitas tidur terhadap kejadian acne dengan nilai p=0,403 (p>0,05). Hasil

penelitian ini mungkin disebabkan oleh karena faktor-faktor pengganggu lain

yang tidak bisa dikontrol oleh peneliti yang mempengaruhi produksi sebum selain

kualitas tidur.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi produksi sebum antara lain makanan,

genetik dan stress. Makanan yang beresiko meningkatkan produksi sebum pada

wajah disini adalah makanan yang tinggi karbohidrat8. Makanan tersebut dapat

mempengaruhi metabolisme tubuh sehingga mengaktifkan kelenjar pilosebasea

untuk menghasilkan sebum dan bila terjadi penyumbatan pada folikelnya maka

dapat menjadi awal dari akne, namun metabolisme tubuh setiap individu berbeda-

beda sehingga reaksi yang terjadi pada kelenjar pilosebasea tidak sama pada setiap

individu9. Pada diet dengan pembatasan intake kalori secara signifikan dapat

menurunkan produksi sebum itu sendiri. Pada temuan ini disimpulkan bahwa
substrat yang berasal dari makanan berpengaruh pada mekanisme sintesis

glandula dalam memproduksi sebum ( Picardo et al, 2009 ).

Dari penelitian sebelumnya, faktor genetik atau keturunan mempengaruhi

kejadian acne vulgaris karena faktor genetik sangat berpengaruh pada besar dan

aktivitas sebum yang dihasilkan oleh kelenjar sebasea10,11. Faktor genetik

berpengaruh terhadap modifikasi pada reseptor androgen dan juga gen yang

terlibat, yaitu alel dari gen sitokrom p450 sehingga dapat mempengaruhi

diferensiasi keratinosit dan hiperkeratinisasi folikel sebaseus.

Simpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tidak

terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas tidur dan tingkat produksi

sebum pada wajah pada mahasiswa/i Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

program studi Kedokteran Umum angkatan 2013.

Saran
Peneliti merekomendasikan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti

faktor lain yang mempengaruhi produksi sebum pada wajah karena sekresi sebum

disebabkan banyak faktor sehingga tidak hanya diukur dari faktor kualitas tidur

saja. Penelitian yang dapat dilakukan adalah dengan metode penelitian cohort

untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

Daftar Pustaka
1. Sofiani, P.D. 2012. Hubungan Antara Waktu Tidur Malam Dengan
Terjadinya Akne VulgarisDi RSU DR. Soedarso Pontianak. Naskah
Publikasi, Pontianak : Universitas Tanjungpura.
2. Thiboutot, D. 2004. Regulation of Human Sebaceous Glands. The
Journal Of Investigate Dermatology, (123): 1–12.
3. Goklas. (2011). Hubungan Kualitas Dan Kuantitas Tidur Terhadap
Timbulnya Akne Vulgaris Pada Dokter Muda Di RSUP H. Adam
Malik. Karya Tulis Ilmiah strata satu. Medan: USU.
4. Fulton, James. 2009. Acne Vulgaris. Medscape. Available from:
(http://emedicine.medscape.com/article/1069804-overview, diakses
tanggal 7 maret 2016)
5. Sutanto, R. S. (2013). Tesis Derajat Penyakit Acne Vulgaris
Berhubungan Positif Dengan Kadar MDA Program Pasca Sarjana
Universitas Udayana Denpasar.
(http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-853-
300734235tesis%20gabungan%20.pdf., diakses tanggal (30 April
2017).
6. Winarno, F. G. & Ahnan, A. D. (2014). Jerawat: yang masih perlu
anda diketahui. Yogyakarta : GRAHA ILMU
7. Movita, T. 2013. Acne Vulgaris. CDK-203. 40:4.
8. Elsa, H., Hoe, R., Neal, D., Diet and Acne, International Journal of
Dermatology, 2009, Volume (48): 339–347.
9. Melnic, B.C., Schmitz, G. (2009). Role of insulin, insulin-like growth
factor-1, hyperglycaemic food and milk consumption in the
pathogenesis of acne vulgaris, Experimental Dermatology, Germany.
10. James, W.D. (2005). Acne, The New England of Journal Medicine,
(352) 1463-1472.
11. Zukesti, E. (2003). Peranan Kulit Dalam Mengatasi Terjadinya Akne
Vulgaris, Bagian Histologi Fakultas Kedokteran. Medan : USU.

Anda mungkin juga menyukai