ABSTRACT
Background : Sebaceous gland is located on the entire surface of the body, but
the number is the most established on the face, back, chest, and shoulder.
Sebaceous gland is an androgen target organs are stimulated to produce sebum at
puberty continuously and secreted onto the skin surface through pores - the hair
follicle pores. Sebum secretion is regulated by hormonal Androgen hormones will
increase the size of the sebaceous gland and stimulates the production of sebum,
and stimulating keratinocyte proliferation in the ducts of the sebaceous glands
and acroinfundibulum. Increasing levels of this hormone during adolescence as a
key trigger of acne. In addition to the physiological processes of the body,
increase the activity of these hormones are also affected by the late-night sleep
patterns. This study is aimed to determine the correlation between sleep quality
and face sebum production.
Method : This study is quantitive observational analytic with cross sectional
approach. Subject of this study are male and female medical student batch 2013
in Muhammadiyah Yogyakarta University. The number of sample are 30.
Result : The results of data analysis using pearson correlation test showed
that there is no significant relationship between sleep quality and face sebum
production (p=0,985) with a negative and very weak correlation (-r=0,004).
Conclusion : There is no relationship between sleep quality and face sebum
production.
Keyword : Sleep quality, Sebum, Androgen hormone, Sebaceous Gland.
INTISARI
Latar Belakang : Kelenjar sebasea memiliki peranan penting dalam
patogenesis acne. Kelenjar ini terletak pada seluruh permukaan tubuh, namun
jumlah yang terbanyak didapatkan pada wajah,punggung,dada, dan bahu. Kelenjar
sebasea merupakan organ target androgen yang distimulasi untuk memproduksi
sebum saat pubertas secara kontinu dan disekresikan ke permukaan kulit melalui
pori – pori folikel rambut. Sekresi sebum ini diatur secara hormonal. Hormon
androgen akan meningkatkan ukuran kelenjar sebasea dan merangsang produksi
sebum, serta merangsang proliferasi keratinosit pada duktus kelenjar sebasea dan
acroinfundibulum.Peningkatan kadar hormon ini pada usia remaja menjadi
pemicu utama terjadinya akne. Selain karena proses fisiologis tubuh, peningkatan
aktivitas hormon ini juga dipengaruhi oleh pola tidur yang larut malam.
Kesimpulan : Tidak ada hubungan antara kualitas tidur dan produksi sebum
pada wajah.
Pendahuluan
Acne vulgaris adalah penyakit kulit kronis yang terjadi akibat peradangan
menahun pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodul
dan kista di area predileksinya yang biasanya pada kelenjar sebasea seperti wajah,
dada dan punggung bagian atas1. Acne memiliki konsekuensi medis dan
dari acne adalah jaringan parut permanen pada wajah, dada atau punggung, serta
perasaan citra diri yang buruk, hambatan sosial dalam bergaul, depresi, dan
Kelenjar ini terletak pada seluruh permukaan tubuh, namun jumlah yang
terbanyak didapatkan pada wajah, punggung, dada, dan bahu1. Kelenjar sebasea
saat pubertas secara kontinu dan disekresikan ke permukaan kulit melalui pori –
kelenjar sebasea dan acroinfundibulum7. Peningkatan kadar hormon ini pada usia
remaja menjadi pemicu utama terjadinya akne. Selain karena proses fisiologis
tubuh, peningkatan aktivitas hormon ini juga dipengaruhi oleh pola tidur yang
larut malam4.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kualitas tidur. Variabel terikat
Muhammadiyah Yogyakarta.
Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner PSQI
untuk menilai kualitas tidur dan Skin Analyzer untuk mengukur sebum.
dengan menyaring populasi yang akan dijadikan sampel yang memenuhi kriteria
inklusi dengan memberika kuesioner data untuk mengetahui identitas dan variabel
sebum subjek diukur dengan menggunakan skin analyzer. Hasil kuesioner dan
Analisa data antara variabel kualitas tidur dan produksi sebum dilakukan
uji hipotesa dengan menggunakan Uji Korelasi Pearson. Uji korelasi Pearson
digunakan untuk mencari korelasi antara variabel bebas dan variabel terikat yang
bersifat numerik.
Hasil Penelitian
Pada Tabel diatas menunjukkan bahwa responden terdiri dari 15 orang laki-
Pada Tabel di atas didapatkan bahwa subjek penelitian terdiri dari 2 orang
Laki-Laki Perempuan
N 15 15
Mean 26,80 27,20
Maximum 88 92
Minimum 3 1
wajah antara laki-laki dan perempuan dimana rata-rata produksi sebum pada
wanita lebih tinggi yaitu sebesar 27,20 dibandingkan dengan laki-laki yaitu
sebesar 26,80.
Laki-Laki Perempuan
N 15 15
Mean 5,87 5,53
Maximum 10 10
Minimum 3 2
pada laki-laki lebih tinggi yaitu sebesar 5,87 dibandingkan dengan rata-rata skor
Kualitas Tidur
Produksi Sebum r -0,004
p 0,985
N 30
Pada uji normalitas Shapiro Wilk didapatkan bahwa produksi sebum dan
dilakukan hingga distribusi data menjadi normal (p>0,05). Dari hasil uji korelasi
Pearson antara produksi sebum dan skor PSQI diperoleh nilai r = -0,004 yang
semakin tinggi skor PSQI maka semakin rendah produksi sebum pada wajah.
Dari hasil uji statistik diperoleh signifikansi p = 0,985 (p>0,05) hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dan
19 hingga 22 tahun dimana rentang usia ini merupakan batasan usia remaja
menurut WHO. Menurut WHO batasan usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun.
Remaja merupakan periode transisi dari masa awal anak-anak hingga masa awal
dewasa. Menurut Winarno dan Ahnan (2014) menjelang dewasa tubuh mengalami
berbagai penyesuaian fisik, sosial dan psikologi yang pada umumnya disebabkan
oleh hormone dimana salah satunya adalah hormon androgen. Hormon androgen
merupakan hormon yang berperan aktif dalam merangsang tubuh untuk berbagai
puncak pada umur 18-20 tahun. Penelitian lain yang dilakukan oleh Luebberding
dkk (2013) menyatakan bahwa aktivitas kelenjar sebum akan berada di level yang
normal hingga usia 50-60 tahun. Pada usia setelah 60 tahun maka aktivitas
Dari penelitian ini didapatkan bahwa rata-rata sebum pada perempuan lebih
tinggi dibandingkan pada laki-laki maka hal ini tidak sesuai dengan teori yang
sebasea antara pria dan wanita dimana pria memiliki ukuran kelenjar yang lebih
besar dan lebih aktif dalam memproduksi sebum. Kadar lipid permukaan pria
lebih tinggi dari wanita sehingga seharusnya pria lebih aktif dan lebih banyak
dalam memproduksi sebum. Hal ini terjadi mungkin karena pada wanita terjadi
lebih tinggi dibanding pada wanita. Seperti yang telah diketahui bahwa semakin
tinggi skor PSQI maka semakin buruk kualitas tidur seseorang tersebut. Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nashori dan Diana (2012) yang
korelasi yang bermakna antara kualitas tidur dan produksi sebum pada wajah.
Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnnya yanng dilakukan oleh Goklas
(2011) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yanng signifikan antara
kualitas tidur terhadap kejadian acne dengan nilai p=0,403 (p>0,05). Hasil
yang tidak bisa dikontrol oleh peneliti yang mempengaruhi produksi sebum selain
kualitas tidur.
genetik dan stress. Makanan yang beresiko meningkatkan produksi sebum pada
wajah disini adalah makanan yang tinggi karbohidrat8. Makanan tersebut dapat
untuk menghasilkan sebum dan bila terjadi penyumbatan pada folikelnya maka
dapat menjadi awal dari akne, namun metabolisme tubuh setiap individu berbeda-
beda sehingga reaksi yang terjadi pada kelenjar pilosebasea tidak sama pada setiap
individu9. Pada diet dengan pembatasan intake kalori secara signifikan dapat
menurunkan produksi sebum itu sendiri. Pada temuan ini disimpulkan bahwa
substrat yang berasal dari makanan berpengaruh pada mekanisme sintesis
kejadian acne vulgaris karena faktor genetik sangat berpengaruh pada besar dan
berpengaruh terhadap modifikasi pada reseptor androgen dan juga gen yang
terlibat, yaitu alel dari gen sitokrom p450 sehingga dapat mempengaruhi
Simpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas tidur dan tingkat produksi
sebum pada wajah pada mahasiswa/i Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Saran
Peneliti merekomendasikan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti
faktor lain yang mempengaruhi produksi sebum pada wajah karena sekresi sebum
disebabkan banyak faktor sehingga tidak hanya diukur dari faktor kualitas tidur
saja. Penelitian yang dapat dilakukan adalah dengan metode penelitian cohort
Daftar Pustaka
1. Sofiani, P.D. 2012. Hubungan Antara Waktu Tidur Malam Dengan
Terjadinya Akne VulgarisDi RSU DR. Soedarso Pontianak. Naskah
Publikasi, Pontianak : Universitas Tanjungpura.
2. Thiboutot, D. 2004. Regulation of Human Sebaceous Glands. The
Journal Of Investigate Dermatology, (123): 1–12.
3. Goklas. (2011). Hubungan Kualitas Dan Kuantitas Tidur Terhadap
Timbulnya Akne Vulgaris Pada Dokter Muda Di RSUP H. Adam
Malik. Karya Tulis Ilmiah strata satu. Medan: USU.
4. Fulton, James. 2009. Acne Vulgaris. Medscape. Available from:
(http://emedicine.medscape.com/article/1069804-overview, diakses
tanggal 7 maret 2016)
5. Sutanto, R. S. (2013). Tesis Derajat Penyakit Acne Vulgaris
Berhubungan Positif Dengan Kadar MDA Program Pasca Sarjana
Universitas Udayana Denpasar.
(http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-853-
300734235tesis%20gabungan%20.pdf., diakses tanggal (30 April
2017).
6. Winarno, F. G. & Ahnan, A. D. (2014). Jerawat: yang masih perlu
anda diketahui. Yogyakarta : GRAHA ILMU
7. Movita, T. 2013. Acne Vulgaris. CDK-203. 40:4.
8. Elsa, H., Hoe, R., Neal, D., Diet and Acne, International Journal of
Dermatology, 2009, Volume (48): 339–347.
9. Melnic, B.C., Schmitz, G. (2009). Role of insulin, insulin-like growth
factor-1, hyperglycaemic food and milk consumption in the
pathogenesis of acne vulgaris, Experimental Dermatology, Germany.
10. James, W.D. (2005). Acne, The New England of Journal Medicine,
(352) 1463-1472.
11. Zukesti, E. (2003). Peranan Kulit Dalam Mengatasi Terjadinya Akne
Vulgaris, Bagian Histologi Fakultas Kedokteran. Medan : USU.