Teknologi Pengemasan,
Distribusi, dan Transportasi Dosen : Ir. Sugiarto , MSi.
BIODEGRADABLE
Pengemasan diperkirakan telah ada sejak beberapa ratus tahun sebelum masehi.
Dimulai dengan bahan kemasan yang berasal dari alam seperti dedaunan, kulit binatang
dan tanah liat digunakan sebagai wadah penyimpanan atau pengemasan. Seiring
dengan perkembangan teknologi, pengemasan juga berkembang dengan pesat.
Meskipun kemasan alami masih digunakan, kemasan yang lebih maju (modern) banyak
digunakan secara meluas. Selain plastik, bahan kemasan yang banyak digunakan untuk
produk pangan dan hasil pertanian lainnya diantaranya kertas, aluminium foil, gelas,
logam dan kayu. Diantara bahan kemasan tersebut, plastik merupakan bahan kemasan
yang paling populer dan sangat luas penggunaannya.
Setiap tahun sekitar 100 juta ton plastik kemasan sintetik diproduksi dunia
untuk digunakan di berbagai sektor industri dan kira-kira sebesar itulah sampah plastik
yang dihasilkan setiap tahun. Sementara kebutuhan plastik dalam negeri mencapai 2,3
juta ton. Beberapa tahun belakangan ini muncul prediksi bahwa lautan dunia akan
berisi lebih banyak plastik dibanding ikan pada tahun 2050. Prediksi ini tentu saja mesti
diiringi dorongan untuk peduli lingkungan dengan beralih ke alternatif yang lebih
ramah lingkungan dan berkelanjutan, salah satunya adalah penggunaan
plastik biodegradable (Rosandrani 2016).
Plastik biodegradable adalah plastik yang akan terurai di alam dengan bantuan
mikroorganisme. Bahan baku pembuatan plastik biodegradable bermacam-macam,
contohnya dari bahan petrokimia (poli (ε- kaprolakton) dan PCL), produk tanaman
(pati dan selulosa), dan chitosan dari kulit udang atau cangkang kepiting. Beberapa
contoh yang mewakili polimer plastik biodegradable yang sudah diproduksi oleh skala
industri ialah poli (ε- kaprolakton). PCL adalah polimer hasil sintesis kimia
menggunakan bahan baku minyak bumi. PCL mempunyai biodegradabilitas yang
tinggi, dapat dihidrolisis oleh enzim lipase dan esterase yang tersebar luas pada
tanaman, hewan dan mikroorganisme. Namun titik lelehnya yang rendah, sehingga
menyebabkan bidang aplikasinya menjadi terbatas. Adapun dari umbi-umbian, pati
dapat dihasilkan dari singkong, kentang. Selain dari kedua sumber tersebut, pati juga
dapat dihasilkan dari batang tanaman, seperti pati sagu, dan dari daging buah muda
seperti pisang (Akbar et al. 2013).
Beberapa produk yang dibuat dari material plastik biodegradable yang umum
ditemui antara lain kantong plastik sampah dan peralatan makan sekali pakai. Selain
itu masih banyak produk plastik solid yang dapat digunakan berulang kali namun
dengan material biodegradable seperti piring, gelas, sendok, garpu, dan lain-lain.
Namun penggunaan plastik biodegradable masih sangat jarang menyebabkan
harganya relatif mahal dibanding plastik konvensional. Memang membutuhkan kerja
sama dengan banyak pihak, termasuk kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan
dnegan mengurangi penggunaan plastik konvensional.
Ketersediaan bahan dasarnya di alam sangat melimpah. Bahan yang dapat
diperbarui ini memiliki biodegradabilitas yang tinggi sehingga sangat berpotensi untuk
dijadikan bahan pembuat bioplastik (Stevens 2002). Proses pembuatan plastik
biodegradable berbasis pati ini pun sudah dikembangkan, diantaranya:
a. Mencampur pati dengan plastik konvensional (PE atau PP) dalam jumlah kecil.
b. Mencampur pati dengan turunan hasil samping minyak bumi, seperti PCL, dalam
komposisi yang sama (50%).
c. Menggunakan proses ekstruksi untuk mencampur pati dengan bahan-bahan seperti
protein kedelai, gliserol, alginat, lignin dan sebagainya sebagai plasticizer.
Sumber:
Akbar F, Anita Z, Harahap H. 2013. Pengaruh waktu simpan film plastik biodegradasi dari
pati kulit singkong terhadap sifat mekanikalnya. Jurnal Teknik USU. 2(2).