Anda di halaman 1dari 12

Jumat, 10 Juli 2015

Askep Teoritis GLOMELURUSNEFRITIS

A. Latar Belakang

Glomerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glomerulus diikuti
pembentukan beberapa antigen yang mungkin endogenus (seperti sirkulasi tiroglobulin) atau eksogenus
(agen infeksius atau proses penyakit sistemik yang menyertai) hospes (ginjal) mengenal antigen sebagai
benda asing dan mulai membentuk antibody untuk menyerangnya. Respon peradangan ini menimbulkan
penyebaran perubahan patofisiologis, termasuk menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG), peningkatan
permeabilitas dari dinding kapiler glomerulus terhadap protein plasma (terutama albumin) dan SDM, dan
retensi abnormal natrium dan air yang menekan produksi renin dan aldosteron (Glassok, 1988; Dalam buku
Sandra M. Nettina, 2001).

Penyebab glomerulonefritis yang lazim adalah streptokokkus beta nemolitikus grup A tipe 12 atau 4
dan 1, jarang oleh penyebab lainnya. Tanda dan gejalanya adalah hematuria, proteinuria, oliguria, edema,
dan hipertensi (Sylvia A. Price dan Lorraine M. Willson, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian glomerulonefritis lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan
dengan anak laki-laki. Karena bentuk uretranya yang lebih pendek dan letaknya berdekatan dengan anus

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Untuk memberikan sumber ilmu pengetahuan bagi pembaca dan masyarakat umum lainnya.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui definisi, anatomi fisiologi, etiologi, patologis serta Asuhan Keperawatan dari
Glomerulonefritis itu sendiri.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Glomerulonefritis adalah peradangan dan kerusakan pada alat penyaring darah sekaligus kapiler
ginjal (glomerulus) (Sandra M. Nettina, 2001).
Glomelonefritis merupakan inflamasi bilateral glomelurus yang secara khas terjadi sesudah infeksi
streptokokus. (Kowalak, jennifer P, 2011)
Glomerulonefritis akut adalah istilah yang sering secara luas digunakan yang mengacu pada
sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus (Brunner & Suddarth, 2001).
Glomerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glomerulus diikuti
pembentukan beberapa antigen yang mungkin endogenus (seperti sirkulasi tiroglobulin) atau eksogenus
(agen infeksius atau proses penyakit sistemik yang menyertai) hospes (ginjal) mengenal antigen sebagai
benda asing dan mulai membentuk antibody untuk menyerangnya.

B. Etiologi
a. Infeksi streptococcus pada saluran nafas atas
b. Berhubungan dengan penyakit autoimun lain.
c. Reaksi obat.
d. Bakteri.
e. Virus.
f. Infertigo.
g. Nefroti imunoglolobin A (IgA)
h. Nefreosis lipoid

(Sandra M. Nettina,2001).

C. Manifestasi Klinis
a. Faringitis atau tansiktis.
b. Demam.
c. Sakit kepala.
d. Malaise.
e. Nyeri panggul.
f. Hipertensi.
g. Anoreksia.
h. Muntah.
i. Edema akut.
j. hipertrofi jantung.
k. Gagal jantung.
l. Sepsis
m. Gagal ginjal.
n. Hipertensi berat
(Sandra M. Nettina, 2001).

D. Anatomi Fisiologi
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh simpai Bowman.
Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula (“juxtame-dullary”) lebih besar dari
yang terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang
dalam keadaan normal tidak nyata , dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk
dan keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler.
Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus proximalis. Gelung glomerulus yang
terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdi ri atas matriks dan
sel mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler
terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel epitel
viseral, yang terletak di atas membran basalis dengans tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae
atau “foot processes”. Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit
terdapat membrana basalis glomeruler (GBM = glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak
mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga
lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna, lamina densa dan lamina rara externa. Simpai
Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitelparietal yang gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai
Bowman.
Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana
basalis tubuler pada kutub tubuler . Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi
membentuk bulan sabit (” crescent”). Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler
atau fibrosa.
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring melalui dinding kapiler glomerulus.
Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel, mengandung semua substansi plasma seperti ektrolit, glukosa, fosfat,
ureum, kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali protein yang berat molekulnya lebih
dari 68.000 (seperto albumin dan globulin). Filtrat dukumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus
sebelum meningalkan ginjal berupa urin.
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR) merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi
nefron yang masih berfungsi yang juga disebut single nefron glomerular filtration rate (SN GFR).besarnya SN GFR
ditentuka oleh faktor dinding kapiler glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.

E. Klasifikasi
1. Congenital (herediter)
a) Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif familial yang seing
disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom alport merupakan
penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua pasien yang mendapatkan
cangkok ginjal. Dalam suatu penelitian terhadap anak dengan hematuria yang dilakukan pemeriksaan
biopsi ginjal, 11% diantaranya ternyata penderita sindrom alport.Gejala klinis yang utama adalah
hematuria, umumnya berupa hematuria mikroskopik dengan eksasarbasi hematuria nyata timbul pada saat
menderita infeksi saluran nafas atas.Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan
biasanya tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh tahunan.
b) Sindrom Nefrotik Kongenital
Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir.Gejala proteinuria massif, sembab
dan hipoalbuminemia kadang kala baru terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa bulan kemudian.
Proteinuria terdapat pada hamper semua bayi pada saat lahir, juga sering dijumpai hematuria mikroskopis.
Beberapa kelainan laboratories sindrom nefrotik (hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai dengan
sembab dan tidak berbeda dengan sindrom nefrotik jenis lainnya.
2. Glomerulonefritis Primer
a) Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang tidak spesifik,
bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan
hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dengan
hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik.
Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga
penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.
b) Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah pengobatan dengan
obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus
sistemik.Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan insiden 2-6% pada anak
dengan sindrom nefrotik.Umur rata-rata pasien pada berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun,
meskipun pernah dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun.Tidak ada perbedaan
jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik merupakan 80% sampai
lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
3. Glomerulonefritis sekunder
Glomerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu glomerulonefritis pasca
streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah streptococcus beta hemolitikus grup A yang
nefritogenik terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca
streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai sembab mata atau
sembab anasarka dan hipertensi.

F. Patofisiologi
Prokferusi seluler (peningkatan produksi sel endotel ialah yang melapisi glomerulus). Infiltrasi leukosit
ke glomerulus atau membran basal menghasilkan jaringan perut dan kehilangan permukaan penyaring.
Pada glomerulonefritis ginjal membesar, bengkak dan kongesti. Pada kenyataan kasus, stimulus dari
reaksi adalah infeksi oleh kuman streptococcus A pada tenggorokan, yang biasanya mendahului
glomerulonefritis sampai interval 2-3 minggu. Produk streptococcus bertindak sebagai antigen,
menstimulasi antibodi yang bersirkulasi menyebabkan cedera ginjal
(Sandra M. Nettina, 2001).

G. WOC

H. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu untuk
memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa
mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap
perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya
glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada.
Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama
sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang
menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi
kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg
BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30
mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam
(1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah
normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada
penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada
komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus
dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral
diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara
intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan
dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek
toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan
beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang
efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka
pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
Penatalaksanaan Medis
a. Manifestasi diet:
1. Pembatasan cairan dan natrium.
2. Pembatasan protein bila BUN sangat meningkat.
b. Farmakoterapi
1. Terapi imunosupresif seperti agen sitoksit dan steroid untuk glomerulonefritis progresif cepat.
2. Diuretik, terutama diuretik loop seperti furosemid (lasix), dan bumex.
3. Dialisis, untuk penyakit ginjal tahap akhir.
Penatalaksanaan Keperawatan :
1. Disesuaikan dengan keadaan pasien.
2. Pasien dianjurkan secara teratur untuk senantiasa kontrol pada ahlinya.
3. Program diet ketat tetapi cukup asupan gizinya.
4. Penjelasan kepada pasien tentang pambatasan aktivitas sesuai kemampuannya.
5. Anjuran kontrol ke dokter harus ditaati untuk mencegah berlanjut ke sindrom
nefrotik atau GGK.
(Sandra M. Nettina, 2001).

I. Pemeriksaan Diagnostik
a. Urinalisis (UA).
b. Laju filtrasi glomerulus (LFG).
c. Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum.
d. Pielogram intravena (PIV).
e. Biopsi ginjal.
f. Titer antistrepsomisin O (ASO).
(Sandra M. Nettina, 2001).
J. Komplikasi
a. Hipertensi.
b. Dekopensasi jantung.
c. GGA (Gagal Ginjal Akut).
(Sandra M. Nettina, 2001).

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. PENGKAJIAN
a) Identitas klien
Berisikan nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, agama, tanggal masuk, no. MR, diagnosa medic
dll.

2. TTV
Nadi : biasanya nadi meningkat (sesuai dengan peningkatan suhu tubuh)
Suhu : biasanya suhu tubuh mengalami peningkatan
TD : biasanya tekanan darah meningkat
Pernafasan : biasanya pernafasan normal

3. Riwayat kesehatan

a) Riwayat kesehatan dahulu:


Biasanya klien pernah mengalami riwayat penyakit yang berhubungan dengan ginjalnya,
hipertensi,pemakaian obat obat abatan dalam jangka panjang serta alergi terhadap obat obatan
tersebut,biasanya pernah mengalami infeksi pada saluran pernafasan atas dan apakah klien pernah
menderita penyakit DM

b) Riwayat kesehatan sekarang


Biasanya klien mengalami udem terutama pada wajah dan ekstremitas, demam, nyeri
panggul,hipertensi, anoreksia mual dan muntah, urine berdarah, atau kelainan warna urine dan biasanya
badan terasa lemah dan keletihan.

c) Riwayat kesehatan keluarga


Biasanya perlu ditanyakan kepada keluarga apakah ada keluarga yang pernah mengalami penyakit
yang sama yang diderita oleh klien. Dan juga perlu ditanyakan kebiasaan klien sehari-sehari.

2. Riwayat psikososial
Biasanya terdapat perubahan kondisi psikologis (respon emosi) terjadinya kelemahan fisik, wajah
dan kaki yang udem akan memberikan respon cemas pada kliuen, dan biasanya klien cendrung menarik
diri dari lingkungannya.
3. Pola kebiasaan sehari hari
a. Aktifitas / istirahat
Biasanya keterbatasan aktifitas karena keletihan,kelemahan akibat udem

b. Makanan dan cairan


Sehat : biasanya 3-4/hari porsi makan di habiskan dan 2 liter/hari
Sakit : biasanya 3/hari 1/4 porsi dihabiskan dan 1 liter/hari

c. Istirahat dan tidur


Sehat :biasanya 6-8 jam/hari
Sakit : biasanya 5-6 jam/hari sering terbangun saat malam hari

d. BAB/BAK
1. BAB
Sehat : biasanya 1 kali sehari
Sakit : biasanya tidak menentu
2. BAK
Sehat : biasanya 3-4 kali sehari
Sakit :biasanya 1-2 kali sehari (saat BAK intake dan input cairan tidak seimbang dan perubahan warna
BAK)

4. Pemeriksaan fisik
a. Rambut kepala : biasanya kulit kepala bersih, tidak ada ketombe
b. Mata : biasanya terdapat udem daerah mata terutama pada palpebra,konjungtiva anemis dan sklera tidak
ikterik
c. Wajah : biasanya udem pada wajah
d. Hidung : biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada polip
e. Telingga : biasanya simetri kiri dan kanan dan fungsi pendengaran baik
f. Leher : biasanya tidak terdapat pembesaran KGB dan tonsil
g. Dada/thoraks
I : biasanya bentuk dada simetris kiri dan kanan
P : biasanya vocal premitus teraba
P : biasanya terdapat bunyi sonor
A : biasanya vesikuler
h. Jantung
I : biasanya ictus cordis terlihat
P : biasanya ictus teraba
P : biasanya terdapat bunyi pekak
A : biasanya bj 1 bj 2 teratur
i. Abdomen
I : biasanya tidak simetris kiri dan kanan
A : biasanya peningkatan bising usus
P : biasanya terdapat nyeri tekan (pada bagian perut bagian bawah di ginjal hingga menjalar ke
kostovetebra)
P : biasanya abnormal
J. Genita urinaria
Biasanya terdapat gangguan eliminasi,perubahan warna urin,penurunan volume urine
K. Ekstremitas
Biasanya terjadi kelemahan, keletihan pada saat beraktifitas.

II. DIAGNOSA

1. Kelebihan volume cairan b/d penurunan volume urine


2. Gangguan pola aktivitas b/d oedema pada ekstremitas
3. Ketidakseimbagan nutrsi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia dan mual,muntah
4. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d inflamasi glomerulus
5. Ansietas b/d prognosis penyakit,ancaman,dan perubahn kesehatan.

III. INTERVENSI

N Diagnosa NOC NIC


o
1. 1. Kelebihan volume cairan Kritria hasil Fluid management
Batasan karakteristik: a. Terbebas dari udema,efusi, anaskara a. Timbang
a. Bunyi nafas adventius b. Bunyi nafas bersih pembalut/popok jika
b. Gangguan elektrolit c. Terbebas dari distensi vena jugularis diperlukan
c. Anasarka d. Memelihara tekanan sentral b. Pertahankan
d. Ansietas e. Terbebas dari intake dan ouput
e. Azotemia kelelahan,kecemasan,kebinggunanga cairan
f. Perubahan tekanan darah n c. Monitor hasil hb
g. Perubahan status mental f. Menjelaskan indikator kelebihan yang sesuai dengan
h. Perubahan pola pernafasan cairan retensi cairan
i. Penurunan hematrokrit dan d. Monitor status
hemoglobin hemodinamik
j. Edema e. Monitor vital sign
k. Oliguria f. Monitor indikasi
l. Perubahan berat jenis urin retensi klebihan
m. Perubahan bb dalam waktu cairan
sangat singkat g. Kaji daerah
udema
Faktor faktor yang berhubungan Fluid monitoring
a. Gangguan mekanisme a. Tentukan riwayat
regulasi jumlah dan tipe
b. Gangguan fungsi ginjal intake cairan dan
c. Kelebihan asupan cairan eliminasi
d. Kelebihan asupan natrium b. Tentukan kelainan
faktor resiko
-fariasi pembacaan tekanan darh c. Monitor bb
d. Catat secara akurat
Factor yang berhubungan intake dan ouput
-perubahan afrerload e. Monitor adanya
-peruban kontraktilitas distensi
-perubahn frekuensi jantung leher,udema perifer
-perubahan preload dan penambahan
-peruban irama bb
-perubahan irama sekucup f. Monitor tanda gejala
udema

2 Gangguan pola aktifitas Kriteria hasil Activity therapy


Batasan karakteristik : a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik a. Kolaborasi dalam
a. Respon tekanan darah disertai dengan peningkatan TD ,nadi terapi yang tepat
abnormal terhadap aktifitas dan RR b. Bantu klien untuk
b. Respon frekuensi jantung b. Mampu melakuakan kegiatan fisik mengidentifikasi
abnomal terhadap aktivitas dengan mandiri dan normal kembali aktifitas yang
c. Perubahan EKG c. TTV normal mampu dilakukan
d. Ketidaknyamanan setelah d. Energy psikomotor c. Bantu klien
beraktifitas e. Pertukaran dan ventilasi adekuat memilih aktifitas
e. Menyatakan letih dan lemah yang sesuai dengan
pada ekstremitas kemampuan
Faktor yang berhubungan: fisik,psikologis,sosia
a. Imobilisasi l
b. Kelemahan umum d. Bantu untuk
c. Ketidakseimbangan antara mendapatkan alat
suplai dan kebutuhan 02 bantuan seperti
d. Imobilitas kursi roda
e. Gaya hidup monoton e. Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan
f. Bantu klien atau
keluar unutk
mengidentifikasikan
kekurangan dalam
beraktifitas
g. Bantu klien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
h. Monitor respon
fifik,emosi,sosial
dan spiritual
3 Ketidakseimbangan nutrisi NOC NIC
kurang dari kebutuhan tubuh Kriteria hasil : Nutrition
Batasan karakteristik : 1. adanya peningkatan BB management
a. kram dan nyeri abdomen 2. BB ideal 1. kaji adanya alergi
b. menghindari makanan 3. mengidentifikassi kebutuhan nutrisi makanan
c. berat badan 20% / lebih 4. tidak ada tanda – tanda malnutrisi 2. kolaaborai
dibawah berat badan ideal 5. menunjukkan peningkatan fungsi dengan ahli gizi
d. diare pengecapan dari menelan 3. anjurkan
e.kehilangan rambut berlebihan meningkatkan
f. bisisng usus hiperaktif intake FE., protein
g. kurangnya makanan dan vit C
h. kurang minat pada makanan 4. berikan subtansi
i. membrane mjkosa pucat gula
j. tonus otot menurun 5. diet mengandung
k. cepat kenyang setelah makan tinggi serat
l. kelemehan otot mengunyah mencegah
m. kelemahan otot untuk konstipasi
menelan 6. ajarkan pasien
faktor2 yang berhubungan : membuat catatan
a. Factor biologis harian
b. Faktor ekonomi 7. monitor jumlah
nutrisi dan
c. Ketidakmampua
kandungan kalori
n menelan makanan
8. berikan informasi
d. Ketidakmampua
tentang kebutuhan
n mengabsorbsi nutrisi
nutrisi
Nutrition monitoring
1. BB dalam batas
yang nrmal
2. monitor adanya
penurunan BB
3. monitor tipe dan
jumlah aktifitas yang
bisa dilakukan
4. monitor
lingkungan
5. monitor kulit
kering
6. monitor kulit
kering
7. monitor turgr kulit
8. monitor mual
muntah
9. monitor kadar
albumin , total
protein, hb, dan kadr
ht
10. monitor pucat,
kemerhan pada
jaringan konjungtifiti

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Glomerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glomerulus diikuti
pembentukan beberapa antigen yang mungkin endogenus (seperti sirkulasi tiroglobulin) atau eksogenus
(agen infeksius atau proses penyakit sistemik yang menyertai) hospes (ginjal) mengenal antigen sebagai
benda asing dan mulai membentuk antibody untuk menyerangnya.
Penyakit sifilis,keracunan,penyakit amiloid,trombosis vena renalis,purpura anafilaktoid, dan lupus
eritematosus. Laju endap darah meninggi, HB menurun pada pemeriksaan laboratorium. Pada
pemeriksaan urin didapatkan jumlah urin mengurang, berat jenis meninggi,hematuria makroskopik,
albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+),silinder leukosit,ureum dan kreatinin darah meningkat.
Pada penyakit ini, klien harus istirahat selama 1-2 minggu, diberikan penicilli, pemberian makanan
rendah protein dan bila anuria, maka ureum harus dikeluarkan. Komplikasi yang ditimbulkan adalah
oliguria,ensefalopati hipertensi,gangguan sirkulasi serta anemia.Gejala-gejala umum yang berkaitan
dengan permulaan penyakit adalh rasa lelah, anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah.
Gambaran yang paling sering ditemukan adalah :hematuria, oliguria,edema,hipertensi

B. SARAN

Sebagai mahasiswa haruslah dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai


penyebab serta upaya pencegahan penyakit glomerulonefritis agar terciptanya kesehatan masyarakat
yang lebih baik dan bagi pembaca diharapkan agar pembaca dapat mengetahui tentang
glomerulonefritis lebih dalam sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari
penyakit glomerulonefritis.

DAFTAR PUSTAKA

Kowalak, Jennifer. P . 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC


Linda wylie, DKK, 2010. Anatomi fisiologi.
Mary, digiulio. 2014. Keperawatan medikal bedah. Jakarta
Wilkinson, M, judith. 2006. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC dan kriteria hasil NOC.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai