Anda di halaman 1dari 59

PROPOSAL TESIS

PENGARUH IMPLEMENTASI TATA KELOLA PERUSAHAAN,


KEPUTUSAN INVESTASI, KEPUTUSAN PENDANAAN DAN
KEBIJAKAN DIVIDEN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN
Diajukan untuk memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Metode
Penelitian Kuantitatif
Dosen Pengampu: Dr. Rr. Sri Handayani, SE.,M.Si.,Akt.,CA

Oleh
RR Wulan Indri W 12030117420068

REGULER PAGI 38 A
MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah 01
.............................................................................
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 06
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 06
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 06
1.5 Sistematika Penelitian ................................................................................ 07
BAB II TELAAH PUSTAKA
2.1 Telaah Pustaka ........................................................................................... 08
2.1.1 Teori Agensi ..................................................................................... 08
2.1.2 Tata Kelola Perusahaan .................................................................... 11
2.1.3 Teori Sinyal ...................................................................................... 21
2.1.4 Keputusan Investasi .......................................................................... 22
2.1.5 Keputusan Pendanaan ....................................................................... 24
2.1.6 Kebijakan Dividen ............................................................................ 26
2.1.7 Nilai Perusahaan 29
2.2 Penelitian Terdahulu .................................................................................. 31
2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis ..................................................................... 34
2.4 Hipotesis Penelitian ................................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ....................................................................................... 42
3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ................................. 42
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ............................................ 43
3.4 Instrumen Penelitian ................................................................................. 46
3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 47
3.6 Prosedur Pengumpulan Data ..................................................................... 47
3.7 Teknik Analisis ......................................................................................... 47

ii
Daftar Pustaka

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Memaksimalkan nilai perusahaan merupakan salah satu tujuan jangka
panjang perusahaan selain tujuan perolehan laba. Menurut Husnan dan Pudjiastuti
(2004) nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon
pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Definisi nilai perusahaan tersebut
diperjelas oleh pendapat Keown dan Arthur (2008) yang mendefinisikan nilai
perusahaan sebagai nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan
di atas, Kartikasari (2014) kemudian menyimpulkan bahwa nilai perusahaan
merupakan pandangan investor terhadap perusahaan yang diukur dengan harga
saham.
Pengkaitan nilai perusahaan dengan harga saham dikarenakan penilaian
investor terhadap perusahaan dilakukan dengan pengamatan pergerakan harga
saham perusahaan yang ditransaksikan di bursa. Nilai perusahaan yang tinggi akan
membuat pasar percaya akan prospek perusahaan di masa depan, selain itu nilai
perusahaan yang tinggi juga merupakan keinginan para pemilik perusahaan. Hal
tersebut dikarenakan nilai perusahaan yang tinggi menunjukkan tingginya
kemakmuran pemegang saham. Proses pencapaian tujuan utama perusahaan yakni
memaksimumkan nilai perusahaan seringkali terhambat dengan adanya perbedaan
kepentingan antara pemegang saham dengan manajemen. Manajemen akan
mengambil kebijakan yang dapat memaksimumkan kesejahteraannya terutama
peningkatan kekayaan pribadi, di sisi lain pemegang saham tidak setuju dengan
hal tersebut dikarenakan akan meningkatkan biaya bagi perusahaan dan dapat
mengurangi pendapatan para pemegang saham.
Perbedaan kepentingan ini dikarenakan adanya pemisahan fungsi atas
kepemilikan dan pengendalian perusahaan ke dalam pemilik (principal) dan
manajer (agent) yang berujung pada munculnya agency problem (Jensen dan
Meckling, 1976; Fama dan Jensen, 1983). Aggency problem terjadi jika manajer
sebagai pihak manajemen tidak bertindak untuk kepentingan pemegang saham

1
sebagai pemilik perusahaan. Tindakan manajemen yang semacam ini dapat
dikategorikan ke dalam tindakan opurtunistik dan tindakan tersebut dipicu oleh
self-interest yang dimiliki manusia. Menurut Lukason (2013):
“Dishonest behavior has always accompanied business, as people
business, as people often consider self-interest more important tahn
accounting with ather parties. In the corporate context different form of
dishonesty can be found: for example, domains like unethical behavior,
lying non-disclosure of information, theft, and criminal offences.”

Agency problem terjadi karena pemegang saham sebagai pemilik


perusahaan tidak memiliki kapabilitas secara langsung dalam mengawasi dan
mengendalikan manajer. Terlebih manajer memiliki informasi yang lebih jika
dibanding dengan pemegang saham, kondisi ini dikenal sebagai asimetri
informasi. Munculya agency problem yang diimplementasikan sebagai perilaku
oportunistik yang dikarenakan adanya asimetri informasi antara manajer dan
pemilik, maka diperlukan serangkaian peraturan yang mampu mengurangi kondisi
tersebut agar tujuan perusahaan untuk memaksimumkan nilai perusahaan tetap
terjaga. Adapun serangkaian peraturan yang dimaksudkan adalah mekanisme tata
kelola perusahaan.
Mekanisme penerapan tata kelola perusahaan merupakan jembatan yang
mampu mengurangi agency problem guna menjaga tetap tercapainya tujuan
perusahaan, yakni meningkatkan nilai perusahaan. Menurut Hastuti (2005) tata
kelola perusahaan merupakan alat untuk menjamin direksi dan manajer (insider)
agar bertindak yang terbaik untuk kepentingfan investor luar (kreditur atau
urstakeholder). Pada forum of Corporate Governance for Indonesia-FCGI (2002)
juga dikemukakan bahwa corporate governance (tata kelola perusahaan)
merupakan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang
saham, pengelola perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta
pemangku kepentingan internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak
dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan dalam menciptakan tata hubungan yang baik, adil, dan
transparan di antara berbagai pihak terkait serta pihak yang memiliki kepentingan
dengan perusahaan (stakeholder).

2
Selain penerapan mekanisme tata kelola perusahaan yang baik, juga terdapat
faktor lain yang dapat meningkatkan nilai perusahaan. Fama dan French (1998)
dan Wijaya (2010) berpendapat bahwa optimalisasi nilai perusahaan yang
merupakan tujuan perusahaan juga dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi
manajemen keuangan, di mana satu Keputusan keuangan yang diambil akan
mempengaruhi Keputusan keuangan lainnya dan berdampak pada nilai perusahaan
Manajemen keuangan menyangkut penyelesaian atas Keputusan penting yang
diambil perusahaan, antara lain Keputusan investasi, Keputusan pendanaan, dan
kebijakan dividen. Suatu kombinasi yang optimal atas ketiganya akan
memaksimumkan nilai perusahaan yang selanjutnya akan meningkatkan
kemakmuran kekayaan pemegang saham. Keputusan investasi sangat penting
karena akan berpengaruh terhadap keberhasilan pencapaian tujuan perusahaan dan
merupakan inti dari seluruh analisis keuangan (Brealy et al, 2007:4). Keputusan
penanaman modal berkaitan dengan sesuatu masalah di mana industri wajib
alokasikan modal ke dalam macam eksekutif mendapatkan laba di masa datang.
Macam dan banyaknya merupakan kebijakan terpenting dari dua kebijakan lain
dalam manajemen keuangan. Investasi modal sebagai aspek utama kebijakan
manajemen industri itu maka dipengaruhi derajat keuntungan, jadi bahan
diperoleh derajat laba yang besar dengan risiko tersebut. Laba banyak diikuti
risiko yang dapat dikelolanya, dapat jadi meningkatkan harga industri, maka dapat
menaikkan kesejahteraan Stakeholders. Jadi signaling theory, mengeluarkan
permodalan yang berikan tanda baik tentang perkembangan industri di masa
mendatang, jadi memperbesar jumlah sumbangan guna bagi penunjuk jumlah
industri (Wahyudi dan Pawestri, 2006:6).
Nilai perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan membayar
dividen. Para investor memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan
dengan mengharapkan pengembalian dalam bentuk dividen maupun Capital gain.
Seorang investor yang tidak bersedia berspekulasi akan lebih memilih dividen
daripada Capital gain. Besarnya dividen ini dapat mempengaruhi harga saham.
Apabila dividen yang dibayar tinggi maka harga saham cenderung tinggi sehingga
nilai perusahaan juga tinggi, sebaliknya jika dividen yang dibayarkan kecil maka

3
harga saham perusahaan tersebut juga rendah. Kemampuan membayar dividen
erat hubungannya dengan kemampuan memperoleh laba. Jika perusahaan
memperoleh laba yang besar, maka kemampuan membayar dividen juga besar.
Oleh karena itu, dividen yang besar akan meningkatkan nilai perusahaan (Chen,
2009:27).
Sejalan kebijakan dividen memiliki pengaruh terhadap jumlah instansi.
ditemukan Keputusan investasi dan kebijakan dividen, terdapat Keputusan
pendanaannya perusahaan. Keputusan pendanaannya berhubungan dengan hasil
indikator dalam membayar modal bagi permodalan disertai penentu bagian modal.
Dana yang didapatkan dari dalam misalnya laba ditahan dan luar instansi seperti.
Sesuatu kombinasinya yang optimal atas penentu pendanaan sangatlah penting
karena peningkatan jumlah instansi (Clemetin dan Priyadi, 2016).
Penelitian ini merupakan modifikasi dari penelitian yang dilakukan oleh
Dianita Meirina yang berjudul Pengaruh Implementasi Tata Kelola Perusahaan
Dan Kualitas Pelaporan Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan. Namun terdapat
perbedaan dalam variabel yang digunakan yaitu Pengungkapan CSR. Penelitian
ini menjadikan prosentase kepemilikan manajemen sebagai variabel independen
karena kepemilikan manajemen dianggap sebagai variabel inti yang
langsung mempengaruhi nilai perusahaan.
Dalam penelitian ini juga ditambahkan variabel independen lainya yaitu
kepemilikan instutusional. Kepemilikan institusional yang digunakan mengacu
kepeda penelitian dari Tendi Haruman (2008) yang berjudul Pengaruh Struktur
Kepemilikan Terhadap Keputusan Keuangan dan Nilai Perusahaan. Kepemilikan
institusional dalam penelitian ini diukur sesuai persentase kepemilikan saham
oleh institusi perusahaan.
Guna menjawab hal tersebut, telah banyak penelitian baik di Indonesia
maupun luar negeri yang menguji hubungan penerapan tata kelola perusahaan
terhadap nilai perusahaan. Adapun penelitian di luar negeri yang menguji
hubungan tata kelola perusahaan dengan nilai perusahaan salah satunya adalah
penelitian yang dilakukan oleh (Bauer et al., 2013). Penelitian yang dilakukan
oleh Bauer et al. (2003) ini menguji peran dari corporate governance dalam

4
pengaruhnya terhadap nilai perusahaan, return saham, dan kinerja perusahaan.
Penelitian ini dilakukan pada dua laporan keuangan yang memiliki mata uang
berbeda, yaitu versi UK Market dan European Monetary Union (EMU) untuk
tahun 2000-2001. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Deminor Corporate Governance Rating. Hasil penelitian Bauer et al.
(2003) ini menemukan: (1) corporate governance berhubungan positif signifikan
terhadap return saham, (2) corporate governance yang berkualitas tinggi
berhubungan positif sigifikan terhadap nilai perusahaan untuk EMU dan
berhubungan negatif untuk UK Market, dan (3) corporate governance
berhubungan negatif terhadap kinerja perusahaan.
Penelitian lainnya yang menguji hubungan corporate governance dengan
nilai perusahaan juga dilakukan oleh Stidlabauer dan Velte (2014). Penelitian
yang dilakukan Stidlabauer dan Velte (2014) ini menguji kepatuhan penerapan
corporate governance terhadap peningkatan kinerja perusahaan. Sama halnya
dengan hasil penelitian Bauer et al (2003), yakni hasil penelitian Stigbauer dan
Velte (2014) ini mendapati tidak adanya hubungan positif antara kepatuhan
penerapan good corporate governance terhadap peningkatan kinerja perusahaan.
Dalam penelitian tersebut juga mendapati bahwa imolikasi besar pelaporan
corporate governance tidak berkontribusi terhadap pengambilan keputusan bisnis
dan peningkatan keputusan investor. Hubungan negatif anatara kepatuhan
penerapan corporate governance terhadap kinerja perusahaan ini juga didasari
oleh hilangnya kepercayaan pasar terhadap kinerja perusahaan sejak terjadinya
corporate scandal seperti yang terjadi pada perusahaan yang memproduksi
handphone dengan brand “Siemens” di Jerman. Di samping itu auditor di Jerman
pada saat itu tidak memeriksa penerapan good corporate governance secara real
dan hanya melihat dari laporan corporate governance perusahaan saja, bahwa
perusahaan yang bersangkutan telah menerapkan dan patuh terhadap mekanisme
corporate governance yang diatur oleh pembuat kebijakan di Jerman.
Penelitian mengenai nilai perusahaan telah dilakukan oleh beberapa
peneliti, diantaranya Hasnawati (2005) dengan objek penelitian dampak set
peluang investasi terhadap nilai perusahaan di BEJ dan menyimpulkan

5
bahwa keputusan investasi berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sofyaningsih
dan Pancawati (2011) menguji struktur kepemilikan, kebijakan dividen,
kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan dan didapatkan hasil berupa variabel
ownership manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan, kepemilikan
institusional berpengaruh terhadap nilai perusahaan, kebijakan hutang tidak
terbukti mempengaruhi nilai perusahaan, dan kebijakan dividen tidak terbukti
mempengaruhi nilai perusahaan.
Oleh karena itu peneliti bermaksud untuk meneliti pengaruh tata kelola
perusahaan, keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen
terhadap nilai perusahaan pada perusahaan yang terdaftar masuk dalam
Corporate Governance Perception Index (CGPI) untuk periode tahun 2014-2016.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut, maka yang menjadi
pokok permasalahan pada penelitian ini adalah:
1. Apakah tata kelola perusahaan mempengaruhi nilai perusahaan?
2. Apakah keputusan investasi mempengaruhi nilai perusahaan?
3. Apakah keputusan pendanaan berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan?
4. Apakah kebijakan dividen mempengaruhi nilai perusahaan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini nantinya adalah
sebagai berikut:
1. Untuk menguji pengaruh tata kelola perusahaan terhadap nilai
perusahaan.
2. Untuk menguji pengaruh keputusan investasi terhadap nilai perusahaan.
3. Untuk menguji pengaruh keputusan pendanaan terhadap nilai perusahaan.
4. Untuk menguji pengaruh kebijkaan dividen terhadap nilai perusahaan.
1.4 Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini nantinya diharapkan akan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut.
1) Manfaat Teoritis

6
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemikiran dalam ilmu
akuntansi, terutama pengembangan, pengujian dan klasifikasi terhadap
teori-teori dan temuan-temuan empiris yang digunakan oleh peneliti
sebagai dasar pengembangan masalah penelitian. Teori yang digunakan
adalah teori keagenan (agency theory) yang dikemukakan oleh Jensen
dan Meckling (1976). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa
perusahaan dengan pemisahan fungsi pengelolaan dan fungsi
kepemilikan akan rentan terhadap agency problem. Adanya asimetri
informasi sebagai penyebab agency problem mampu menurunkan nilai
perusahaan di pasar modal.
2) Manfaat Praktis
(a) Bagi manajemen, hasil penelitian ini diharapkan memberikan
kontribusi bagi pihak manajemen dalam mengambil keputusan
investasi, keputusan pendanaan, dan kebijkan deviden dalam rangka
memaksimalkan nilai perusahaan.
(b) Bagi Investor, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
bahan pertimbangan dalam penelitian terhadap perusahaan tempat
berinvestasi.
(c) Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini menjadi bahan
referensi dalam melakukan penelitian lebih lanjut, mengembangkan
wawasan, bersikap kritis dan ilmiah berkaitan dengan teori yang
didapat dalam bangku perkuliahan dengan realita yang ada.
1.5 Sistematika penulisan
Sistematika dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, menguraikan mengenai latar belakang adanya penelitian
ini, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka, terdiri atas telaah teori, telaah penelitian
sebelumnya, dan kerangka pemikiran yang membrikan gambaran penelitian ini
serta hipotesis yang diajukan.
BAB III Metode Penelitian, mendeskripsikan desain penelitian, penentuan
sampel, variabel-variabel yang dipakai dalam penelitian ini beserta definisi

7
operasionalnya, instrumen penelitian, lokasi dan waktu penelitian, prosedur
pengumpulan data serta metode-metode yang digunakan untuk menganalisis data.
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, dalam bab ini menyajikan hasil
pengolahan data dan analisisnya dalam rangka pengujian hipotesis serta
pembahasannya.
BAB V Kesimpulan dan Saran, dalam bab ini menyajikan kesimpulan dari
seluruh pembahasan dengan keterbatasan serta saran untuk penelitian mendatang.

8
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Telaah Teori
2.1.1 Teori Agensi
Agency theory dikembangkan oleh Jensen and Meckling (1976) yang
mengemukakan bahwa adanya pemisahan fungsi antara pemilik (principal)
dengan manajer (agent) dalam suatu perusahaan. Adanya tujuan dari pemisahan
fungsi ini adalah untuk memperoleh keuntungan maksimal bagi pemilik dengan
dikelolanya perusahaan oleh tenaga-tenaga profesional. Namun asumsi dasar
ekonomi menyatakan bahwa seluruh individu bertindak atas dasar dorongan self-
interest dan bahwa individu akan selalu bertindak opportunistik untuk memupuk
kekayaan individu (Deegan, 2007).
Manajer sebagai individu sadar sepenuhnya dengan kepentingan sendiri
akan perusahaan dan bukan sebagai pihak yang bijaksana serta adil terhadap
pemegang saham. Hal ini dikarenakan manajer “...sebagai manusia seringkali
mempertimbangkan kepentingan pribadi adalah hal terpenting dibanding dengan
kepentingan akuntansi pihak lain” (Lukason, 2013). Jensen dan Meckling (1976)
juga mendukung pernyataan tersebut dengan menyatakan bahwa “...teori agensi
menggambarkan top manajer sebagai agen dalam suatu perusahaan, dimana
manajer ini mempunyai kepentingan yang berbeda dengan pemilik, tetapi sama-
sama berusaha memaksimalkan kepuasannya masing-masing.” Hal inilah yang
menjadikan alasan mengapa pemisahan fungsi dalam suatu perusahaan dan sifat
manusia yang cenderung opportunistik dapat menimbulkan conflict of interest
atau konflik kepentingan.
Conflict of interest merupakan perbedaan kepentingan yang terjadi antara
manajer dengan pemegang saham. Conflict of interest ini dapat diintepretasikan
sebagai perilaku manajer yang lebih mengejar tujuan yang berbeda dengan tujuan
pemilik. Perbedaan tujuan ini dikarenakan manajer (agent) lebih mengetahui
informasiterkait perusahaan jika dibandingkan dengan pemilik kepada manajer
atas pengurusan jalannya perusahaan. Perbedaan dalam mengetahui porsi
informasi atas perusahaan ini disebut dengan asimetri informasi. Asimetri

9
informasi menyebabkan pemilik (principal) sulit untuk memonitor dan
melakukan pengendalian terhadap tindakan-tindakan manajer (agent). Kondisi
tersebut merupakan salah satu bentuk dari masalah keagenan. Menurut Scott
(2003) terdapat dua jenis asimetri informasi, yaitu:
1) Moral hazard, yaitu permasalahan yang muncul jika agen tidak
melaksanakan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam kontrak
kerja.
2) Adverse Selection, yaitu keadaan dimana prinsipal tidak dapat
mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-
benar didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi
sebagai sebuah kelalaian dalam tugas.
Disamping itu masalah keagenan juga potensial terjadi apabila bagian
kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari seratus persen. Dengan
proporsi kepemilikan yang hanya sebagian dari perusahaan membuat manajer
cenderung bertindak untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk kepentingan
perusahaan. Hal inilah yang nantinya menimbulkan biaya keagenan (agency
cost). Jensen dan Meckling (1976) mendefiniskan agency cost sebagai jumlah
dari biaya yang dikeluarkan pemilik (principal) untuk melakukan pengawasan
terhadap manajer (agent). Hmapir tidak mungkin suatu perusahaan memiliki zero
agency cost dalam rangka menjamin manajer akan mengambil keputusan yang
optimal dari pandangan pemilik (investor) karenan adanya perbedaan
kepentingan yang besar diantara mereka.
Menurut teori keagenan, konflik antara principal dan agent dapat
dikurangi dengan mensejahterakan kepentingan di antara mereka. Kehadiran
kepemilikan saham oelh manajerial (inside ownership) dapat digunakan untuk
mengurangi agency cost yang berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham
perusahaan diharapkan manjer merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan
yang diambilnya. Proses ini dinamakan dengan bonding mechanism, yaitu proses
untuk menyamakan kepentingan manajemen melalui program mengikat
manajemen dalam modal perusahaan.

10
Beberapa bentuk masalah keagenan yang telah dipaparkan di atas, dimana
masalah keagenan yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan kepentingan yang
dapat menurunkan nilai perusahaan di mata pihak eksternal seperti kreditor dan
investor. Oleh karenanya, guna mengatasi masalah keagenan tersebut diperlukan
suatu set mekanisme yang terjadi yang mampu mengatur hubungan kedua belah
pihak, yakni manajer dan pemilik maupun seluruh pihak yang berkepentingan
salam suatu perusahaan. Adapun mekanisme pengaturan yang dimaksud adalah
Good Corporate Governance.
Good corporate governance mampu menjaga hubungan anatara pihak
yang berkepentingan dalam suatu perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan
yakni meningkatkan nilai perusahaan. Hal tersebut juga mendapat dukungan dari
pernyataan Klapper dan Love (2002) yang menyatakan bahwa “corporate
governance is an important determinant in affecting the value og a firm in
developing financial market”. Oleh karena itu penelitian ini menguji corporate
governance sebagai penentu nilai perusahaan.
2.1.2 Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Krisis ekonomi dunia yang melanda kawasan Asia dan Amerika di tahun
1990-an diyakini muncul karena kegagalan penerapan good corporate
governance. Oleh karenanya menjadi hal yang lazim jika selama dasawarna
1990-an, tuntutan terhadap penerapan corporate governance yang komprehensif
serta konsisten menjadi tinggi. Adapun lembaga yang menyuarakan hal tersebut
adalah berbagai lembaga investasi domestik dan mancanegara seperti World
Bank, International Monetary Fund (IMF), Organisation for Economic Co-
operation Development (OECD), dan Asia-Pasific Economic Cooperation
(APEC).
Konsep cooperate governance di Indonesia pertama kali diperkenalkan
secara resmi pada tahun 1999 melalui Komite Nasional Kebijakan Corporate
Governance (KNKGC) yang dibentuk Pemerintah berdasarkan Keputusan Menko
Bidang Perekonomian Nomor: KEP/31/M.EKUIN/08/1999. Komite ini kemudian
menerbitkan Pedoman Umum Good Corporate Governance (GCG) Indonesia

11
pada tahun 2001 yang menjadi acuan lagi perusahaan di Indonesia untuk
menerapkan good corporate governance.
Pada bulan November 2004, Pemerintah menyetujui pembentukan
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) melalui Keputusan Menko
Bidang Perekonomian Nomor: KEP/49/M.EKON/11/2004. Terbentuknya KNKG
dilatarbelakangi adanya kesadaran pemerintah atas perlunya penerapan good
corporate governance (GCG) di sektor publik, mengingat dunia usaha
memandang keberhasilan pelaksanaan GCG tidak dapat terlaksana tanpa adanya
good public governance serta partisipasi masyarakat.
Penerapan corporate governance di Indonesia telah diperkuat dengan
peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal (UUPM) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (UUPT). UUPM ditujukan bagi setiap perusahaan
yang melakukan kegiatan di pasar modal sedangkan UUPT ditujukan bagi
perusahaan yang membentuk Perseroan Tetbatas.
Munculnya tuntutan penerapan good corporate governance baik di
Indonesia maupun di Amerika adalah dari pembelajaran akan peristiwa krisis
global yang mengakibatkan perekonomian negara melemah, banyak perusahaan
bangkrut, dan hilangnya kepercayaan publik akan reputasi perusahaan. Hal
tersebut dikarenakan gagalnya penerapan good corporate governance. Oleh
karenanya, pembelajaran dari peristiwa tersebut direfleksikan ke dalam
peningkatan kebijakan yang mengatur mekanisme penerapan good corporate
governance untuk memulihkan nilai perusahaan.
Mekanisme penerapan good corporate governance merupakan kebijakan
yang difokuskan untuk melindungi hak seluruh pemangku kepentingan dalam
suatu perusahaan. Perlindungan hak seluruh pemangku kepentingan dalam suatu
peusahaan. Perlindungan hak seluruh pemangku kepentingan dalam suatu
perusahaan. Perlindungan hak seluruh pemangku kepentingan khusunya
pemegang saham akan dapat meningkatkan kepercayaan pemegang saham
sehingga meningkatkan reputasi perusahaan atau nilai perusahaan. Kebijakan
penerapan good corporate yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan

12
Governance (KKNG) di Indonesia mengatur kewajiban manajemen untuk selalu
bertindak dan mengambil keputusan tentang masa depan perusahaan yang
berpihak pada pemegang saham. Hal tersebut diatur dalam KKNG (2006) bab III
tentang “Etika Bisnis dan Pedoman Perilaku” poin 3.2.a terkait benturan
kepentingan yang menyatakan bahwa “Benturan kepentingan adalah keadaan
dimana terdapat konflik antara kepentingan ekonomis perusahaan dan
kepentingan ekonomis pribadi pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan
Direksi, serta karyawan perusahaan”. Kemudian dalam poin berikutnya yakni
3.2.b lebih menjelaskan kewajiban yang harus dilakukan oleh Dewan Komisaris
dan Direksi yaitu:

Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, anggota Dewan Komisaris


dan Direksi serta karyawan perusahaan harus senantiasa mendahulukan
kepentingan ekonomis perusahaan di atas kepentingan ekonomis pribadi
atau keluarga maupun pihak lainnya.

Disamping itu mekanisme kebijkan penerapan good corporate


governance juga mengakui adanya kepemilikan saham oleh manajemen yaitu
Dewan Komisaris dan Direksi sesuai dengan teori agensi. Kebijakan tersebut
secara tidak langsung diungkapkan pada KNKG (2006) bab V tentang
“Pemegang Saham” poin 1.2.c yang menyatakan bahwa:

Pemegang saham harus dapat: (i) memisahkan kepemilikan harta


perusahaan dengan kepemilikan harta perusahaan dengan kepemilikan
harta pribadi; (ii) memisahkan fungsinya sebagai pemegang saham
dengan fungsinya sebagai anggota Dewan Komisaris atau Direksi dalam
hal pemegang saham menjabat pada salah satu dari kedua organ tersebut.

Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 pasal 50 ayat 2 juga


mengakui kepemilikan saham oleh Dewan Komisaris dan Direksi. Adapun
bunyinya adalah sebagai berikut:
Selain daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang
memuat kekurangan mengenai saham anggota Direksi dan Dewan
Komisaris serta keluarganya dalam Perseroan dan/atau pada Perseroan
lain serta tanggal saham itu diperoleh.

13
Berdasarkan dua kebijakan yang mengatur penerapan GCG di Indonesia
dapat disimpulkan bahwa kebijakan tersebut dibuat untuk menjembatani dua
pihak yang ada dalam suatu perusahaan yaitu manajer dan pemilik. Kebijakan
GCG lebih mengatur agar manajer sebagai pihak manajemen dalam mengambil
suatu keputusan tetap mempertimbangkan kepentingan ekonomis di atas
kepentingan segalanya meski terdapat kepemilikan saham oleh Dewan Komisaris
dan Direksi.
2.1.2.1 Definisi Corporate Governance
Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, corporate governance atau
yang dikenal dengan nama tata kelola perusahaan muncul karena adanya
pemisahan fungsi antara kepemilikan dengan pengelolaan perusahaan yang
memiliki perbedaan kepentingan (conflict of interest). Dimana perbedaan
kepentingan ini dikarenakan adanya asimetri informasi antara pemilik dengan
manajer atas informasi perusahaan. Melihat situasi tersebut, pemegang saham
sebagai pemilik merasa perlu melakukan pengawasan terhadap manajemen.
Adapun sistem pengawasan yang dimaksu, dikenal sebagai mekanisme corporate
governance.
Oleh karenanta banyak berbagai pihak yang mendefinisikan fungsi dari
mekanisme corporate governance. Beberapa diantaranya adalah Organization
Economic Cooperation and Development yang selanjutnya disebut dengan
OECD. OECD (1999) mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai
berikut:
Corporate governance as involving a set of relationship between a
company’s management, its board, its shareholder, and other
stakeholders. Corporate governance also provides this structure through
which the objectives and monitoring performance are detemined. Good
corporate governance should provide incentives for the board ang
management to pursue objectives that are in the interest of the company
and shareholders and should facilitate effective monitoring, thereby
encouraging, firms to use resources more efficiently.

Definisi lain mengenai corporate governance juga diungkapkan oleh


Forum for Corporate Governance indonesia yang selebihnya disebut dengan
FCGI. FCGI (200) mendefinisikan corporate governnace sebagai:

14
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan,
serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain
suatu sistem yang mengendalikan perusahaan.

kemudian Rezae (2007) meringkas definisi tersebut dengan menyatakan


bahwa corporate governance merupakan mekanisme untuk menyelaraskan
kepentingan manajemen dengan pemegang saham. Disamping itu menurut
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara KEP-117/M-MBU/2002,
corporate governance adalah suatu proses dari suatu struktur yang digunakan
oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas
perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang
dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berdasarkan
peraturan dan etika (Darmawati dkk, 2004). Berdasarkan beberapa pemaparan
definisi corporate governance di atas, dapat disimpulkan bahwa corporate
governance merupakan seperangkat peraturan atau sistem yang mampu
mengendalikan jalannya perusahaan dan memiliki tujuan menciptakan nilai
tambah bagi semua pemangku kepentingan (stakeholder).
Pentingnya penerapan corporate governance dalam menjga hubungan
pemilik dan manajer dalam suatu perusahaan serta fungsi lainnya yakni sebagai
mekanisme yang mampu menciptakan nilai tambah bagi pemangku kepentingan
(stakeholder), hal tersebut dikarenakan menurut Robert I. Tericker (dalam
Bappepam 2006) corporate governance memilki empat kegiatan utama yaitu
sebagai berikut.
a. Direcion, formulating the strategic direction from the future of the
enterprise in the long term.
b. Executive action, involvement in crucial executive decisions.
c. Supervision, monitoring and oversight of management performance,
and
d. Accountability, recognizing responsibilities to those making legitimate
demand for accountability.

2.1.2.2 Prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaa


Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2009), Good
Corporate Governance (GCG) diperlukan untuk mendukung terciptanya pasar

15
yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan.
Oleh karena itu penerapannya perlu didukung oleh tiga pilar yang saling
berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha
sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia
usaha. Adapun prinsip-prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh masing-
masing pilar adalah (KNKG 2006):
1) Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan
yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan,
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum
secara konsisten (consistent law enforecement).
2) Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan tata kelola perusahaan
sebagai pedoman dasar pelaksanaan usaha.
3) Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia serta pihak
kepedulian dan melakukan kontrol sosial (social control) secara
objektif dan bertanggung jawab.

Selain itu secara internasional prinsip-prinsip corporate governance juga


turut berkembang (Tunggal, 2014). Adapun prinsip-prinsip corporate governance
yang dimaksud mencakup:
1) Hak-hak pemegang saham,yang harus diberi informasi dengan benar
dan tepat waktunya mengenai perubahan-perubahan yang mendasar
atas perusahaan, dan turut memperoleh bagian dari keuntungan
perusahaan;
2) Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada
pemegangsaham minoritas dan pemegang asing, dengan keterbukaan
informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri
dan perdagangan saham oleh orang dalam;
3) Peranan pemegang saham harus dakui sebagaimana ditetapkan oleh
hukum dan kerjasama yang aktif antar perusahaan serta para dan
perusahaan yang sehat dari aspek keuangan;
4) Pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta trasparansi
mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan,
kepemilikan serta para pemegang kepentingan;
5) Tanggungjawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen
serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang
saham.

2.1.2.3 Asas Tata Kelola Perusahaan

Setiap perusahan harus memastikan bahwa asas corporate governance


diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. KNKG

16
(2006) mengeluarkan Pedoman Umum Good Corporate yang berisi asas-asas tata
kelola perusahaan. Adapun kelima asas tersebut adalah sebagai berikut:
1) Transparan (Transarency). Untuk menjaga objektivitas dalam
menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang
material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami
oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif
untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang diisyaratkan oleh
peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk
pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku
kepentingan lainnya.
2) Akuntabilitas (Accountability). Perusahaan harus dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.
Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai
dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain.
Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai
kinerja yang berkesinambungan.
3) Responsibilitas (Responsibility). Perusahaan harus mematuhi
peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab
terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara
kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan
sebagai good corporate governance.
4) Independensi (independency). Untuk melancarkan pelaksanaan asas
tata kelola perusahaan, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi
dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
5) Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness). Dalam melaksanakan
kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan
pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas
kewajaran dan kesetaraan.

Dalam mencapai keberhasilan jangka panjang, pelaksanaan corporate


governance perlu dilandasi oleh integritas yang tinggi dan “implementasi yang
seimbang dari ketujuh fungsi corporate governance yang ada dalam suatu
perusahaan sehingga dapat menghasilkan corporate governance yang
bertanggungjawab, laporan kaeuangan yang handal, dan jasa audit yang kredibel”
(Rezaee, 2007). Adapun ketujuh fungsi tersebut menurut Rezaee (2007) adalah:
fungsi pengawasan, fungsi manajerial, fungsi kepatuhan, audit internal, penasehat,
eksternal audit, dan fungsi pemantauan.
Penerapan prinsip transaparansi pada suatu perusahaan merupakan
tindakan jujur dan tidak berusaha untuk menyembunyikan informasi (Rezaee,
17
2007). Pelanggaran atas prinsip transparansi ini dapat diwujudkan dengan
tindakan melanggar keterbukaan informasi sehingga dapat menimbulkan asimetri
informasi dan berdampak pada penurunan nilai perusahaan di mata investor. Oleh
karena transparansi merupakan salah satu asas corporate governance, maka
penerapan good corporate governance dapat dikatakan mampu meningkatkan
nilai perusahaan. Hal tersebut juga didukung oleh pendapat Rashid dan Islam
(2013) yang menyatakan bahwa “corporate governance is associated with the
protection of rights for shareholder and stakeholders in a market”, maka investor
akan memiliki penilaian tinggi dan lebih menaruh kepercayaan tinggi pada
perusahaan yang menerapkan mekanisme good corporate governance.
2.1.2.4 Indonesian Institute for Corporate Governance dan Corporate
Governance Perception Index
The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) yang didirikan
pada tanggal 2 Juni 2000 adalah sebuah lembaga independen yang melakukan
kegiatan diseminasi dan pengembangan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good
Corporate Governance – GCG) di Indonesia. Pernyataan visi “menjadi lembaga
independen dan bermartabat untuk senantiasa berupaya memasyaratkan konsep,
praktik dan manfaat corporate governance kepada dunia bisnis khususnya, dan
masyarakat luas pada umumnya. Kegiatan utama yang dilakukan adalah
melaksanakan riset penerapan corporate governance, yang hasilnya berupa
Corporate Governance Perception Index (CGPI).
Dalam penyelenggaraan CGPI, IICG selalu melakukan pengemvbangan
metodologi dan cakupan responden agar hasil riset dapat lebih representative
memberikan gambaran tentang penerapan corporate governance di Indonesia.
Selain itu pengembangan metodologi juga dimaksudkan untuk mencari format
pelaksanaan corporate governance yang paling sesuai dengan kondisi di
Indonesia. Corporate Governance Perception Index (CGPI) merupakan
pemeringkatan penerapan corporate governance pada perusahaan publik yang
tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pelaksanaan CGPI oleh pemikiran tentang
pentingnya mengetahui sejauh mana perusahaan-perusahaan publik telah
menerapkan konsep corporate governance.

18
Penilaian yang digunakan sebagai pengukuran dalam CGPI merupakan
pengembangan alat ukur yang dimiliki oleh IICG, pedoman dan prinsip corporate
governance yang diterbitkan oleh OECD dan perangkat hukum yang mengatur
penerapan prinsip-prinsip corporate governance. Pemeringkatan penerapan
konsep corporate governance pada perusahaan peserta dilakukan dengan
pemberian skor atau lebih dikenal corporate governance pada perusahaan peserta
dilakukan dengan pemberian skor atau lebih dikenal dengan corporate governance
index.
Pemberian skor tersebut dilakukan melalui empat tahapan penilai. Sesuai
dengan lapran IICG (2013), keempat tahapan penilaian tersebut meliputi:
(1) Self Assesment
Penilaian mandiri seluruh organ, anggota, dan stakeholders perusahaan
mengenai kualitas pelaksanaan GCG. Penilaian ini dilakukan dengan
pengisian kuesioner oleh perusahaan dengan mengajak responden yang
memberikan persepsi jujur, guna memberikan umpan balik dan
evaluasi yang baik kepada perusahaan.
(2) Dokumentasi
Pemenuhan persyaratan penilaian berupa penyerahan berbagai
dokumen yang telah dimiliki perusahaan terkait pelaksanaan GCG.
Dokumen tersebut akan dikaji dan dianalisa menjadi tujuh aspek, yaitu:
governance structure, governance output, governance outcome,
governance input.
(3) Makalah
Penilaian melalui proses penyusunan makalah yang menjelaskan
serangkaian proses dan implementasi GCG di perusahaan, adapun
pedoman penulisan makalah telah ditentukan oleh IICG.
(4) Observasi
Penilaian yang dilakukan dengan cara peninjauan langsung ke
perusahaan oleh tim penilai CGPI untuk memastikan kualitas
penerapan GCG.

Kemudian untuk aspek penilaian Corporate Governance Index (CGPI) meliputi


tiga belas aspek penilaian. Aspek tersebut digambarkan pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Aspek Penilaian CGPI
No. Aspek Penilaian CGPI
1. Komitmen yang menunjukkan wujud kesungguhan organ perusahaan
dalam merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi
sesuai dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG), dan
kesungguhan ini dapat dirasakan serta dapat mendorong anggota
perusahaan untuk ikut melakukannya.
19
2. Transparansi yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
menyampaikan berbagai informasi tentang perusahaan secara tepat waktu
dan akurat, termasuk informasi tentang proses merumuskan,
mengimplementasikan, serta mengevaluasi strategi yang dilakukannya, dan
kesungguhan ini dapat dirasakan serta dapat mendorong anggota
perusahaan untuk ikut melakukannya.
3. Akuntabilitas yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
mempertanggungjawabkan seluruh proses pencapaian kinerja secara
transparan dan wajar, termasuk mempertanggungjawabkan seluruh proses
dalam merumuskan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi strategi,
dan kesungguhan ini dapat dirasakan serta dapat mendorong anggota
perusahaan untuk ikut melakukannya.
4. Responsibilitas yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
menjamin terlaksananyaperaturan perundang-undangan dan tanggung
jawab terhadap masyarakat dan lingkungan, termasuk dalam menjamin
terlaksananya proses perumusan, implementasi serta evaluasi strategi
secara bertanggungjawab, dan kesungguhan ini dapat dirasakan serta dapat
mendorong anggota perusahaan untuk ikut melakukannya.
5. Independensi yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
menjamin tidak adanya dominasi atau intervensi dari satu partisipan
terhadap partisipan lainnya, termasuk dalam menjamin tidak adanya
dominasi dan intervensi dari satu partisipan manapun dalam proses
merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi, dan
kesungguhan ini dapat dirasakan serta dapat mendorong anggota
perusahaan untuk ikut melakukannya.
6. Keadilan yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
memperhatikan kepentingan pemegang saham (shareholders) dan
pemangku kepentingan lainnya (stakeholder), termasuk dalam
memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan seluruh stakeholder
dalam proses merumuskan, mengimplementasikan dam mengevaluasi
strategi, dan kesungguhan ini dapat dirasakan serta mendorong anggota
perusahaan untuk ikut melaksanakannya.
7. Kompetensi yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
menunjukkan kemampuannya untuk menggunakan otoritasnya sesuai
dengan peran dan fungsinya, inovatif dan kreatif, termasuk menunjukkan
kemampuannyauntuk merumuskan, mengimplementasikan dan
mengevaluasi strategi secara tepat, dan kesungguhan ini dapat dirasakan
serta dapat mendorong anggota perusahaan untuk melakukannya juga.
8. Kepemimpianan yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
menunjukkan corak kepemimpinan yang dapat menstranformasikan
organisasi ke arah yang lebih baik, termasuk dalam menunjukkan corak
kepemimpinan yang dapat membimbing organisasi untuk merumuskan,
mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi, dan kesungguhan ini
dapat dirasakan serta dapat mendorong anggota perusahaan untuk ikut
melakukannya.
9. Kemampuan bekerjasama yang menunjukkan kesungguhan organ

20
perusahaan dalam menunjukkan kemampuan bekerjasamanya untuk
mencapai tujuan bersama secara bermartabat, termasuk dalam
menunjukkan kemampuan bekerjasamanya untuk merumuskan,
mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi, dan kesungguhan ini
dapat dirasakan serta dapat mendorong anggota perusahaan untuk ikut
melakukannya.
10. Visi, Misi dan Tata Nilai yang menunjukkan kesungguhan organ
perusahaan untuk memahami pokok-pokok yang terkandung di dalam
pernyataan visi, misi dan tata nilai perusahaan yang akan menjadi panduan
bagi perusahaan dalam merumuskan, mengimplementasikan dan
mengevaluasi strategi yang dilakukannya, dan kesungguhan ini dapat
dirasakan serta dapat mendorong menumbuhkan keinginan di hati para
anggota perusahaan untuk mencapai pokok-pokok tersebut.
11. Moral dan Etika yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
menerapkan nilai-nilai moral dan etika dalam setiap proses bisnis sesuai
dengan prinsip GCG, termasuk dalam proses merumuskan,
mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi, dan kesungguhan ini
dapat dirasakan serta dapat mendorong anggota perusahaan untuk ikut
melakukannya.
12. Strategi yang menunjukkan kesungguhan organ perusahaan dalam
merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi sebagai
respon terhadap perubahan agar perusahaan dapat mempertahankan
kinerjanya secara berkelanjutan, dan kesungguhan ini dapat dirasakan serta
mendorong anggota perusahaan untuk ikut melakukannya.
Sumber: Laporan IICG
2.1.3 Teori Sinyal (Signalling Theory)
Signalling Theory sangat berguna untuk menjelaskan perilaku dua
kelompok ketika memiliki akses yang berbeda atas suatu informasi. Menurut
Brigham dan Houston (2001) isyarat atau signal adalah suatu tindakan yang
diambil perusahaan untuk memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana
manajemen memandang prospek perusahaan. Sinyal ini berupa informasi
mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan
keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa informasi yang menyatakan
bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain (Ratna dan
Zuhrotun, 2006). Informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan merupakan hal
yang penting, karena pengaruhnya terhadap keputusan investasi pihak diluar
perusahaan. Informasi tersebut penting bagi investor dan pelaku bisnis karena
informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran,

21
baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun masa yang akan datang
bagi kelangsungan hidup perusahaan dan bagaimana efeknya pada perusahaan.
Integritas informasi laporan keuangan yang mencerminkan nilai
perusahaan merupakan sinyal positif yang dapat mempengaruhi opini
investor dan kreditor atau pihak-pihak lain yang berkepentingan. Laporan
keuangan seharusnya memberikan informasi yang berguna bagi investor dan
kreditor untuk membuat keputusan investasi, kredit dan keputusan sejenis.
Signalling theory menyatakan pengeluaran investasi memberikan sinyal
positif tentang pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga
meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan (Hasnawati,
2005). Peningkatan utang diartikan oleh pihak luar sebagai kemampuan
perusahaan untuk membayar kewajiban di masa yang akan datang atau adanya
risiko bisnis yang rendah, hal tersebut akan direspon secara positif oleh pasar
(Brigham, 1999).
Penggunaan dividen sebagai isyarat berupa pengumuman yang
menyatakan bahwa suatu perusahaan telah memutuskan untuk menaikkan dividen
per lembar saham mungkin diartikan oleh penanam modal sebagai sinyalyang
baik, karena dividen per saham yang lebih tinggi menujukkan bahwa perusahaan
yakin arus kas masa mendatang akan cukup besar untuk menanggung tingkat
dividen yang tinggi (Weston dan Copeland, 1995).
2.1.4 Keputusan Investasi

Keputusan investasi merupakan keputusan yang menyangkut


pengalokasian dana yang berasal dari dalam maupun dana yang berasal dari luar
perusahaan pada berbagai bentuk investasi (Purnamasari dkk, 2009). Keputusan
investasi dapat dikelompokkan kedalam investasi jangka pendek seperti investasi
kedalam kas, surat-surat berharga jangka pendek, piutang, dan persediaan maupun
investasi jangka panjang dalam bentuk tanah, gedung, kendaraan, mesin, peralatan
produksi, dan aktiva tetap lainnya. Investasi merupakan komitmen atas sejumlah
dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan
memperoleh sejumlah keuntungan dimasa yang akan datang (Tandelilin, 2001).
Kegiatan investasi yang dilakukan perusahaan akan menentukan keuntungan yang

22
akan diperoleh perusahaan dimasa yang akan datang. Menurut Wahyudi dan
Pawestri (2006), nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar
saham sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Fama (1978)
mengatakan bahwa nilai perusahaan semata-mata ditentukan oleh suatu keputusan
investasi. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa keputusan investasi itu penting,
karena untuk mencapai tujuan perusahaan hanya akan dihasilkan melalui kegiatan
investasi perusahaan (Hasnawati, 2005).
Jenis pengeluaran modal tampaknya besar pengaruhnya terhadap nilai
perusahaan, karena jenis informasi tersebut akan membawa informasi tentang
pertumbuhan pendapatan yang diharapkan dimasa yang akan datang (Hasnawati,
2005). Mc Connel dan Muscarella (1984) menguji gagasan dalam kaitannya
dengan tingkat pengeluaran research dan development perusahaan. Ternyata
kenaikan dalam pengeluaran modal, relativ terhadap harapan-harapan
sebelumnya, mengakibatkan kenaikan return atas saham sekitar waktu
pengumuman, dan sebaliknya return negative atas perusahaan melakukan
penurunan pengeluaran modal. Temuan ini membawa kepada suatu hasil bahwa
keputusan investasi yang dilakukan mengandung informasi yang berisi sinyal-
sinyal akan prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Sejalan dengan hal
tersebut Chan et al. (1990) dalam Hasnawati 2005 menemukan bahwa harga
merespon pengumuman akan naiknya biaya research dan development sebagai
suatu sinyal positif.
Myers (1977) memperkenalkan Investment Opportunity Set (IOS) pada
studi yang dilakukan dalam hubungannya dengan keputusan investasi. IOS
memberikan petunjuk yang lebih luas dengan nilai perusahaan tergantung pada
pengeluaran perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga prospek perusahaan
dapat ditaksir dari Investment Opportunity Set (IOS). Menurut Gaver dan Gaver
(1993) dalam Hasnawati (2005), IOS merupakan nilai investasi perusahaan yang
besarnya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan oleh
manajemen dimasa mendatang. Nilai kesempatan investasi merupakan nilai
sekarang dari pilihan-pilihan perusahaan untuk membuat investasi di masa
mendatang menurut Kole (1991), dalam Gaver dan Gaver (1993), nilai IOS

23
bergantung pada future discretionary expenditure yang pada saat ini merupakan
pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih
besar dari biaya modal dan dapat menghasilkan keuntungan. Karakteristik
perusahaan yang mengalami pertumbuhan dapat diukur antara lain dengan
peningkatan penjualan, pembuatan produk baru atau diversifikasi produk,
perluasan pasar, ekspansi atau peningkatan kapasitas, penambahan aset,
mengakuisisi perusahaan lain, investasi jangka panjang, dan lain-lain. Gaver
dan Gaver (1993) juga menyatakan bahwa pilihan investasi di masa depan
tidak hanya pada projek-projek yang didanai dari kegiatan riset dan
pengembangan, namun juga kemampuan mengeksploitasi kesempatan untuk
memperoleh keuntungan.
2.1.5 Keputusan Pendanaan
Keputusan pendanaan dapat pula diartikan sebagai keputusan yang
menyangkut struktur keuangan perusahaan (financial structure). Struktur
keuangan perusahaan merupakan komposisi dari keputusan pendanaan yang
meliputi hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal sendiri. Setiap
perusahaan akan mengharapkan adanya struktur modal optimal, yaitu struktur
modal yang dapat memaksimalkan nilai perusahaan (value of the firm) dan
meminimalkan biaya modal (cost of capital).
Menurut Modigliani dan Miller (1963) dalam Haruman (2007)
menyatakan bahwa pendanaan dapat meningkatkan nilai perusahaan.Apabila
pendanaan didanai melalui hutang, peningkatan tersebut terjadi akibat dari efek
tax deductible. Artinya, perusahaan yang memiliki hutang akan membayar bunga
pinjaman yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak, yang dapat memberi
manfaat bagi pemegang saham. Selain itu, penggunaan dana eksternal akan
menambah pendapatan perusahaan yang nantinya akan digunakan untuk kegiatan
investasi yang menguntungkan bagi perusahaan.
Terdapat beberapa teori yang berkenaan dengan struktur modal, yaitu
tradeoff theory dan pecking order theory.Model tradeoff theory menggambarkan
bahwa struktur modal yang optimal dapat ditentukan dengan menyeimbangkan
manfaat dari penggunaan utang (taxshield benefit of leverage) dengan biaya yang

24
dikeluarkan dari penggunaan hutang. Myers dan Majluf (1984) mengenalkan
pecking order theory yang menggambarkan sebuah hirarki dalam pencarian dana
perusahaan dimana perusahaan lebih memilih menggunakan internal equity untuk
membayar dividen dan mengimplementasikannya sebagai peluang pertumbuhan.
2.1.5.1 The Trade Off Model
Model trade-off mengasumsikan bahwa struktur modal perusahaan
merupakan hasil trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan hutang
dengan biaya yang akan timbul sebagai akibat dari penggunaan hutang tersebut
(Hartono, 2003). Esensi trade-off theory dalam struktur modal adalah
menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat
penggunaan hutang.Sejauh manfaat lebih besar, tambahan hutang masih
diperkenankan.Apabila pengorbanan karena penggunaan hutang sudah lebih
besar, maka tambahan hutang sudah tidak diperbolehkan.Trade-off theory telah
mempertimbangkan berbagai faktor seperti corporate tax, biaya kebangkrutan,
dan personal tax dalam menjelaskan mengapa suatu perusahaan memilih suatu
struktur modal tertentu (Suad Husnan, 2000). Kesimpulannya adalah penggunaan
hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya pada sampai titik
tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan hutang justru menurunkan nilai
perusahaan (Hartono, 2003).
Walaupun model ini tidak dapat menentukan secara tepat struktur modal
yang optimal, namun model tersebut memberikan kontribusi penting yaitu:
1. Perusahaan yang memiliki aktiva yang tinggi, sebaiknya menggunakan
sedikit hutang.
2. Perusahaan yang membayar pajak tinggi sebaiknya lebih banyak
menggunakan hutang dibandingkan dengan perusahaan yang
membayar pajak rendah.
2.1.5.2 Pecking Order Theory
Teori ini diperkenalkan pertama kali oleh Donaldson tahun 1961,
sedangkan penamaan pecking order theory dilakukan oleh Myers pada tahun
1984. Teori ini disebut pecking order karena teori ini menjelaskan mengapa

25
perusahaan akan menentukan hierarki sumber dana yang paling disukai. Secara
ringkas teori tersebut menyatakan bahwa:
1. Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi
perusahaan).
2. Apabila perusahaan memerlukan pendanaan dari luar (eksternal
financing), maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling
aman terlebih dahulu, yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi,
kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi
(seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum
mencukupi, saham baru diterbitkan.
Menurut Myers dalam Kartika (2009) perusahaan lebih menyukai
penggunaan pendanaan dari modal internal, yaitu dana yang berasal dari aliran
kas dan laba ditahan. Urutan penggunaan sumber pendanaan menurut pecking
order theory adalah: internal fund (dana internal, debt (hutang), dan equity
(modal sendiri) (Kaaro, 2003 dalam Kartika, 2009).
Dana internal lebih disukai karena memungkinkan perushaan untuk tidak
memperoleh sorotan dari publik akibat penerbitan saham baru
(Kartika, 2009). Dana eksternal lebih disukai dalam bentuk hutang daripada
modal sendiri karena dua alasan yaitu pertimbangan biaya emisi, dimana biaya
emisi obligasi lebih murah dibandingkan biaya emisi saham baru. Hal ini
disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama.
Alasan kedua adalah adanya kekhawatiran manajer bahwa penerbitan saham baru
dapat ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh pemodal.
2.1.6 Kebijakan Dividen
Dividen merupakan pembayaran dari perusahaan kepada para
pemegang saham atas keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan dividen adalah
kebijakan yang berhubungan dengan pembayaran dividen oleh pihak
perusahaan, berupa penentuan besarnya dividen yang dibagikan dan besarnya
saldo laba yang ditahan untuk kepentingan perusahaan (Sutrisno, 2001).
Menurut Hin (2001), pengertian dividen adalah pembagian bagian keuntungan
kepada para pemegang saham. Besarnya dividen yang dibagikan perusahaan

26
ditentukan oleh para pemegang saham pada saat berlangsungnya RUPS (Rapat
Umum Pemegang Saham).
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2004) dalam PSAK No. 23
merumuskan dividen sebagai distribusi laba kepada para pemegang saham
sesuai dengan proporsi mereka dari jenis modal tertentu. Laba bersih
perusahaan akan berdampak berupa peningkatan saldo laba (retained earnings)
perusahaan. apabila laba saldo laba didistribusikan kepada pemegang saham
maka saldo laba akan berkurang sebesar nilai yang didistribusikan tersebut.
Kebijakan dividen adalah keputusan mengenai apakah laba yang diperoleh
perusahaan akan dibagikan kepada para pemegang saham sebagai dividen
atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa
yang akan datang. Dalam kebijakan dividen terdapat trade off dan merupakan
pilihan yang tidak mudah antara membagikan laba sebagai dividen atau
diinvestasikan kembali. Apabila perusahaan memilih membagikan laba
sebagai dividen maka tingkat pertumbuhan akan berkurang dan berdampak
negatif terhadap saham. Disisi lain, apabila perusahaan tidak membagikan dividen
maka pasar akan memberikan sinyal negatif kepada prospek perusahaan.
peningkatan dividen memberikan sinyal perubahan yang menguntungkan pada
harapan manajer dan penurunan dividen menunjukkan pandangan pesimis
prospek perusahaan dimasa yang akan datang (Aharony dan Swary, 1980 dalam
Sartono dan Prasetyanta, 2005).
Gitman (2003) memberikan definisi kebijakan dividen sebagai suatu
perencanaan tindakan perusahaan yang wajib ditaati ketika keputusan dividen
dibuat. Lee dan Finerty (1990) dalam Adriani (2011) mengartikan kebijakan
dividen sebagai suatu keputusan perusahaan dalam menentukan apakah akan
membagikan earnings yang dihasilkan kepada pemegang saham atau untuk
kegiatan reinvestasi perusahaan. Keputusan dividen menyangkut keputusan
tentang penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham.Dividen yang
dibagikan dapat berupa dividen tunai (cash dividend) atau dividen dalam bentuk
saham (stock dividen).Dividen tunai umumnya dibagikan secara reguler, baik
triwulanan, semesteran atau tahunan. Disisi lain, stock dividend dapat

27
mengakibatkan jumlah lembar saham bertambah dan umumnya akan menurunkan
harga per lembar saham (Purnamasari dkk, 2009).
2.1.6.1 Dividend Payout Ratio
Menurut Hin (2001) dalam Deitiana (2011) dividend payout ratio adalah
perbandingan dividen yang diberikan ke pemegang saham dan laba bersih per
saham.Menurut Arifin dan Fakhrudin (2001), yang dimaksud dividend payout
ratio adalah persentase laba yang dibayarkan secara tunai kepada para
pemegang saham.
Menurut Riyanto (2001), mengemukakan bahwa dividend payout
ratioadalah persentase pendapatan yang akan dibayarkan kepada para
pemegang saham sebagai dividen kas. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi
dividend payout ratio yang ditetapkan oleh perusahaan, maka semakin kecil
dana yang tersedia untuk ditanamkan oleh perusahaan. Menurut Keown (2005)
rasio pembayaran dividen adalah jumlah dividen yang dibayarkan relatif terhadap
pendapatan bersih perusahaan atau pendapatan tiap lembar. Dari definisi-dfinisi
mengenai dividend payout ratio dapat disimpulkan bahwa (1) Rasio pembayaran
dividen ini menunjukkan persentase laba yang dibagikan kepada pemegang
saham, (2) laba bersih perusahaan, (3) perbandingan antara dividen per lembar
saham dengan laba per lembar saham, (4) besaran angka dividen diumumkan dan
ditetapkan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
2.1.6.2 Langkah-langkah Pembayaran Dividen
Langkah-langkah atau prosedur pembayaran dividen adalah pengumuman
emiten atas dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham yang disebut
juga dengan pengumuman dividen (Ang, 1997). Adapun rincian tanggal-tanggal
yang perlu diperhatikan dalam pembayaran dividen adalah sebagai berikut:
a. Tanggal pengumuman (declaration date)
Tanggal pengumuman merupakan tanggal yang mana secara resmi
diumumkan oleh emiten tentang bentuk dan besarnya serta jadwal
pembayaran dividen yang akan dilakukan. Pengumuman ini biasanya
untuk pembagian dividen reguler. Isi pengumuman tersebut

28
menyampaikan hal-hal yang dianggap penting yakni: tanggal
pencatatan, tanggal pembayaran, besarnya dividen kas per lembar.
b. Tanggal pencatatan (date of record)
Pada tanggal ini perusahaan melakukan pencatatan nama-
nama pemegang saham. Para pemilik saham yang terdaftar pada daftar
pemegang saham tersebut diberikan hak, sedangkan pemegang saham
yang tidak terdaftar pada tanggal pencatatan tidak diberikan hak
untuk memperoleh dividen.

c. Tanggal cum-dividend.
Tanggal ini merupakan tanggal hari terakhir perdagangan saham yang
masih melekat hak untuk mendapatkan dividen baik dividen tunai
maupun dividen saham.
d. Tanggal ex-dividend
Tanggal perdagangan saham tersebut sudah tidak melekat lagi hal
untuk memperoleh dividen.Jadi jika investor membeli saham pada
tanggal ini atau sesudahnya, maka investor tersebut tidak dapat
mendaftarkan namanya untuk mendapatkan dividen.
e. Tanggal pembayaran (payment date)
Tanggal ini merupakan saat pembayaran dividen oleh perusahaan
kepada para pemegang saham yang mempunyai hak atas dividen. Jadi
pada tanggal tersebut,para investor sudah dapat mengambil dividen
sesuai dengan bentuk dividen yang diumumkan oleh emiten.
2.1.7 Nilai Perusahaan
Meningkatkan nilai perusahaan adalah tujuan dari setiap perusahaan,
karena semakin tinggi nilai perusahaan maka akan diikuti pula oleh tingginya
kemakmuran pemegang saham. Nilai perusahaan yang tinggi dapat meningkatkan
kemakmuran bagi para pemegang saham, sehingga para pemegang saham akan
menginvestasikan modalnya kepada perusahaan tersebut (Tendi Haruman, 2007).
Nilai perusahaan memberikan gambaran kepada manajemen mengenai
persepsi investor mengenai kinerja masa lalu dan prospek perusahaan dimasa

29
yang akan datang (Brigham dan Houston, 2003). Sujoko dan Soebiantoro (2007)
menjelaskan bahwa nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat
keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham.Nilai
perusahaan berperan penting dalam memproyeksikan kinerja perusahaan sehingga
dapat mempengaruhi investor dan calon investor terhadap suatu perusahaan
(Mulianti, 2010 dalam Setiaji, 2011).
Nilai perusahaan pada dasarnya diukur dari beberapa aspek, salah satunya
adalah harga pasar saham perusahaan, karena harga pasar saham perusahaan
mencerminkan penilaian investor atas keseluruhan ekuitas yang dimiliki
(Wahyudi dan Pawestri, 2006). Semakin tinggi harga saham, maka nilai
perusahaan dan kemakmuran pemegang saham juga akan meningkat. Menurut
Van Horne (dikutip Diyah dan Erman, 2009). “Value is represented by the maket
price of the company’s common stock which in turn, is a function of firm’s
investment, financing and dividend decision”. Nilai perusahaan dapat
direfleksikan melalui harga pasar dimana harga pasar merupakan barometer dari
kinerja perusahaan.Rika dan Ishlahudin (2008), mendefinisikan nilai perusahaan
sebagai nilai pasar.Alasannya karena nilai perusahaan dapat memberikan
kemakmuran atau keuntungan bagi pemegang saham jika harga perusahaan
meningkat.
Nilai perusahaan lazim diindikasikan dengan price to book value (PBR).
Price to book value yang tinggi akan membuat pasar percaya atas prospek
perusahaan kedepan. Hal ini juga yang menjadi keinginan pemilik perusahaan,
sebab nilai perusahaan yang tinggi mengindikasikan kemakmuran pemegang
saham yang juga tinggi (Soliha dan Taswan, 2002).
Mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Wijaya dan Bandi (2010),
nilai perusahaan dapat dikonfirmasi melalui Price Book Value (PBV).Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fama (1978) yang dalam
penelitiannya menggunakan pendekatan konsep nilai pasar untuk mengukur nilai
perusahaan sampelnya.Nilai pasar berbeda dari nilai buku.Jika nilai buku
merupakan harga yang dicatat pada nilai saham perusahaan, maka nilai pasar
adalah harga saham yang terjadi di pasar bursa tertentu yang terbentuk oleh

30
permintaan dan penawaran saham oleh para pelaku pasar.Nilai pasar perusahaan
ini merupakan nilai yang diberikan pada bursa kepada manajemen dan perusahaan
sebagai organisasi yang terus tumbuh (Brigham, 1999). Nilai perusahaan
merefleksikan profitabilitas perusahaan di masa depan dan juga menggambarkan
profitabilitas saat ini (Lee dan Ball, 2003).
Berdasarkan pendekatan konsep nilai pasar atau Price Book Value
tersebut, harga saham dapat diketahui berada diatas atau dibawah nilai
bukunya.Pada dasarnya, membeli saham berarti membeli prospek perusahaan
(Samsul, 2006). PBV yang tinggi akan membuat investor yakin atas prospek
perusahaan dimasa mendatang. Oleh karena itu keberadaan rasio PBV sangat
penting bagi para investor maupun calon investor untuk menetapkan keputusan
investasi.
2.2 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian sebelumnya yang menguji variabel yang sama dengan
penelitian ini yaitu tentang pengaruh tata kelola perusahaan dan kualitas pelaporan
terhadap nilai perusahaan, penelitian yang pertama dilakukan oleh Stigbauer dan
Velte (2014) ini menguji kepatuhan terhadap penerapan corporate governance
mampu memicu peningkatan nilai pada bursa saham di Jerman, khususnya pada
Frankfurt Stock Exchange.
Penelitian Stiglbauer dan Velte (2014) menggunakan variabel independen
kepatuhan pada good governance code (GCG) terhadap variabel bdependen
kinerja perusahaan dengan proksi kinerja pasar modal dan kinerja hybrid. Adapun
pengukuran untuk variabel dependennya menggunakan perkembangan harga
pasar, total return, tobin’s q, dan market to book ratio of equity. Dengan
menggunakan analisis regresi, hasil dari penelitian Stiglbauer dan Velte (2014) ini
menemukan bahwa tidak terdapat hubungan positif anatara kepatuhan penerapan
good corporate governance terhadap peningkatan kinerja perusahaan. Oleh karena
itu, kepatuhan akan penerapan good corporate governance di Frankfurt Jerman
bukanlah merupakan faktor nilai yang relevan untuk penentu nilai pasar saham
Jerman. Hal tersebut dikarenakan terdapat implikasi yang besar bahwa pelaporan
corporate governance tidak berkontribusi terhadap pengambilan keputusan bisnis

31
dan peningkatan keputusan investor. Disamping itu European Commision (EC)
mengkritik kerangka corporate governance 2011 memiliki keterbatasan dalam
kepatuhannya terhadap kode corporate governance nasional, sehingga
pengungkapan dari sistem hukum tersebut tidak substansial.
Disamping kedua penelitian yang telah dipaparkan di atas, terdapat
penelitian lain yang serupa yakni penelitian yang juga menguji corporate
governance dalam pengaruhnya terhadap nilai perusahaan pada pasar
berkembang. Penelitian serupa yang dimaksud adalah penelitian yang dilakukan
oleh Al-Khouri (2005). Dalam penelitiannya, Al-Khouri (2005) menguji pengaruh
pemegang saham eksternal (blockholder) terhadap nilai perusahaan pada 89
perusahaan di bidang industri dan jasa yang terdaftar di Amman Stovk Exchange
(ASE) dengan periode tahun penelitian 1998-2001. Komposisi blockholder di sini
mencakup investor intitusi yang tidak termasuk dalam dewan direksi, investor
institusi yangberada dalam dewan direksi, kepemilikan dewan direksi, kebijakan
dalam perusahaan seperti struktur modal.
Dalam penelitian tersebut untuk variabel independen yang digunakan oleh
Al-Khouri (2005) adalah menggunakan struktur kepemilikan, ukuran perusahaan,
leverage, umur perusahaan, dan dividen. Sedangkan untuk variabel dependennya
menggunakan nilai perusahaan dengan tobin’s q sebagai pengukurannya. Dengan
menggunakan metode analisis korelasi dan analisis regresi sederhana, diperoleh
hasil bahwa regresi sederhana menunjukkan hubungan yang signifikan dan positif
antara kepemilikian dewan direksi terhadap nilai perusahaan dan juga
menunjukkan hasil yang signifikan positif untuk hubungan investor institusi baik
termasuk dalam dewan direksi maupun tidak terhadap nilai perusahaan.
Sedangkan untuk hubungan kepemilikan manajemen terhadap nilai perusahaan
memiliki hubungan yang tidak signifikan. Hal tersebut mengimplikasikan bahwa
kepemilikan dewan direksi maupun investor intitusi meningkatkan nilai
perusahaan dan pemelikian manajemen tidak memiliki pengaruh terhadap
peningkatan nilai perusahaan. Sehingga disimpulkan bahwa penyelesaian agency
problem berdasarkan pemisahan kepemilikan dan pengendalian mungkin tidak
efisien pada perusahaan-perusahaan di Jordania.

32
Kemudian penelitian lain yang sedikit berbeda dengan pemaparan
penelitian-penelitian di atas, dilakukan Meirina (2015) pada perusahaan-perusahan
yang tergabung dalam The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG).
Dalam penelitiannya, Meirina menguji corporate governance dan menambahkan
kualitas pelaporan sebagai variabel independennya. Sedangkan untuk variabel
dependen menggunakan nilai perusahaan dan menambahkan variabel kontrol
dengan menggunakan proksi ukuran perusahaan dan leverage. Meirina (2015)
mendasarkan kualitas pelaporan pada Pedoman Penyajian dan Pengungkapan
Laporan Keuangan Emiten (P3LKE) yang ditetapkan oleh Bappepam pada tahun
2002, dimana perusahaan yang lebih menungkapkan informasi merupakan
perusahaan yang memiliki nilai perusahaan yang rendah. Oleh karena itu
perusahaan yang memiliki nilai perusahaan rendah lebih mengungkapakan
informasi untuk meningkatkan nilai perusahaannya. Peran dari P3LKE disini
adalah memberikan panduan mengenai hal-hal apa saja yang harus dilaporkan dan
diungkapkan dalam laporan keuangan untuk perusahaan yang terdaftar di IICG.
Berkaitan dengan variabel keputusan investasi, keputusan pendanaan dan
kebijakan deviden terdapat beberapa riset terdahulu yakni Hasnawati (2005)
menemukan bahwa keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan. Apabila dikaji melalui teori sinyal (signalling theory), hasil penelitian
beliau mendukung teori tersebut. Pengeluaran modal perusahaan (capital
expendicture) tampak sangat penting dalam upaya meningkatkan nilai perusahaan.
Karena jenis investasi tersebut akan memberi sinyal tentang pertumbuhan
pendapatan perusahaan yang diharapakan di masa yang akan datang, dan mampu
meningkatkan nilai pasar perusahaan yang diproksi melalui return saham
(McConnel dan Muscarella, 1984; Trueman, 1986; Fama dan French, 1998 dalam
Hasnawati, 2005).
Penarikan kesimpulan beliau tersebut didasarkan pada asumsi maksimum
nilai perusahaan akan diperoleh melalui pemilihan investasi yang memberi net
present value positif. Artinya pengeluaran investasi yang dilakukan telah
dipertimbangkan dan dianalisis melalui metode yang ada, dengan kesimpulan
investasi yang dipilih menghasilkan net present value positif. Senada dengan Chan

33
et al. (1990) dalam Hanawati (2005), dan Fama dan French (1998) bahwa
pengeluaran investasi memberi sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di
masa yang akan datang, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator
nilai perusahaan. Hasil penelitian Hasnawati (2005) senada dengan Nasrum
(2013); Rizkia et al (2013).
Haruman (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Keputusan
Keuangan dan Kepemilikan Institusioanl terhadap nilai perusahaan”, menemukan
bahwa kebijakan pendanaan memiliki pengaruh negarif terhadap nilai perusahaan.
Hal ini karena hutang merupakan salah satu sumber pembiayaan yang memiliki
tingkat risiko tinggi. Risiko tersebut berhubungan dengan risiko pembayaran
bunga yang umumnya tidak dapat ditutupi perusahaan. Sehingga risiko tersebut
dapat menurunkan nilai perusahaan.
Selanjutnya keputusan investasi memiliki pengaruh positif terhadap nilai
perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa investasi dapat diindikasikan sebagai
good news bagi investor. Karena investasi ini dapat dijadikan sinyal pertumbuhan
pendapatan dimasa yang akan datang, sehingga peningkatan investasi akan
meningkatkan nilai perusahaan. Kebijakan dividen yang terlalu tinggi dapat
diartikan beberapa investor sebagai ketidakmampuan perusahaan didalam
mengelola free cashflow. Sementara itu, kepemilkan intitusional tidak memiliki
pengaruh terhadap nilai perusahaan.
Hasil berbeda ditunjukkan oleh Juhandi et al (2013); Nasrum (2013);
Rizkia et al (2013) bahwa kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan. Sedangkan kepemiliakn institusional berpengaruh positif terhadap
nilai perusahaan (Juhandi et al, 2013).
Berbeda dengan peneliti sebelumnya, penelitian Herawaty (2008)
menggunakan peran praktek corporate governance sebagai variabel moderating
dari pengaruh earning management terhadap nilai perusahaan. Herawaty (2008)
memaparkan bahwa semakin besar kepemilikan institusional akan semakin
mendorong management untuk melakukan earning management, hal ini
merupakan sesuatu yang bertentangan dengan harapan fungsi dari praktek
corporate governance. Hasil lainnya juga menunjukkan bahwasanya earning

34
management berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan. Namun
penelitian Herawaty (2008) terdapat masalah mengenai kurang teratasinya
multikolinieritas pada model regresi dengan variabel moderating, maka hasil
penelitian ini dirasa kurang sempurna.

2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis


Meningkatnya nilai perusahaan merupakan salah satu tujuan perusahaan.
Optimalisasi nilai perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi
manajemen keuangan. Fungsi dari manajemen keuangan antara lain mengenai
keputusan investasi dan kebijakan dividen. Fungsi dari manajemen keuangan
antara lain mengenai keputusan investasi dan kebijakan dividen. Apabila tingkat
investasi di sebuah perusahaan tinggi, makan akan meningkatkan kepercayaan
investor terhadap perusahaan sehingga berpengaruh pada permintaan saham
perusahaan.
Sementara itu, kebijakan dividen berhubungan dengan berapa banyak
keuntungan yang akan diperoleh pemegang saham. Keuntungan yang akan
diperoleh pemegang saham ini akan menentukan kesejahteraan para pemegang
saham yang merupakan tujuan utama perusahaan. Pada umumnya keuntungan
yang dibagikan melalui dividen direspon positif oleh pasar sehingga menyebabkan
harga saham meningkat.
Penelitian ini nantinya akan menggunakan sampel perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan juga mempertimbangkan perusahaan yang
melakukan pelanggaran atas keterbukaan informasi di pasar modal sesuai
peraturan keuangan Otoritas Jasa Keuangan, maka juga dibutuhkan analisa
penerapan good corporate governance pada perusahaan yang melakukan
pelanggaran. Sebagaimana juga telah diungkapkan bahwa penerapan good
corporate governance merupakan penentu nilai perusahaan. Penerapan good
corporate governance akan melindungi dan meningkatkan nilai pemegang saham,
sehingga investor akan berpeluang besar untuk terhindar dari investasi yang
berisiko tinggi jikaperusahaan tempat berinvestasi mereka memiliki corporate
governance yang tinggi/ bagus. Argumen tewrsebut didukung oleh upenelitian

35
Rashid dan Islam (2013) yang menyatakan bahwa “corporate governance is
associated with the protection of rights for shareholder and stakeholders in a
market”, maka investor akan memiliki penilaian tinggi dan lebih menaruh
kepercayaan tinggi pada perusahaan yang menerapkan mekanisme good corporate
governance. Oleh karena itu, investor memandang perusahaan yang memiliki
penerapan good corporate governance memiliki nilai perusahaan yang tinggi.
Optimalisasi nilai perusahaan merupakan tujuan utama dari perusahaan
(Wahyudi dan Pamestri, 2006).Nilai perusahaan sangat penting karena
mencerminkan seberapa besar perusahaan tersebut dapat memberikan keuntungan
bagi investor. Untuk dapat memaksimalkan nilai perusahaan tersebut maka
manajer dihadapkan pada keputusan keuangan yang meliputi keputusan
investasi, keputusan pendanaan dan keputusan yang menyangkut pembagian laba
(Van Horne, 2001).
Dari penjelasan tersebut, maka dapat dibuat pengkaitan antara tata
kelola, keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen
terhadap nilai perusahaan dengan kerangka pemikiran sebagai berikut:

36
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis Penelitian


2.4.1 Pengaruh Tata Kelola Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan
Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan dengan
sebuah kontrak dimana satu atau lebih (principal) menyewa orang lain sebagai
(agent) untuk melakukan beberapa jasa untuk kepentingan mereka dengan
mendelegasikan beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada agen.
Pemisahan kepemilikan dan pengendalian dalam perusahaan inilah yang
menciptakan agency problem (Jensen Meckling 1976; Fama dan Jensen, 1983).
Teori agensi mampu menjelaskan bagaimana pihak-pihak dalam
perusahaan tersebut berperilaku. Hal tersebut dikarenakan baik pihak principal
maupun agent dalam suatu perusahaan memiliki perbedaan kepentingan yang
merupakan penyebab dari munculnya agency problem. Agent yang dalam hal ini
dipresentasikan sebagai pihak manajer lebih banyak memiliki informasi jika
dibandingkan dengan pihak pemilik (principal). Ketimpangan informasi inilah
yang biasa disebut dengan asimetri informasi. Asimetri informasi ini dapat
menjadi masalah yang serius dalam tataran perusahaan jika tujuan manajer tidak
sejalan dengan tujuan pemegang saham sebagai atau dengan kata lain terjadi
perbedaan kepentingan. Adanya asimetri informasi juga mampu menyebabkan
pemegang saham tidak dapat mengevaluasi kinerja aktual dari manajer.
Dalam mengatasi hal tersebut diperlukan mekanisme corporate
governance. Corporate governance merupakan seperangkat mekanisme yang
dijadikan dasar sebagai pengurang risiko agensi dari asimetri informasi (Asbaugh
et al., 2004). Corporate governance merupakan mekanisme yang mampu
mengatur pengawasan dan kontrol terbaik dalam perusahaan sehingga manajer
dalam pengambilan keputusan didasarkan pada kepentingan pemegang saham.
Dengan semikian corporate governance mampu menciptakan dan meningkatkan
perlindungan kepada pemegang saham serta mengurangi sikap oportunistik dari
seorang manajer, dimana sikap oportunistik ini mampu menurunkan nilai
perusahaan .

37
Dukungan atas hubungan positif corporate governance terhadap nilai
perusahaan juga muncul melalui studi yang telah dilakukan oleh Durnev dan Kim
(2005) yang menemukan bahwa perusahaan dengan tingkat tata kelola dan
transparansi tinggi akan dinilai tinggi pada pasar saham . Dalam penelitian yang
dilakaukan Meirina (2015) juga menemukan bahwa perusahaan yang mengambil
tindakan untuk meningkatkan tata kelola memiliki kinerja harga saham yang baik.
Investor yakin , bahwa penerapan tata kelola yang baik akan memeberikan respon
positif kepada investor yang akan dicerminkan melalui kenaikan harga saham
yang merupakan perwujudan dari nilai perusahaan. Berdasarkan penjelasan ini,
maka hipotesis penelitian adalah:
H1: Implementasi Tata Kelola Perusahaan berpengaruh terhadap Nilai
Perusahaan.

2.4.2 Pengaruh Keputusan Investasi terhadap Nilai Perusahaan.


Menurut signalling theory, pengeluaran investasi memberikan sinyal
positif mengenai pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga
dapat meningkatkan harga saham yang digunakan sebagai indikator nilai
perusahaan. Untuk meningkatkan nilai perusahaan nilai perusahaan diperlukan
investasi diperlukan investasi guna memperlancar proses operasi, berupa investasi
pada aktiva. Selanjutnya, investasi perusahaan dapat didanai dari sumber internal
antara lain dividen dan sumber eksternal.
Sementara itu, komposisi aktiva perusahaan harus seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan. Jika suatu perusahaan kekurangan aktiva, maka perusahaan
akan mengalami kesulitan dalam memenuhi keinginan konsumen sehingga
perusahaan akan kehilangan konsumen potensial, dan jika perusahaan memilki
aktiva tetap yang berlebihan maka perusahaan akan mengalami idle fixed assets
(aktiva yang tidak terpakai) sehingga akan menambah biaya bagi perusahaan,
diantaranya biaya perawatan (Haruman, 2007).
Myer (1997) menemukan bahwa nilai perusahaan yang dibentuk melalui
indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang investasi dan
pengeluaran discretionary (biaya promosi, pendidikan dan latihan karyawan, riset

38
dan pengembangan) di masa yang akan datang. Efek langsung keputusan investasi
terhadap nilai perusahaan merupakan hasil yang diperoleh dari kegiatan investasi
itu sendiri melalui pemilihan proyek atau kebijakan lainnya seperti menciptakan
produk baru, penggantian mesin yang lebih efisien, pengembangan research dan
develpoment. Pengeluaran modal perusahaan (capital expenditure) sangat penting
untuk meningkatkan nilai karena jenis investasi tersebut memberikan sinyal
tentang pertumbugan pendapatan perusahaan yang diharapkan di masa yang akan
datang dan mampuy meningkatkan nilai pasar perusahaan yang diproksikan
melalui return saham (Fama, 1998).
Sementara itu, Hasnawati (2005) menemukan bahwa keputuan investasi
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Haruman (2007) menemukan
bahwa keputusan investasi (TA Growth) berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan. Apabila tingkat investasi di sebuah perusahaan tinggi, maka akan
meningkatkan penelitian Myer (1997), Fama (1978). Selain itu, hasil penelitian
beliau mendukung signalling theory. Investasi yang tinggi merupakan sinyal
pertumbuhan pendapatan perusahaan di masa yang akan datang. Sinyal tersebut
akan ditanggapi investor sebagai good news yang nantinya akan mempengaruhi
persepsi investor terhadap kinerja perusahaan yang akhirnya akan mempengaruhi
nilai perusahaan. Berdasarkan penjelasan ini, maka hipotesis penelitian adalah:
H2: Keputusan Investasi berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan.

2.4.3 Pengaruh Keputusan Pendanaan terhadap Nilai Perusahaan.


Menurut Brigham dan Houston (2001), peningkatan hutang diartikan
oleh pihak luar tentang kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban
dimasa yang akan datang atau adanya risiko bisnis yang rendah, hal
tersebut akan direspon positif oleh pasar. Terdapat dua teori mengenai
keputusan pendanaan. Pandangan tersebut diwakili oleh Pecking Order Theory
dan Tradeoff Theory. Pecking Order Theory menetapkan suatu urutan
keputusan pendanaan dimana manajer pertama kali akan memilih untuk
menggunakan laba ditahan, hutang dan penerbitan saham sebagai pilihan terakhir
(Mamduh, 2004). Menurut Bringham (1999), perusahaan lebih menyukai

39
menggunakan hutang dibandingkan dengan mengeluarkan saham baru karena
biaya yang ditimbulkan dari hutang lebih sedikit dibandingkan dengan biaya yang
terjadi bila menerbitkan saham baru.
Tradeoff Theory menyatakan bahwa struktur modal yang optimum dapat
dicapai apabila terdapat manfaat atas penggunaan leverage atau utang.
Berdasarkan Tradeoff Theory, tingkat leverage dipengaruhi oleh tingkat
pertumbuhan perusahaan. Sesuai dengan Tradeoff Theory, perusahaan yang
memiliki tingkat pertumbuhan tinggi cenderung untuk membiayai
investasinya dengan mengeluarkan saham, karena harga sahamnya relatif
tinggi. Alasan lainnya adalah karena perusahaan yang tingkat pertumbuhannya
tinggi cenderung menanggung cost of financial distress yang besar,
karena memiliki risiko kebangkrutan yang tinggi. Dengan demikian, tingkat
pertumbuhan berhubungan negatif dengan tingkat leverage.
Masulis (1980) dalam Wijaya dan Bandi (2010) melakukan penelitian
dalam kaitannya dengan relevansi keputusan pendanaan, menemukan bahwa
terdapat kenaikan abnormal returns sehari sebelum dan sesudah peningkatan
proporsi hutang, sebaliknya terdapat penurunan abnormal returns pada saat
penurunan proporsi hutang.
Fama dan French (1998) menemukan bahwa investasi yang dihasilkan
dari leverage memiliki informasi positif tentang perusahaan di masa yang akan,
selanjutnya berdampak positif pada nilai perusahaan. Hasnawati (2005)
menemukan bahwa keputusan pendanaan mempengaruhi nilai perusahaan secara
positif sebesar 16%. Berdasarkan penjelasan ini, maka hipotesis penelitian
adalah:
H3: Keputusan Pendanaan berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan.

2.4.4 Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan.


Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan seberapa besar
laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang
saham sebagai dividen kas atau disimpan dalam bentuk laba ditahan
sebagai sumber pendanaan perusahaan (Brigham dan Houston, 2003). Rasio

40
pembayaran dividen (divident payout ratio) akan menunjukkan persentase
laba perusahaan yang dibagi kepada pemegang saham biasa dalam bentuk
dividen kas.
Hasnawati (2008) menemukan bahwa kebijakan dividen secra positif
mempengaruhi nilai perusahaan sebesar 23,04%. Pembayaran dividen sebagai sinyal
mengenai prospek perusahaan dimasa mendatang. Sealain itu, terdapat karater
investor Indonesia yang lebih menginginkan kepastian pendapatan dalam bentuk
dividen darai pada expected return atas investasi. Temuan Hasnawati (2008) sesuai
dengan dividen signaling theory yang dicetuskan oleh Bhattacharya (1979). Teori
yang menjelaskan bahwa informasi tentang cash dividend yang dibayarkan dianggap
investor sebagai sinyal prospek perusahaan di masa mendatang. Temuan Wahyudi
dan Bandi (2010) senada dengan Hasnawati (2008) bahwa kebijakan dividen
mempengaruhi nilai perusahaan secara positif.
Berdasarkan penjelasan dan hasil penelitian tersebut, maka dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
H4: Kebijakan Dividen berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan.

41
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan perencanaan operasional yang mengatur latar
(setting) penelitian agar penelitian memperoleh data yang tepat sesuai dengan
karakteristik variabel dan untuk menentukan strategi analisis data sesuai dengan
tujuan penelitian. Desain penelitian juga digunakan sebagai acuan dalam
mengadakan penelitian. Desain penelitian juga digunakan sebagai acuan dalam
mengadakan penelitian. Adapun rencana penelitian yang dipakai pada peelitian ini
adalah penelitian eksplanasi (explanatory research). Penelitian eksplanasi adalah
penelitian yang bertujuan menganalisis hubungan antara satu variabel dengan
variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Arikunto
(2006), penelitian kuantitatif dituntut menggunakan angka dari mengumpulakn
data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan hasilnya. Penelitian ini
merupakan time series research yakni penelitian dengan pengamatan terhadap
obyek penelitian pada berbagai titik waktu. Titik waktu yang digunakan adalah
tahun 2014 – 2016. Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis
pengukuran rasio dan interval melalui komponen-komponen tata kelola
perusahaan, keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan deviden.

3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel


Populasi penelitian ini terdiri dari perusahaan-perusahaan yang ikut dalam
dalam pemeringkatan corporate governance index (CGPI) pada tahun 2014-2016
serta terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kriteria pemilihan sampel yang
ditetapkan peneliti sebagai berikut:
1. Perusahaan yang terdaftar di BEI dan Corporate Governance
Perception Index selama periode 2014-2016.
2. Perusahaan manufaktur yang memiliki laba positif selama periode
2014-2016.

42
3. Perusahaan yang membagikan dividen kas selama periode
penelitian.periode penelitian ini selama tahun 2014-2016.
4. Perusahaan yang memiliki pertumbuhan aktiva selama periode 2014-
2016.
3.3 Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional Variabel
Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel untuk melakukan analisis
data. Variabel tersebut teriri dari variabel terikat (dependen variable) dan variabel
bebas (independen variabel). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah nilai
perusahaan, sedangkan variabel independen dalam penelitian ini menggunakan
tata kelola perusahaan, keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan
deviden.
3.3.1 Variabel Dependen
1) Nilai Perusahaan
Menurut Kown dan Arthur (2008) nilai perusahaan merupakan nilai pasar
atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar. Harga yang
bersediadibayar oleh calon pembeli diartikan sebagai harga saham atas
perusahaan itu sendiri. Di bursa saham, harga saham berarti harga yang bersedia
dibayar oleh investor untuk setiap lembar saham perusahaan. Oleh karenanya
dapat dikatakan bahwa nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap
perusahaan yang selalu diartikan dengan hargasaham dan tujuan utama dari
perusahaan adalah mengembangkan kegiatan usahanya dengan memaksimalkan
nilai perusahaan.
Dalam penelitian ini, nilai perusahaan diukur dengan price to book value
(PBV) periode tahun (t+1). Rasio harga saham terhadap nilai buku perusahaan
atau price book value (PBV), menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan
menciptakan nilai relatif terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. PBV yang
tinggi mencerminkan harga saham, semakin berhasil perusahaan menciptakan
nilai bagi pemegang saham. Keberhasilan perusahaan menciptakan nilai tersebut
tentunya memberikan harapan kepada pemegang saham berupa keuntungan yang
lebih besar pula (Hartono, 2013). Menurut Brigham dan Houston (2001) PBV
merupakan rasio yang mengukur nilai yang yang diberikan pasar keuangan

43
kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang
terus tumbuh dan diproksikan dengan:
Ps
𝑃𝐵𝑉 =
BVS

Keterangan:
PBV = Price to Book Value
Ps = Market price of share
BVS = Book value of share
BVS digunakan untuk mengukur nilai shareholder equity atas setiap
saham, dan besarnya nilai BVS dihitung dengan cara membagi total sahreholder
equity dengan jumlah saham yang beredar. Perhitungan variabel dependen ini
menggunakan log t+1 yaitu menggunakan data periode satu tahun mendatang.

3.3.2 Variabel Independen


1) Tata Kelola Perusahaan
Tata Kelola Perusahaan merupakan seperangkat sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi
para pemangku kepentingan. Berdasarkan alasan tersebut dalam penelitian ini
menggunakan variabel bebas tata kelola perusahaan sebagai variabel yang
mampu mempengaruhi reputasi suatu perusahaan. Tata kelola perusahaan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah terkait dengan penerapan dari tata kelola
perusahaan itu sendiri yang dinilai oleh lembaga independen.
Penilaian terhadap penerapan nilai tata kelola perusahaan pada perusahaa
yang diteliti dalam penelitian ini, menggunakan ukuran hasil riset The Indonesian
Institute for Corporate Governance (IICG) tahun 2014-2016. Adapun ukuran
tersebut adalah Corporate Governance (IICG). Corporate Governance
Perception Index (CGPI) adalah pemeringkatan penerapan tata kelola perusahaan
untuk perusahaan publik yang tercatat di BEI. Pemeringkatan CGPI terbaik di
desain menjadi tiga berdasarkan tingkat kepercayaan, yang dapat dijelaskan

44
menurut skor penerapan konsep tata kelola perusahaan seperti tertera pada tabel
3.1 berikut:
Tabel 3.1 Kategori Pemeringkatan CGPI
Skor Tingkat Kepercayaan
55 – 69 Cukup Terpercaya
70 – 84 Terpercaya
85 – 100 Sangat terpercaya

2) Keputusan Investasi
Keputusan Investasi ialah Keputusan menyangkutkan harapannya pada
jumlah laba memperoleh dari indikator di masa mendatang. gunakan rasio Price
Earning Ratio(PER), PER menunjuk bandingan antar closing price dengan laba
per lembar saham (earnings per share). Wijaya dan Wibawa (2010) dalam
Rahmawati dan Diana (2018) rumusnya PER sebagai berikut:

Harga saham
𝑃𝐸𝑅 = × 100%
𝐸𝑃𝑆
Keterangan :
PER: Price Earning Ratio
EPS : Earning Per Share
Satuan pengukuran PER adalah persen (%)
3) Keputusan Pendanaan
Keputusan pendanaan didefinisikan sebagai keputusan yang menyangkut
komposisi pendanaan yang dipilih oleh perusahaan (Hasnawati, 2005).Keputusan
pendanaan dalam penelitian ini dikonfirmasikan melalui Debt to Equity
Ratio (DER). Rasio ini menunjukkan perbandingan antara pembiayaan dan
pendanaan
melalui hutang dengan pendanaan melalui ekuitas (Brigham dan Houston, 2001).
Wijaya dan Wibawa (2010) dalam Rahmati dan Diana (2018) merumuskan
sebagai berikut :
Dividen per share
𝐷𝑃𝑅 = × 100%
𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑟 𝑠ℎ𝑎𝑟𝑒

45
Keterangan :
DPR: Dividend Payout Ratio
Satuan pengukuran DPR adalah persen (%)
4) Kebijakan Deviden
Kebijakan dividen adalah keputusan tentang seberapa banyak laba saat ini
yang akan dibayarkan sebagai dividen daripada ditahan untuk diinvestasikan
kembali dalam perusahaan (Brigham dan Houston, 2001). Kebijakan dividen
dalam penelitian ini dikonfirmasi dalam bentuk Dividend Payout Ratio (DPR).
Menurut Brigham dan Houston (2001), rasio pembayaran dividen
adalah persentase laba yang dibayarkan kepada para pemegang saham dalam
betuk kas.Wijaya dan Wibawa (2010) dalam Rahmawati dan Diana (2018)
merumuskan sebagai berikut :
Total hutang
DER = × 100%
Total ekuitas
Keterangan :
DER : Debt to Equity Ratio
Satuan pengukuran DER adalah persen (%)

3.4 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih & digunakan oleh
peneliti dalam melakukan kegiatannya untuk mengumpulkan data agar kegiatan
tersebut menjadi sistematis & dipermudah olehnya. Teknik pengumpulan data
berkaitan dengan penelitian ini ialah dengan menggunakan metode dokumentasi
laporan keuangan, laporan keuangan tahunan. Data tersebut diperoleh melalui
situs BEI www.idx.co.id. Data mengenai Corporate Governance diperoleh Index
Corporate Governance yang merupakan pengumuman hasil survey yang
dilakukan oleh Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG), diperoleh
dari majalah SWA.

3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian dilakukan di The Indonesian Institute for Corporate
Governance (IICG) untuk pengambilan data Corporate Governance Perception

46
Index (CGPI) tahun 2014-2016 dan Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan
pengambilan data berupa laporan keuangan tahunan untuk periode 2014-2016.

3.6 Prosedur Pengumpulan Data


Prosedur pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumentasi,
yaitu peneliti menelaah dan menganalisis data-data dari lembaga resmi yang
mempublikasikan data dari sumber primer. Arikunto (2006) menyebutkan metode
dokumentasi adalah mencari data berupa catatan, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya. Data penelitian ini
menggunkan informasi CGPI dan laporan tahunan perusahaan yang dijadikan
sampel. Laporan tahunan diperoleh dari website perusahaan sampel maupun Bursa
Efek Indonesia (BEI) dan CGPI diperoleh dari IICG. Jenis data penelitian berupa
data kuantitatif berupa laporan tahunan perusahaan untuk periode 2014-2016 dan
Corporate Governance Perception Index (CGPI) untuk tahun 2014-2016.

3.7 Teknik Analisis


Dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan alat bantu
SPSS (Statistical Packages for Social Sciences). Analisi regresi tersebut
digunakan untuk menguji pengaruh tata kelola perusahaan yang diproksikan
dengan Corporate Governance Perception Index (CGPI) dan kualitas pelaporan
keuangan yang diproksikan dengan skor kualitas pengungkapan terhadap nilai
perusahaan. Adapun persamaan regresinya adalah sebagai berikut:
FV = α0 + β1CGPIjt + β2KIjt + β3KPjt + β4KDjt + Ɛjt
Keterangan:
FV : Nilai Perusahaan
CGPI : Indeks Tata Kelola Perusahaan
KI : Keputusan Investasi
KP : Keputusan Pendanaan
KD : Kebijakan Deviden
Ɛ : error (faktor lain diluar model).

47
3.7.1 Analisis Statistik Deskriptif
Analsis statistik deskriptif dapat menggunakan beberapa cara. Antara lain adalah
menggunakan distribusi frekuensi merupakan dasar bagi statistik deskriptif dan
menjadi prasyarat untuk membuat grafik serta untuk menggambarkan seperangkat
data. Tendensi sentral adalah nilai rata-rata dari setiap distribusi data. Contoh
bilangan dalam tendensi sentral adalah mean, median, dan modus. Dispersi adalah
distribusi nilai dalam kaitannya dengan kategori-kategori khusus. Pengukuran
variasi dalam dispersi diantaranya adalah range, mean, standar deviasi, dan
dispersi deviasi (Sarwono, 2012).

3.7.2 Uji Asumsi Klasik


Pengujian asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui dan menguji
krlayakan atas model regresi yang digunakan dalam penelitian ini. Pengujian ini
dimaksudkan untuk memastikan bahwa di dalam model regresi yang digunkan
tidak terdapat multikolinieritas dan heteroskedastisitas serta untuk memastikan
bahwa data yang dihasilkan berdistribusi normal (Ghozali, 2011).
1) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar
maka uji statistik menjadi titik valid untuk jumlah sampel kecil. Pada prinsipnya
normalitas dapatdideteksi dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar
pengambilan keputusan:
(1) Jika data menyebar di sekitar garisdiagonal dan mengikuti arah garis
diagonal atau grafik histogramnyamenunjukkan pola distribusi normal,
mak model regresi memenuhi asumsi normalitas.
(2) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis
diagonal atau grafik histogram, tidak menunjukkan pola distribusi normal
maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan kalau tidak hati-hati secara
visual kelihatan normal, padahal secara statistik bisa sebaliknya. Oleh sebab
itu dianjurkan disamping uji grafik dilengkapi dengn uji statistik. Uji statistik

48
lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji
statistik non-parametik Kolmogorov Smirnov Test. Tingkat kesalahan (α)
yang diterapkan adalah sebesar 0,05 (α = 5%). Penarikan kesimpulan
dilakukan mal.
normal. Sebaliknya, jika nilai signifikansi < 0,05 , maka data tidak
terdistribusi secara normal.
2) Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model yang baik seharusnya
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Untuk
mengidentifikasi ada tidaknya gejala multikolinieritas dapat dilakukan dengan
menghitung variance inflation factor (VIF). Apabila nilai tolerance < 0,10 dan
VIF> 10, maka variabel bebas mengalami gejala multikolinieritas, yang berarti
bahwa terdapat korelasi diantara variabel bebas. Untuk mengatasi gejala tersebut,
maka salah satu variabel bebas yang berkorelasi harus dihilangkan karena sudah
terwakili oleh variabel bebas lain sehingga tidak dibutuhkan dalam model regresi.
Ukuran sampel yang terlalu kecil juga dapat menimbulkan gejala
multikolinieritas sehingga harus memperbesar ukuran sampel.
3) Uji Autokorelasi
Uji autokolerasi dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi terjadi gejala
autokorelasi atau tidak. Gejala autokorelasi adalah adanya korelasi pada varians
error antar periode. Gejala ini menyebabkan terjadinya interkorelasi diantara
observasi yang berurutan sehingga hasil regresi menjadi tidak efisien karena
varians tidak minimum dan menjadikan tes signifikan tidak akurat. Untuk melihat
ada tidaknya gejala autokorelasi dapat dilihat dari besarnya angka Durbin-Watson
(DW) yang dihasilkan. Kriteria pengujian untuk mengetahui ada tidaknya gejala
autokorelasi adalah sebagai berikut:
(1) Jika diantara du (batas atas) < DW< (4-du) berarti tidak terjadi autokorelasi.
(2) Jika DW < batas bawah (d1) berarti terjadi autokorelasi positif.
(3) Jika DW > (4-d1) berarti terjadi autokorelasi negatif.

49
(4) Jika d1 < DW < du dan 4-du < DW < 4-d1 berarti tidak dapat diketahui
terjadi autokorelasi atau tidak.
4) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Jika variance dari residual satu pengamatan lain tetap, maka disebut
Homoskedastisitas. Model regresi yang baik yang Homoskedastisitas atau tidak
terjadi Heteroskedastisitas.
Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan
melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terkait (dependen) yaitu ZPRED
dengan residualnya SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah
diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang
telah distandardized. Dasar analisis uji autokorelasi adalah sebagai berikut:
(1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titi yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastistas.
(2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas,
3.6.3 Pengujian Hipotesis
Analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan
variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen, dengan tujuan
untuk mengestimasi dan atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata
variabel dependen berdasarkan nilai variabel yang diketahui. Menurut Ghozali
(2011) ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur
dari Goodness of fitnya. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai
koefisien determinasi, nilai statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam
daerah kritis (daerah dimana H0 ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila
nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima.
1) Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabeldependen. Nilai koefisien

50
determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti
kemampuan variabel-variabel independendalam menjelaskan variabel-
variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan
untuk memprediksi variabel-variabel dependen.
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap
jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiapp
tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli
apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen. Oleh karena itu, banyak peneliti menganjurkan untuk
menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi mana model regresi
terbaik. Tidak seperti R2 nilai Adjusted R2, nilai Adjusted R2 dapat naik atau
turun apabila satu variabel independen ditambahkan kedalam model.
2) Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t dilakukan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel independen secara individual dependen (hipotesis diterima).
Uji t dapat juga dilakukan dengan melihat nilai signifikan t masing-masing
variabel pada output hasil regresi menggunakan SPSS dengan significance
level 0,05 (α = 5%). Kriteria keputusannya adalah:
(1) H0 ditolak jika signifikan t > 0,05, maka Ha diterima yang berarti bahwa
secara individual variabel independen tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen.
(2) H0 tidak ditolak jika signifikan t < 0,05, maka Ha ditolak yang berarti
bahwa secara individual variabel independen mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen.
3) Uji Statistik F
Pengujian ini bertujuan untuk menunjukkan apakah semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen. Dengan tingkat signifikan sebesar 5% maka kriteria
pengujian adalah sebagai berikut:

51
(1) Bila nilai signifikan f < 0.05, maka H0 diterima, artinya terdapat pengaruh
yang signifikan antara semua variabel independen terhadap variabel
dependen.
(2) Apabila nilai signifikan f > 0.05, maka H0 diterima, artinya keenam
variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

52
Daftar Pustaka
Al Khouri, Ritab.2005. “Corporate Governance and Firm Value in Emerging
Markets: The Case of Jordan.” Corporate Governance: A Global
Perspective Advance in Financial Economic. Vol. 11, pp.31-50
Ararat M, Black B.S, Yurtoglu B.B. 2016. “The Effect of Corporate Governance
on Firm Value and Profitability: Time-series evidence from Turkey”.
Journal of Emerging Market. Vol 30, pp 113-132.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Asbaugh, H., Collins, D. dan LaFond, R. 2004. “Corporate Governance and the
Cost of Equity Capital.” Madison: Working Paper, University of lowa and
University of Wisconsin.
Barth, M.E., Landsman, W.R. dan Lang, M. 2008. “ Internal Accounting Standart
and Accounting Quality. Journal of Accounting Research, 46, pp. 467-498.
Brigham, E.F., dan J. F. Houston. 2001. Manajemen Keuangan. Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Connelly J.T, Limpaphayon P, Nguyen H.T, Tran T. D. 2017. “A Tale Of Two
Cities: Economic Development, Corporate Governance and Firm Value in
Vietnam”. Business and Finance Journal. Vol. 42, pp 102-123.
www.scientdirect .com
Connely, et al. 2011. “Signalling Theory: a Review and Assessment.” Journal of
Management Vol. 37 No.1.
Deegan, Craig. 2007. Financial Accounting Theory 2nd edition. Australia: Mc
Graw-Hill Australia Pty Limited.
Fama, E dan French, Kenneth R.,2000, “Testing Tradeoff and Pecking Order
Predictions About Dividen and Debt”,Working Paper, University of
Chicago. http://papers.ssrn.com/paper.taf?abstract_id=199431.
Fenander, Gany Ibrahim. 2012. “Pengaruh Keputusan Investasi, Keputusan
Pendanaan, dan Kebijkan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan”. Skripsi.
UNDIP.

53
Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang.
Haryono, S. 2005. “Struktur Kepemilikan Dalam Bingkai Teori Keagenan”.
Jurnal Akuntansi & Bisnis. Vol 5, No. 1, hal 63-71.
Hasnawati, S. 2005. “Dampak Set Peluang Investasi terhadap Nilai Perusahaan
Publik di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia.
Vol. 9 No. 2, Hal. 117-126.
Hasnawati, S. 2008. “Analisis Dampak Kebijakan Dividen terhadap Nilai
Perusahaan Publik di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Akuntansi dan Auditing
Indonesia. Vol.13 No.2, Hal. 312-322.
Herawaty V, 2008. “Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating
Variable Dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai
Perusahaan”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 10, No. 2, Hal. 97-
108.
Husnan, Suad dan Enny Pudjiastuti. 2004. Dasar-dasar Manajemen Keuangan,.
Yogyakarta: BPFE.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2007. Standar Akuntansi Keuangan Edisi 2007.
Salemba Empat: Jakarta.
Ilhan C, Ekrem T, Geoffrey W, Mehmet Demirbag, Selim Zaim. 2018. “Corporate
Governance and Firm Perfomance In Emerging Markets: Evidence from
Turkey”. Journal of Business. Vol 28, pp 90-103. www.scientdirect.com
Jensen, Michael C. Dan Meckling, William H. 1976. “Theory of The Firm:
Managerial Behaviour, Agency Costs and Ownership Stucture”. Journal of
Financial Economics Vol. 3, pp, 305-360
Juhandi N, Sudarman M, Aisjah S, DAN Rofiaty. 2013. “The Effects of Internal
factors and Stock Ownership Strusture on Dividend Policy on Company’s
Value (A Study on Manufacturing Companies Listed on the Indonesia
Stock Exchange (IDX). International Journal of Business and
Management Investment. Vol. 2, pp 06-18
Keown dan Arthur. 2008

54
M, Reny Dyah Retno. 2012. “Pengaruh Good Corporate Governance Dan
Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan
(Studi Pada Perusahaan YangTerdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode
2007-2010”. Jurnal Nominal. Vol. 1 No.1, www.googlescholar.com.
Meirina, Dianita. 2015. “Pengaruh Implementasi Tata Kelola Perusahaan Dan
Kualitas Pelaporan Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada
Perusahaan yang Terdaftar dalam Corporate Governance perception Index
periode 2011-2013)”. Tesis. Magister Akuntansi. UNDIP.
Rahmawati, Diah, Diana, Nur. 2018. “Faktor Yang Mempengaruhi Nilai
Perusahaan”.Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol. 07 No.03,
www.googlescholar.com
Rizkia et,al. 2013. “Effect of Management Ownership, Financial Leverage,
Profitability, Firm Size, and Invesment Opportunity on Devidend Policy
and Firm Value”. Research Journal of Finance and Accounting. Vol. V,
No.11 pp.120-130.
Scott, W. R. 2003. Financial Accounting Theor 4th Edition. Canada Inc: Pearson
Education.
Seikh Shahbaz. 2017. “Corporate Social Responsibility, Product Market
Competition, and Firm Valu. Journal of Economics and Business.
www.scientdirect.com
Siagian, Ferdinand, Sylvia V. Siregar, dan Yan Rahadian.2013. “ Corporate
Governance Reporting Quality, and Firm Value: Evidence From
Indonesia”.Journal of Accounting in Emerging Economics, Vol. 3, pp 4-
20, www.emeraldinsight.com
Stigbauer, Markus dan Patrict Velte. 2012. “Impact of Soft Law Regulation by
Corporate Governance Codes on Firm Valuation: The Case of Germany”.
International Journal of Business in Society. Vol. 14, pp. 395-406,
www.emeraldinsight.com
Taghian M, D’Souza C, Polonsky M. 2015. “A Stakeholder Approach to
Corporate Social Responsibility, Reputation, and Business Perfomance”.

55
Social and Responsibility Journal, Vol. 11, pp 340-363.
www.emeraldinsight.com
Yuen K.F, Thai V.V, Wong Y.D, Wang Xuqin. 2018. “Interaction Impacts of
Corporate Social Resposibility and Service Quality on Shipping Firms
Perfomance”. Transportation Journal. Part A113, pp 397-409.
Yulianto, Ahmad Rudi. 2014. “Pengaruh Keputusan Investasi, Kebijakan Dividen
Dan Earnings Manajemen Terhadap Nilai Perusahaan Dengan
Kepemilikan Institusional Sebagai Variabel Pemoderasi”. Tesis. Magister
Akuntansi. UNDIP.

56

Anda mungkin juga menyukai