2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Surimi
Surimi merupakan konsentrat protein miofibril terstabilkan yang diperoleh
dari daging ikan lumat setelah mengalami proses pencucian dengan air dingin dan
atau dicampurkan dengan bahan cryoprotectant. Surimi belumlah menjadi produk
jadi, namun dapat diolah lagi menjadi variasi produk pangan, yakni dari
kamaboko tradisional hingga menjadi produk seafood substitusi (Park JW 2005).
Teknologi surimi dan daging lumat memungkinkan untuk diterapkan dalam
pemanfaatan ikan bernilai ekonomis rendah. Saat ini surimi secara komersial telah
diproduksi secara mekanis. Pabrik surimi dapat ditemukan di beberapa lokasi di
Indonesia (Irianto dan Soesilo 2007).
Rangkaian proses ikan menjadi surimi terdiri dari tahap preparasi,
pemisahan daging (filleting), pelumatan, pencucian, penyaringan dan pemerasan.
Setelah tahap pemerasan dihasilkan surimi mentah (raw surimi), yang dikenal
sebagai na-na surimi. Adapun surimi beku (atau frozen surimi) adalah surimi yang
telah dicampur dengan bahan anti-denaturasi (cryoprortectant) dan selanjutnya
dibekukan. Berdasarkan kandungan garamnya surimi beku dibedakan menjadi dua
jenis yaitu mu-en surimi (surimi tanpa garam) dan ka-en surimi (surimi dengan
garam) (Suzuki 1981).
Beberapa proses pengolahan produk berbasis surimi beserta contohnya
antara lain proses pengukusan/pemasakan (kamaboko, hanpen, dan naruto),
proses penggorengan (tempura dan satsumage), proses pemanggangan (chikuwa)
dan proses olahan lain (sosis ikan dan ham ikan).
Pada proses pembuatan surimi, pencucian merupakan tahapan penting
untuk menghilangkan lemak, darah, enzim, protein sarkoplasma yang dapat
menghambat pembentukan gel, meningkatkan kemampuan pembentukan gel, dan
menghambat denaturasi protein akibat pembekuan (Suzuki 1981). Banyaknya
proses pencucian dalam produksi surimi dengan kualitas yang baik ditentukan
oleh jenis, komposisi, dan kesegaran bahan baku ikan. Proses pencucian juga
sangat bermanfaat untuk meningkatkan konsentrasi protein miofibril sehingga
kualitas surimi tergolong tinggi (Lanier dan Lee 1992).
5
surimi yakni jenis ikan, musim dan kematangan gonad ikan, serta tingkat
kesegaran mutu ikan. Adapun faktor eksternal yang dimaksud antara lain adalah
proses pemanenan, penanganan ikan, mutu air, lama proses dan suhu pengolahan,
frekuensi dan besar perbandingan air pencucian, nilai pH dan salinitas (Park dan
Morrissey 2000).
Japanese Association of Refrigeration menganjurkan kondisi suhu
penyimpanan surimi beku yang baik yakni berkisar antara -23°C hingga -25°C
(Matsumoto dan Noguchi 1992). Derajat kelarutan protein daging ikan bisa
dipengaruhi oleh penyimpanan beku, dimana penurunan derajat kelarutan protein
menjadi indikasi telah terjadinya denaturasi yang menyebabkan daging ikan
menjadi lebih keras, kering, dan berongga (Winarno 1997).
Surimi yang bermutu tinggi harus berasal dari bahan baku yang segar,
dimana protein yang terkandung dalam ikan tidak mengalami denaturasi. Surimi
memiliki beberapa sifat fungsional penting seperti kemampuan pembentukan gel
(gel forming) dan kapasitas mempertahankan air (water holding capacity). Sol
surimi diperlakukan pada suhu awal 40°C selama 30 menit kemudian dipanaskan
7
pada suhu 90°C selama 20 menit. Gel yang terbentuk bisa disimpan dalam air es
selama 24 jam pada suhu 4°C sebelum dianalisis (Zhou et al. 2006).
Sirip
ekor
Mulut
Sirip anal
Sirip ventral
Sirip pektoral
Gambar 1 Ikan nila (Oreochromis niloticus) (Anonim 2007)
Keunggulan yang dimiliki oleh ikan nila, antara lain toleran terhadap
lingkungan (hidup di air tawar dan payau pada kisaran pH 5-11), pertumbuhannya
cepat, dapat dipijahkan setelah umur 5-6 bulan dan dapat dipijahkan kembali
8
setelah 1-1,5 bulan kemudian, serta tahan terhadap kekurangan oksigen dalam air
(Suyanto 1994).
Nilai rendemen daging ikan nila (skinless) 21,49 ± 5,64% dan nilai
rendemen surimi ikan nila dengan frekuensi pencucian 1 kali 15,54% (Afriwanty
2008). Struktur daging ikan nila mempunyai komponen pigmen yang tinggi dan
kandungan lemak non-struktural yang dapat menyebabkan bau amis dan
berlumpur dengan intensitas yang tinggi. Kehadiran komponen-komponen
tersebut bisa mempengaruhi rasa dan warna produk daging ikan nila selama
penyimpanan dan juga bisa mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen. Proses
pereduksian protein sarkoplasma, lemak, sisa darah, dan materi-materi lain dari
daging yang larut dalam air melalui proses pencucian telah dan masih terus diteliti
(Park,Lin dan Yongsawatdigul 1997).
2.4.2 Miofibril
Protein miofibril merupakan bagian terbesar dalam jaringan daging ikan
yang bersifat larut dalam larutan garam. Protein miofibril berperan penting dalam
penggumpalan dan pembentukan gel pada saat pengolahan (Rahayu et al. 1992).
Penyusun utama protein miofibril adalah aktin (hampir 20% dari total miofibril)
dan miosin (sebesar 50-60% dari total protein miofibril) (Suzuki 1981). Miosin
bersifat kurang stabil dibandingkan dengan aktin (Eskin et al. 1971). Miosin
merupakan protein esensial untuk peningkatan elastisitas gel protein
(Zayas 1997).
Struktur kimia miosin terdiri dari enam sub-unit polipeptida, dua rantai
besar dan empat rantai ringan membentuk suatu molekul asimetris dengan dua
kepala berbentuk globular terkait tangkai α-heliks panjang yang dapat mengikat
aktin dan berisi enzim ATP-ase aktif. Bagian heliks miosin memiliki dua engsel
yang memudahkan untuk berikatan dengan aktin. Bagian kepala terdapat 27 dari
40 golongan sulfhidril yang kaya residu asam amino hidrofilik, sedangkan bagian
tangkai berisi kelompok rantai yang sisinya bermuatan seperti residu arginil,
glutamil dan lisinil. Struktur kimia aktin berupa monomer-monomer (G-aktin)
atau dalam bentuk ikatan (F-aktin), yang dalam bentuk jaringan otot berbentuk
filamen heliks ganda dan terdiri dari monomer globular (Suzuki 1981).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat gel aktomiosin pada ikan adalah
konsentrasi protein, pH, kekuatan ion, waktu dan suhu pemanasan. Penurunan pH
10
2.4.3 Stroma
Protein stroma merupakan bagian protein yang paling sedikit, membentuk
jaringan ikat dan bersifat tidak larut air, larutan asam, alkali atau larutan garam
netral pada konsentrasi 0,01-0,1 M. Protein stroma terdapat pada bagian luar sel
otot (Suzuki 1981). Protein stroma terdiri dari protein ekstraseluler, yaitu
kolagen, retikulin, dan elastin serta komponen pendukung lainnya
(Nakai dan Modler 2000).
Bila jaringan penghubung yang mengandung sebagian besar kolagen
dipanaskan dalam waktu yang lama, kolagen berubah menjadi gelatin. Pada saat
yang sama, sebagian besar jaringan penghubung akan hilang dan daging ikan
terpisah dengan miomer. Ikan yang berdaging gelap memiliki stroma lebih banyak
dibandingkan ikan berdaging putih (Hashimoto et al. 1979 dalam Suzuki 1981).
suatu protein terdenaturasi, susunan tiga dimensi khas dari rantai polipeptida
terganggu dan molekul tersebut terbuka menjadi acak (Gambar 2), namun tanpa
ada kerusakan pada struktur kerangka kovalen (struktur primer) (Lehninger 1982).
2.6 Cryoprotectant
Cryoprotectant digunakan untuk menghambat terjadinya denaturasi
protein selama pembekuan dan penyimpanan beku. Cryoprotectant mampu
menginaktifkan kondensasi dengan cara mengikat molekul air melalui ikatan
hidrogen. Cryoprotectant meningkatkan kemampuan air sebagai energi pengikat,
mencegah pertukaran molekul-molekul air dari protein, dan menstabilkan protein
(Zhou et al. 2006). Gambar 3 memperlihatkan efek penggunaan cryoprotectant
terhadap protein.
Kebanyakan mono-, di-sakarida dan beberapa poliol bermolekul rendah,
sama seperti halnya asam amino dan asam karboksilat memiliki sifat
cryoprotective. Selain itu, bahan-bahan berberat molekul tinggi seperti
polidekstrosa dan maltodekstrin juga dapat berfungsi sebagai agen cryoprotective
12
(Arakawa et al.. 1990 dalam Auh et al.. 1999). Seperti apapun bentuk molekulnya,
semua cryoprotectant harus larut air, dapat menurunkan titik beku dalam larutan
laru
dan sifatnya nontoksik terhadap sel, sehingga dapat bertindak sebagai
pelindung (McHugh 2003).
2.7 Karagenan
Karagenan adalah polisakarida linear turunan dari bermacam
bermacam-macam
spesies rumput laut merah. Karagenan merupakan koloid hidrofilik yang penting
dan terdapat sebagai material matriks pada beberapa spesies rumput laut merah,
mempunyai kemiripan fungsi struktu
strukturr seperti selulosa pada tanaman, dan secara
kimia merupakan galaktan bersulfat tinggi.
Dari semua jenis karagenan, kappa karagenan memberikan gel yang paling
kuat. Proses pembentukan gel terjadi karena adanya ikatan antar rantai polimer
sehingga membentuk struktur tiga dimensi yang mengandung pelarut pada
celah-celahnya (Glicksman 1983). Kestabilan karagenan sebagai senyawa
14
2.8 Polifosfat
Secara industri, STPP diproses dengan pemanasan stoikiometri campuran
disodium fosfat dan monosodium fosfat pada kondisi terkontrol dan terjaga
16