Anda di halaman 1dari 13

PROSEDUR PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA DALAM

KAITANNYA DENGAN PERTANGGUNGJAWABAN


(Studi pada Dinas Pertanian dan Perkebunan, Kabupaten Gorontalo)

Oleh
SUMIATY ISMAIL
NIM. 921 409 192

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2013

ABSTRAK

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data
yang diperoleh dilapangan melalui wawancara langsung dengan informan terpilih
dan dilengkapi dengan pedoman wawancara, adapun tekhnik analisis data yang
digunakan yaitu data kualitatif deskriptif dimana dalam penelitian ini menggali
lebih dalam tentang fenomena yang nyata dan alami. Adapun hasil dari penelitian
ini dimana pada proses pelaksanaan anggaran kadang kala PPTK terlambat
menyampaikan bukti transaksi berupa Surat Pertanggungjawaban (SPJ) atas
pengeluaran belanja yang dilakukan kepada bendahara pengeluaran,
keterlambatan penyampaian SPJ terhadap satu kegiatan akan mengakibatkan
keterlambatan dalam penggantian uang persediaan sehingga mengakibatkan
keterlambatan terhadap pencairan dana untuk pembiayaan kegiatan yang lain
dikarenakan uang persediaan pada Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten
Gorontalo adalah UP/KPA, dapat dibayangkan apabila KPA tersebut mengelola
20 kegiatan maka bendahara pengeluaran pembantu harus dapat memanajemen
uang persediaan terbatas untuk 20 kegiatan.
Kata Kunci : Pelaksanaan Anggaran Belanja, Pertanggungjawaban Pelaksanaan
Anggaran

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perubahan sistem politik, sosial dan kemasyarakatan serta ekonomi yang dibawa
oleh arus reformasi telah menimbulkan tuntutan yang beragam terhadap
pengelolaan pemerintahan. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik
(good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean government), pemerintah
terus melakukan usaha-usaha meningkatkan akuntabilitas dan transparansi
pengelolaan keuangan negara baik pada pemerintah pusat maupun daerah.
Pemerintah daerah menyelenggarakan berbagai program dan kegiatan yang
direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan oleh segenap unsur yang ada dalam
pemerintahan untuk kesejahteraan masyarakat. Sebagai konsekuensi dari
desentralisasi fiskal, maka wewenang dan tanggung jawab dalam menggunakan
dana dilimpahkan kepada pemda, baik yang berasal dari pemerintah pusat maupun
dana yang berasal dari pemda itu sendiri. Dinas Pertanian dan Perkebunan
Kabupaten Gorontalo memperoleh alokasi dana yang cukup besar setiap tahun
anggaran dari tootal APBD Kabupaten Gorontalo. Dalam proses pelaksanaan
anggaran pada Dinas pertanian dan Perkebunan Kabupaten Gorontalo belum
berjalan optimal. Dimana pada proses pelaksanaannya kadang kala PPTK
terlambat menyampaikan bukti transaksi berupa Surat Pertanggungjawaban (SPJ)
atas pengeluaran belanja yang dilakukannya kepada bendahara pengeluaran,
keterlambatan penyampaian SPJ terhadap suatu kegiatan akan mengakibatkan
keterlambatan dalam penggantian uang persediaan sehingga mengakibatkan
keterlambatan terhadap pencairan dana untuk pembiayaan kegiatan yang lain,
sehingga dalam pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran tidak dapat
dilakukan.
Tinjauan Pustaka
Berdasarkan PP Nomor 58 Tahun 2005 Prosedur Pelaksanaan Anggaran
Belanja meliputi : APBD trus disahkan Rancangan DPA/SKPD diverifikasi DPA-
SKPD, tahap selanjutnya adalah pelaksanaan APBD yang meliputi pendapatan,
belanja dan pembiayaan, selanjutnya dilaporkan pada Laporan Realisasi Semester
dan jika ada perubahan, maka ada APBD dirubah dan jika tidak dilanjutkan
dengan tahap penatausahaan APBD.
Pelaksanaan Anggaran
Permendagri (2006: 8), Pelaksanaan anggaran adalah dokumen yang
membuat pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan yang digunakan sebagai dasar
pelaksanaan Anggaran oleh pengguna Anggaran. Berdasarkan pengertian tersebut
dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan anggaran merupakan tahapan
kegiatan yang dibuat oleh masing-masing pelaksanaan anggaran yang sangat
penting dalam rangka penyelengaraan kegiatan, maka dengan dilaksanakannya
pelaksanaan anggaran berarti bahwa program dan rencana operasional tahunan
yang dapat dianggarkan akan mulai dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai
aturan. Kepmendagri (2002: 29) menekankan pada aspek pelaksanaan,
penerimaan dan pengeluaran, serta belum mengatur dengan lengkap proses
penatausahaan, sedangkan menurut Permendagri (2006: 13) mengemukakan
selain pada aspek pelaksanaan juga menekankan pada aspek penyiapan dokumen,
mencakup:
a. Jadwal proses penyusunan DPA-SKPD oleh SKPD dan penyerahannya
kepada PPKD
b. Isi DPA-SKPD mencakup: Rincian sasaran yang hendak dicapai, fungsi,
program, kegiatan anggaran untuk mencapai sasaran dan rencana penarikan
dana serta pendapatan yang direncanakan
c. Proses dan jadwal verifikasi DPA-SKPD oleh Tim Anggaran Pemda (15) hari.
d. Proses dan jadwal pengesahan DPA-SKPD oleh PPKD setelah memperoleh
persetujuan SEKDA
e. Pengaturan secara komprehensif mengenai penatausahaan pendapatan, belanja
dan pembiayaan berikut perubahan tata cara pencairan dan penggunaan dana.
Adapun jadwal pelaksanaan APBD yaitu:
a. Pemberitahuan menyusun DPA-SKPD 3 hari setelah APBD ditetapkan
b. Penyerahan rancangan DPA-SKPD dan rancangan anggaran kas dari SKPD
kepada PPKD 6 hari kerja
c. Verifikasi dan pengesahan rancangan DPA-SKPD dan rancangan anggaran
kas 15 hari kerja setelah ditetapkan perda APBD (Minggu kedua bulan
januari)
d. Penyampaian DPA-SKPD dan anggaran kas yang telah disahkan ke SKPD 7
hari kerja (minggu ketiga bulan januari)
Pelaksanaan anggaran merupakan inti dari proses Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD), dengan demikian dalam melaksanakan anggaran
sangat diperlukan sikap kehati-hatian dalam pelaksanaannya baik dalam proses
pelaksanaan anggaran pendapatan maupun pelaksanaan anggaran belanja. Proses
pelaksanaan anggaran belanja dimulai dengan proses pengajuan pencairan
anggaran belanja yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan dinas.
Pengajuan anggaran belanja dilakukan oleh bendahara pengeluaran setelah
menerima Surat Penyediaan Dana (SPD) dengan menggunakan Surat Permintaan
Pembayaran (SPP) dn Surat Perintah Membayar (SPM) yang diterbitkan
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.
Pelaksanaan Anggaran Daerah
Di Indonesia dalam melaksanakan tugas pemerintah, Pemerintah Pusat
menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah pusat
adalah Presiden RI yang memegang kekuasaan pemerintah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaiaman yang dimaksud dalam UUD RI tahun 1945.
Sedangkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran daerah memiliki periode satu tahun. Di Indonesia sebelum tahun
2000, tahun anggaran adalah April sampai dengan Maret tahun berikutnya. Akan
tetapi, sejak tahun 2000 tahun anggaran Indonesia Januari sampai Desember tahun
tersebut, kecuali tahun 2000 sebagai transisi hanya dari April sampai dengan
Desember 2000. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan
satu kesatuan yang terdiri dari:
a. Anggaran pendapatan, yaitu semua penerimaan uang melalui kas yang
menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun
anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerah
terdiri atas:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi:
a) Pajak Daerah
b) Retribusi Daerah
c) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
2. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah bagian dana perimbangan, yang
meliputi:
a) Dana Bagi Hasil
b) Dana Alokasi Umum (DAU)
c) Dana Alokasi Khusus (DAK)
3. Lain-lain pendapatan yang sah
b. Anggaran belanja, yaitu anggaran yang digunakan dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan yang menjadi kewenangannya di daerah
yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang diterapkan dengan
ketentuan perundang-undangan.
c. Anggaran pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran
yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan
terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi dan ditetapkan oleh
kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD selambat-lambatnya tanggal 31 Desember tahun
anggaran sebelumnya. Setelah APBD ditetapkan, SKPD harus menyusun dan
menyampaikan rancangan DPA-SKDP kepada PPKD. Rancangan DPA-SKPD
selanjutnya diverifikasi oleh tim anggaran pemerintah daerah, setelah diverifikasi
PPKD mengesahkan rancangan DPA-SKPD menjadi DPA-SKPD yang akan
digunakan sebagai dasar atau pedoman pelaksanan anggaran oleh Kepala SKPD
selaku pengguna anggaran/barang.
Dalam pelaksanaan anggaran keuangan daerah, kepala daerah selaku
pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah juga sebagai
pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah. Hanya saja selanjutnya
kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan
daerah selaku pejabat pengelola keuangan daerah akan dilaksanakan oleh satuan
kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah di bawah
Sekretaris Daerah.
Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran
Pelaksanaan APBD merupakan bagian dari pengelolaan keuangan daerah.
Oleh karena itu pertanggungjawaban pelaksanaan APBD harus pula dimaknai
sebagai bagian pengelolaan keuangan daerah disamping sebagai salah satu bagian
dari proses anggaran. Dengan demikian pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
merupakan bentuk kewajiban dari pemerintah daerah untuk melaksanakan
pengelolaan keuangan daerah secara tertib, taat pada peraturan perundang-
undangan, efisien, ekonomis, selektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa
keadilan dan kepatuhan. Pemerintah Daerah untuk mempertanggungjawabkan
APBD maka pada pelaksanaannya selain mengatur sistem Penatausahaan
Keuangan Daerah, pemerintah daerah menyusun sistem Akuntansi Pemerintah
Daerah yang mengacu pada standar akuntansi pemerintahan. Sistem akuntansi
pemerintah daerah ini ditetapkan dengan peraturan kepala daerah mengacu pada
peraturan daerah tentang pengelolaan keuangan daerah. Sistem akuntansi
pemerintah daerah paling sedikit meliputi:
a. Prosedur akuntansi penerimaan kas
b. Prosedur akuntansi pengeluaran kas
c. Prosedur akuntansi aset
d. Prosedur akuntansi selain kas
Pemerintah daerah menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan,
aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya.
Selain itu juga pemerintah daerah sebagai entitas pelaporan harus menyusun
laporan keuangan pemerintah daerah dalam suatu set laporan keuangan
sebagaimana yang tertuang dalam Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 Pasal 232
ayat (5) tentang perubahan atas permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang pedoman
pengelolaan keuangan daerah dan PSAP No. 1 Paragrap 14 PP No. tahun 2005.
Adapun komponen-komponen dimaksud yang terdapat dalam suatu set laporan
keuangan adalah terdiri dari:
a. Laporan Realisasi Anggaran
b. Neraca
c. Laporan Arus kas
d. Catatan Atas Laporan Keuangan
Sesuai dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 pasal 23 ayat (6)
tentang perubahan atas Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, pada tingkat SKPD laporan keuangan yang
disusun hanya terdiri dari:
a. Laporan Realisasi Anggaran
b. Neraca
c. Catatan atas laporan keuangan
Pemerintah Daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan
yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) paling lambat 6
(enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Sedangkan laporan keuangan
pemerintah daerah disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Pemeriksaan
laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diselesaikan selambat-
lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah
daerah, apabila sampai batas waktu BPK belum menyampaikan laporan hasil
pemeriksaan, rancangan peraturan daerah diajukan kepada DPRD.
Tujuan Penulisan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana
prosedur pelaksanaan anggaran belanja dalam kaitannya dengan pertanggung
jawaban Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Gorontalo.

Metode Penulisan
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Menurut Maleong (2012: 6). Penelitian Kualitatif adalah penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi tindakan, dll. Secara
holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaakan berbagai metode alamiah.
Menurut Sugiyono (2012: 9) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada
kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana
peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan
secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.
Berdasarkan berbagai pengertian metode kualitatif di atas dapat
disimpulkan bahwa kualitatif adalah suatu penelitian yang menggali lebih dalam
tentang fenomena yang nyata dan alami. Pengertian di atas merupakan alasan
mengapa peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif, karena permasalahan
dalam penelitian ini belum jelas. Selain itu peneliti juga ingin mendapatkan data
yang lebih akurat berdasarkan fenomena yang ada dilapangan.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
fenomenologi. Pendekatan yang digunakan adalah fenomenologi menurut Collins
(dalam Wirawan, 2012: 135), fenomenologi akan berusaha memahami
pemahaman informan terhadap fenomena yang muncul dalam kesadarannya, serta
fenomena yang dialami oleh informan dan dianggap sebagai entitas sesuatu yang
ada dalam dunia. Selanjutnya menurut Campbell (dalam Wirawan, 2012: 132),
fenomenologi berangkat dari pola pikir subjektivisme, yang tidak hanya
memandang dari suatu gejala yang tampak, akan tetapi berusaha menggali makna
dibalik gejala itu. Penelitian ini dilakukan di Dinas Pertanian dan Perkebunan
Kabupaten Gorontalo, alasan peneliti mengambil lokasi di Dinas Pertanian dan
Perkebunan karena Dalam proses pelaksanaan anggaran pada Dinas pertanian dan
Perkebunan Kabupaten Gorontalo belum berjalan optimal. Pada saat penyusunan
anggaran misalnya kode rekening, lokasi kegiatan atau standar harga tertinggi
(SHT). Maka anggaran belanja tersebut akan dibekukkan sehingga tidak dapat
mencairkan dana dan secara otomatis kegiatan dinaspun tidak dilaksanakan secara
sempurna, sehingga dalam pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran tidak
dapat dilakukan. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah data primer
yaitu data yang diperoleh di lapangan melalui wawancara langsung dengan
informan terpilih dan dilengkapi dengan pedoman wawancara, proses wawancara
direkam menggunakan alat bantu handphone, penulis juga menggunakan alat
bantu buku catatan dan alat tulis untuk membantu pencatatan.

Hasil dan Pembahasan


Adapun hasil dari penelitian ini dimana pada proses pelaksanaan anggaran
kadang kala PPTK terlambat menyampaikan bukti transaksi berupa Surat
Pertanggungjawaban (SPJ) atas pengeluaran belanja yang dilakukan kepada
bendahara pengeluaran, keterlambatan penyampaian SPJ terhadap satu kegiatan
akan mengakibatkan keterlambatan dalam penggantian uang persediaan sehingga
mengakibatkan keterlambatan terhadap pencairan dana untuk pembiayaan
kegiatan yang lain dikarenakan uang persediaan pada Dinas Pertanian dan
Perkebunan Kabupaten Gorontalo adalah UP/KPA, dapat dibayangkan apabila
KPA tersebut mengelola 20 kegiatan maka bendahara pengeluaran pembantu
harus dapat memanajemen uang persediaan terbatas untuk 20 kegiatan.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, penulis
dapat mengambil simpulan yaitu:
1. Proses pelaksanaan anggaran belanja dimulai dengan proses pengajuan
pencairan anggaran belanja yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan-
kegiatan dinas. Pengajuan anggaran belanja dilakukan bendahara pengeluaran
setelah menerima surat penyediaan dana (SPD) dengan menggunakan surat
permintaan pembayaran (SPP) dan Surat Perintah Membayar (SPM) yang
diterbitkan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran. Pada saat
pelaksanaan anggaran belanja tersebut sering muncul hambatan-hambatan
antara lain:
a. Pada proses pelaksanaan kegiatan, kadangkala PPTK terlambat
menyampaikan bukti transaksi berupa surat pertanggungjawaban (SPJ) atas
pengeluaran belanja yang dilakukannya kepada Bendahara Pengeluaran,
keterlambatan penyampaian SPJ terhadap satu kegiatan akan
mengakibatkan keterlambatan dalam penggantian uang persediaan sehingga
mengakibatkan keterlambatan terhadap pencairan dana untuk pembiayaan
kegiatan yang lain. Dikarenakan uang persediaan (UP) pada Dinas
Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Gorontalo adalah UP per KPA, dapat
dibayangkan apabila KPA tersebut mengelola 20 kegiatan maka bendahara
pengeluaran pembantu harus dapat memanajemen uang persediaan yang
terbatas untuk 20 kegiatan
b. Terjadinya kesalahan pada saat penyusunan anggaran, misalnya kesalahan
kode rekening, lokasi kegiatan atau standar harga tertinggi (SHT). Maka
anggaran belanja tersebut akan dibekukan sehingga tidak dapat mencairkan
dana dan secara otomatis kegiatan dinaspun tidak dapat dilaksanakan
secara sempurna.
c. Belum terlaksananya sistem akuntansi secara utuh dikarenakan beberapa
alasan, diantaranya belum adanya sistem akuntansi yang terkomputerisasi,
kurangnya tenaga pelaksana yang menangani akuntansi serta belum adanya
sistem akuntansi barang daerah
d. Dalam hal pengendalian intern, jarang sekali melakukan job rotation bagi
pengelola keuangan dikarenakan kurangnya personil yang sesuai dengan
bidang keuangan (misalnya bendahara harus memiliki sertifikasi
kebendaharaan).
2. Pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran belanja disampaikan Dinas
Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Gorontalo baik yang bersifat maupun
insidentil. Laporan pertanggungjawaban keuangan rutin bulanan, semesteran,
prognosis dan laporan akhir tahun telah dapat dipenuhi tepat waktu. Hanya
saja untuk neraca dinas, Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten
Gorontalo masih mengalami kesulitan dikarenakan belum adanya sistem
akuntansi barang daerah, dalam hal ini untuk mencatat penilaian aset dan
persediaan. Selama ini yang dilakukan adalah dengan adanya stock opname
oleh bendahara barang pada tanggal 30 juni dan 31 desember tetapi untuk
penyusutan, depresiasi belum ada pedoman baku dari pemerintah daerah.

Saran
Berdasarkan hasil simpulan dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka penulis
mencoba untuk memberikan beberapa saran yang mungkin bisa berguna:
a. Pada tahap pelaksanaan anggaran seharusnya PPTK taat dan patuh pada
jadwal program kerja yang disusunnya, begitupula ketika membuat surat
pertanggungjawaban (SPJ) sebagai bukti transaksi atas pengeluaran dana
belanja yang telah dilaksanakannya sehingga tidak menghambat pelaksanaan
kegiatan yang lainnya.
b. Diperlukan kecermatan yang lebih baik lagi pada saat penyusunan anggaran
agar kesalahan kode rekening, lokasi kegiatan serta standar harga dapat
diminimalisir.
c. Sebaliknya Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Gorontalo,
mengusulkan kepada Bagian keuangan Sekretariat daerah selaku unit
pelaporan induk pemda untuk membentuk sistem akuntansi SKPD yang
terkomputerisasi.
d. Perlu dilakukan rotasi pengelola keuangan secara rutin sehingga
meminimalisir tingkat penyimpangan.
Kendala yang dihadapi Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Gorontalo
pada saat pertanggungjawaban pada semester pertama dan akhir tahun adalah
penyusunan neraca dinas dikarenakan belum adanya pedoman umum yang jelas
mengenai sistem akuntansi barang daerah yang merupakan sistem akuntansi
SKPD. Maka sebaiknya Distankeb mengusulkan agar pemerintah daerah membuat
pedoman umum sistem akuntansi barang daerah.

DAFTAR RUJUKAN

Afriana, (2009). .Analisis Pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja (studi kasus


Dinas Kesehatan Kota Sawahlunto).
Wuryan, (2007). Akuntansi Sektor Publik, Bayumedia Publishing, Malang.
Basuki, (2007). Pengelolaan Keuangan Daerah, Kreasi Wacara, Yogyakarta
Deddi Nordiawan, Iswahyudi Sondi Putra dan Maulidah Rahmawati, (2007).
Akuntansi Pemerintahan, Salemba Empat, Jakarta.
Lastowo, (2010). Evaluasi Anggaran Belanja Sebagai Alat Pengendali Keuangan
( Studi Kasus Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kearsipan Arsip Nasional Republik
Indonesia)
Maleong J Lexy, (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Gade, (2002). Akuntansi Pemerintahan, Edisi Revisi, Lembaga Penerbit FEUI,
Jakarta.
Mulyadi, (2001). Sistem Akuntansi. Yogyakarta : STIE YKPN
Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 8 tahun, (2006). Pelaksanaan Anggaran,
Jakarta.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005. Pedoman Pembayaran
dalam Pelaksanaan APBN, Bogor
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun, (2007) Organisasi Perangkat Daerah,
Jakarta
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun, (2005) tentang Pokok Reformasi
Manajemen Keuangan Daerah
Pustaka Yustisia, (2007). Standar Akuntansi Pemerintahan (PP RI No. 24 Tahun
2005), Yogyakarta.
SE Mendagri No.900/316/BAKD tanggal 5 April, (2007). Sistem dan Prosedur
Penatausahaan dan Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban Daerah,
Jakarta.
Sugiono, (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta
Sugiono, (2012). Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta
Windhianto dan Wahyu, (2011).Good governance dalam pelaksanaan Anggaran
belanja pemerintah pusat.
Wirawan.I.B, (2012). Teori – Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Jakarta :
Kencana

Anda mungkin juga menyukai