Anda di halaman 1dari 41

BAB.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Radiologi merupakan cabang ilmu kesehatan mengenai zat radioaktif dan


energi pancarannya yang berhubungan dengan diagnosis dan pengobatan
penyakit, baik dengan cara radiasi ionisasi (seperti sinar x), maupun non ionisasi
(seperti ultrasonografi). Pada bidang kedokteran gigi sendiri, radiasi sinar x cukup
sering digunakan antara lain untuk penunjang diagnosa, rencana perawatan,
penunjang selama proses perawatan (endodonsia dan orthodonsia), evaluasi
perawatan (pasca odontektomi dan kuretase), data rekam medik, serta kepentingan
forensik.

Pada aplikasi di kedokteran gigi, terdapat beberapa alat yang digunakan untuk
pengambilan radiograf. Selain itu berdasarkan teknik pengambilan foto dan teknik
penempatan film, juga dibagi menjadi beberapa teknik antara lain foto rontgen
intra oral dan ekstra oral. Foto rontgen intra oral meliputi teknik rontgen
periapikal, teknik bite wing, dan teknik rontgen oklusal. Sedangkan teknik
rontgen ekstra oral yang sering digunakan antara lain foto rontgen panoramik, foto
rontgen lateral, antero posterior, postero anterior, dan foto cephalometri.

Selain dari teknik pengambilan foto, cara pemrosesan dari film juga
bermacam-macam. Secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu cara manual dan
cara otomatis. Cara manual meliputi teknik dengan penggunaan dark room, dan
tanpa dark room. Teknik dengan dark room seperti metode visual dan metode
temperatur dan waktu. Sedangkan metode tanpa dark room sering dikenal dengan
istilah self processing. Untuk cara pemrosesan otomatis, digunakan suatu alat
yaitu mesin pemroses film otomatis. Semua teknik ini memiliki keunggulan dan
kekurangan masing-masing. Teknik pemrosesan dan pengambilan foto sangat
berhubungan erat dalam menghasilkan radiograf yang baik. Sehingga perlu
diperhatikan teknik pengambilan yang dilakukan serta tahap-tahap dalam

1
pemrosesan film agar mempermudah proses pembacaan film serta meminimalisir
efek dari dosis radiasi terhadap pasien dan operator.

Disamping perannya yang begitu besar dalam dunia kesehatan, sinar x


memiliki efek yang cukup berbahaya bagi tubuh. Sinar x mengionisasi objek yang
dipapar serta efeknya yang bersifat akumulatif. Sehingga apabila dilakukan secara
terus menerus maka akan berakibat negatif pada pasien maupun operator. Oleh
karena itu, pada laporan ini akan kami bahas lebih lanjut mulai dari cara
processing film, alat dan cara memapar sinar x, evaluasi hasil processing film,
serta efek samping dari radiasi sinar x.

1.2 Skenario
Radiasi sinar X
Seorang pasien datang ke instalasi radiologi kedokteran gigi atas rujukan
seorang dokter gigi untuk dilakukan pemeriksaan radiografi. Teknisi radiologi
kemudian mempersiapkan semua bahan dan peralatan yang akan digunakan
untuk pemeriksaan radiografi termasuk sistem proteksi radiasi untuk
menghindari efek samping paparan radiasi sinar- X. Film yang telah
diexposing dibawa ke kamar gelap untuk dilakukan film processing sehingga
diperoleh dental radiograph dengan kualitas yang baik.

1.3 Perumusan Masalah


1. Bagaimana proses terjadinya sinar X ?
2. Bagaimana sifat dari sinar X ?
3. Bagaimana tahapan dalam processing film ?
4. Apa saja alat dan bahan yang digunakan dalam processing film ?
5. Apa saja faktor yang mempengaruhi hasil dari processing film ?
6. Bagaimana syarat-syarat dari hasil foto radiografi yang baik ?
7. Apa saja aplikasinya dalam bidang kedokteran gigi ?

2
1.4 Tujuan Pembelajaran
1. Untuk mengetahui bagaimana cara pembuatan dan sifat dari sinar X yang
digunakan dalam bidang kedokteran gigi
2. Untuk mengetahui proses dalam processing film
3. Untuk mengetahui apa saja alat dan bahan yang dibutuhkan dalam
processing film
4. Untuk mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi hasil dari
radiofotografi
5. Untu mengetahui syarat dari hasil foto radiografi yang baik
6. Untuk mengetahui apa saja aplikasi radiografi dalam bidang kedokteran
gigi

1.5 Mapping

RADIOLOGI

PEMBUATAN DENTAL
RADIOGRAFI

RADIASI

ALAMI BUATAN

SINAR-X

SIFAT EFEK BIOLOGIS

RADIOGRAFI FILM

RADIOGRAF
3
BAB. II

PEMBAHASAN

2.1 Pembuatan sinar-X

Untuk pembuatan sinar X diperlukan sebuah tabung rontgen hampa udara


dimana terdapat elektron – elektron yang diarahkan dengan kecepatan tinggi pada
suatu sasaran (target). Dari proses tersebut di atas terjadi suatu keadaan di mana
energi elektron sebagian besar di rubah menjadi panas ( 99% ) dan sebagian kecil
(1 %) menjadi sinar x.
Suatu tabung pesawat rontgen mempunyai beberapa persyaratan yaiatu:
1. Mempunyai sumber electron
2. Gaya yang mempercepat gaya electron
3. Lintasan elektron yang bebas dalam ruang hampa udara
4. Alat pemusat berkas electron ( focusing cup )
5. Penghenti gerakan electron

1. Sumber Elektron
Sebagian sumber elektron adalah kawat pijar atau filamen pada katode di
dalam tabung pesawat rontgen. Pemanasan filament dilakukan dengan suatu
transformator khusus.

2. Gaya yang mempercepat gerakan elektron


Gaya tersebut bergantung pada tegangan yang dipasang pada tabung rontgen

3. Lintasan elektron yang bebas dalam hampa udara


Lintasan ini terjadi dalam ruang yang praktis hampa udara di antara katoda
dan anoda

4. Alat pemusat berkas elektron


Alat ini menyebabkan elektron – elektron tidak bergerak terpencar – pencar
tetapi terarah ke bidang focus ( focal spot )

4
5. Penghenti gerakan elektron
Penghentian gerakan elektron dapat dibedakan atas keeping Wolfarm yang
ada pada anoda yang diam dan piring Wolfarm di atas tangkai molybdenum
pada tabung rontgen anoda berputar. Wolfarm adalah bahan focus yang
mempunyai titik lebur tinggi mencapai 34000C dan no atom 74.

PROSES TERJADINYA SINAR X

Proses terjadinya sinar x adalah sebagai berikut :


a. Katoda (filament) dipanaskan (besar dari 20.0000C) sampai menyala
dengan mengalirkan listrik yang berasal dari transformator.
b. Karena panas electron-elektron dari katoda (filamen) terlepas.
c. Sewaktu dihubungkan dengan transformator tegangan tinggi, elektronelektron
gerakannya dipercepat menuju anoda yang berpusat di focusing
cup.
d. Awan-awan elektron mendadak dihentikan pada target (sasaran) sehingga
terbentuk panas (99%) den sinar x (1%)
e. Pelindung (perisai) timah akan mencegah keluarnya sinar x, sehingga
sinar x yang terbentuk hanya dapat keluar melalui jendela.
f. Panas yang tinggi pada target (sasaran) akibat benturan electron
dihilangkan dengan radiator pendingin.

Ringkasan terjadinya sinar x


Melalui generator yang membuat aliran listrik dengan potensial tinggi,
logam pijar molybdenum memijar, pada saat tertentu logam pijar tersebut
menghasilkan awan elektron (logam pijar molybdenum disebut sebagai
filamen) pada suhu tertentu serta saat tertentu pula electron-elektron
tertarik ke anoda (anoda adalah unsur radioaktif barium platinum sianida
atau tungsten carbide). Dengan kata lain bila anoda dibombardir oleh
electron, akan timbul pancaran sinar radiasi roentgen atau sinar x, keadaan

5
ini terjadi di dalam tabung vakum Coolidge.

Tabung sinar x
Tabung sinar x terdiri dari tabung gelas hampa udara, elektroda positif
disebut anoda dan elektroda positif disebut katoda. Katoda dibalut dengan
filament, bila diberi arus beberapa mA bisa melepaskan elektron. Dengan
memberi tegangan tinggi antara anoda dan katoda maka elektron katoda
ditarik ke anoda. Arus elektron ini dikonsentrasikan dalam satu berkas
dengan bantuan sebuah silinder (focusing cup). Antikatoda menempel pada
anoda dibuat dari logam dengan titik permukaan lebih tinggi, berbentuk
cekungan seperti mangkuk. Waktu elektron dengan kecepatan tinggi di
dalam berkas tersebut menumbuk antikatoda, terjadilah sinar x. Makin
tinggi nomor atom katoda maka makin tinggi kecepatan elektron, akan
makin besar daya tembus sinar x yang terjadi. Antikatoda umumnya dibuat
dari tungsten, sebab elemen ini nomor atomnya tinggi dan titik leburnya
juga tinggi (34000C) hanya sebagian kecil energi elektron yang berubah
menjadi sinar x kurang dari 1% pada tegangan 100 kV dan sebagian besar
berubah menjadi panas waktu menumbuk antikatoda. Panas yang tinggi
pada tabung didinginkan dengan menggunakan pendingin minyak emersi /
air.
Gambar di bawah ini menunjukkan komponen tabung sinar x dan proses
terjadinya sinar x melalui beberapa ilustrasi berikut ini:

Gambar 1-1: Komponen tabung dental sinar x

6
Gambar 1-2: Ilustrasi tabung sinar x, pembentukan kabut electron pada
katoda sebagai sirkuit filament. Penyinaran switch terbuka

Gambar 1-3: Tabung sinar x memperlihatkan perjalanan electron


menyeberang dari katoda ke anoda (target), (high tension
circuit), dimana exposure switch aktif

7
Gambar 1-4: Tabung sinar x memperlihatkan produksi sinar x, electron
kecepatan tinggi menubruk target

2.2 Sifat-sifat sinar-X

Sinar x mempunyai beberapa sifat fisik yaitu daya tembus, pertebaran,


penyerapan, efek fotografik, fluoresensi, ionisasi dan efek biologik, selain itu,
sinar x tidak dapat dilihat dengan mata, bergerak lurus yang mana
kecepatannya sama dengan kecepatan cahaya, tidak dapat difraksikan dengan
lensa atau prisma tetapi dapat difraksikan dengan kisi kristal. Dapat diserap
oleh timah hitam, dapat dibelokkan setelah menembus logam atau benda padat,
mempunyai frekuensi gelombang yang tinggi.

a. Daya tembus
Sinar x dapat menembus bahan atau massa yang padat dengan daya tembus
yang sangat besar seperti tulang dan gigi. Makin tinggi tegangan tabung (
besarnya KV) yang digunakan, makin besar daya tembusnya. Makin rendah
berat atom atau kepadatan suatu benda, makin besar daya tembusnya.

b. Pertebaran
Apabila berkas sinar x melalui suatu bahan atau suatu zat, maka berkas sinar
tersebut akan bertebaran keseluruh arah, menimbulkan radiasi sekunder
(radiasi hambur) pada bahan atau zat yang dilalui. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya gambar radiograf dan pada film akan tampak pengaburan kelabu
secara menyeluruh. Untuk mengurangi akibat radiasi hambur ini maka
diantara subjek dengan diletakkan timah hitam (grid) yang tipis.

c. Penyerapan
Sinar x dalam radiografi diserap oleh bahan atau zat sesuai dengan berat atom
atau kepadatan bahan atau zat tersebut. Makin tinggi kepadatannya atau berat

8
atomnya makin besar penyerapannya.

d. Fluoresensi
Sinar x menyebabkan bahan-bahan tertentu seperti kalsium tungstat atau zink
sulfide memendarkan cahaya (luminisensi). Luminisensi ada 2 jenis yaitu :
1. Fluoresensi, yaitu memendarkan cahaya sewaktu ada radiasi sinar x saja.
2. Fosforisensi, pemendaran cahaya akan berlangsung beberapa saat
walaupun radiasi sinar x sudah dimatikan (after – glow).

e. Ionisasi
Efek primer dari sinar x apabila mengenai suatu bahan atau zat dapat
menimbulkan ionisasi partikel-partikel atau zat tersebut.

f. Efek biologi
Sinar x akan menimbulkan perubahan-perubahan biologi pada jaringan. Efek
biologi ini yang dipergunakan dalam pengobatan radioterapi.

2.3 Proses processing film

Tahapan pengolahan film secara konvensional terdiri dari pembangkitan


(developing), pembilasan (rinsing), penetapan (fixing), pencucian (washing), dan
pengeringan (drying).

A. Developing ( Pembangkitan )

Pembangkitan merupakan langkah pertama dalam memproses film. Suatu


larutan kimia yang dikenal sebagai larutan pengembang atau developer digunakan
dalam proses pembangkitan. Tujuan dari developer atau pengembang adalah
mengurangi paparan, energi Kristal perak halida kimia ke perak hitam metalik.
Larutan pengembang ini melembutkan emulsi film selama proses ini

a. Sifat dasar

Pembangkitan merupakan tahap pertama dalam pengolahan film. Pada tahap


ini perubahan terjadi sebagai hasil dari penyinaran. Dan yang disebut

9
pembangkitan adalah perubahan butir-butir perak halida di dalam emulsi yang
telah mendapat penyinaran menjadi perak metalik atau perubahan dari bayangan
laten menjadi bayangan tampak. Sementara butiran perak halida yang tidak
mendapat penyinaran tidak akan terjadi perubahan.

Perubahan menjadi perak metalik ini berperan dalam penghitaman bagian-


bagian yang terkena cahaya sinar-X sesuai dengan intensitas cahaya yang diterima
oleh film.Sedangkan yang tidak mendapat penyinaran akan tetap bening. Dari
perubahan butiran perak halida inilah akan terbentuk bayangan laten pada film.

b. Bayangan laten (latent image)

Emulsi film radiografi terdiri dari ion perak positif dan ion bromida negative
(AgBr) yang tersusun bersama di dalam kisi kristal (cristal lattice). Ketika film
mendapatkan eksposi sinar-X maka cahaya akan berinteraksi dengan ion bromide
yang menyebabkan terlepasnya ikatan elektron. Elektron ini akan bergerak dengan
cepat kemudian akan tersimpan di daiam bintik kepekaan (sensitivity speck)
sehingga bermuatan negatif.

Kemudian bintik kepekaan ini akan menarik ion perak positif yang bergerak
bebas untuk masuk ke dalamnya lalu menetralkan ion perak positif menjadi perak
berwarna hitam atau perak metalik. Maka terjadilah bayangan laten yang
gambarannya bersifat tidak tampak.

c. Larutan developer terdiri dari:

i. bahan pelarut (solvent)

Bahan yang dipergunakan sebagai pelarut adalah air bersih yang tidak
mengandung mineral.

10
ii. Bahan pembangkit (developing agent).

Bahan pembangkit adalah bahan yang dapat mengubah perak halida menjadi
perak metalik. Di dalam lembaran film, bahan pembangkit ini akan bereaksi
dengan memberikan elektron kepada kristal perak bromida untuk menetralisir ion
perak sehingga kristal perak halida yang tadinya telah terkena penyinaran menjadi
perak metalik berwarna hitam, tanpa mempengaruhi kristal yang tidak terkena
penyinaran. Bahan yang biasa digunakan adalah jenis benzena (C6H6).

iii. Bahan pemercepat (accelerator).

Bahan developer membutuhkan media alkali (basa) supaya emulsi pada film
mudah membengkak dan mudah diterobos oleh bahan pembangkit (mudah
diaktifkan). Bahan yang mengandung alkali ini disebut bahan pemercepat yang
biasanya terdapat pada bahan seperti potasium karbonat (Na2CO3 / K2CO3) atau
potasium hidroksida (NaOH / KOH) yang mempunyai sifat dapat larut dalam air.
iv. Bahan penahan (restrainer).

Fungsi bahan penahan adalah untuk mengendalikan aksi reduksi bahan


pembangkit terhadap kristal yang tidak tereksposi, sehingga tidak terjadi kabut
(fog) pada bayangan film. Bahan yang sering digunakan adalah kalium bromida.

v. Bahan penangkal (preservatif).

Bahan penangkal berfungsi untuk mengontrol laju oksidasi bahan


pembangkit. Bahan pembangkit mudah teroksidasi karena mengabsorbsi oksigen
dari udara. Namun bahan penangkal ini tidak menghentikan sepenuhnya proses
oksidasi, hanya mengurangi laju oksidasi dan meminimalkan efek yang
ditimbulkannya.

11
vi. Bahan-bahan tambahan.

Selain dari bahan-bahan dasar, cairan pembangkit mengandung pula bahan-


bahan tambahan seperti bahan penyangga (buffer) dan bahan pengeras (hardening
agent). Fungsi dari bahan penyangga adalah untuk mempertahankan pH cairan
sehingga aktivitas cairan pembangkit relatif konstan. Sedangkan fungsi dari bahan
pengeras adalah untuk mengeraskan emulsi film yang diproses.

B. Rinsing (Pembilasan)

Setelah proses pembangkitan, rendaman air digunakan untuk mencuci atau


membilas film. Pembilasan digunakan untuk menghilangkan developer atau
pengembang dari film dan memberhentikan proses pengembangan. Pada waktu
film dipindahkan dari tangki cairan pembangkit, sejumlah cairan pembangkit akan
terbawa pada permukaan film dan juga di dalam emulsi filmnya.

Cairan pembilas akan membersihkan film dari larutan pembangkit agar tidak
terbawa ke dalam proses selanjutnya.Cairan pembangkit yang tersisa masih
memungkinkan berlanjutnya proses pembangkitan walaupun film telah
dikeluarkan dari larutan pembangkit. Apabila pembangkitan masih terjadi pada
proses penetapan maka akan membentuk kabut dikroik (dichroic fog) sehingga
foto hasil tidak memuaskan.Proses yang terjadi pada cairan pembilas yaitu
memperlambat aksi pembangkitan dengan membuang cairan pembangkit dari
permukaan film dengan cara merendamnya ke dalam air. Pembilasan ini harus
dilakukan dengan air yang mengalir selama 5 detik.

C. Fixing (Penetapan)

Setelah proses pembilasan, difiksasi. Suatu larutan kimia yang dikenal


sebagai fiksator digunakan dalam proses fiksasi. Tujuan dari fiksator adalah untuk
menghilangkan Kristal perak halida yang tidak terpapar dan terkena energi emulsi
film. Fiksator menguatkan emulsi film selama proses ini.

12
Diperlukan untuk menetapkan dan membuat gambaran menjadi permanen
dengan menghilangkan perak halida yang tidak terkena sinar-X. Tanpa mengubah
gambaran perak metalik. Perak halida dihilangkan dengan cara mengubahnya
menjadi perak komplek. Senyawa tersebut bersifat larut dalam air kemudian
selanjutnya akan dihilangkan pada tahap pencucian.

Tujuan dari tahap penetapan ini adalah untuk menghentikan aksi lanjutan
yang dilakukan oleh cairan pembangkit yang terserap oleh emulsi film. Pada
proses ini juga diperlukan adanya pengerasan untuk memberikan perlindungan
terhadap kerusakan dan untuk mengendalikan akibat penyerapan uap air.

Bahan-bahan yang dipakai untuk membuat suatu cairan penetap adalah:

a. Bahan penetap (fixing agent).

Dipilih bahan yang berfungsi mengubah perak halida. Bahan ini bersifat
dapat bereaksi dengan perak halida dan membentuk komponen perak yang larut
dalam air, tidak merusak gelatin, dan tidak memberikan efek terhadap bayangan
perak metalik. Bahan yang umum digunakan adalah natrium thiosulfat (Na2S2O3)
yang dikenal dengan nama hypo.

b. Bahan pemercepat (accelerator).

Untuk menghindari kabut dikroik dan timbulnya noda kecoklatan,


biasanya digunakan asam yang sesuai. Karena pembangkit memerlukan basa
dalam menjalankan aksinya, maka tingkat keasaman cairan penetap akan
menghentikan aksinya.
Asam kuat seperti asam sulfat (H2SO4) akan merusak bahan penetap dan
mengendapkan sulfur

c. Bahan penangkal (preservatif).

13
Untuk menghindari adanya pengendapan sulfur maka pada cairan penetap
ditambahkan bahan penangkal yang akan melarutkan kembali sulfur tersebut.
Bahan penangkal yang digunakan adalah natrium sulfit, natrium metabisulfit, atau
kalium metabisulfit.

d. Balian pengeras (hardener)

Bahan ini digunakan untuk mencegah pembengkakan emulsi film yang


berlebihan. Pembengkakan emulsi akan membuat perak bromida mudah
terkelupas dan pengeringan film yang tidak merata. Bahan yang digunakan
biasanya adalah potassium alum [K2SO4Al3(SO4)2H2O], aluminium sulfat
[Al2(SO4) 3].

e. Bahan penyangga (buffer).

Digunakan untuk mempertahankan pH cairan agar dapat tetap terjaga pada


nilai 4 - 5. Bahan yang digunakan adalah pasangan antara asam asetat dengan
natrium asetat, atau pasangan natrium sulfit dengan natrium bisulfit.

f. Pelarut (solvent).

Pelarut yang ummn digunakan adalah air bersih.

D.Washing (Pencucian)

Setelah film menjalani proses penetapan maka akan terbentuk perak


komplek dan garam. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan bahan-bahan
tersebut dalam air. Tahap ini sebaiknya dilakukan dengan air mengalir agar dan
air yang digunakan selalu dalam keadaan bersih.

14
E. Drying (Pengeringan)

Merupakan tahap akhir dari siklus pengolahan film. Tujuan pengeringan


adalah untuk menghilangkan air yang ada pada emulsi. Hasil akhir dari proses
pengolahan film adalah emulsi yang tidak rusak, bebas dari partikel debu,
endapan kristal, noda, dan artefak.

Cara yang paling umum digunakan untuk melakukan pengeringan adalah


dengan udara. Ada tiga faktor penting yang mempengaruhinya, yaitu suhu udara,
kelembaban udara, dan aliran udara yang melewati emulsi.

Teknik prosesing film yg lain yaitu

1. MANUAL

a. dengan dark room ;

1) Metode visual

2) Metode temperatur dan waktu

b. Tanpa dark room (self processing)

2. OTOMATIS

 dg film processing otomatics machine

 Cara kerja dari metode visual

 Film dibuka di kamar gelap


 Lakukan developing dalam developer  diangkat  diamati (diulang)
sampai film hijau (putih dan hitam)

 Cuci dlm air tenang sampai bersih (20 detik)

15
 Fixing dalam fikser sampai radiograf jernih
 Cuci dalam air mengalir sampai bau asam hilang
 Radiograf dikeringkan

KEUNTUNGAN METODE VISUAL

-detail dan kontras lebih baik walupun exposure bervariasi:

-Film over-exposure  Under-developing

- Film under-exposure  over-developing

 Cara kerja metode temperatur dan waktu

 Film dibuka di kamar gelap


 Masukkan film kedalam developer sesuai dengan waktu dan temepratur
yang telah ditentukan,

KEUNTUNGAN METODE TEMPERATUR DAN WAKTU

• Tidak perlu pengamatan berkali-kali ada alarm


• Dapat memperkirakan jumlah exposure
• Dapat mengerjakan banyak film

KERUGIAN METODE TEMPERATUR DAN WAKTU

 Kontras dan detail radiograf kurang baik

 Cara kerja metode self prosesing

Larutan prosesing sudah mengandung developer dan fixer dalam satu


larutan (MONOBATH)  Dsuntikkan kedalam film packet yang sudah di
exposure  dibuka dan dicuci dengan air mengalir  dikeringkan

16
 Cara kerja otomatis prosesing

Film dimasukkan kedalam alat (prosesor otomatis) yang berisi developer


dan fixer. Film secara otomatis akan berjalan melewati kedua larutan
tersebut dan keluar dari alat sudah dalam keadaan kering.

2.4 Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan radiograf

Alat Rontgen/ X-ray Unit.

1. Tabung sinar X

17
Tabung sinar X yang dipakai pada pesawat Ro untuk pemeriksaan gigi
biasanya berfungsi sebagai tabung penyerah ( Self rectifying tube ) yang
mempunyai titik fokus berukuran tidak lebih dari 1,5 x 1,5 mm. Penyearahan
diri adalah merupakan hal yang biasa apabila transformator tegangan tinggi
berada dalam kepala tabung. Tabung sinar X berisi filament juga sebagai
katoda dan berisi anoda. Filament terbuat dari tungsten, sedangkan anoda
terbuat dari logam anoda ( Cu, Fe atau Ni).
2. Pemfilteran
Tebal filter total minimum pada pesawat sinar X unutk pemeriksaan gigi
adalah 1,5 mm alumunium untuk pesawat yang bekerja sampai 70 kV dan 2,5
mm alumunium untuk pesawat bekerja dari 70 kV.
3. Alat pengatur waktu
Sebaiknya bertipe elektronik atau tipe motor sikron, kduanya member
ketepatan tinggi yang diperlukan karena bertambahnya kecepatan film untuk
radiografi intraoral.
4. Kabel alat pengatur waktu
Kabel alat pengatur waktu harus cukup panjang untuk memungkinkan
operator berdiri sekurang-kurangnya 3 m dari pasien maupun sumber radiasi.
5. Kolimator
Adalah diafragma atau system diafragma yang dibuat dari material yang
mampu mengabsorpsi (absorbing materiale)
6. Tanda keselamatan
Sebaiknya dilengkapi dengan tanda yang menunjukkan bahwa pesawat
sinar X sedang beroperasi. Selain itu dilengkapi dengan tanda kedua dengan
tipe yang berbeda untuk menunjukan bahwa berkas sinar X sedang
dipancarkan.
7. Arm
Adalah pemegang tubehead yang dapat diatur kedudukannya (f, g)
8. Cone ( kerucut )
Adalah Suatu alat pada unit sinar X yang disesain sebagi
indikator/petunjuk untuk mengatur arah sinar X dan utuk menetapkan jarak
sumber sinar dengan obyek/target (SOD).

9. Image receptor( radiograf film)


Radiograf film adalah lembaran tipis transparan dari selulosa asetat(atau
lainnya yg mirip) yang dilapisi pada salah satu / kedua sisinya dengan bahan
emulsi yang sensitif terhadap light/x-ray.

18
ALAT YANG DIGUNAKAN DALAM PROSESING FILM

1. DARK ROOM

Tempat memproses film sampai terjadi gambar yang siap untuk dibaca

PERSYARATAN:

• Ukuran memadai ~kapasitas, beban kerja


• Terlindung (radiasi, sinar matahari,bahan kimia lain selain bahan
prosesing film)
• ada sirkulasi udara
• Air bersih
• Safe light (cukup lampu merah atau hijau 5 watt)

DARK ROOM TERDIRI DARI:

 Wet side

- bak berisi air mengalir

- Tangki pembangkit/pengembang (developer tank)

- Tangki penetap (fixer tank)

 dry side

Almari untuk penyimpan :

- Film

- Kaset

- Film hanger

2. FILM PROSESING TANK

19
3. FILM PROCESSING SOLUTION

 Developing solution

- Natrium Karbonat  akselerator developer, menjaga developer tetap basa

-Kalium Bromide reduksi kristal yg tidak tertembus x-ray, mencegah kabut


film

-Natrium sulfit (preservative)  mencegah oksidasi zat pereduks

- Air  pelarut

-Metol (elon) ; pereduksi  timbulkan detail gambar

-Hiroquinone(pereduksi)  kontras yg baik

 Fixing solution

Bersifat asam Menghilangkan developerMengandung:

- Natrium tiosulfat melarutkan AgBr yg tidak larut dlm developing

20
-Asam asetat  netralisir sisa developer pd film

-Natrium sulfit mencegah zat fixing terurai dlm asam asetat(mencegah


pengendapan)

-Kalium alum (boraks) mengeraskan gelatin pada emulsi film  gambaran


tahan lama

-Air  pelarut

2.5 Teknik radiografi kedokteran gigi

Secara garis besar foto Rontgen gigi, berdasarkan teknik pemotretan dan
penempatan film, dibagi menjadi dua: foto Rontgen Intra oral dan foto Rontgen
extra oral.

2.5.1 Teknik Rontgen Intra oral


Teknik radiografi intra oral adalah pemeriksaan gigi dan jaringan sekitar secara
radiografi dan filmnya ditempatkan di dalam mulut pasien. Untuk mendapatkan
gambaran lengkap rongga mulut yang terdiri dari 32 gigi diperlukan kurang lebih
14 sampai 19 foto. Ada tiga pemeriksaan radiografi intra oral yaitu: pemeriksaan
periapikal, interproksimal, dan oklusal.

A. Teknik Rontgen Periapikal


Teknik ini digunakan untuk melihat keseluruhan mahkota serta akar gigi dan
tulang pendukungnya. Ada dua teknik pemotretan yang digunakan untuk
memperoleh foto periapikal yaitu teknik parallel dan bisektris, yang sering
digunakan di RSGM adalah teknik bisektris.

B. Teknik Bite Wing


Teknik ini digunakan untuk melihat mahkota gigi rahang atas dan rahang bawah
daerah anterior dan posterior sehingga dapat digunakan untuk melihat permukan

21
gigi yang berdekatan dan puncak tulang alveolar. Teknik pemotretannya yaitu
pasien dapat menggigit sayap dari film untuk stabilisasi film di dalam mulut.

C. Teknik Rontgen Oklusal


Teknik ini digunakan untuk melihat area yang luas baik pada rahang atas maupun
rahang bawah dalam satu film. Film yang digunakan adalah film oklusal. Teknik
pemotretannya yaitu pasien diinstruksikan untuk mengoklusikan atau menggigit
bagian dari film tersebut.

2.5.2 Teknik Rontgen Ekstra Oral


Foto Rontgen ekstra oral digunakan untuk melihat area yang luas pada rahang dan
tengkorak, film yang digunakan diletakkan di luar mulut. Foto Rontgen ekstra oral
yang paling umum dan paling sering digunakan adalah foto Rontgen panoramik,
sedangkan contoh foto Rontgen ekstra oral lainnya adalah foto lateral, foto antero
posterior, foto postero anterior, foto cephalometri, proyeksi-Waters, proyeksi
reverse-Towne, proyeksi Submentovertex

A. Teknik Rontgen Panoramik


Foto panoramik merupakan foto Rontgen ekstra oral yang menghasilkan
gambaran yang memperlihatkan struktur facial termasuk mandibula dan maksila
beserta struktur pendukungnya. Foto Rontgen ini dapat digunakan untuk
mengevaluasi gigi impaksi, pola erupsi, pertumbuhan dan perkembangan gigi
geligi, mendeteksi penyakit dan mengevaluasi trauma.

B. Teknik Lateral
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat keadaan sekitar lateral tulang muka,
diagnosa fraktur dan keadaan patologis tulang tengkorak dan muka.

C. Teknik Postero Anterior


Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat keadaan penyakit, trauma, atau
kelainan pertumbuhan dan perkembangan tengkorak. Foto Rontgen ini juga dapat

22
memberikan gambaran struktur wajah, antara lain sinus frontalis dan ethmoidalis,
fossanasalis, dan orbita.

D. Teknik Antero Posterior


Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat kelainan pada bagian depan maksila
dan mandibula, gambaran sinus frontalis, sinus ethmoidalis, serta tulang hidung.

E. Teknik Cephalometri
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat tengkorak tulang wajah akibat trauma
penyakit dan kelainan pertumbuhan perkembangan. Foto ini juga dapat digunakan
untuk melihat jaringan lunak nasofaringeal, sinus paranasal dan palatum keras.

F. Proyeksi Water’s
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat sinus maksilaris, sinus ethmoidalis,
sinus frontalis, sinus orbita, sutura zigomatiko frontalis, dan rongga nasal.

G. Proyeksi Reverse-Towne
Foto Rontgen ini digunakan untuk pasien yang kondilusnya mengalami
perpindahan tempat dan juga dapat digunakan untuk melihat dinding postero
lateral pada maksila.

H. Proyeksi Submentovertex
Foto ini bisa digunakan untuk melihat dasar tengkorak, posisi kondilus, sinus
sphenoidalis, lengkung mandibula, dinding lateral sinus maksila, dan arcus
zigomatikus.
2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil foto radiografi

Factor penyebab kegagalan fotografi dental


Superimposed
Gambar radiografis tumpang tindih dengan gambaran selain gigi dan
struktur anatomis disekitarnya, karena kelalaian operator memeriksa kesiapan

23
pasien sebelum melakukan pemotretan. Gambaran tumpang tindih ini antara lain
dapat berupa gambaran kacamata, cengkraman gigi tiruan lepasan,gigi tiruan
kerangka logam, atau kawat alat orthodonsi.
Pada teknik periapikal, pasien menahan film dengan jari apabila jari pasien pada
daerahyang terkena sinar- X primer selama pemotretan akan tampak gambaran
radiografis tulang jari tangan.
Double expose :
Film yang telah dipakai, sebelum dicuci dipakai lagi untuk pemotretan pasien
lain(film dipakai dua kali pemotretan), sehingga akan tampak dua gambaran
radiografis pasien yang berbeda pada satu film.
Sidik jari tangan :
Gambaran sidik jari ini terjadi karena operator melakukan pencucian tanpa
menggunakan clip film langsung dipegang oleh operator. Sehingga pada waktu
pencucian dalam developer, gambaran sidik jari operator akan tercetak pada film
radiografis yang dihasilkan.

Pada tahap rinsing cairan developer masi menempel pada film, sehingga cairan
tersebut bercampur pada larutan fixer. Hal ini dapat mengakibatkan :
a. keasaman fixer menurun sehingga larutan fixer menjadi lemah , hal ini akan
mengakibatkan adanya noda pada film
b. timbul dichroic gog, atau noda bewarna pink pada foto dan bewarna biru atau
hijau bila dilihat pada cahaya
c. menimbulkan noda coklat akibat dari sisa developer.

Penentuan sudut pemotretan


1. Kesalahan penentuan vertical dapat berupa :
Elongasi yaitu pemanjangan gambaran radiografis gigi yang dihasilkan, akibat
penentuan sudut vertical terlalu besar.

2. Kesalahan penentuan sudut horizontal :

24
Horizontal overlapping yaitu gambaran radiografis yang tumpang tindih antara
satu gigi dengan gigig yang berdekatan, akibat sinar-X tidak sejajar dengan
permukaan interproximal gigi atau tidak tegak lupus dengan sumbu gigi yang
diperiksa. Cone cutting adalah terpotongnya sebagian gambaran radiografis gigi
yang dihasilkan dengan batas tepi berupa lengkungan, terjadi akibat sinar-X tidak
tepat pada pertengahan film, sehingga ada sebagian film yang tidak terkena sinar-
X. Kesalahn penentuan sudut pemotretan pada teknik ekstraoral dapat
menyebabkan gambaran tumpang tindih (overlapping) antara objek yang diperiksa
dengan struktur anatomis disekitarnya.

Kegagalan dalam processing film bisa terjadi oleh beberapa alasan di


antaranya:

 Time and temperature errors

Pengaturan waktu dalam processing film harus diperhatikan, seperti contoh dalam
FIXING, yang menurut ketentuan harus dilakukan selama 4-15 menit. Jika kurang
dari penetapan waktu tersebut maka hasil film akan mudah kabur dalam jangka
waktu pendek. Sedangkan pabila melebihi batasan waktu, maka gambar pada film
akan hilang. Sedangkan pengaturan temperature di gunakan dalam processing film
dengan metode Time and Temperature.

 Chemical contamination errors

Bahan-bahan kimia yang mencampuri dalam processing film dapat


mengakibatkan hasil film yang buruk. Seperti bila ada senyawa AgBr, yang masih
tertinggal pada film maka hasil film pada nantinya akan terlihat buram

 Film handling errors

Pemegangang pada film diperbolehkan saat memastikan bahawa film tersebut


sudah benar benar kering. Karena kalau tidak akan tercetak jari jari kita pada film,

25
bisa juga timbul bercak bercak yang akan mengganggu dari hasil FILM itu
sendiri.

 Lighting errors

Tidak diperbolehkan untuk menggunakan warna lampu yang berwarna putih, dan
jarak antara penerangan dengan working area tidak boleh terlalu dekat, minimum
4 kaki. Bila hal ini tidak diperhatikan maka hasil pada film akan terlihat seperti
berkabut (fogged)

ARTEFACT RADIOGRAFI:

Struktur atau gambaran yang tidak normal ada/tampak dlm radiograf ; pada obyek
yg difoto tidak ada

SEBAB:

• Defect pada film atau film packet


• Improper handling of the film packet
• Accidental incidental to processing of the film
• Radiographic technical error

A. RADIOGRAF DENGAN GORESAN RADIOLUSEN

SEBAB :

- Film tergores kuku atau benda lainnya


- Film tertekuk / kerutan film
- Goresan penjepit film yg terkontaminasi developer yg pekat
- Pecikan larutan developer

26
B. RADIOGRAF DENGAN CAP JARI

SEBAB : Memegang film dengan jari yang basah atau berkeringan

C. RADIOGRAF DENGAN GAMBAR JARING/POLA ALUR BAN

SEBAB : penempatan film terbalik

D. NODA PUTIH PADA RADIOGRAF

SEBAB :

- artifak larutan fiksasi


- emulsi tergores
- Benda/obyek radiopak tertanam dalam jaringan
- Benda/obyek radiopak pada cone

27
E. RETIKULASI PADA RADIOGRAF

SEBAB ; Perbedaan suhu yang tajam antara larutan developing dan air pencuci

F. RADIOGRAF TIDAK LENGKAP

SEBAB :

- Film kontak dengan hanger, sisi bak pencuci atau kontak dengan
film lain selama proses pengembangan
- penempatan film kurang tepat (kurang ke apikal; terlalu ke apikal)
- Sebagian film tidak masuk dalam larutan pengembang
- Kegagalan penempatan film sejajar dataran oklusal
- Angulasi vertikal terlalu kecil  pemanjangan

28
G. RADIOGRAF TERLALU PUTIH

SEBAB: - Underexposure

- waktu developing terlalu singkat


- Temperatur developer rendah
- Konsentrasi developer lemah
- larutan developer terlalu dingin, kadaluarsa,
tercampur satu sama lain
- Kualitas film jelek
- Voltage dan mA kurang

2.7 Syarat hasil foto radiografi yang baik

Hasil foto radiografis tang baik harus memenui syarat :


1. Kontras, detail dan ketajaman foto radiografis harus baik, setiap struktur
anatomis dapat dibedakan dengan jelas, misalnya perbedaan email,

29
dentin,kamar pulpa, saluiran akar, lamina dura dan tulang penyangga
disekitarnya serta struktur anatomis oainnya yang penting untuk
diinterprestasikan
2. Seluruh objek yang diperiksa dapat tampak secara keseluruhan dengan jelas
pada film radigrafis yang dihasilkan.
3. Bentuk dan ukuran objek atau gigi tidak mengalami distorsi atau perubahan
bentuk. Misalnya pada film radiografis intra oral proyeksi periapikal, tonjol
bukal – palatal atau bukal – lingual terletak pada satu bidang (berhimpit)
4. Pada film radiografis intraoral proyeksi periapikal, daerah interdental,harus
tampak jelas, kecuali pada kasus gigi berjejal.

2.8 Efek samping radiasi sinar X


Sinar X, selain memiliki sifat yang menguntungkan juga memiliki
beberapa efek yang berdampak buruk pada tubuh maupun lingkungan. Ketika
menembus jaringan tubuh, radiasi sinar ionisasi menimbulkan kerusakan pada
tubuh, terutama dengan ionisasi atom-atom pembentuk jaringan. Indikasi radiasi
yang merusak dalam tingkat atom akan menimbulkan perubahan molekul, yang
menimbulkan kerusakan seluler, serta menimbulkan fungsi sel abnormal atau
hilangnya fungsi sel.

Efek radiasi pada manusia merupakan hasil dari rangkaian proses fisik dan
kimia yang terjadi segera setelah terpapar (10-15 detik), kemudian diikuti dengan
proses biologic dalam tubuh. Proses biologic meliputi rangkaian perubahan pada
tingkat molekuler, seluler, jaringan dan tubuh.

Konsekuensi yang timbul dapat berupa kematian sel atau perubahan pada
sel. Bergantung pada dosis radiasi yang diterima tubuh. Pada paparan akut dosis
relative tinggi, efek yang timbul merupakan hasil kematian dari sel yang dapat
menyebabkan gangguan fungsi jaringan dan organ tubuh, bahkan kematian.

Efek seperti ini disebut efek deterministic yang umumnya segera dapat
teramati secara klinis setelah tubuh terppar radiasi dengan dosis diatas dosis

30
ambang. Selain itu, radiasi dapat tidak mematikan sel tetapi menyebabkan
perubahan atau transformasi sel sehingga terbentuk sel baru yang abnormal.

Perubahan ini terutama karena rusaknya materi inti sel, kususnya DNA
dan kromosom. Perubahan ini berpotensi menyebabkan terbentuknya kanker pada
sebagian individu terpapar atau penyakit herediter meningkat dengan
bertambahnya dosis, tetapi tidak halnya dengan keparahannya. Efek ini disebut
efek stokastik.

Efek Radiasi pada Membran Mukosa Mulut

Radiasi pada daerah kepala dan leher khususnya nasofaring akan


mengikutsertakan sebagian besar mukosa mulut. Akibatnya dalam keadaan akut
akan terjadi efek samping pada mukosa mulut berupa mukositis yang dirasa
pasien sebagai nyeri pada saat menelan, mulut kering dan hilangnya cita rasa
(taste). Keadaan ini seringkali diperparah oleh timbulnya infeksi jamur pada
mukosa lidah serta palatum.

Efek Radiasi pada Glandula Salivarius

Terapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah
terbukiti dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai
drajat kerusakan pada kelenjar saliva yang terkena radioterapi. Hal ini ditunjukkan
dengan berkurangnya volume saliva. Jumlah dan keparahan kerusakan jaringan
kelenjar saliva tergantung dosis dan lamanya penyinaran.. Mulut akan menjadi
kering (Xerostomia) dan sakit, serta pembengkakan dan nyeri karena
berkurangnya saliva sehingga menyebabkan hilangnya fungis lubrikasi.

Efek Radiasi pada Gigi

Gigi yang telah erupsi cenderung mengalami kerukan akibat radiasi daerah
rongga mulut, meskipun kerusakannya baru tampak setelah beberapa tahun
setelah radiasi. Manifestasi kerusakan berupa destruksi substansi gigi yang disebut

31
karies radiasi dan dimulai pada servikal gigi. Lesi berupa demineralisasi yang
lebih daripada karies pada umumnya, dengan pola melintas gigi dan menyebabkan
kerusakan mahkota gigi pada daerah servikal.

Kerusakan jaringan keras gigi (email, dentin, sementum) mengakibatkan


karies gigi. Secara radiografi daerah karies bersifat radiolusen bila dibandingkan
dengan email atau dentin. Hal ini penting bagi pendiagnosa untuk melihat
radiografi dalam situasi pengamatan yang tepat dengan pandangan yang jelas agar
dapat membedakan antara restorasi dan anatomi gigi yang normal. Pada gigi
terjadi dua efek radiasi yaitu efek radiasi secara langsung dan tidak langsung.

a. Efek Radiasi Langsung

Efek radiasi ini terjadi paling dini dari benih gigi, berupa gangguan
kalsifikasi benih gigi, gangguan perkembangan benih gigi dan gangguan erupsi
gigi.

b. Efek Radiasi tidak Langsung

Efek radiasi tidak langsung terjadi setelah pembentukan gigi dan erupsi
gigi normal berada dalam rongga mulut, kemudian terkena radiasi ionosasi, maka
akan terlihat kelainan gigi tersebut misalnya adanya karies radiasi. Biasanya
karies radiasi pada beberapa gigi bahkan seluruh region yang terkena pancaran
sinar radiasi, keadaan ini disebut rampan karies radiasi. Radiasi karies merupakan
bentuk rampan dari kerusakan gigi yang dapat terjadi pada tiap individu yang
mendapatkan radioterapi termasuk penyinaran dari glandula saliva. Lesi karies
dihasilkan dari perubahan glandula salivarius.

Penurunan arus, peningkatan pH, penurunan kapasitas buffer karena


adanya perubahan elektrolit dan peningkatan viskositas. Saliva normal dapat
menurun dan akumulasi debris yang cepat karena tidak adanya tindakan
pembersihan. Karies sekunder yang disebabkan radiasi memiliki bentuk jelas yang
merata pada cement enamel junction (CEJ) dari permukaan bukolabial,
merupakan lokasi yang biasanya tahan terhadap karies.

32
Permukaan bukal dan lingual sering Nampak warna putih atau opak karena
terjadi demineralisasi dari email. Daerah ini terjadi demineralisasi bila saliva
menjadi asam dan kehilangan suplai mineral yang secara normal mengisi ion
negative berubah, permukaan lembut, kehailangan translusensi dan sering fraktur,
menyebabkan erosi, membuat dentin menjadi terbuka.

Efek Radiasi pada Tulang

Perawatan kanker pada daerah mulut sering dialkukan penyinaran


termasuk pada mandibula. Kerusakan primer pada tulang disebabkan oleh
penyinaran yan mengakibatkan rusaknya pembuluh darah periosteum dan tulang
kortikal, yang dalam keadaan normalnya sudah tipis. Radiasi juga dapat merusak
osteoblas dan osteoklas. Jaringan sumsusm tulang menjadi hipovaskular, hipoxik,
dan hiposelular.

Sebagai tambahan, endosteum menjadi terjadi atrofi pada endosteum


menunjukkan berkurangnya aktifitas osteoblas dan osteoklas, dan beberapa lacuna
pada tulang yang kompak tampak kosong, hal tersebut merupakan indikasi
terjadinya nekrosis. Derajat mineralisasi menjadi berkurang, memicu terjadinya
kerapuhan, aytau perubahandari tulang yang normal. Jika keadaan ini bertambah
parah tulang akan mangalami kematian, kondisi seperti ini disebut
osteoradionecrosis.

Efek Radiasi pada Pulpa

Apoptosis adalah mekanisme biologis yang merupakan jenis kematian sel


yang terprogram, yang dapat terjadi pada kondisi fisiologis maupun patologis.
Apoptosis digunakan oleh organism multi sel untuk membuang sel yang sudah
tidak diperlukan oleh tubuh. Apoptosis umumnya berlangsung seumur hidup dan
bersifat menguntungkan bagi tubuh.

33
Apoptosis dapat terjadi selama selama perkembangan, sebagai mekanisme
homeostatis untuk menjaga atau memelihara populasi sel dalam jaringan, sebagai
mekanisme pertahanan jika sel rusak oleh suatu penyakit atau bahan racun pada
proses penuaan.

Apoptosis pada jaringan fibroral pulpa dapat terjadi akibat dosis radiasi
yang diterima selama terapi radiasi adalah ± 200 rad sehingga apoptosis pada sel
fibrolas pulpa meningkat pulpa sehingga selain sel sel fibrolas, sel-sel lain juga
turut mati akibat efek radiasi. Dikarenakan sel fibrolas merupakan sel terbanyak
yang ada di pulpa dengan fungsi sebagai menjaga integritas dan vitalitas pulpa
berupa membentuk dan mempertahankan matriks jaringan pulpa dengan
membentuk ground substance dan serat kolagen sehingga apoptosis pada sel
fibrolas pulpa menjadi proses awal terjadinya karies radiasi.

Selain itu, Interaksi radiasi pengion dengan meteri biologic diawali dengan
interaksdi fisika yaitu, proses ionisasi. Elektron yang dihasilkan dari proses ionisasi
akan berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung bila
penyerapan energi langsung terjadi pada molekul organik dalam sel yang mempunyai
arti penting, seperti DNA. Sedangkan interaksi secara tidak langsung bila terlebih
dahulu terjadi interaksi radiasi dengan molekul air dalam sel yang efeknya kemudian
akan mengenai molekul organik penting. Mengingat sekitar 80% dari tubuh manusia
terdiri dari air, maka sebagian besar interaksi radiasi dalam tubuh terjadi secara tidak
langsung.

DOSIS DAN EFEK SOMATIK RADIASI


1. Dosis lemah/rendah: 0 – 50 rad
a. 0-25 rad
 tidak ada efek,mungkin tidak ada delayed effect
b. 25-50 rad
 efek tidak ada/sedikit perubahan susunan darah,
mungkin ada delayed effect
2. Dosis sedang : 50-200 rad

34
a. 50-100 rad
 badan lemas/mual, perpendekan umur, perubahan
susunan darah  delayed recovery
b. 100-200 rad
 mual dan muntah 24 jam setelah radiasi, nafsu
makan kurang, lemas, suara serak, diare, epilepsi,
kerontokan rambut
3. Dosis semi letal : 200-400 rad
- mual, mutah dalam 1-2 jam setelah radiasi
- epilepsi
- nafsu makan berkurang
- panas dan lemas
- pada minggu ke-3: radang mulut/tenggorok
- Pada minggu ke-4 : pucat, perdarahan hidung, diar
4. Dosis letal : 400-600 rad
- 1-2 Jam : mual muntah
- akhir minggu ke-1: radang mulut/tenggorokan

2.9 Proteksi radiasi sinar X


Standar Proteksi Radiasi
Dalam implementasi optimisasi seperti yang direkomendasikan oleh Intern
ational At mic Energy
Agency maka pelaksanaan Tingkat Panduan Dosis atau Guidance Level
bagi pasien mau tidak mau harus dilaksanakan agar pasien terlindung dari pember
ian dosis yayang tidak perlu. Untuk mencapai hal ini maka perlu
diperhatikan Peralatan
yang dipergunakan apakah handal dan teruji dan Tenaga kerjanya terkualifikasi at
au tidak.

35
1. Peralatan yang handal.
Agar supaya dosis pasien yang dikehendaki dapat tercapai maka hal pertama yang
harus diperhatikan adalah kemampuan pesawat sinarX. Untuk meyakinkan
bahwa kemampuannya masih dapat dipercaya maka perlu dilakukan uji fungsi ter
hadap pesawat sinarX secara periodik sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
Kalauperaturan mengharuskan dilakukan uji kesesuaian sekali dalam setahun mak
a harus dilakukan. Permasalahan adalah siapa yang dapat melakukan uji kesesuaia
n yang
sesuai dengan standar internasional.Menurut peraturan perundangan yang berlaku
maka instansi atau lembaga yang dapat melakukan uji kesesuaian boleh siapa
saja asalkan sudah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional
(KAN) yang berada di dalam organisasi Badan
Standardisasi Nasional (BSN). Secara internasional KAN diakui sebagai satusatun
ya instansi yang dapat melaksanakan akreditasi terhadap instansi yang
melaksanakasertifikasi jasa maupun produk. Oleh karena itu semua lembaga di In
donesia yang akan melaksanakansertifikasi harus terlebih dahulu mendapat akredi
tasi dari KAN. Sertifikat pesawat sinarXakan menjadi syarat utama untuk mengaj
ukan permohonan izin penggunaan pesawat sinarX.

2. Tenaga yang terkualifikasi


Untuk mencapai dosis pasien yang diharapkan tidak cukup hanya menguji peralat
an akan tetapi kualifikasi personil yang mengoperasikan alat juga harus
mendapat perhatian. Personil tersebut harus memiliki pendidikan yang
standar sesuai dengan
yang dipersyaratkan untuk mengoperasikan pesawat sinar-
X. Untuk operator pesawat sinarX persyaratan minimum harus berpendidikan
Diploma D3 atau setara dengan akademi yang khusus untuk pesawat sinar-
X diagnostik. Dengan latar belakang pendidikan ini maka pemberian paparan radi
asi pada pasien akan mendapatkan citra yang diharapkan serta dosis pasien
yang sesuai dengan tingkat panduan dosis pada setiap jenis pemeriksaan

36
yang dimintakan dokter. Sedangkan untuk pemeriksaan
angiografi, mammografi, dan CT Scan, disamping tenaga operator yang
terkualifikasi juga diopersyaratkan adanya tenaga Fisika Medik

2.10 Aplikasi radiografi dalam bidang kedokteran gigi

Kegunaan Dental Radiography antara lain :

a. Radiodiagnosa/Rongenodiagnosa

Radiodiagnosa :Radiograf gigi merupakan data pendukung yang penting


dalam menegakkan suatu diagnosa penyakit atau kelainan di Kedokteran
Gigi misalnya :

 Adanya kelainan apikal atau periapikal yang tidak terdeteksi secara


klinis.
 Adanya kelainan pada rahang.
 Adanya fraktur rahang atau akar gigi

 Karies yang tersembunyi(pada proksimal atau karies akar)karies


sekunder,karies incipien,kedalaman karies dan lain-lain.
b. Rencana Perawatan

Radiograf gigi sangat membantu dalam pembuatan atau penentuan rencana


perawatan,seperti:

 Penentuan letak pin atau implant


 Kondisi saluran akar
 Penentuan jenis dan teknik
c. Penunjang Perawatan
Radiograf gigi sangat membantu memudahkan dalam melakukan sebuah
perawatan,seperti :

37
 Komplikasi post operatif
 Perawatan endodontik
d. Evaluasi Perawatan

Untuk evaluasi atau kontrol keberhasilan atau kemajuan perawatan

e. Radiografi merupakan salah satu data rekam medik yang sangat penting.
f. Kepentingan forensik.

38
BAB III.

KESIMPULAN

1. Teknik prosesing film yg lain yaitu

 MANUAL

a. dengan dark room ;

1) Metode visual

2) Metode temperatur dan waktu

b. Tanpa dark room (self processing)

 OTOMATIS

 dg film processing otomatics machine

Tahapan pengolahan film secara mannual terdiri dari pembangkitan (developing),


pembilasan (rinsing), penetapan (fixing), pencucian (washing), dan pengeringan
(drying).

2. JENIS-JENIS FOTO RONTGEN GIGI

Teknik Rontgen Ekstra Oral


Teknik Rontgen Panoramik
Teknik Rontgen Oklusal
Teknik Bite Wing
Teknik Rontgen Periapikal
Teknik Rontgen Intra oral
Teknik Lateral
Teknik Postero Anterior
Teknik Antero Posterior
Teknik Cephalometri

39
3. Kegagalan dalam processing film bisa terjadi oleh beberapa alasan di
antranya

Time and temperature errors

Chemical contamination errors

Film handling errors

Lighting errors

4. Aplikasi dalam bidang kedokteran gigi

1. Untuk mendeteksi lesi, dll.


2. Untuk membuktikan suatu diagnosa penyakit.
3. Untuk melihat lokasi lesi/benda asing yang terdapat pada rongga mulut.
4. Untuk menyediakan informasi yang menunjang prosedur perawatan.
5. Untuk mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi.
6. Untuk melihat adanya karies, penyakit periodontal dan trauma.
7. Sebagai dokumentasi data rekam medis yang dapat diperlukan sewaktu-
waktu

5. efek radiasi

Efek radiasi pada manusia merupakan hasil dari rangkaian proses fisik dan
kimia yang terjadi segera setelah terpapar (10-15 detik), kemudian diikuti dengan
proses biologic dalam tubuh. Proses biologic meliputi rangkaian perubahan pada
tingkat molekuler, seluler, jaringan dan tubuh.

Konsekuensi yang timbul dapat berupa kematian sel atau perubahan pada
sel. Bergantung pada dosis radiasi yang diterima tubuh. Pada paparan akut dosis
relative tinggi, efek yang timbul merupakan hasil kematian dari sel yang dapat
menyebabkan gangguan fungsi jaringan dan organ tubuh, bahkan kematian.

40
DAFTAR PUSTAKA

O’Brien, Richard C. 1982. Dental Radiography: An Introduction for Dental


Hygienists and Assistants. Philadelphia: W. B. Saunders Company

Clark, K.C., (1974), Positioning Radiography. Volume 2. Churchill


Livingstone, London.

Fong, E., et al., (1980), Body Structures and Functions. 6th ed. Delmar
Publishing Inc., Boston.

Hoxter, E.A., (1978), Teknik Pemotretan Rontgen. Hlm 129, EGC, Jakarta

Langland., O.E. and R. P. Langlais., 2002. Principles of Dental


Imaging.,Philadelphia., Williams & Willin

Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik. Jakarta. EGC. 2002


Whaites E. Essentialials of Dental Radiography and Radiologi.
London:Churchill Livingstone. 2003

Anda mungkin juga menyukai