Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beton
Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan
semen hidrolik (portland cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan
tambah (admixture atau additive). Nawy (1985:8) mendefinisikan beton sebagai
sekumpulan interaksi mekanis dan kimiawi dan material pembentuknya.
Bahan penyusun beton meliputi air, semen portland, agregat kasar dan
halus, serta bahan tambah. Setiap bahan penyusun mempunyai fungsi dan
pengaruh yang berbeda-beda. Sifat yang penting pada beton adalah kuat tekan.
Bila kuat tekannya tinggi, maka sifat-sifat yang lain pada umurnya juga baik.
Faktor-fsktor yang mempengaruhi kuat tekan beton terdiri dari kualitas bahan
penyusun, nilai faktor air semen, gradasi agregat, ukuran maksimu agregat, cara
pengerjaan (pencampuran, pengangkutan, pemadatan dan perawatan), serta umur
beton (Tjokrodimuljo, 2007)
Parameter – parameter yang paling mempengaruhi kekuatan beton adalah :
a) kualitas semen, b) proporsi semen terhadap campuran, c) kekuatan dan
kebersihan agregat, d) interaksi atau adhesi antara pasta semen dengan agregat, e)
pencampuran yang cukup dari bahan – bahan pembentuk beton, f) penempatan
yang benar, penyelesaian dan pemadatan beton, g) perawatan beton, dan h)
kandungan klorida tidak melebihi 0,15 % dalam beton yang diekspos dan 1 %
bagi beton yang diekspos (Nawy, 1985:24)
Susunan beton secara umum, yaitu: 7-15 % PC, 16-21 % air, 25-30 %
pasir dan 31-50 % keriki. Kekuatan beton terletak pada perbandingan jumlah
semen dan air, rasio perbandingan air terhadapsemen (W/C ratio yang semakin
kecil akan menambah kekuatan (compressive strength) beton. kekuatan beton
ditentukan oleh perbandingan air semen,selama campuran sukup plastis, dapat
dikerjakan dan beton itu dipadatkan sempurna dengan agregat yang baik.

6
7

Keunggulan – keunggulan beton :


a. Kemudahan pengolahannya : yaitu dalam keadaan plastis beton dapat
diendapkan dan diisi dalam cetakan.
b. Material yang mudah didapat : sebagian besar dari material – material
pembentuknya, biasanya tersedia dilokasi dengan harga murah atau pada
tempat yang tidak terlalu jauh dari lokasi konstruksi.
c. Kekuatan tekan tinggi : seperti juga kekutan tekan pada batu alam, yang
membuat beton cocok untuk dipakai sebagai elemen yang terutama memikul
gaya tekan, seperti kolom dan konstruksi busur.
d. Daya tahan yang tinggi terhadap api dan cuaca merupakan bukti dan
kelebihan.
e. Harganya relatif murah.
f. Mampu memikul beban yang berat.
g. Mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi.
h. Biaya pemeliharaan/perawatannya kecil.
Kekurangan beton :
a. Beton mempunyai kuat tarik rendah, sehingga mudah retak. Oleh karena itu
perlu diberi baja tulangan, atau tulangan kasa (meshes)
b. Beton sulit untuk dapat kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat
dimasuki air dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton.
c. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah.
d. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi.

2.2 Beton Berpori


Beton berpori atau dikenal sebagai pervious concrete atau porous concrete
merupakan jenis beton yang memiliki pori-pori atau rongga pada strukturnya,
sehingga memungkinkan cairan mengalir melalui rongga-rongga yang terdapat
pada beton. Menurut ACI 522R-10 Report on Pervious Concrete beton berpori
dapat dideskripsikan sebagai beton yang memiliki nilai slump mendekati nol,
8

yang terbentuk dari semen portland, agregat kasar, sedikit agregat halus atau tidak
sama sekali, campuran tambahan (admixture) dan air.
Beton non pasir terdiri dari aglomerasi agregat kasar berukuran tunggal
yang diselimuti dengan lapisan pasta semen tipis sekitar 1,3 mm (Neville dan
Brooks, 2010).
Beton berpori bukanlah suatu jenis beton yang umum dipakai dalam suatu
konstruksi dikarenaan oleh sifatnya yang berongga menjadikan aplikasi
penggunaan beton berpori masih terbatas, bahkan di Indonesia sendiri masih
kurang dirasakan. Dikarenakan jenis konstruksi yang biasanya diandalkan untuk
penyerapan air pada jalan adalah paving block. Sifat berongga yang dimiliki oleh
beton berpori membuat beton jenis ini memiliki kuat tekan lebih rendah dari pada
jenis beton padat yang biasanya digunakan, sehingga membuat beton berpori lebih
cocok untuk aplikasi yang tidak membutuhkan nilai kuat tekan yang tinggi. Jenis
struktur yang dapat menggunakan beton berpori adalah lapngan parkir,lantai
rumah kaca, perkerasan lapisan atas untuk taman, lapangan tenism tempat pejalan
kaki, dan juga sebagai perkerasan kaku untuk jalan lokal dengan intesitas lalu
lintas yang rendah. Sehingga secara garis besar beton berpori dapat diaplikasikan
untuk jenis struktur yang tidak membutuhkan tulangan beton, karena dengan
adanya tulangan pada beton berpori akan memberikan resiko karat pada tulangan
yang disebabkan oleh cairan yang dapat menembus rongga.
Seperti halnya beton normal komposisi yang digunakan untuk beton berpori
tidak jauh berbeda, dimana material umum yang digunakan tetaplah semen,
agregat dan air.
9

Gambar 2.1 Beton Porous yang tembus air


(Sumber : https://joglosemar.co)

2.3 Bahan Penyusun Beton Berpori


Beton Berpori biasanya terdiri dari semen portland , agregat kasar berukuran
seragam dan air. Kombinasi ini membentuk aglomerasi agregat kasar yang
dikelilingi oleh pasta semen lapisan tipis pada titik kontaknya. Konfigurasi ini
menghasilkan rongga yang saling berhubungan antara agregat kasar, yang
memungkinkan air menyerap dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi daripada
beton konveksi. Beton berpori merupakan tipe beton yang istimewa. Beton
berpori dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis: satu di mana porositas terdapat
dalam komponen agregat campuran (beton agregat ringan), dan satu di mana
porositas diperkenalkan pada komponen non agregat (beton berpori). Beton
berpori dapat menggunakan agregat ringan dari alam atau sintetis yang sangat
keropos. (ACI 522R-10)

2.3.1 Semen Portland


Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan
dalam pekerjaan beton. menurut ASTM C-150,1985, semen portland didefinisikan
sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri
dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk
10

kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan
utamanya.
Semen portland yang dgunakan di Indonesia harus memenuhi syarat
SII.0013-81 atau Standar Uji Bahan Bangunan Indonesia 1986, dan harus
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam standar tersebut (PB.1989:3,2-8).
Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam
pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan
menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen menjadii mortar
yang jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar
yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (concrete). (Mulyono,2007)
Kekuatan semen yang telah mengeras tergantung pada jumlah air yang
dipakai waktu proses hidrasi berlangsung. Pada dasarnya jumlah air yang
diperlukan untuk proses hidrasi hanya kira-kira 25% dari berat semennya,
penambahan jumlah air akan mengurangi kekuatan setelah mengeras. Kelebihan
air dari yang diperlukan untuk proses hidrasi pada umumnya diperlukan pada
pembuatan beton, agar adukan beton dapat dicampur dengan baik, diangkut
ndengan mudah, dan dapat dicetak tanpa rongga-rongga yang besar (tidak
keropos). Akan tetapi, hendaknya selalu diusahakan jumlah air sesedikit mungkin,
agar kekuatan beton tidak terlalu rendah. Pasta semen yang mengeras merupakan
bagian yang porous. Konsentrasi hasil-hasil hidrasi yang padat pada seluruh ruang
atau volume yang tersedia (volume yang semula ditempati oleh air dan semen)
merupakan suatu nilai indeks porositas. Kuat tekan pasta semen (juga betonnya)
sangat dipengaruhi oleh besar pori-pori diantara gel-gel atau pori-pori hasil
hidrasi. Kelebihan air akan mengakibatkan pasta semen berpori lebih banyak,
sehinngga hasilnya kurang kuat dan juga lebih porous (berpori).
Semen yang satu dapat dibedakan dengan semen lainnya berdasarkan
susunan kimianya maupun kehalusan butirannya. Perbandingan bahan-bahan
utama penyusun semen portland adalah kapur (Cao) sekitar 60 % - 65 %, silika
(SiO2) sekitar 20 % - 25 %, dan oksida besi serta alumina (Fe2O3 dan Al2O3)
sekitar 7 % - 12 %. Sifat-sifat semen portland dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
sifat fisik dan sifat kimia. (Mulyono,2007)
11

1) Sifat Fisika Semen Portland


a. Kehalusan Butir (Fineness)
Kehalusan butir semen mempengaruhi proses hidrasi. Waktu pengikatan
(setting time) menjadi semakin lama jika butir semen lebih kasar. Semakin
halus butiran semen, proses hidrasinya semen cepat, sehingga kekuatan awal
tinggi dan kekuatan akhir berkurang.
Menurut ASTM, butir semen yang lewat ayakan No.200 harus lebih dari 78
%.
b. Kepadatan (density)
Berat jenis semen yang diiisyaratkan oleh ASTM adalah 3.15 Mg/m 3. Pada
kenyataannya, berat jenis semen yang diproduksi berkisar antara 3.05 Mg/m3
sampai 3.25 Mg/m3. Pengujian berat jenis dapat dilakukan menggunakan Le
Chatelier flask menurut standar ASTM C-188.
c. Waktu Pengikatan (setting time)
Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras terhitung
dari mulai bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen hingga pasta semen
cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu semen dibedakan menjadi dua
yaitu waktu ikat awal (initial setting time) dan waktu ikatan akhir (final
setting time). Waktu ikat awal (initial setting time) yaitu waktu dari
pencampuran semen dengan air menjadi pasta semen hingga hilangnya sifat
keplastisan, initial setting time biasanya berkisar 1 – 2 jam , tetapi tidak boleh
kurang dari 1 jam. Waktu ikatan akhir (final setting time) yaitu waktu antara
terbentuknya pasta semen hingga mengeras, final setting time tidak boleh
kurang dari 8 jam.
d. Panas Hidrasi
Panas hidrasi adalah panas yang terjadi pada saat semen bereaksi dengan air,
dinyatakan dalam kalori/gram. Jumlah panas yang dibentuk antara lain
bergantung pada jenis semen yang dipakai dan kehalusan butir semen.
Panas hidrasi naik sesuai dengan nilai temperatur pada saat hidrasi terjadi.
Untuk semen biasa, panas hidrasi bervariasi mulai 37 kalori/gram pada
temperatur 5C hingga 80 kalori/gram pada temperatur 40C. Semua jenis
12

semen umumnya telah membebaskan sekitar 5% panas totalnya pada satu


hingga tiga hari pertama, 70% pada hari ketujuh, serta 83 – 91% setelah 6
bulan. Laju perubahan panas ini bergantung pada komposisi semen.
e. Kekuatan Tekan
Kekuatan tekan semen diuji dengan cara membuat mortar yang kemudian
ditekan sampai hancur.contoh semen yang akan diuji dicampur dengan pasir
silika dengan perbandingan tertentu kemudian dibentuk menjadi kubus –
kubus berukuran 5x5x5 cm setelah berumur 3, 7, 14 dan 28 hari dan
mengalami perawatan, benda uji tersebut diuji kuat tekannya.

Gambar 2.2 Perkembangan Kekuatan Tekan Mortar untuk


Berbagai Tipe Potland Cement (Mulyono, 2003)

2) Sifat Kimia Semen Portland


Secara garis besar, ada 4 senyawa kimia utama yang menyusun semen
portland, yaitu :
a) Trikalsium Silikat (3Cao.SiO2) yang disingkat menjadi C3S.
b) Dikalsium Silikat (2CaO. SiO2) yang disingkat menjadi C2S.
c) Trikalsium Silikat (3CaO. Al2O3) yang disingkat menjadi C3A.
d) Tetrakalsium aluminoferrit (4CaO. Al2O3.Fe2O3) disingkat menjadi C4AF.
Peraturan beton 1989 (SKBI.1.4.53.1989) dalam ulasannya di halaman 1,
membagi semen portland menjadi lima jenis (SK.SNI T-15-1990-03:2) yaitu :
13

 Tipe I, semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan


persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya.
 Tipe II, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang, digunakan untuk struktur besar.
 Tipe III, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan
awal tinggi dalam fase permulaan setelah pengikatan terjadi.
 Tipe IV, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas
hidrasi yang rendah, dipakai pada bendungan beton.
 Tipe V, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan
yang tinggi terhadap sulfat, dipakai pada saluran dan struktur yang diekspos
terhadap sulfat.
Sifat kimia semen meliputi kesegaran semen , sisa yang tak larut dan yang
paling utama adalah komposisi syarat yang diberikan.
Semen campur dibagi menjadi 4 macam. Semen campur sendir adalah
semen dengan sifat-sifat khusus yang tidak dimiliki oleh semen portland. Berikut
adalah 4 jenis semen campur: (https://rdianto.wordpress.com)
a. Semen Portland Pozzolan (PPC)
Semen Portland pozzolan (SPP) atau dikenal juga sebagai Portland Pozzolan
Cement (PPC) adalah merupakan semen hidrolisis yang terdiri dari campuran
yang homogen antara semen Portland dengan bahan pozzolan (Trass atau Fly
Ash) halus, yang diproduksi dengan menggiling klinker semen Portland dan bahan
pozzolan bersama-sama atau mencampur secara merata semen Portland dan bahan
pozzolon atau gabungan antara menggiling dan mencampur.
b. Portland Blast Furnace Slag Cement
Portland Blast Furnace Slag Cement adalah semen Portland yang dicampur
dengan kerak dapur tinggi secara homogen dengan cara mencampur bubuk halus
semen Portland dengan bubuk halus slag atau menggiling bersama antara klinker
porland dengan butiran slag. Activitas slag (Slag Activity) bertambah dengan
bertambahnya ratio CaO + MgO/SiO2 + Al2O3 dan glass content. Tetapi biasanyan
keberadaan ratio oksida dan glass Content tersebut saling berkebalikan. Beberapa
sifat slag semen adalah sabagai berikut :
14

1. Jika kehalusannya cukup, mempunyai kekuatan tekan yang sama dengan


semen portland.
2. Betonnya lebih stabil dari pada beton semen portland
3. Mempunyai permebility yang rendah
c. Semen Masonry
Semen masonry pertama kali diperkenalkan di USA, kemudian berkembang
kebeberapa negara.Secara tradisional plesteran untuk bangunan umumnya
menggunakan kapur padam, kemudian meningkat dengan dipakainya semen
portland yang dicampur dengan kapur padam. Namun karena dianggap kurang
praktis maka diperkanalkan Semen Masonry .
d. Portland Composite Cement (PCC)
Menurut SNI 17064-2004, Semen Portland Campur adalah Bahan pengikat
hidrolisis hasil penggilingan bersama sama terak (clinker) semen portland dan
gibs dengan satu atau lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran antara
bubuk semen portland dengan bubuk bahan bahan anorganik lain. Bahan
anorganik tersebut antara lain terak tanur tinggi (blastfurnace slag), pozzolan,
senyawa silika, batu kapur, dengan kadar total bahan anorganik 6 – 35 % dari
massa semen portland composite. Menurut Standard Eropa EN 197-1 Portland
Composite Cement atau Semen Portland Campur dibagi menjadi 2 Type
berdasarkan jumlah Aditive material aktif
1. Type II/A-M mengandung 6 – 20 % aditif
2. Type II/B-M mengandung 21 – 35 % aditif
Kalau pada Portland Pozzolan Cement (Semen Portland Pozzolan) aditif yang
digunakan hanya 1 jenis maka pada Portland Composite Cement ini aditif yang
digunakan lebih dari 1 jenis atau 2 jenis.

2.3.2 Agregat
Agregat merupakan batuan yang terbentuk dari formasi kulit bumi yang
padat dan solid. (www.ilmusipil.com). Kandungan agregat dalam campuran beton
biasanya sangat tinggi. Berdasarkan pengalaman, komposisi agregat tersebut
berkisar 60-70 % dari berat campuran beton. (Mulyono, 2007)
15

Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam
atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum, agregat dapat dibedakan
berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Batasan ukuran
agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4.80 mm (British Standard) atau 4.75
mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirannya lebih
besar dari 4.80 mm (4.75 mm) dan agregar halus adalah batuan yang lebih kecil
dari 4.80 mm (4.75 mm). Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4.80 mm dibagi
lagi menjadi dua yang berdiameter antara 4.80 – 40 mm disebut kerikil beton dan
yang lebih dari 40 mm disebut kerikil kasar. (Mulyono, 2007).
Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih
kecil dari 40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan
untuk pekerjaan sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul
penahan tanah, bronjong, atau bendungan, dan lainnya. Agregat halus biasannya
dinamakan pasir dan agregat kasar dinamakan kerikil, split, batu pecah, kricak,
dan lainnya. (Mulyono, 2007)
Permukaan agregat memegang peranan yang sangat penting, terutama pada
campuran beton. Dimana batuan yang berbentuk kaku memiliki permukaan yang
rata dan kasar, sehingga tiap permukaan batuan akan saling mengikat satu sama
lain. Dengan permukaan yang kaku agregat akan saling mengunci posisi,
membuat agregat menolak pergerakan memutar serta pergeseran antar agregat.
Sedangkan untuk agregat yang berbentuk bulat akan mudah untuk saling berputar
dan bergeser, dimana permukaan agregat yang licin dapat mengurangi ikatan
antara pasta beton dengan agregat itu sendiri. Sehingga biasanya agregat yang
digunakan dihancurkan terlebih dahulu untuk mendapatkan agregat yang tidak
berbentuk bulat.
16

Gambar 2.3 Batuan Kaku dengan Sudut (a) dan Batuan Bulat (b)
(Sumber : Fergunson, 2005)

Berdasarkan dari sumbernya agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan


yaitu agregat yang berasal dari alam dan agregat buatan. Contoh agregat yang
berasal dari sumber alam adalah pasir alami dan kerikil, sedangkan contoh agregat
buatan adalah agregat yang berasal dari stone crusher, hasil residu terak tanur
tinggi (blast furnace slag), pecahan genteng, pecahan beton, fly ash dari residu
PLTU dan lainnya (Mulyono, 2003).
Agregat yang baik untuk digunakan memiliki butiran keras tidak berpori
serta bersifat kekal (tidak pecah terhadap pengaruh cuaca), selain itu juga tidak
mengandung zat yang dapat merusak batuan. Agregat juga harus bersih dari debu
atau tanah yang biasanya melekat pada agregat. Sehingga dibutuhkannya
pemeriksaan terhadap agregat kasar yang akan digunakan sangatlah penting,
karena kualitas dari agregat akan mempengaruhi kualitas beton.
Berdasarkan ukurannya agregat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu agregat halus
dan kasar. Berdasarkan ASTM (American Society for Testing and Materials) C-
33, agregat kasar mempunyai ukuran 5 – 70 mm, dengan batas bawah sebesar
4,75 mm berdasarkan saringan nomor 4. Kemudian bahan yang digunakan secara
umum sebagai agregat kasar adalah kerikil dari batuan alam ataupun batuan
pecah.
Klasifikasi gradasi dimensi agregat dilakukan dengan ayakan berdasarkan
standard dari ASTM agregat kasar yang digunakan pada beton normal memenuhi
komposisi persyaratan gradasi, dengan menggunakan analisa saringan dengan
nomor.
17

Tabel 2.1 : Tabel Analisa Saringan Agregat Kasar

Sehingga berdasarkan pembagian agregat berdasarkan saringan tersebut,


terbentuklah gradasi agregat berdasarkan campuran ukurannya. Dimana gradasi
agregat adalah susunan dari beberapa ukuran butiran agregat yang membentuk
suatu campuran agregat yang terdiri dari beberapa ukuran butiran agregat yang
membentuk suatu campuran agregat yang terdiri dari bebrapa fraksi agregat.
Kemudian berdasarkan gradasi penyebaran ukurannya, agregat dibagi
menjadi 3 jenis yaitu gradasi sela (gap grade),gradasi menerus (continous grade)
dan gradasi seragam (uniform grade). (Mulyono, 2010)
a. Gradasi Sela
Jika salah satu atau lebih dari ukuran butir atau fraksi pada set ayakan tidak
ada, maka gradasi ini akan menunjukan satu garis horizontal dalam grafiknya.
Keistimewaan dari gradasi ini antara lain:
1. Pada nilai Faktor Air Semen tertentu, kemudahan pengerjaan akan lebih
tinggi bila kandungan pasir sedikit.
2. Pada kondisi kecelakaan yang tinggi lebih cenderung mengalami segregasi ,
oleh karena itu gradasi sela disarankan dipakai pada tingkat kemudahan
pekerjaan yang rendah, yang pemadatannya dengan pengetaran
3. Gradasi ini tidak berpengaruh buruk terhadap kekuatan beton.
b. Gradasi Menerus
Didefinisikan jika agregat yang semua ukuran butirannya ada dan
terdistribusi dengan baik. Agregat ini lebih sering dipakai dalam campuran beton.
18

untuk mendapatkan angka pori yang kecil dan kemampatan yang tinggi sehingga
terjadi interlocking yang baik, campuran beton membutuhkan variasi ukuran butir
agregat. Dibandigkan dengan gradasi sela atau seragam, gradasi menerus adalah
yang paling baik.
c. Gradasi Seragam
Agregat yang mempunyai ukuran yang sama yang didefinisikan sebagai
agregat seragam. Agregat ini terdiri dari batas yang sempit dari ukuran fraksi,
dalam diagram terlihat garis yang hampir tegak/vertikal. Agregat dengan gradasi
ini biasanya dipakai untuk beton ringan yaitu jenis beton tanpa pasir (non pasir),
atau mengisi agregat dengan gradasi sela, atauu untuk campuran agregat yang
kurang baik atau tidak memenuhi syarat.
Pada beton berpori sendiri jenis gradasi agregat yang digunakan biasanya
adalah agregat dengan gradasi yang buruk, dimana agregat dengan gradasi buruk
memiliki rongga-rongga antar tiap susunan agregatnya. Biasanya agregat kasar
yang digunakan memiliki dimensi yang seragam atau dapat juga dikombinasikan
dengan agregat berdimensi lain dengan minimal dimensi 9 mm – 5 mm.
Sedangkan untuk agregat halus pada beton berpori hanya digunakan sedikit atau
tidak dipakai sama sekali.
Pada penelitian pembuatan beton berpori ini agregat menggunakan batu
apung yang berasal dari Gunung Kelud. Batu apung adalah batuan dengan ciri ciri
utama berwarna terang serta sangat berpori. Batu apung termasuk jenis batuan
beku yang terbentuk dari hasil letusan eksplosif gunung berapi. Batuan ini
biasanya disebut juga sebagai batuan gelas vulkanik silikat karena mengandung
buih yang terbuat dari gelembung berdinding gelas. Batu apung paling banyak
digunakan sebagai agregat beton ringan dan sebagai bahan abrasif pada berbagai
produk industri. Batu apung memiliki porositas tinggi sehingga batuan tersebut
bisa mengapung di atas air.
Sifat kimia dan fisika batu apung antara lain, yaitu: mengandung oksida
SiO2, Al2O3, Fe2O3, Na2O, K2O, MgO, CaO, TiO2, SO3, dan Cl, hilang pijar
(Loss of Ignition) 6%, pH 5, bobot isi ruah 480 – 960 kg/cm3, peresapan air
(water absorption) 16,67%, berat jenis 0,8 gr/cm3, hantaran suara (sound
19

transmission) rendah, rasio kuat tekan terhadap beban tinggi, konduktifitas panas
(thermal conductivity) rendah, dan ketahanan terhadap api sampai dengan 6 jam.
(http://www.tekmira.esdm.go.id)

Gambar 2.4 Batu Apung


(http://www.geologinesia.com)

2.3.3 Air
Kualitas air yang digunakan dalam campuran beton berpori tidak berbeda
dengan beton normal, dimana air yang digunakan memiliki kualitas yang baik
juga. Sesuai dengan persyaratan SNI 03-6817-2002, air yang dapat digunakan
dalam proses pencampuran beton adalah sebagai berikut :
a. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan
yang merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau
bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton.
b. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang di
dalamnya tertanam logam alumunium, termasuk air bebas yang terkandung
dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang
membahayakan.
c. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali
ketentuan berikut terpenuhi :
 Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton
yang menggunakan air dari sumber yang sama.
20

 Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji yang dibuat dari
adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan
sekurang-kurangnya sama dengan 90 % dari kekuatan benda uji yang dibuat
dengan air yang dapat diminum.
Untuk perlindungan terhadap korosi, konsentrasi ion klorida maksimum
yang terdapat dalam beton yang telah mengeras pada umur 28 hari yang
dihasilkan dari bahan campuran termasuk air, agregat, bahan bersemen dan bahan
campuran tambahan tidak boleh melampaui nilai batas.
Tabel 2.2 : Batas Maksimum Ion Klorida
Jenis Beton Batas (%)
Beton pra-tekan 0.06
Beton bertulang yang selamanya berhubungan dengan klorida 0.15
Beton bertulang yang selamanya kering atau terlindung dari basah 1.00
Konstruksi beton bertulang lainnya 0.30
Sumber : PB 1989:23
Pada pembuatan beton, air diperlukan dalam proses pengadukan untuk
melarutkan semen supaya membentuk pasta semen yang kemudian mengikat
semua agregat dari yang paling besar sampai yang paling halus dan menjadi bahan
pelumas antara butir-butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dalam proses
pengadukan, penuangan, maupun pemadatan. Sehingga dapat dikatakan bahwa air
berperan sebagai penyatu dari keseluruhan komponen beton.
Air memiliki peranan yang sangat penting dalam prosespembuatan beton
berpori, dimana kontrol serta ketelitian dalampenggunaan air pada campuran
sangat berpengaruh pada pasta yang dihasilkan. Pasta semen merupakan hasil
reaksikimia antara air dan semen, maka bukan perbandingan jumlah air terhadap
total berat campuran yang penting, tetapi justru perbandingan air dengan semen
atau yang biasa disebut faktor air semen (FAS).
Faktor air semen berpengaruh sangat besar, dimana terlalu banyak air pada
campuran akan mengakibatkan rongga-rongga pada beton berpori akan tertutup
oleh pasta semen yang cair (bleeding). Sedangkan terlalu sedikit air akan
membuat beton menjadi rapuh karena daya lekat.
21

Bahan campuran beton berpori ini sensitif terhadap porsi air yang
dicampurkan, sehingga diperlukan penyesuaian yang ketat terhadap kekentalan
campuran (workability) dilapangan. Porsi air dalam campuran sangatlah penting,
karena terlalu banyak air akan menyebabkan segregasi dan jika air terlalu sedikit
akan menyebabkan kesulitan dalam pengadukan dan penuangan dari concrete
mixer. Kadar air campuran yang terlalu rendah juga akan menghambat proses
curing dari beton karena semen kekurangan air untuk berhidrasi/mengeras yang
berakibat pada kelekatan antar butiran yang lemah (pelepasan butiran agregat
beton). campuran yang proporsional dapat diketahui dari penampilannya yang
nampak basah – metalica atau kemi – lau. Waktu pengadukan campuran dalam
concrete molen tidak lebih dari 10 menit. (Trisnoyuwono,2014)

Gambar 2.5 Campuran Beton Kelebihan Air


(Sumber : Pervious Concrete Pavements, Portland Cement Association)

Gambar 2.6 Campuran Beton Kurang Air


(Sumber : Pervious Concrete Pavements, Portland Cement Association)
22

Menurut ACI 522R-10 persentase faktor air semen yang paling baik dicapai
oleh beton berpori pada 0,26 sampai dengan 0,45, dimana memberikan kondisi
pasta yang stabil dan lapisan yang cukup merata pada agregat.

Gambar 2.7 Campuran Beton Dengan Jumlah Air yang Tepat


(Sumber : Pervious Concrete Pavements, Portland Cement Association)

2.4 Beton Berpori Sebagai Perkerasan


Keuntungan yang didapatkan dengan menggunakan beton berpori adalah :
(Arnoldus, 2012)
a. Pengolahan air hujan lebih baik, beton berpori sebagai material konstruksi
yang multifungsi selain berfungsi sebagai komponen struktural juga berfungsi
sebagai saluran drainase air masuk ke dalam tanah sehingga mampu
mengurangi limpasan permukaan.
b. Membantu manambah cadangan penyimpanan air tanah, dengan air hujan
yang langsung mengalir ke dalam tanah maka akan membantu tanah dalam
menambah cadangan air yang biasannya tidak terjadi pada perkerasan yang
tidak tembus air.
c. Mengurangi potensi banjir, penanganan air hujan membantu peresapan air
lebih baik dimanapun lahan permukaan air ke dalam tanah menjadi lebih luas.
d. Mengurangi penggunaan lahan untuk drainase, pemanfaantan lahan yang
lebih efisien dengan mengurangi kebutuhan penyediaan kolam penyimpanan
air hujan, selokan, dan sarana pengelolaan air hujan lainnya.
23

e. Mengurangi kelicinan pada jalan terutama pada saat hujan, permukaan yang
lebih kasar dari perkerasan normal sangat membantu pada saat terjadinya
hujan.
f. Membantu peresapan air lebih baik ke tanah sehingga dapat mencapai akar
pepohonan walaupun perkerasan menutupi pohon.
g. Dapat didaur ulang, tidak seperti pada beton konvesional, setelah mencapai
umur rencana beton berpori dapat didaur ulang menjadi material beton
berpori yang baru sehingga tidak menimbulkan limbah buangan.

Gambar 2.8 Beton Berpori Sebagai Sidewalk di Grand Avenue


(http://savetherain.us)
h. Instalasi yang lebih cepat, dimana proses pemasangan beton berpori
akanlebih cepat selesai jika dibandingkan dengan pemasangan perkerasan
bata beton.
i. Rongga pada beton berpori dapat meredam kebisingan suara yang
ditimbulkan oleh roda kendaraan, hal ini disebabkan karena pori-pori pada
beton terbentuk secara tidak teratur dan memiliki permukaan yang tidak rata,
sehingga gelombang suara yang dipantulkan secara baur oleh pori – pori pada
beton menjadi saling bertumbukan dan saling meredam.
24

Gambar 2.9 Pantulan Gelombang Suara


(Arnoldus, 2012)
j. Beton berpori dapat meredam panas
k. Beton berpori memiliki porositas yang tinggi dan sifat penyusutan yang
rendah jika dibandingkan dengan beton normal
l. Mengurangi tingkat pencemaran terhadap air tanah, fungsi utama beton
berpori adalah mengalirkan air yang ada di permukaan sehingga dapat diserap
oleh tanah. Karena tidak menggunakan bahan kimia berbahaya di dalam
campuran beton, maka potensi tercemarnya air tanah menjadi semakin kecil.
m. Dibandingkan dengan beton aspal dan perkerasan bata beton, perkerasan
dengan menggunakan beton berpori memiliki keuntungan berjangka panjang.
Walaupun biaya awal pada beton berpori lebih mahal dibandingkan dengan
beton aspal, tetapi karena kekuatan dan daya tahan beton berpori yang lebih
besar dibandingkan dengan aspal ataupun bata beton, amaka menyebabkan
biaya pemeliharaan yang diperlukan pada beton berpori selama umur rencana
menjadi lebih kecil.
Kekurangan Beton Berpori : (Arnoldus,2012)
a. Kurang baik digunakan untuk perkerasan yang membutuhkan kuat tekan
besar atau lalu lintas yang padat, hal ini dikarenakan oleh nilai kuat tekan
beton berpori yang relatif kecil membuat aplikasi beton berpori sebagai
perkerasan jalan sangat terbatas.
b. Dibutuhkan waktu proses curring yang lebih lama , dimana proses curing
beton berpori harus dilakukan sesegera mungkin dari saat pengecoran dan
baru selesai kurang lebih sekitar 7 hari.
c. Sensitif terhadap air semen sehingga dibutuhkan kontrol air yang yang cermat
karena untuk mengontrol kadar air beton berpori di lapangan sangatlah sulit,
terlebih pada keadaan cuaca yang panas atau terlalu dingin.
25

d. Kurangnya standarisasi mengenai beton berpori dalam bidang pengujian,


metode serta perencanaan di Indonesia.
e. Memiliki spesifikasi khusus dan cara instalasi khusus, sehingga
dibutuhkannya tenaga yang sudah ahli dalam melakukannya menjadikan
pengeluaran awal lebih mahal dari pada beton normal.
f. Perkerasan beton berpori membutuhkan kedalaman yang lebih besar saat
pemasangan, sebagai tempat untuk menampung air hujan dan juga
meningkatkan ketebalan perkerasan beton berpori untuk alasan kekuatan.

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Kuat Tekan Beton Berpori


Berdasarkan ACI 522R-10 mix design untuk pervious concrete terdiri dari
semen (270 – 415 kg), agregat kasar (1190 – 1480 kg), faktor air semen (0,27 –
0,34), perbandingan berat pasir dan kerikil (0 sampai 1: 1). Menggunakan
chemical admixtures. Penambahan pasir akan menurunkan kadar pori dan
meningkatkan kuat tekan.
Berat jenis beton non pasir umumnya sekitar 70 % dari beton konvensional
jika dibuat dengan bahan yang sama. Berat jenis beton non pasir yang
menggunakan agregat konvesional bervariasi dari 1602 sampai 1922 𝑘𝑔/𝑚3 .
Rasio volume aggregat dengan semen(Malhotra, 1976 dalam Harber, 2005).
Sedangkan Kuat Tekan Beton non pasir dipengaruhi oleh: (Kusuma, 2012)
a. Faktor Air Semen (FAS)
b. Jenis aggregatnya

2.5.1 Faktor Air Semen (FAS)


Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi nilai FAS , semakin rendah
mutu kekuatan beton. namun demikian, nilai FAS yang semakin rendah tidak
selalu berarti bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Nilai FAS yang rendah akan
menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan
pemadatan yang pada akhirnya akan menyebabkan mutu beton menurun.
26

Umumnya nilai FAS minimum yang diberikan sekitar 0,4 dan maksimum 0.65.
(Mulyono, 2010)
Faktor Air Semen pada beton porous berkisar 0,3 dan 0,46 sedangkan nilai
faktor air semen optimim sekali 0,40. Perkiraan faktor air semen tidak dapat
terlalu besar karena jika faktor air semen terlalu besar maka pasta semen akan
terlalu encer sehingga pada waktu pemadatan pasta semen akan mengalir ke
bawah dan tidak menyelimuti permukaan aggregat. Sedangkan jika faktor air
semen terlalu rendah maka pasta semennya tidak cukup menyelimuti butir – butir
aggregat kasar penyusun beton. Maka pada beton porous perlu ditambahkan
admixture untuk menambah workability. Nilai slup umumnya sangat kecil bahkan
mencapai 0, sehingga untuk pada pelaksanaan dalam jumlah besar beton non
pasirmenggunakan conveyor dan tidak disarankan menggunakan concrete pump.
Dengan nilai faktor air semen optimum akan dihasilkan pula kuat tekan
maksimum suatu beton non pasir (Tjokrodimulyo, 1992)

Gambar 2.10 Hubungan antara kuat tekan, w/c ratio untuk beton non pasir
(M.S. Sheety, 2009)
Menurut pengujian oleh Daryanto Ari Wibowo 2013 yang meneliti tentang
Desain Beton Berpori untuk Perkerasan Jalan yang Ramah Lingkungan
didapatkan data bahwa hubungan yang terjadi antara FAS dan Porositas yang
terjadi adalah semakin besar nilai FAS maka semakin besar pula nilai porositas.
Hasil dari pengujian ini bisa dilihat di gambar 2.11.
27

Gambar 2.11 Hubungan antara FAS dengan Porositas


(Wibowo,2013)

2.5.2 Rasio Volume Agregat


Rasio volume agregat merupakan proporsi penggunaan agregat berbanding
semen. Jika nilai rasio aggregat-semen 10 artinya perbandingan dengan semen
adalah 10. Pada nilai faktor air semen yang tetap, pengaruh besar rasio agregat
dengan semen akan berakibat terhadap pasta terbentuk, jika semakin besar rasio
agregat – semen maka semakin sedikit pasta semnnya sehingga bahan pengikat
antar agregat akan sedikit pula sehingga kuat tekan beton non pasir yang terbentuk
akan semakin rendah. (Kusuma, 2012)
Variasi rasio volume agregat berbanding semen yang sering digunakan
beton non pasir: (Kusuma, 2012)
 1 Ak : 2 PC Beton non pasir yang dihasilkan sedikit berongga
 1 Ak : 4 PC Beton non pasir yang dihasilkan sedikit berongga
 1 Ak : 6 PC Beton non pasir yang dihasilkan berongga
 1 Ak : 8 PC Beton non pasir yang dihasilkan berongga
 1 Ak : 10 PC Beton non pasir yang dihasilkan sangat berongga
 1 Ak : 12 PC Beton non pasir yang dihasilkan sangat berongga
28

Menurut ACI 522R-06 Persentase rongga adalah 15 % sampai dengan 25 %.


Sedangkan menurut Kardiyono Tjokrodimulyo, 2009 persentase rongga 20 %
sampai dengan 25 %

2.5.3 Jenis Agregat


Jenis agregat yang digunakan mempengaruhi berat jenis dari beton non pasir
yang dibentuk. Berat beton non pasir umumnya berkisar 60 % sampai dengan 75
% dari beton (Tjokrodimulyo, 2009). Berat beton non pasir berkisar 2/3 dari beton
biasa dengan agregat yang sama (The Aberdeen Group pada publikasi, 1961).
Ukuran agregat maksimum yang lazim dipakai pada beton non pasir adalah 10
mm sampai 20 mm. Pemakaian agregat dengan gradasi rapat dan bersudut tajam
(batu pecah) akan menghasilkan beton non pasir yang kuat tekan dan berat
jenisnya sedikit lebih tinggi daripada penggunaan agregat dengan ukuran seragam
dan bulat. (Kusuma, 2012)
Tabel 2.3 : Perbandingan Kuat Tekan Beton Non Pasir dengan Berbagai
Agregat
Kuat Tekan Beton Non-Pasir
Perbandingan (Volume) Kerikil Gn. Merapi Asal
Batu Apung Asal
Semen :Kerikil Kaliputih,Muntilan,
Bawuran, Bantul *
Magelang **
1: 2 15 31
1: 4 20 20
1:6 10 14
1:8 9 9
1 : 10 8 6

*) Niken Rahayu P.H, 2000


**) Akhmad Subkhannur, 2002

2.6 Kuat Tekan Beton Berpori


Kekuatan tekan merupakan salah satu kinerja utama beton. Kekuatan tekan
adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Walaupun
dalam beton terdapat tegangan tarik yang kecil, diasumsikan bahwa semua
29

tegangan tekan didukung oleh beton tersebut. Penentuan kekuatan tekan beton
dapat dilakukan dengan menggunakan alat uji tekan dan benda uji berbentuk
silinder dengan prosedur uji ASTM C-39 atau kubus dengan prosedur BS-1881
Part 115; part 116 pada umur 28 hari.
Kekuatan tekan relatif antara benda uji silinder dan kubus ditunjukan tabel
2.4 dan tabel 2.5 (menurut standar ISO).
Tabel 2.4 : Rasio Kuat Tekan Silinder-Kubus
Kuat tekan
7.00 15.20 20.00 24.10 26.20 34.50 36.50 40.70 44.10 50.30
(Mpa)

Kuat Rasio
Silinder / 0.76 0.77 0.81 0.87 0.91 0.94 0.87 0.92 0.91 0.96
Kubus
(Sumber : Neville, “Properties of Concrete”, 3rd Edition, Pitman Publishing, London, 1981,p.544)

Tabel 2.5 : Perbandingan Kuat Tekan Antara Slinder dan Kubus

Kuat Tekan
2 4 6 8 10 12 16 20 25 30 35 40 45 50
Silinder (Mpa)

Kuat Tekan
2.5 5 7.5 10 12.5 15 20 25 30 35 40 45 50 55
Kubus (Mpa)

(Sumber: ISO Standard 3893-1977)


Menurut ASTM C 39-86 tentang standar tes untuk kuat tekan sampel kubus
dihitung dengan cara membagi beban maksimum yang dicapai selama pengujian
dengan luas permukaan sampel beton, secara sistematis dapat ditulis sebagai
berikut :
P
f’c =
A

dengan : f’c = kuat tekan beton (MPa)

P = beban tekan maksimum (N)

A = luas penampang tertekan (mm2)


30

2.7 Pengaplikasian Beton Berpori


Pemanfaatan teknologi beton non-pasirdiIndonesiatelah dimulai sejaktahun
2002. Pelopornya adalah Jurusan Teknik Sipildan Lingkungan, Fakultas Teknik,
Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta. Pada masa itu banyak penelitian dan uji
coba dilapangan yang dilakukan oleh para akademisi untukk dapat menghasilkan
produk berbasis non-pasir dengan memanfaatkan material yang ada di daerah
Yogyakarta, misalnya kerikil Gunung Merapi. (Trisnoyuwono, 2004)
Beberapa hasil penelitian di laboratorium dan uji coba lapangan yang menjadi
toggak awal penggunaan bahan beton non-pasir di Indonesia, diantaranya sebagai
berikut : (Trisnoyuwono, 2004)
1. Pembuatan bata dari beton non-pasir(BATAGMA 1) di Dusun Jambon, Desa
Bawuran, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul tahun 2002.
2. Struktur beton non-pasir bertulang. Struktur beton ini telah dipakai untuk
membuat gapura di dusun Kemiri dan Perumnas Condongcatur.
3. Buis Beton untuk sumur resapan.
4. Perkerasan jalan lingkungan, tempat pejalan kaki,pelataran parkir dan taman.
5. Barang Kerajinan
Persyaratan standar mengeai mutu beton berpori belum terdapat pada SNI,
sehingga nilai kuat tekan beton penelitian yang dilakukan berpacu pada nilai mutu
yang tercantum pada SNI 03-0691-2002 tentang Bata Beton (Paving Block) dan
SNI 03-0349-1989 tentang Bata Beton untuk Pasangan Dinding. Menurut SNI
03-0691-2002 klasifikasi bata beton dibagi menjadi 4 jenis menurut kelas
penggunaannya, yaitu :
a. Bata beton mutu A : digunakan untuk jalan
b. Bata beton mutu B : digunakan untuk pelataran parkir
c. Bata beton mutu C : digunakan untuk pejalan kaki (sidewalk)
d. Bata beton mutu D : digunakan untuk taman dan penggunaan lain
Mutu bata beton memiliki kuat tekan minimum sebagai berikut :
31

Tabel 2.6 : Mutu Bata Beton (Paving Block)


Ketahanan aus Penyerapan air
Kuat Tekan (Mpa)
Mutu (mm/menit) rata – rata maks
Rata - rata Minimum Rata - rata Maksimum %
A 40 35 0,090 0,103 3
B 20 17 0,130 0,149 6
C 15 12,5 0,160 0,184 8
D 10 8,5 0,219 0,251 10

Menurut SNI 03-0349-1989 tentang Bata Beton untuk Pasangan Dinding


bata beton dibagi menjadi 2 yaitu bata beton pejal dan bata beton berlobang. Bata
beton berlobang maupun pejal dibedakan menurut tingkat mutunya menjadi 4
yaitu :
a. Tingkat Mutu I
b. Tingkat Mutu II
c. Tingkat Mutu III dan IV
Bata beton harus memenuhi syarat fisis sebagai berikut :
Tabel 2.7 : Syarat Fisis Bata Beton
Tingkat Mutu Bata Tingkat Mutu Bata
Syarat Fisis Satuan Beton Pejal Beton Berlobang
I II III IV I II III IV
Kuat tekan bruto
Kg/cm2 100 70 40 25 70 50 35 20
rata-rata min.
Kuat tekan bruto
rmasing-masing Kg/cm2 90 65 35 21 65 45 30 17
benda uji min.
Penyerapan air
% 25 35 - - 25 35 - -
rata-rata, maks,

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ida Damayanti, 2011 syarat fisis
untuk pipa beton harus dapat menahan beban. Pengujian ini hanya dapat
dilakukan di Puslitbang Pemukimman. Untuk pengyujian intern, dilakukan
pengujain mutu betonnya saja dengan kubus 15 x 15 x 15 (cm). Mutu beton yang
disyaratkan adalah 225 kg/cm2 dengan hasil terkecil 200 kg/cm2.
Menurut SNI 03-6388-2002 tentang Spesifikasi pipa beton tidak bertulang
untuk saluran airlimbah, saluran airhujan dan gorong-gorong klasifikasi pipa
beton dibagi menjadi 3 kelas.
32

Pipa beton harus memenuhi syarat fisis sebagai berikut :


Tabel 2.8 : Syarat Fisik dan Dimensi untuk Ppa Beton Tanpa Tulangan
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3
Desain
Tebal Kuat Tekan Tebal Kuat Tekan Tebal Kuat Tekan
Diameter
Dinding Ujung Min Dinding Ujung Min Dinding Ujung Min
Dalam
Min kg/m’ Min kg/m’ Min kg/m’
100 19 3543 19 2952 16 2214
150 22 3543 19 2952 16 2214
200 29 3543 22 2952 19 2214
250 32 3543 25 2952 22 2362
300 44 3838 35 3322 25 2657
375 47 4281 41 3838 32 2952
450 57 4872 50 4429 38 3243
525 69 5684 57 4873 44 3543
600 85 6446 75 5315 54 3838
675 94 6791 94 5832 82 4133
750 107 7012 107 6348 90 4429
825 113 7197 113 6496 95 4650
900 119 7381 119 6643 100 4872

2.8 Prositas dan Absorbsi Beton


Nilai besarnya porositas beton berpori dipengaruhi oleh seberapa besar
rongga yang dihasilkan oleh beton berpori, semakin besar rongga yang dihasilkan
akan memberikan nilai permeabilitas yang semakin besar juga, dimana air akan
lebih muda untuk mengalir pada struktur beton. semakin besarnya pori yang
dihasilkan juga membuat beton berpori menjadi lebih mudah untuk dibersihkan
pada proses pemeliharaan karena akan mengurangi kemungkinan pori-pori beton
tersumbat.
Nilai porositas beton berpori juga dipengaruhi oleh mutu beton berpori itu
sendiri. Semakin besar mutu beton berpori maka semakin kecil porositas beton
berpori tersebut dan semakin kecil mutu beton berpori maka semakin besar
porositas beton berpori itu sendiri.
Porositas dapat dihitung dengan rumus menurut SNI 03-6433-2000 :

(𝐶 − 𝐴)
𝑃𝑜𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 (%) = 𝑥 100
(𝐶 − 𝐷)
33

Dimana : A = Massa kering oven (gram)

C = Massa jenuh setelah perendaman dan perebusan (gram)

D = Massa benda uji di dalam air (gram)

Absorbsi merupakan banyaknya air yang diserap sampel beton. besar


kecilnya penyerapan air oleh beton sangat dipengaruhi oleh pori atau rongga yang
terdapat pada beton. semakin banyak pori-pori yang terkandung dalam beton
maka akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan
berkurang.

Nilai absorbsi dapat dihitung dengan rumus :

Dimana : A = Massa kering oven (gram)

B = Massa jenuh setelah perendaman (gram)

Gambar 2.12 Hubungan Antara Kuat Tekan dan Porositas pada


Beton Berpori
(https://www.researchgate.net)

Anda mungkin juga menyukai