TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pengertian
Tidur adalah suatu keadaan relative tanpa sadar yang penuh ketenangan
tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-
masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda (TWartonah,
2004).
Tidur merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, sama halnya
seperti kesehatan yang baik secara umum (Chopra, 2003). Tiap individu
membutuhkan jumlah yang berbeda untuk tidur. Tanpa jumlah tidur yang cukup,
aktivitas harian akan menurun, dan meningkatkan iritabilitas (Potter & Perry, 2005).
secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur
dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh system pengaktifan
susunan saraf pusat termasuk pengaturan system kewaspadaan dan tidur. Pusat
pengaturan kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas
pons. Selain itu, reticular activating system (RAS) dapat memberikan rangsangan
visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari
korteks serebri ternasuk rangsangan emosi dan prooses pikir. Dalam keadaan
9
10
Demikian juga pada saat tidur, kemungkinan disebabkan adanya pelepasan serum
serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otakk tengah, yaitu
keseimbangan impuls yang diterima dipusat otak dan sistem limbik. dengan
demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam
Makna dasar tidur adalah suatu keadaan dimana otak dan tubuh diberi
adalah kualitas dan kuantitas tidur yang diperlukan untuk menjaga kesigapan
yang disyaratkan adalah tujuh sampai dengan delapan jam. Namun yang menjadi
masalah adalah kualitas tidur, bukan kuantitasnya. Enam jam tidur nyenyak dan
terbangun dengan segar jauh lebih baik bagi daripada delapan jam tidur dengan
bantuan obat-obatan atau tidur tidak tenang (Rosemary, 1991) .Kualitas tidur
Sebagian orang secara genetik tergolong aktif dipagi hari dan lainnya di
malam hari.Ada yang tidurnya pendek dan ada pula yang tidurnya panjang.
Sebagian orang membutuhkan tidur lebih banyak dari rata-rata orang, dan
sebagiannya lagi untuk kembali merasa segar dan bertenaga membutuhkan tidur
kurang dari rata-rata.Dalam tidur bukan hanya sekedar dilihat dari lamanya
11
seseorang tidur, tetapi kualitasnnya. Kendati tidur lama, belum tentu orang
tersebut merasa cukup tidur. Ketika seseorang terbangun dari tidurnya dan merasa
Terdapat berbagai tahap dalam tidur, dari tidur yang sangat ringan sampai
tidur yang sangat dalam; para peneliti tidur juga membagi tidur dalam dua tipe
yang secara keseluruhan berbeda, yang memiliki kualitas yang berbeda pula,
yaitu:
berkurang 10- 30%. Ciri-ciri tidur non-REM yaitu betul-betul istirahat penuh,
setiap tahap tidur, yaitu: pertama, kewaspadaan penuh dengan gelombang betha
yang berfrekwensi tinggi dan bervoltase rendah; kedua, istirahat tenang yang
perlambatan gelombang alpha sejenis tetha atau delta yang bervoltase rendah; dan
12
c. Jika terjadi kurang tidur, maka orang yang tidur akan menghabiskan porsi
Disebut juga sebagai tidur paradoks yang dapat berlangsung pada tidur
malam selama 5-20 menit, dan rata-rata timbul 90 menit. Periode pertama terjadi
selama 80-100 menit, akan tetapi apabila kondisi oang sangat lelah, maka awal
tidur sangat cepat bahkan jenis tidur ini tidak ada. Ciri dari tidur jenis ini adalah:
(2) Lebih sulit dibangunkan daripada selama tidur nyenyak gelombang lambat.
(3) Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan, menunjukkan inhibisi kuat
(5) Pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur.
(6) Mata cepat menutup dan terbuka, nadi cepat dan irregular, tekanan darah
meningkat.
(7) Tidur ini penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan dalam
Bangun
NREM I REM
NREM IV
1) Perubaham kardiovaskuler
(1) Penurunan tekanan darah dan nadi selama NREM dan terutama tidur
gelombang lambat.
(2) Selama tidur REM, aktifitas fasie ( gerakan mata ) dihubungkan pada
vareabilitas nadi dan tekanan darah yang secara prinsip yang diperarantarai
oleh vagus.
(3) Disritmia jantung dapat terjadi secara selektif selama tidur REM.
2) Perubahan pernafasan
(1) Kecepatan pernafasan dan ventilasi menit menurun selama tidur REM dan
(2) Respon ventilasi terhadap karbondioksida melemah selama tidur REM, yang
(3) Selama tidur REM, respon ventilasi terhadap hiperkapnia dan hipoksia
(4) Otot pernapasan termasuk yang betanggung jawab untuk jalan napas atas
3) Perubahan endokrin
pada lelaki muda, sementara tidur pada umumnya dihubungkan pada sekresi
(3) Tidur yang mempunyai efek kompleks pada sekresi LH pada lutainizing
Hormon ( LH)
(4) Awitan tidur ( dan mungkin tidur gelombang lambat ) dihubungkan dengan
Hormon (ACTH)- asik kortisol suatu efek yang tidak tergantung pada irama
4) Perubahan termoregulasi
(2) Tidur REM dihubungkan dengan tidak adanya respon termoregulasi yang
tidur,dari pada masukan sensorik yang menurun dikortek serebri. Setimulus pada
gangguan tidur.
activating system (RSA), RAS terdiri dari sistem retikularis batang otak,
sesungguhnya belum diketahui secara pasti. Aktivitas neuron di pons mid brain,
dimedula sangat penting untuk setimulasi keadaan tidur. Siklus tidur bangun ini
nonREM dan tidur REM. Lesi dianterior hipotalamus dan area yang berdekatan
dengan otak depan (basal otak depan ) akan mengakibatkan insomnia yang
berkepanjangan. Sebaliknya stimulasi kimia atau elektrik dibasal otak depan akan
nonREM. Dan sangat kurang selama tidur REM dan keadaan bangun. Area lain
Lateral pons dan area retikularis di media medulla merupakan area yang
sangat aktif selama periode tidur REM dan sangat kurang aktif pada tidur
berpengaruh supresi terhadap tonus otot pada waktu tidur REM, yaitu melaluai
Secara farmakologik, kini sudah ada bukti bahwah tidur nonREM sangat
latensi mula tidur secara bermakna. Sebaliknya kerusakan area serotonin dipons
peran penting pada keadaan bagun dan tidur REM. Konsentrasi norepineprindan
serotonin dikorteks mencapai puncak pada waktu bangun, terendah dalam tidur
REM dan intremediet pada tidur nonREM. Sebaliknya neuron kolinergik melepas
asetilkolin dengan kadar yang tinggi pada tidur REM dan waktu bangun dan
Input sensori pada kontrol RAS dan BSR bekerja mengativasi serta
menekan pusat otak tertinggi intermilin untuk mengontrol tidur dan terbangun.
RAS berlokasi pada batang otak teratas terdiri dari sel khusus yang
visual, auditori, nyeri dan taktil. Aktifitas kontek serebral (misal pada proses
emosi atau fikiran) juga menstimulasi RAS. Saat terbangun merupakan hasil dari
dapat juga dihasilkan dari pengeluaran serotonin dari sel tertentu dalam sistem
tidur rophe pada pons dan otak depan bagian tegah. Daerah otak juga disebut
daerah sinkronisasi bulbar atau BSR. Keadaan terjaga atau tertidur tegantung pada
18
keseimbangan implus yang diterima dari pusat yang lebih tinggi (seperti pikiran ),
respon sensori perifer ( misal setimulus bunyi atau cahaya) dan sistem limbik.
(potter&perry,2006 ).
Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak diketahui, akan tetapi diyakini
Energi disimpan selama tidur, sehingga dapat diarahkan kembali pada fungsi
seluler yang penting. Secara umum terdapat dua efek fisiologis dari tidu, yaitur:
2) Efek pada struktur tubuh, dengan memulihkan kesegaran dan fungsi dalam
2006).
Menurut Hidayat, A. Aziz Alimul, 2006 tanda klinis dari ganggauan tidur
yaitu : hilangnya perasaan segar, gelisah, lesu, apatis, kehitaman daerah sekitar
mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva mata merah, mata perih, tidak dapat
kualitas tidur pada penderita Diabetes Mellitus yaitu, faktor fisik, psiksosial, dan
lingkungan.
19
1) Faktor Fisik
Mellitus meliputi nokturia, sering merasa haus, sering merasa lapar, gatal-gatal
pada kulit, kesemutan dan kram pada kaki, nyeri dan ketidaknyamanan fisik.
(1) Nokturia.Nokturia adalah berkemih pada malam hari yang mengganggu tidur
dan siklus tidur. Kondisi ini yang paling umum pada lansia dengan penurunan
tonus kandung kemih atau pada orang yang berpenyakit jantung, diabetes,
uretritis, atau penyakit prostat. Setelah seseorang berulang kali terbangun untuk
berkemih, menyebabkan sulit untuk kembali tidur (Potter & Perry, 2005).
(2) Sering merasa haus.Jika kadar gula darah sampai diatas 160 – 180mg/dl,
maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal
akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang
hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan,
maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak. Akibatnya penderita
kondisi yang seperti ini penderita sering terbangun untuk minum (Johnson, 1998).
(3) Sering merasa lapar.Sejumlah besar kalori hilang kedalam air kemih,
mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa
Sehingga banyak makan. Hal ini dapat mengganggu tidur penderita pada malam
(4) Gatal-gatal pada kulit.Gatal-gatal pada kulit merupakan salah satu gejala
klinis penyakit diabetes mellitus. Hal ini membuat penderita DM tidak nyaman
untuk tidur dan dapat menyebabkan terbangun dari tidur (Johnson, 1998).
(5) Kesemutan dan kram pada kaki.Bila gula tidak dikontrol atau tidak diobati,
gejala kronis ini akan timbul dan ini akan menyebabkan penderita merasa tidak
kendali glukosa yang tidak baik. Sensasi yang dirasakan dapat bermacam-macam
seperti rasa terbakar, tertusuk. Hal ini ini menyebabkan penderita susah untuk
kesulitan untuk tidur atau sering terbangun pada malam hari (Potter & Perry,
2005).
2) Faktor Psikososial
perasaan cemas, dan depresi (Chokroverty, 1999; Suryani, 2004). Hal ini terjadi
karena itu emosi seseorang dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur. Stres
frustasi apabila tidak tidur. Stres juga menyebabkan seseorang mencoba terlalu
keras untuk tertidur, sering terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak
21
tidur. Stres yang berlanjut dapat menyebabkan kebiasaan tidur yang buruk (Potter
& Perry, 2005). Stres dapat mengubah pola tidur seseorang dalam beberapa
waktu. Selama adanya stres psikologis, waktu yang dibutuhkan untuk memulai
tidur dan tahap tidur NREM ke 1 dan 2 meningkat (Monroe, Simons, dan Thasle,
mereka yang takut dan khawatir akan penyakitnya, diisolasi dari keluarga dan
kerabat, dan tidak familiar dengan lingkungan (Webster & Thompson, 1986).
Perasaan cemas menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk memulai tidur sangat
lama, tahap tidur NREM ke 4 dan tidur REM menurun, serta pasien lebih sering
terbangun pada malam hari (Karacan et al, 1968, 1978; Closs, 1988; Suryani,
2004).
kejiwaan. Seseorang yang telah terkena depresi akan mengalami gangguan tidur
yang mana ciri khas seseorang yang terkena sindrome tersebut adalah susah untuk
3) Faktor Lingkungan
ventilasi yang baik, ruang dan tempat tidur yang nyaman, cahaya/lampu yang
terlalu terang, dan suhu yang terlalu panas/terlalu dingin serta bau yang tidak
nyaman.
22
untuk membangunkan orang tergantung pada tahap tidur (Webster & Thompson,
1986). Suara yang rendah lebih sering membangunkan seseorang dari tidur tahap
1, sementara suara yang keras membangunkan orang pada tahap tidur 3 dan 4.
Level suara pada percakapan yang normal sekitar 50 dB (Potter & Perry, 2005).
Level suara dibawah 40 dB biasanya dibutuhkan oleh seseorang untuk tidur dan
(2) Ventilasi yang baik.Ventilasi yang baik adalah esensial untuk tidur yang
tenang (Potter & Perry, 2005). Kelembaban ruangan perlu diatur agar paru-paru
tidak kering karena apabila kelembaban ruangan tidak diatur maka seseorang
tidak akan dapat tidur, walaupun dapat tidur maka seseorang akan terbangun
(3) Ruang dan tempat tidur yang nyaman.Ruang tidur merupakan tempat dimana
melakukan aktifitas. Apabila ruang tidur kotor ataupun bau maka bisa dikatakan
itulah faktor utama dari susahnya tidur (Septiyadi, 2005). Ukuran, kekerasan dan
posisi tempat tidur mempengaruhi kualitas tidur (Potter & Perry, 2005).
kemampuan untuk tidur (Potter dan Perry, 2005). Level cahaya yang normal
adalah cahaya disiang hari lebih terang apabila dibandingkan dengan malam hari
(Redeker, 1998; Retti Suryani, 2004). Seseorang yang terbiasa dengan lampu yang
23
redup disaat tidur akan mengalami kesulitan tidur jika sorot lampu yang terlalu
(Potter & Perry, 2005). Miller (2004) dalam Suryani (2004) tahap tidur REM
(6) Bau yang tidak nyaman.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2004)
melaporkan bahwa tidur responden terganggu akibat bau ruangan yang tidak
nyaman. Sementara hal yang sama juga dilaporkan oleh Karota-Bukit (2003)
bahwa 13% responden mengalami gangguan tidur pada tingkat sedang karena bau
1) Insomnia
adekuat, baik kualitas maupun kuantitas, dengan keadaan tidur yang sebentar atau
susah tidur. Insomnia terbagai menjadi tiga jenis, yaitu initial insomnia yang
kembali setelah terbangun pada malam hari. Proses gangguan tidur ini
24
kemungkinan besar disebabkan oleh adanya rasa khawatir, tekanan jiwa, ataupun
stress.
2) Hipersomnia
umumnya lebih dari sembilan jam pada malam hari, disebabkan oleh
3) Parasomnia
tidur, seperti somnambulisme (berjalan-jalan saat tidur) yang banyak terjadi pada
anak-anak, yaitu pada tahap III dan IV dari tidur REM (Rapid Eye
4) Enuresa
Merupakan buang air kecil yang tidak disengaja pada waktu tidur, atau
biasa juga disebut dengan istilah mengompol. Enuresa dibagi dalam dua jenis,
sendiri disebabkan adanya rintangan dalam pengaliran udara di hidung atau mulut
pada waktu tidur, biasanya disebabkan oleh tonsilitis, atau mengendurnya otot
25
sehingga dapat mengakibatkan henti nafas. Bila kondisi ini berlangsung lama,
maka dapat menyebabkan kadar oksigen dalam darah menurun dan denyut nadi
6) Narcolepsi
7) Mengigau
diluar kebiasaan. Dari hasil pengamatan, ditemukan bahwa hampir semua orang
pernah mengigau dan terjadi sebelum tidur REM (Rapid Eye Movement).
individu megalami atau mempunyai resiko perubahan dalam jumlah dan kualitas
yang diinginkan (Carpenito, LJ, 1995). Gangguan ini telihat pada pasien dengan
kondisi yang memperlihatkan rasa lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan
merah, mata perih, perhatian tepecah-pecah, sakit kepala, dan sering menguat atau
mengantuk. Penyebab gangguann tidur ini antara lain kerusakan transport oksigen,
pada kaki, takut operasi, faktor lingkungan yang mengganggu, dan lain-lain.
26
2.2.1 Pengertian
itu, latihan pasif ROM (Rage of Motion) adalah latihan pergerakan perawat atau
petugas lain yang menggerakkan persendian klien sesuai dengan rentang geraknya
(Kusyati, 2006).
Menurut Potter & Perry (2005), ROM adalah latihan yang dilakukan
otot dan tonus otot. ROM adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan
masing persendianya sesuai gerakan normal baik secara aktif maupun pasif
(Yusiko, 2010).
2.2.2 Tujuan
mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif), kekuatan otot
75%. ROM merupakan latihan gerak isotonik (terjadi kontraksi dan pergerakan
gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien pasif),
kekuatan otot 50%. ROM merupakan latihan pergerakan perawat atau petugas lain
2006).
2) Kelemahan otot
3) Monitor keadaan umum klien dan tanda-tanda vital sebelum dan setelah
latihan
1) Prosedur umum:
(2) Jaga privasi klien dengan menutup pintu atau memasang sketsel.
(3) Beri penjelasan kepada klien mengenai apa yang akan di kerjaan dan minta
(5) Memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya sebelum tindakan dimulai
(8) Selama latihan pergerakan, kaji kemampuan untuk menoleransi gerakkan dan
bersangkutan.
(9) Setelah latihan pergerakan, kaji denyut nadi dan ketahanan tubuh terhadap
latihan.
(10) Catat dan laporkan setiap masalah yang tidak diharapkan atau perubahan pada
2) Prosedur Khusus
a. Fleksi
29
b. Ekstensi
c. Hiperekstensi
d. Fleksi leteral
Memiringkan kepala sejauh mungkin kearah setiap bahu, dengan rentang 400-
450.
e. Rotasi
Gambar 2.2: Gerakan ROM Pada Leher (Menurut potter & perry, 2006.)
a. Fleksi
b. Ekstensi
d. Abduksi
Menaikan lengan ke posisi sampai diatas kepala dengan telapak tangan jauh
e. Adduksi
rentang 3200.
f. Rotasi Dalam
Dengan siku fleksi, memutar bahu dengan menggerakkan lengan sampai ibu
g. Rotasi luar : Dengan siku fleksi, menggerakkan lengan sampai ibu jari ke atas
h. Sirkumduksi
Gambar 2.3 : Gerakkan ROM pada bahu (Menurut potter & perry, 2006.)
a. Fleksi
Menggerakkan siku sehingga lengan bahu bergerak kedepan sendi bahu dan
b. Ekstensi
Gambar 2.4: Gerakkan ROM pada siku. (Menurut potter & perry, 2006.)
a. Supinasi
b. Pronasi
Gambar 2.5 : Gerakan ROM pada lengan bawah, (Menurut potter & perry,
2006.)
a. Fleksi
rentang 800-900.
b. Ekstensi
c. Hiperekstensi
rentang 890-900.
d. Abduksi
e. Adduksi
33
Menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima jari, dengan rentang 300-
500.
Gambar 2.6 : Gerakan ROM pada pergelangan tangan. (Menurut potter &
perry, 2006.)
a. Fleksi
b. Ekstensi
c. Hiperekstensi
300-600.
d. Abduksi
Menggerakkan jari jari tangan yang satu dengan yang lain dengan rentang
300.
34
e. Adduksi
Gambar 2.7 : Gerakan ROM pada jari. (Menurut potter & perry, 2006.)
a. Fleksi
900.
b. Ekstensi
c. Abduksi
d. Adduksi
e. Oposisi Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan yang
sama.
Gambar 2.8 : Gerakan ROM pada ibu jari. (Menurut potter & perry, 2006.)
a. Fleksi
b. Ekstensi
1200.
c. Hiperekstensi
d. Abduksi
e. Adduksi
f. Rotasi dalam
g. Rotasi luar
Memutar kaki dan tungkai jauhi tungkai lain, dengan rentang 900.
h. Sirkumduksi
Gambar 2.9 : Gerakan ROM pada pinggul. (Menurut potter & perry, 2006.)
Gambar 2.10 : Gerakan ROM pada lutut . (Menurut potter & perry, 2006.)
Gambar 2.11 : Gerakan ROM pada mata kaki . (Menurut potter & perry,
2006.)
38
Gambar 2.12 : Gerakan ROM pada kaki . (Menurut potter & perry, 2006.)
c. Abduksi menggerakkan jari kaki satu dengan yang lain dengan rentang 150
Gambar 2.13 : Gerakan ROM pada kaki . (Menurut potter & perry, 2006.)
2.3.1 Pengertian
Diabetes Melitus berasal dari kata diabetes yang berarti “mengalir terus”
dan mellitus yang berarti “manis”. Disebut diabetes karena selalu minum dan
dalam jumlah yang banyak (polidipsia) yang kemudian mengalir terus berupa
2004).
toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka ditandai
karbohidrat, lemak, dan protein. Insufisiensi relatif atau absolut dalam respon
40
(Robbins, 2007).
2007).
2.3.2 Etiologi
lain:
1. Faktor genetik:
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA (human leucocyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya. Sembilan
memperlihatkan tipe HLA yang spesifik (DR3 atau DR4). Risiko terjadi diabetes
meningkat tiga hingga lima kali lipat pada individu yang memiliki salah satu dari
kedua tipe HLA ini. Risiko tersebut meningkat sampai 10 hingga 20 kali lipat
pada individu yang memilki tipe HLA DR3 maupun DR4 (jika dibandingkan
1) Faktor imunologi
41
Respon ini merupkan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
Langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat diagnosis dan
2) Faktor lingkungan
eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagi contoh, hasil penyelidikan
yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
3) Usia
1. Penurunan jumlah masa otot dari 19% menjadi 12 % dan peningkatan jumlah
3. Perubahan pola makan pada usia lanjut yang disebabkan oleh berkurangnya
4) Obesitas
yaitu lemak dan otot menurun (walaupun tidak terdapat diabetes), dan kadar
meningkatkan produksi insulin. Karena itu obesitas adalah salah satu factor risiko
5) Riwayat keluarga
6) Kelompok etnis
asli Amerika tetentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya
1. Keluhan Klasik
43
banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat
Rasa haus amat sering dialami penderita karena banyaknya cairan yang
merasa lapar.
darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk
cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan
2. Keluhan Lain
2) Gangguan penglihatan
44
3) Gatal /bisul
daerah lipatan kulit seperti ketiak dan payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya
bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele
4) Gangguan ereksi
dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang masih
kejantanan seseorang.
5) Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan
2.3.4 Patofisiologi
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pancreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati dan tetap berada dalam darah yang menimbulkan
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
akibatnya, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuri) dan rasa
baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi
insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan
bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
Diet dan latihan disertai pemantauan kadar glukosa darah yang sering merupakan
dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal
atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut
(HHNK).
47
AASM dan anggota dewan direktur AASM, mengatakan ”Beberapa studi besar
menunjukkan bahwa orang yang tidak tidur dengan cukup memiliki risiko yang
lebih besar terkena diabetes”. Hal ini dikarenakan, kurangnya tidur memiliki efek
saraf otonom dan kelenjar pituitary. Sistem saraf otonom disusun oleh sistem
aktivasi atau pengeluaran yang disebut sistem saraf simpatis dan penghambat
2.3.6 Klasifikasi
Menurut Guyton (2007), terdapat dua tipe utama Diabetes Melitus, yaitu :
1) DM Tipe I
virus atau kelainan autoimun dapat menyebabkan kerusakan sel beta pancreas
pada banyak pasien Diabetes Melitus tipe I, meskipun faktor herediter juga
48
menyebabkan degenerasi sel beta, bahkan tanpa adanya infeksi virus atau kelainan
autoimun.
Onset Diabetes Melitus tipe I biasanya dimulai pada umur sekitar 14 tahun, oleh
sebab itu diabetes ini sering disebut Diabetes Melitus juvenils. Diabetes Melitus
tipe I dapat timbul tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau minggu, dengan tiga
gejala sisa yang utama: naiknya kadar glukosa darah, peningkatan penggunaan
lemak sebagai sumber energi dan untuk pembentukan kolesterol oleh hati, dan
2) DM Tipe II
Diabetes melitus tipe II lebih sering dijumpai dari Diabetes Melitus tipe I,
dan kira-kira ditemukan sebanyak 90 persen dari seluruh kasus . Pada kebanyakan
kasus, onset Diabetes Melitus tipe II terjadi di atas umur 30 tahun, sering kali di
antara umur 50 dan 60 tahun, dan penyakit ini timbul secara perlahan-lahan. Oleh
karena itu, sindrom ini sering disebut sebagai diabetes onset dewasa. Akan tetapi,
akhir-akhir ini dijumpai peningkatan kasus yang terjadi pada individu yang lebih
muda, sebagian berusia kurang dari 20 tahun dengan Diabetes Melitus tipe II.
obesitas, yaitu faktor resiko terpenting untuk Diabetes Melitus tipe II.
upaya kompensasi oleh sel beta pancreas terhadap penurunan sensitivitas jaringan
49
terhadap efek metabolisme insulin, yaitu suatu kondisi yang dikenal sebagai
kompensasi.
2.3.7 Diagnosis
kadar glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar glukosuria saja.
Dalam menentukan diagnosis harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil
pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan
darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-
angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk
Tabel 2.1 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan diagnosis
Diagnosis klinis umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas berupa
poliuri, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl
darah puasa ≥126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis, hasil
pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat
sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa maupun kadar
glukosa darah sewaktu pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa
oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan ≥200 mg/dl.
2) Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum
anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
6) Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok
3) Kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75
Keluhan klinis
diabetes
toleransi glukosa
2.3.8 Terapi
hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen
1) Penatalaksanaan diet
2) Latihan jasmani
53
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Latihan juga
akan merubah kadar lemak darah, yaitu meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan
dari 250 mg/dl dan menunjukkan adanya keton dalam urin tidak boleh melakukan
latihan sebelum pemeriksaan keton urin memperlihatkan hasil negative dan kadar
glukosa darah telah mendekati normal. Latihan dengan kadar glukosa darah tinggi
Peningkatan hormon ini membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga
terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini
berperan dalam menentukan kadar glukosa darah normal yang kemungkinan akan
1. Dosis harus selalu dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan
secara bertahap.
2. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping
obat-obatan tersebut.
interaksi obat.
menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal baru beralih kepada insulin.
kapan dia harus pergi ke dokter untuk mendapatkan pengarahan yang lebih lanjut.
untuk dapat merawat diri sendiri, mengatasi krisis, serta mengubah gaya hidupnya
2.3.9 Komplikasi
1. Komplikasi Akut
Menurut Smeltzer (2001), ada tiga komplikasi akut pada diabetes yang
1) Hipoglikemia
50 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral
yang berlebih, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik
yang berat.
2) Ketoasidosis diabetik
jumlah insulin yang nyata. Akibat defisiensi insulin adalah pemecahan lemak
(lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan
diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi
badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin. Badan keton
bersifat asam, dan bila menumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan
tingkat kesadaran (sense of awareness). Pada saat yang sama tidak ada atau terjadi
1) Komplikasi makrovaskuler
peningkatan insiden infark miokard pada penderita diabetes. Salah satu ciri unik
pada penyakit arteri koroner yang diderita oleh pasien diabetes adalah tidak
tanda-tanda awal penurunan aliran darah koroner dan dapat mengalami infark
b) Penyakit serebrovaskuler
kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah serebral
57
dan stroke.
bawah merupakan penyebab meningkatnya insiden (dua atau tiga kali lebih tinggi
pasien diabetes. Tanda dan gejala penyakit vaskuler perifer dapat berupa
berkurangnya denyut nadi dan klaudikasio intermiten (nyeri pada pantat atau betis
ketika berjalan). Bentuk penyakit oklusif arteri yang parah pada ekstrimitas
2) Komplikasi mikrovaskuler
a) Retinopati diabetik
darah dari berbagai jenis pembuluh darah arteri serta vena yang kecil, arteriol,
a. Katarak
Opasitas lensa mata, katarak terjadi di usia yang lebih muda pada pasien-
pasien diabetes.
b. Perubahan lensa
58
mengenai berbagai nervus kranialis untuk gerakan bola mata dapat menimbulkan
d. Glaukoma
Glaukoma dapat terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi pada populasi
diabetik.
c) Nefropati
glukosa darah meninggi, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress
3) Neuropati diabetes
menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom, dan
spinal. Penebalan membran basalis kapiler dan penutupan kapiler dapat dijumpai.
selubung mielin.
59
Keterangan:
: Diteliti
: Tidak diteliti
: Ada hubungan
Gambar 2.15 Kerangka Konseptual Pengaruh pemberian aktivitas
ROM(Rage Of Motion) Terhadap Perubahan Kualitas Tidur
Pasien DM di Puskesmas Turi dengan menggunakan Konsep
Psikoneuroimunologi (Norma Risnasari, 2005).
.
Tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua
manusia untuk dapat berfungsi secara optimal baik yang sehat maupun yang
sakit. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur.
depresi, kecemasan, ketakutan dan tekanan jiwa. Klien yang sakit seringkali
yang sehat. Dalam keadaan sakit apabila mengalami kurang tidur dapat
memperpanjang waktu pemulihan sakit (Hudak & Gallo, 1997). Pada pasien
DM, tidur mempunyai efek yang sangat erat teradap aktifitas pangkreas
terhadap tidur klien, terutama pengaruh yang positif adalah latihan fisik dan
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh pemberian ROM (Rage