Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Parotitis merupakan penyakit infeksi yang pada 30-40 % kasusnya
merupakan infeksi asimptomatik. Infeksi ini disebabkan oleh virus RNA untai
tunggal negative sense berukuran 100-600 nm, dengan panjang 15000
nukleotida termasuk dalam genus Rubulavirus subfamily Paramyxsovirinae
dan family Paramyxoviridae (Sumarmo,2008). Penyebaran virus terjadi
dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan mentah mungkin dengan urin.
Sekarang penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa muda sehingga
menimbulkan epidemi secara umum.

Berdasarkan data dari The National Notifable Disease Survillance System,


dilaporkan pada tahun 1990 di Amerika Serikat terdapat 5.292 kasus mumps,
tahun 1968 terdapat 159.209 kasus dan pada tahun 2000 terdapat 338 kasus.
Wabah juga telah dilaporkan di Jerman, Inggris, Kanada. Namun,
dibandingkan dengan Negara-negara lain, angka kejadian di AS sebenarnya
masih relative kecil, meskipun tumbuh pada tingkat yang mengkhawatirkan.
Di Inggris, pada tahun 2004-2006 dilaporkan wabah penyakit mumps
sebanyak lebih dari 70.000 kasus (Dayan Gustavo,2006). Dari data yang
dilaporkan dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan kasus mumps yang
signifikan dari tahun 1990 sampai tahun 2000. Penggunaan vaksin dan
imunisasi mumps untuk mencegah penularan telah diberlakukan di beberapa
Negara di dunia membuat jumlah kasus mumps mengalami penurunan.
Sedangkan jumlah kasus parotitis akut di Indonesia khususnya di kota Ambon
belum dapat diketahui secara pasti karena minimnya penelitian mengenai
penyakit ini.

Parotitis dapat menimbulkan komplikasi walaupun jarang terjadi. Insidensi


parototis dengan ketulian adalah 1 : 15.000. Parotitis yang tidak ditangani
dengan tepat dan segera dapat menimbulkan berbagai komplikasi serius yang
akan menambah resiko terjadinya kematian. Maka disebabkan hal tersebut,
melalui makalah ini kami memberikan solusi dapat memberikan pengetahuan

1
dan tata cara pencegahan dari penyakit parotitis sehingga skala kejadian
penyakit tersebut dapat menurun dan bermanfaat pula bagi perawat yakni
mampu melaksanakan asuhan keperawatan atas pasien dengan Parotitis
dengan tepat dan benar.

BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi Fisiologi Kelenjar Saliva
Kelenjar ludah adalah kelenjar majemuk bertandan, yang berarti terdiri
atas gabungan kelompok alveoli membentuk kantong dan yang membentuk
lubang-lubang kecil. Saluran-saluran dari setiap alveoli bersatu untuk
membentuk saluran yang lebih besar dan yang mengantar sekretnya ke
saluran utama dan melalui ini secret dituangkan ke dalam mulut. Berdasarkan
ukurannya kelenjar saliva terdiri dari 2 jenis, yaitu kelenjar saliva mayor dan
kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis,
kelenjar submandibularis, dan kelenjar sublingualis (Dawes, 2008; Roth and
Calmes, 1981).

1. Kelenjar saliva mayor :


a) Kelenjar parotis yang merupakan kelenjar saliva terbesar, terletak secara
bilateral di depan telinga, antara ramus mandibularis dan prosesus
mastoideus dengan bagian yang meluas ke muka di bawah lengkung
zigomatik. Kelenjar parotis terbungkus dalam selubung parotis (parotis

2
shealth). Saluran parotis melintas horizontal dari tepi kelenjar. Pada tepi
anterior otot masseter, saluran parotis berbelok ke arah medial, menembus
otot buccinator, dan memasuki rongga mulut di seberang gigi molar ke-2
permanen rahang atas. Sekretnya dituangkan ke dalam mulut melalui
saluran parotis atau saluran stensen. Ada dua struktur penting yang
melintasi kelenjar parotis, yaitu arteri karotis eksterna dan saraf kraial ke
tujuh (saraf fasialis).
b) Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar saliva terbesar kedua
setelah parotis, terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula dan
berukuran kira-kira sebesar buah kenari. Seketnya dituangkan ke dalam
mulut melalui saluran submandibularis atau saluran Wharton, yang
bermuara di dasar mulut, dekat frenulum linguage.
c) Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak
paling dalam. Masing-masing kelenjar berbentuk badam (almond shape),
terletak pada dasar mulut antara mandibula dan otot genioglossus. Masing-
masing kelenjar sublingualis sebelah kiri dan kanan bersatu untuk
membentuk massa kelenjar yang berbentuk ladam kuda di sekitar
frenulum lingualis.
2. Kelenjar saliva minor
Terdapat lebih dari 600 kelenjar liur minor yang terletak di kacum oral di
dalam lamina propria mukosa oral. Diameternya 1-2mm. Kelenjar ini
biasanya merupakan sejumlah asinus yang terhubung dalam lobulus kecil.
Kelenjar liur minor mungkin mempunyai saluran ekskresi bersama dengan
kelenjar minor yang lain, atau mungkin juga mempunyai saluran sendiri.
Secara alami, sekresi utamanya adalah mukous (kecuali Kelenjar Von
Ebner) dan mempunyai banyak fungsi, seperti membasahi kavum oral
dengan saliva.
a. Kelenjar lingualis terdapat bilateral dan terbagi menjadi beberapa
kelompok. Kelenjar lingualis anterior berada di permukaan inferior
dari lidah, dekat dengan ujungnya, dan terbagi menjadi kelenjar
mukus anterior dan kelenjar campuran posterior. Kelenjar lingualis

3
posterior berhubungan dengan tonsil lidah dan margin lateral dari
lidah. Kelenjar ini bersifat murni mukus.
b. Kelenjar bukalis dan kelenjar labialis terletak pada pipi dan bibir.
Kelenjar ini bersifat mukus dan serus.
c. Kelenjar palatinal bersifat murni mukus, terletak pada palatum lunak
dan uvula serta regio posterolateral dari palatum keras.
d. Kelenjar glossopalatinal memiliki sifat sekresi yang sama dengan
kelenjar palatinal, yaitu murni mukus dan terletak di lipatan
glossopalatinal.
Kelenjar saliva berperan penting dalam mempertahankan kesehatan jaringan
mulut, dimana Kelenjar saliva merupakan organ yang terbentuk dari sel-sel
khusus yang mensekresi saliva ke dalam rongga mulut. Kelenjar ini
mengandung enzim, air, lendir yang sangat berperan dalam proses
pencernaan makan. Fungsi kelenjar saliva antara lain:
a) Lubrikasi dan membersihkan mukosa oral, melindunginya dari
kekeringan, dan bahan-bahan karsinogen.
b) Membantu pencernaan makanan melalui aktivitas enzim (amylase
atau ptyalin) yang dikandungnya.
c) Sebagai buffer mukosa oral terhadap bahan yang bersifat asam dan
bakteri.
d) Aktivitas anti bakteri.
e) Membantu mempertahankan integritas gigi karena saliva berperan
dalam remineralisasi permukaan gigi.
f) Membantu dalam berbicara (pelumasan pada pipi dan lidah).
Jumlah sekresi air ludah dapat dipakai sebagai ukurang tentang keseimbangan
air dalam tubuh. Setiap kelenjar ludah dapat terkena infeksi. Tetapi, yang
terdahulu terserang adalah kelenjar parotis karena letaknya dekat dengan
mulut dan juga karena dapat terjadinya sumbatan saluran parotis.
2.2 Definisi
Parotitis adalah suatu penyakit virus dengan tanda membesarnya kelenjar
ludah dan terasa nyeri. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang akut
(Yvonne,2013). Pada saluran kelenjar ludah, terjadi kelainan berupa

4
pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran. Parotitis yang
juga dikenal sebagai penyakit gondong ini adalah penyakit yang biasanya
menyerang anak-anak berusia 2-12 tahun. Jika seseorang pernah menderita
penyakit ini, maka orang itu akan memiliki kekebalan seumur hidupnya.
Vaksinasi parotitis merupakan bagian imunisasi rutin pada masa kanak-kanak
yang biasanya terdapat dalam bentuk kombinasi dengan campak dan rubella.

Ada dua macam klasifikasi dari parotitis, yaitu sebagai berikut :

a. Parotitis kambuhan
Maksud kambuhan di sini adalah, apabila pasien yang sebelumnya telah
terinfeksi, kemudian kambuh kembali. Anak-anak yang biasanya terkena
parotitis tipe ini adalah ketika sampai pada usia antara 1 bulan hingga
akhir usia kanak-kanak (sampai 12 tahun).
b. Parotitis akut
Tanda yang nampak dari parotitis akut ini adalah rasa sakit yang tiba-
tiba, kemerahan dan pembengkakan pada daerah parotis. Tanda-tanda
parotitis akut ini dapat timbul sebagai akibat pasca-bedah yang
dilakukan pada penderita terbelakang mental dan penderita usia lanjut.
Hal menegnai pasca-bedah ini khususnya apabila penggunaan anastesi
umum lama dan ada gangguan hidrasi.
2.3 Etiologi
Agen infeksius pada parotitis adalah paramyxovirus dengan cara
melalui kontak langsung dan droplet. Sejak tahun 2003, telah mucul
penyakit gondok di Inggris, khususnya di kalangan remaja dan dewasa
muda (Donaghy et al., 2006). Insiden gondok di rentan pada kelompok
usia yang mungkin akan terus tinggi di masa mendatang. Diagnosis
laboratorium biasanya diminta dari pasien dengan gejala, sehingga
diperlukan diagnosis yang cepat pada sampel akut. Secara tradisional
gondok telah didiagnosis oleh isolasi virus dalam kultur sel atau pelengkap
pengujian fiksasi (CFT) dari titer antibodi pada dipasangkan sera. Yang
terakhir ini sebagian besar telah digantikan dengan tes anti -IgM, yang
tidak selalu terdeteksi dalam 10 hari pertama gejala. Beberapa faktor dapat

5
berpengaruh pada munculnya wabah gondok: intense exposures,
overwhelming the pro-tection offered by the vaccine, combined with non-
optimal vaccinecoverage, low immunogenicity and waning immunity.
Perlu digaris bawahi wabah gondok ini sulit untuk dilakukan uji biologis,
pada tes serologi pemberian vaksinasi secara global harus dikaji dengan
hati-hati. Deteksi gondok dengan menggunakan RNA virus dalam air liur
merupakan tes yang paling cocok dalam hal ini.

2.4 Patofisiologi
Pada umumnya penyebaran paramyxovirus sebagai agent penyebab
parotitis (terinfeksinya kelenjar parotis) antara lain akibat Percikan ludah,
kontak langsung dengan penderita parotitis lain, muntahan, dan urine. Virus
tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut. Biasanya kelenjar yang
terkena adalah kelenjar parotis, infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar
parotis terkadang dikaitkan dengan komplikasi seperti meningitis, pankreatitis
atau orchitis. Untuk mengetahui infeksi mumps dibuktikan dengan adanya
kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari serum akut dan serum
konvalesens, dikatakan negatif jika <0.100, positif jika> 0.200 atau samar-
samar jika 0.100 ≥ A ≤0.200. Semakin banyak penumpukan virus di dalam
tubuh sehingga terjadi proliferasi di parotis/epitel traktus respiratorius
kemudian terjadi viremia (masuknya virus ke dalam aliran darah) dan
selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar/saraf yang kemudian akan
menginfeksi glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis.

Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi
demam, anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot. Kemudian dalam 3
hari terjadilah pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral
kemudian bilateral, disertai nyeri rahang spontan dan sulit menelan. Pada
manusia selama fase akut, virus mumps dapat diisoler dari saliva, darah, air
seni dan liquor. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan
nekrosis jaringan.

2.5 Manifestasi Klinis

6
Sekitar 30-40% penderita yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus tidak
menunjukkan tanda-tanda sakit. Namun, ada penderita lainnya yang
mengalami keluhan. Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong sekitar
12-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul
setelah terinfeksi dan berkembangnya masa tunas dapat digambarkan sebagai
berikut :

Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam
(suhu badan 38,5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan
nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya
disertai kaku rahang (sulit membuka mulut). Selanjutnya terjadi
pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang diawali dengan
pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami
pembengkakan. Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian
berangsur mengempis. Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah
rahang (submandibula) dan kelenjar di bawah lidah (sublingual). Pada pria
dewasa dengan parotitis yang berkelanjutan mengalami nyeri kelenjar parotid
dan demam persisten (38,3°C-40°C). Pemeriksaan menunjukkan pansitopenia
berat, disfungsi hati, hyperferritinemia, fibrinopenia, ditinggikan lactalase
dehydrase, peradangan paru bilateral dan efusi pleura, abdominal
lymphadenopathy, dan splenomegali. Pasien itu sesuai diduga memiliki
hemophagocytic syndrome (HPS) terkait gondok. Pada pria dewasa juga bisa
terjadi pembengkakan buah zakar (testis) karena penyebaran melalui aliran
darah.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

a. Darah rutin

Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya leukopenia


ringan yakni kadar leukosit dalam satu liter darah menurun. Normalnya
leukosit dalam darah adalah 4 x 109 /L darah .dengan limfositosis relatif,
namun komplikasi sering menimbulkan leukositosis polimorfonuklear
tingkat sedang.

7
b. Amilase serum

Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung dengan


pembengkakan parotis dan kemudian kembali normal dalam kurang lebih 2
minggu. Kadar amylase normal dalam darah adalah 0-137 U/L darah.

c. Pemeriksaan serologis

Ada tiga pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan untuk menunjukan


adanya infeksi virus (Nelson, 2000), yaitu:

1. Hemaglutination inhibition (HI) test

Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset cepat
dan serum yang satunya di ambil pada hari ketiga. Jika perbedaan titer
spesimen 4 kali selama infeksi akut, maka kemungkinannya parotitis.

2. Neutralization (NT) test

Dengan cara mencampur serum penderita dengan medium untuk biakan


fibroblas embrio anak ayam dan kemudian diuji apakah terjadi
hemadsorpsi. Pengenceran serum yang mencegah terjadinya
hemadsorpsi dinyatakan oleh titer antibodi parotitis epidemika. Uji
netralisasi asam serum adalah metode yang paling dapat dipercaya
untuk menemukan imunitas tetapi tidak praktis dan tidak mahal.

3. Complement – Fixation (CF) test

Tes fiksasi komplement dapat digunakan untuk menentukan jumlah


respon antibodi terhadap komponen antigen S dan V bagi diagnosa
infeksi parotitis epidemika akut. Antibodi terhadap antigen V mencapai
titer puncak dalam 1 bulan dan menetap selama 6 bulan berikutnya dan

8
kemudian menurun secara lambat 2 tahun sampai suatu jumlah yang
rendah dan tetap ada. Peningkatan 4 kali lipat dalam titer dengan
analisis standar apapun menunjukan infeksi yang baru terjadi. Antibodi
terhadap antigen S timbul cepat, sering mencapai maksimum dalam satu
minggu setelah timbul gejala, hilang dalam 6 sampai 12 minggu.

d. Pemeriksaan Virologi

Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi


virus dilakukan dengan biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin, likuor
serebrospinal atau darah. Biakan dinyatakan positif jika terdapat
hemardsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak ada
pada biakan yang diberi serum hiperimun.
2.7 Penatalaksanaan
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited
(sembuh/hilang sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam
satu minggu. Tidak ada terapi spesifik bagi infeksi virus
“Mumps” oleh karena itu pengobatan parotitis seluruhnya
simptomatis dan suportif.
Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat,
sialagog (perangsang keluarnya ludah/saliva) seperti tetesan
lemon, dan pijatan parotis eksterna. Cairan intravena mungkin
diperlukan untuk mencegah dehidrasi karena terbatasnya asupan
oral. Jika respons suboptimal atau pasien sakit dan mengalami
dehidrasi, maka antibiotik intravena mungkin lebih sesuai.
1. Umum:
a) Isolasi untuk mencegah penularan
b) Diet bergizi tinggi (tinggi kalori dan protein)

9
c) Bila demam tinggi kompres dengan air hangat
d) Peralatan makanan dan minuman harus dipisah untuk
mencegah penularan
e) Memberikan informasi selengkapnya kepada pasien/orangtua
dan keluarga mengenai penyakit parotitis
f) Menjaga kebersihan gigi dan mulut sangat efektif untuk
mencegah parotitis yang disebabkan oleh bakteri dan virus
2. Farmakologis
a) Tatalaksana simptomatis sesuai gejala yang dirasakan.
Biasanya antipiretik (parasetamol atau ibuprofen)
b) Antibiotic: antibiotic spectrum luas dapat diberikan pada
kasus parotitis bakteri akut yang disebabkan oleh bakteri
c) Analgetik-antipiretik bila perlu
- metampiron : anak > 6 bulan 250 – 500 mg/hari
maksimum 2 g/hari
- parasetamol : 7,5 – 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis
- hindari pemberian aspirin pada anak karena pemberian
aspirin berisiko menimbulkan Sindrom Reye yaitu sebuah
penyakit langka namun mematikan. Obat-obatan anak yang
terdapat di apotik belum tentu bebas dari aspirin.
Aspirin seringkali disebut juga sebagai “salicylate“
atau “acetylsalicylic acid“.
d) IVFD D5 ½ NS
Pada pasien dengan kesulitan makan, terapi cairan yang
digunakan adalah cairan yang mengandung glukosa 5%,
sehingga pada pasien ini diberikan D5 ½ NS. Maka
pemberian cairannya adalah:
100 cc x 10 kg : 1000 cc

10
50 cc x 4 kg : 200
1200 ml (24 jam)
50 ml (jam)  12 tpm (makro)
e) Parasetamol sirup 3 x 1 ½ cth (jika demam)
Obat ini mempunyai nama generic acetaminophen.
Paracetamol adalah drivat aminofenol yang mempunyai sifat
antipiretik / analgesic. Paracetamol utamanya digunakan
untuk menurunkan panas badan yang disebabkan oleh karena
infeksi atau sebab lainnya. Disamping itu, paracetamol
juga dapat digunakan untuk meringankan gejala nyeri
dengan intensitas ringan sampai sedang.
Dosis: 10-15 mg/kgBB/kali
10 mg x 14 kg = 140 mg
15 mg x 14 kg = 210 mg
140-210 mg/kali
Sediaan: 125 mg/5ml x 187,5 ml jadi dapat diberikan 1 ½
cth
f) Diazepam 5 mg (pulv) 3 x 1 pada saat demam > 38o C.
Indikasi
Diazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala
yang timbul seperti gelisah berlebihan.
Kontraindikasi
1) Hipersensitifitas
2) Sensitivitas silang dengan benzodiazepine lain
3) Pasien koma
4) Depresi SSP yang sudah ada sebelumnya
5) Nyeri berat tak terkendali
6) Glaucoma sudut sempit
7) Kehamilan atau laktasi

11
8) Diketahui intoleran terhadap alcohol atau golongan
propilena (hanya injeksi)
Efek samping
Efek samping yang sering terjadi : pusing, mengantuk
Dosis
0,3 – 0,5 mg/kgBB/kali
0,3 x 14 : 4,2 mg
0,5 x 14 : 7
Sediaan tab 5 mg  diberikan 1 tab (pulv)
2.8 Komplikasi

Parotitis / mumps yang merupakan agen pencetusnya adalah


Paramyxovirus yang bersumber dari infeksi kelenjar saliva, infeksi ini bisa
terjadi secara langsung atau tertular dari orang yang dropletnya terinfeksi.
Period penularan penyakit yang paling banyak ditularkan sebelum dan
sesudah terbentuk pembengkakan. Penderita mumps dapat menimbulkan
komplikasi, dimana virus dapat menyerang organ selain kelenjar liur. Hal
tersebut mungkin terjadi terutama jika infeksi terjadi setelah masa pubertas.
Dibawah ini komplikasi yang dapat terjadi akibat penanganan atau pengobatan
yang kurang dini :

a) Meningoensepalitis. Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri


kepala ringan, yang kemudian disusul oleh muntah-muntah, gelisah dan
suhu tubuh yang tinggi (hiperpireksia). Komplikasi ini merupakan
komplikasi yang sering pada anak-anak.
b) Ketulian. Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun
insidensinya rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf
unilateral, kehilangan pendengaran mungkin sementara atau permanen.
c) Orkitis. Peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh,
testis yang terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis
yang permanen Sehingga kemandulan dapat terjadi pada masa setelah

12
puber dengan gejala demam tinggi mendadak, menggigil mual, nyeri perut
bagian bawah, gejala sistemik, dan sakit pada testis.
d) Ensefalitis atau Meningitis. Peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya
berupa sakit kepala, kaku kuduk, mengantuk, koma atau kejang. 5-10%
penderita mengalami meningitis dan kebanyakan akan sembuh total. 1
diantara 400-6.000 penderita yang mengalami ensefalitis cenderung
mengalami kerusakan otak atau saraf yang permanen, seperti ketulian atau
kelumpuhan otot wajah.
e) Ooforitis. Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar 7%
pada penderita wanita pasca pubertas.
f) Pankreatitis. Peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu
pertama. Penderita merasakan mual dan muntah disertai nyeri perut.
Gejala ini akan menghilang dalam waktu 1 minggu dan penderita akan
sembuh total.
g) Nefritis. Kadang-kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap
penderita dan viruria terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal
pada anak-anak belum diketahui. Nefritis yang mematikan, terjadi 10-14
hari sesudah parotitis. Nefritis ringan dapat terjadi namun jarang. Dapat
sembuh sempurna tanpa meninggalkan kelainan pada ginjal.
h) Miokarditis. Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi, tetapi
infeksi ringan miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui.
Miokarditis ringan dapat terjadi dan muncul 5–10hari pada parotitis.
Gambaran elektrokardiografi dari miokarditis seperti depresi segmen S-T,
flattening atau inversi gelombang T. Dapat disetai dengan takikardi,
pembesaran jantung dan bising sistolik.
i) Artritis. Jarang ditemukan pada anak-anak. Atralgia yang disertai dengan
pembengkakan dan kemerahan sendi biasanya penyembuhannya
sempurna. Manifestasi lain yang jarang tapi menarik pada parotitis adalah
poliarteritis yang sering kali berpindah-pindah. Gejala sendi mulai 1-
2minggu setelah berkurangnya parotitis. Biasanya yang terkena adalah
sendi besar khususnya paha atau lutut. Penyakit ini berakhir 1-12 minggu
dan sembuh sempurna.

13
2.9 Prognosis
Prognosis pasien parotitis hidup karena gejala ringan dan tidak ditemukan
keterlibatan infeksi susunan saraf pusat. Parotitis bersifat self-limiting dan
hanya memerlukan pengobatan suportif. Prognosis fungsi karena walaupun
pasien sudah memasuki usia pubertas, orkitis terjadi unilateral. Sehingga
kecil kemungkinan terjadi atrofi testis kecil. Infeksi virus parotitis epidemika
memberikan imunitas jangka panjang, dan tidak menyebabkan kekambuhan
pada pasien sehingga prognosis ad sanationam baik. (Pudjiadi & Hadinegoro,
2009)

Secara umum prognosis parotitis baik, kecuali pada keadaan tertentu yang
menyebabkan terjadinya ketulian, sterilitas karena atrofi testis dan sekuele
karena meningoensefalitis. Dapat disimpulakan bahwa gangguan parotitis
dapat sembuh dengan baik. Penjelasan diatas “ad sanationam” merupakan
bagian dari prognosis yang artinya penyakit tersebut dapat disembuhkan
dengan beberapa penanganan yang tepat.

2.10 Asuhan Keperawatan

2.10.1 Pengkajian
1. Identitas:
( Nama, Umur, Suku/Bangsa, Agama, Pendidikan, Alamat )
2. Keluhan Utama:
( Demam, nafsu makan turun, sakit kepala, muntah, nyeri otot,
bengkak, dan sulit menelan )
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
( Demam dan merasakan nyeri pada belakang telinga dan pipi kiri.
Beberapa hari kemudian timbul bengkak dan kemerahan kemudian
menjadi sukar menelan dan nafsu makan menurun )
4. Riwayat Penyakit Dahulu:
( Belum pernah di imunisasi MMR →Mumps, Morbili, Rubela )
5. Riwayat Penyakit Keluarga:
( Semua anggota keluarga sudah pernah mengalami gejala yang sama
dan kemungkinan bisa tertular )

14
6. Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolism
b) Pola eliminasi
c) Pola aktivitas sehari-hari
Adanya penurunan aktivitas dan aktivitas sehari-harinya
akibat adanya lemah, letih dan adanya dispneu.
d) Pola istirahat dan tidur
Istirahat terganggu akibat dispneu dan sering terbangun pada
malam hari.
e) Pola kognitif dan persepsi sensori
Biasanya pasien terlihat kecemasan dan gelisah
f) Pola hubungan
Biasanya klien akan ikut serta dalam aktivitas social atau
menarik diri akibat adanya dispneu, kelemahan dan kelelahan
serta gangguan penampilan diri akibat bengkak.
g) Nilai dan kepercayaan
7. Pengkajian per Sistem
a) Sistem Pencernaan
Nafsu makan menurun, merasa tidak enak badan dan muntah,
nyeri, susah menelan akibat pembengkakan kelenjar parotis yang
terjadi.
b) Sistem Muskuloskeletal
Kelelahan dan kelemahan

c) Sistem Neurobehaviour
Kaji adanya rasa nyeri, perubahan perilaku, penurunan kesadaran.
d) Sistem Perkemihan
Kaji adanya nokturia dan penurunanan berkemih, warna urine,
penggunaan dan keadaan kateterisasi.
e) Sistem Integumen
Posisi daun telinga meningkat,kulit teraba panas, terjadi
pembengkakan pada leher

15
8. Pemeriksaan Fisik:
a) B1 (breathing) : Takipnea
b) B2 (blood) : kelemahan fisik dan takikardi
c) B3 (brain) : compos mentis, mengalami kecemasan dan
terus menerus gelisah akibat manifestasi klinis
dari parotitis, sakit kepala dan kaku leher
d) B4 (bladder) : normal
e) B5 (bowel) : sulit menelan → nafsu makan menurun →
BB menurun
f) B6 (bone) : kelemahan otot, malaise
9. Pemeriksaan Penunjang:
a) Pemeriksaan darah di dapatkan leucopenia ringan dengan
limfositosis relatif
b) Kadar leukosit < 4 x 109/L darah
Pemeriksaan kadar amilase dalam serum naik >137 U/L darah.

2.10.2 Diagnosa Keperawatan


1. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d ketidakadekuatan intake makanan akibat kesulitan menelan.
2. Hipertermi b.d. respons inflamasi sistemik
3. Nyeri berhubungan dengan Sensitivitas serabut saraf
lokal sekunder akibat respon inflamasi lokal terhadap parotitis.
4. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan
manifestasi klinis akibat parotitis dan pengaruh lingkungan
5. Resiko komplikasi berhubungan dengan pembengkakan kelenjar p
arotis
2.10.3 Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d ketidakadekuatan intake makanan akibat kesulitan
menelan.
Tujuan : Pemenuhan intake nutrisi dapat dimengerti pasien

Kriteria hasil: Berat badan kembali ke rentang normal

16
No Intervensi Rasional
1 Tanyakan kepada klien apakah ia memiliki Untuk menentukan nutrisi
riwayat alergi terhadap makanan yang tepat
2 Berikan makan lembut sedikit demi sedikit Makanan yang keras tidak
dan makanan kecil tambahan yang tepat. mampu dikunyah oleh pasien
Menghindari makanan asam parotitis. Makanan asam
menmbah rasa tidak nyaman
pada pasien parotitis.
3 Berikan diet cair atau makanan selang Bila masukan kalori gagal
/hiperalimentasi bila diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolic, dukungan nutrisi
dapat digunakan untuk
mencegah malnutrisi
4 Berikan minum yang sedikit-sedikit tetapi Membasahi selaput lendir
sering mulut yang kurang basah
karena jarang digunakan
5 Berikan dukungan kepada pasien untuk Agar terjadi keseimbangan
mendapatkan intake kalori yang adekuat antara kebutuhan kalori
sesuai dengan tipe tubuh dan pola dengan pemasukan kalori
aktivitasnya

2. Diagnosa : Hipertermi b.d. respons inflamasi sistemik


Tujuan : Terjadi penurunan suhu tubuh.

Kriteria evaluasi : Suhu badan kembali ke rentang normal

No Intervensi Rasional
1 Kaji pengetahuan pasien dan keluarga Sebagai data dasar untuk
tentang cara menurunkan suhu tubuh. memberikan intervensi
selanjutnya.
2 Anjurkan keluarga untuk membatasi Penurunan aktivitas akan

17
aktivitas pasien. menurunkan laju
metabolisme yang tinggi
3 Atur lingkungan yang kondusif. Kondisi ruang yang sejuk,
tenang, sedikit pengunjung
memberikan effektivitas
terhadap proses
penyembuhan.
4 Beri kompres dengan air dingin pada axial, Secara konduksi panas akan
lipatan paha bila terjadi panas. berpindah dari tubuh ke
material yang dingin. Area
yang digunakan adalah area
yang mempunyai pembuluh
darah arteri besar
5 Anjurkan keluarga untuk untuk Pakaian yang mudah
memakaikan pakaian yang dapat menyerap menyerap keringat sangat
keringat seperti katun. efektif meningkatkan efek
dari evaporasi.
6 Kolaborasi dengan dokter dalam Antipiretik bertujuan untuk
pemberian obat antipiretik. memblok respons panas
sehingga suhu pasien dapat
lebih cepat menurun

3. Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan Sensitivitas serabut


saraf lokal sekunder akibat respon inflamasi lokal terhadap
parotitis.
Tujuan : Nyeri berkurang sampai hilang setelah dilakukan
tindakan keperawatan

Kriteria hasil : Nyeri berkurang sampai dengan hilang

No Intervensi Rasional

18
1 Kaji karakteristik nyeri, lokasi, Mengetahui tingkat nyeri
frekfensi sebagai evaluasi untuk
intervensi selanjutnya

2 Kaji faktor penyebab timbul nyeri Dengan mengetahui faktor


(takut , marah, cemas) penyebab nyeri menentukan
tindakan untuk mengurangi
nyeri

3 Ajarkan tehnik relaksasi tarik nafas Tehnik relaksasi dapat


dalam mengatasi rasa nyeri

4 Kolaborasi dengan dokter untuk Analgetik efektif untuk


pemberian analgetik mengatasi nyeri

4. Diagnosa : Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan


dengan manifestasi klinis akibat parotitis dan pengaruh lingkungan
Tujuan: Klien menunjukkan rasa aman dan nyaman setelah
dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria Hasil: Pasien merasa aman dan nyaman lagi untuk


melakukan aktivitasnya

No Intervensi Rasional
1. Atur lingkungan yang kondusif Kondisi ruangan yang sejuk,
tenang, sedikit pemngunjung
memberikan efektifitas
terhadap proses penyembuhan
2. Istirahat selama periode demam Pada perode demam,
metabolism tubuh tinggi

19
sehingga istirahat dapat
Mengurangi metabolism
tubuh dan mempercepat
kesembuhan klien
3. Kompres dingin pada daerah bengkak Karena terjadi infeksi, suhu di
sekitar lokasi pembengkakan
mengalami peningkatan
Dengan kompres dingin
diharapkan suhu dapat turun
dan mengurangi
pembengkakan

5. Diagnosa : Resiko komplikasi berhubungan dengan


pembengkakan kelenjar parotis
Tujuan : menghilangkan faktor resiko komplikasi

Kriteria hasil : komplikasi tidak terjadi

No Intervensi Rasional
1 Mengurangi terjadinya komplikasi dengan Kortikosteroid dapat
pemberian obat Spt: Kortikosteroid selama menekan pertumbuhan
2-4 hari dan globulin mikroba dan Globulin
mencegah terjadinya orkitis
2 Pantau jantung dengan pemasangan EKG Mencegah resiko terjadi
komplikasi ke otot jantung

2.11 WOC
Pamyxovirus
MK :
Potensial
Masuk mulut/ hidung
Komplikasi

Meningoenseph
Poliferasi
alitis, orkitis,
meningitis,
ooforitis,
nefritis, 20
miokarditis,
artritis
Viremia (virus ikut aliran darah)

Virus berdiam di kelenjar parotid

Proses infeksi

Respon inflamasi lokal

Tubuh berusaha melawan


Permeabilitas kapiler & venul
virus dgn cara
yg terinfeksi terhadap protein
meningkat
Suhu tubuh memperbanyak aliran
naik darah : Vasodilatasi Difusi protein & filtrasi
sistem mikrosirkulasi air ke interstisiel
area yg terinfeksi
MK :
Hipertermi Bengkak & kemerahan

Sakit Syaraf-syaraf
Anoreksia Kaku Kelenjar
menelan dan mengalami
otot parotis
mengunyah penekanan
membesar
MK :
Ketidakseimbanga Pipi dan leher Saat tidur jika bagian bengkak tdk MK :
n nutrisi kurang membesar sengaja tertekan akan sangat sakit Nyeri
dari kebutuhan sekali & mengejutkan Akut
tubuh
MK : Gangguan
citra tubuh MK: Gangguan pola
Istirahat tidur
BAB 3
Belum mengerti tentang
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN
MK : Ansietas perawatan penyakit parotitis
3.1 Kasus

Ny. Lisa seorang ibu rumah tangga yang berumur 32 tahun datang ke
rumah sakit Universitas Airlangga dengan keluhan sudah 4 hari ini demam,
bengkak dan kemerahan pada sekitar pipi dan leher, nyeri otot (terutama

21
leher), nyeri kepala, belakang telinga dan pipi sehingga pasien mengalami
kesulitan dalam mengunyah dan menelan makanan. Pasien terlihat sangat
lemas (malaise) dan badan terasa sangat panas .
3.1.1 Pengkajian

a. Biodata Klien:
Nama : Ny. Elisa
Umur : 42 tahun
Pendidikan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Karangrejo Sawah 1 Surabaya

b. Keluhan Utama
Nyeri di bawah telinga, bengkak, dan sulit menelan ketika makan dan
minum
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh mengalami demam dan merasakan nyeri pada belakang
telinga dan pipi, timbul bengkak dan kemerahan. Lemas dan terkadang
pendengarannya kurang begitu jelas.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada penyakit parotitis epidemika, riwayat penyakit dahulu yang
mendukung dilakukan dengan mengkaji apakah sebelumnya pernah
menderita penyakit yang sama atau penyakit yang berhubungan dengan
penyakit yang sekarang dirasakan. Riwayat minum obat, catat adanya
efek samping yang terjadi di masa lalu. Juga pengkajian dan riwayat
alergi obat, dan Tanyakan reaksi alergi apa yang timbul.

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Kemungkinan riwayat konsumsi obat-obatan serta gaya hidup keluarga.
f. Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolism
b) Pola eliminasi
c) Pola aktivitas sehari-hari

22
Adanya penurunan aktivitas dan aktivitas sehari-harinya akibat adanya
lemah dan letih.
d) Pola istirahat dan tidur
Istirahat terganggu akibat dispneu dan sering terbangun pada malam
hari karena suhu badan yang tinggi dan nyeri di saat bagian leher yang
bengkak saat membentur benda ataupun tertekan.
e) Pola kognitif dan persepsi sensori
Biasanya pasien terlihat kecemasan dan gelisah
f) Pola hubungan
Biasanya klien akan ikut serta dalam aktivitas social atau menarik diri
akibat adanya dispneu, kelemahan dan kelelahan serta gangguan
penampilan diri akibat bengkak.
g) Nilai dan kepercayaan
g. Pengkajian per Sistem
a) Sistem Pencernaan
Nafsu makan menurun, merasa tidak enak badan dan muntah, nyeri,
susah menelan akibat pembengkakan kelenjar parotis yang terjadi.
berat badan menurun.
b) Sistem Muskuloskeletal
Kelelahan dan kelemahan
c) Sistem Neurobehaviour
Kaji adanya rasa nyeri, perubahan perilaku, penurunan kesadaran:
nyeri pasien menunjukkan skala 6, GCS normal (4 5 6), pasien
composmentis, gelisah, sakit kepala dan kaku leher dan rahang.

d) Sistem Perkemihan
Kaji adanya nokturia dan penurunanan berkemih, warna urine,
penggunaan dan keadaan kateterisasi.
e) Sistem Integumen
Posisi daun telinga meningkat,kulit teraba panas, terjadi
pembengkakan pada leher

23
h. Pemeriksaan Fisik
a) Status kesehatan
Keadaan Umum
Kesadaran : komposmentis
TTV :
1) TD : 120 mmHg
2) Nadi : 100x / menit
3) Suhu : 38 oC
4) RR : 20x / menit
5) BB : 64 kg turun dari 68 kg
b) Kepala : pusing dan nyeri
c) Leher : terdapat pembengkakan
d) Ekstremitas: tidak ada sianosis
i. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratium
b) Complement fixing antibody
c) Neutralization test
d) Isolasi virus
e) Uji intra dermal
f) Pengukuran kadar amilase dalam serum
3.1.2 Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


Keperawatan
1. Data subjektif: Infeksi virus Nyeri akut
Nyeri dibawah telinga
dan pipi kanan. Pembengkakan
Data objektif: nyeri pada kelenjar
pasien menunjukkan parotis
skala 5
Data Subjektif: Pasien
mengeluh, nyeri pada, Nyeri akut
belakang telinga dan

24
pipi dan leher serta
nyeri saat mengunyah
dan menelan makanan

2. Data subjektif: Infeksi virus Ketidakseimbangan


Bengkak, nyeri saat nutrisi kurang dari
mengunyah dan Terjadi kebutuhan tubuh
menelan makanan, peradangan
nafsu makan menurun.
Data objektif: Nyeri telan
BB turun: 50 kg
BB menurun 4 kg dari Nafsu makan
berat awal menjadi 50 menurun
kg dalam 7 hari.
BB awal: 54 kg
Pasien terlihat lemas
3. Data subjektif: Infeksi virus Hipertermi
Demam, pasien
mengeluh badannya Kompensasi
panas tubuh
Data objektif: (antibodi
Suhu meningkat meningkat)
menjadi 38,5 0 C.
Terjadi inflamasi

Demam
4. Data subjektif: Adanya nyeri ,
Pasien tampak cemas, gangguan
gelisah, dan bingung istirahat namun
dengan penyakitnya Kurang
penngetahuan
tentang penyakit

25
dan
perawatannya

3.1.3 Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien parotitis epidemika


adalah:
1) Nyeri akut berhubungan dengan infeksi virus
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kehilangan nafsu makan
3) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi (infeksi pada
kelenjar parotis)
4) Ansietas berhubungan dengan Kurang pengetahuan terhadap
informasi mengenai penyakit, perawatan dan pengobatan.
3.1.3 Intervensi Keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan infeksi virus


Kriteria Hasil dan NOC Intervensi
a. Nyeri terkontrol dan berkurang a. Kaji tingkat keparahan dan durasi
b. Kecemasan menurun nyeri
c. Tingkat nyeri menurun b. Kaji tingkat ketidaknyamanan
d. Penggunaan obat analgesic pasien selama nyeri
menurun c. Anjurkan pemberian obat analgesic
e. Tanda-tanda vital normal d. Kaji tingkat pengetahuan pasien
dalam mengatasi nyeri
e. Kaji tingkat kenyamanan pasien
dalam aktivitas sehari-hari
f. Ajarkan kepada keluarga pasien
dalam membantu menurunkan
nyeri pasien
g. Atur lingkungan sekitar pasien
sehingga membuat pasien nyaman

26
seperti suhu, cahaya dan suara
h. Hindarkan pasien dari sesuatu yang
dapat meningkatkan nyeri pasien
seperti ketahutan dan kecemasan
i. Ajarkan teknik relaksasi untuk
menurunkan rasa nyeri
j. Kolaborasikan teknik manajemen
nyeri dengan petugas medis
lainnya
k. Anjurkan pasien untuk beristirahat
atau tidur untuk mengurangi rasa
nyeri
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kehilangan nafsu makan
Kriteria Hasil dan NOC Intervensi
a. Status nutrisi normal Nutrition Management
b. Intake makanan dan cairan a. Tetapkan status nutrisi
tercukupi pasien untuk menentukan
c. Nafsu makan meningkat kebutuhan nutrisinya
b. Ajarkan pasien mengenai
kebutuhan nutrisi (missal:
mendiskusikan pedoman diet
dan pyramid makanan)
c. Dukung keluarga untuk
membawa makanan favorit
pasien selama berada di
rumah sakit, jika
diperlukan.
Nutrition Therapy
a. Pantau makanan atau cairan

27
yang dapat dicerna dan
hitung kebutuhan kalori per
hari, bila perlu
b. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan kebutuhan
nutrisi pasien
c. Sajikan makanan dengan
menarik, mulai dari tatanan
yang bagus, warna, tekstur
dan jenisnya.
d. Berikan perawatan oral
hygiene sebelum makan
e. Kaji posisi nyaman pasien
sebelum makan
Nutrition Monitoring
a. Timbang BB pasien
b. Pantau kecenderungan
kehilangan BB
c. Pantau mual dan muntah
d. Tetapkan pola makan pasien
(misal makanan yang disukai
dan tidak disukai)
e. Tentukan factor yang
mempengaruhi intake nutrisi
pasien
f. Review data lain yang
berhubungan dengan status
nutrisi pasien

28
3) Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme dan proses
inflamasi
Kriteria Hasil dan NOC Intervensi
Suhu tubuh normal 36,50 -370 C a. Kolaboratif
TTV normal Berikan obat penurun panas
(antipiretik)
b. Mandiri
Gunakan waslap dingin (atau
kantong es yang dibalut dengan
kain) di aksila, kening, tengkuk, dan
lipatan paha.
c. Lepaskan pakaian yang berlebihan
dan tutupi pasien dengan selimut
saja untuk membantu mengeluarkan
panas dari tubuh pasien.
Anjurkan asupan cairan oral,
sedikitnya 2 liter sehari (disesuaikan
dengan kebutuhan pasien).

4) Ansietas berhubungan dengan Kurang pengetahuan terhadap informasi


mengenai penyakit, perawatan dan pengobatan.

Kriteria Hasil dan NOC Intervensi


Setelah dilakukan tindakan a. Identifikasi kemempuan
keperawatan diharapkan keluarga dalam
pengetahuan pasien dan keluarga mengimplementasikan
bertambah dengan kriteria hasil keperawatan setelah
: penjelasan.
a. Mengenal tentang penyakit b. Jelaskan peran keluarga dalam
b. Menjelaskan proses penyakit perawatan yang
c. Menjelaskan penyebab/faktor berkesinambungan.

29
yang berhubungan c. Jelaskan program keperawatan
d. Menjelaskan komplikasi medik.
penyakit d. Jelaskan pengaruh kesehatan
e. Menjelaskan tanda dan gejala dan perilaku gaya hidup
penyakit keluarga dan lingkungan.
f. Menjelaskan cara perawatan e. Anjurkan pemberian dukungan
mandiri penyakit dari keluarga untuk membuat
perilaku kondusif.
f. Edukasi perawatan mandiri di
rumah seperti kompres, posisi
yang baik menghindarkan
bagian bengkak dari tekanan,
dll

30
BAB IV
KESIMPULAN
Parotitis merupakan penyakit menular yang akut pada saluran kelenjar
ludah, terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan
penyumbatan saluran yang disebabkan oleh agen infeksius pada parotitis, yaitu
paramyxovirus. Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak yang berumur 2-
12 tahun. Penularan atau penyebaran virus dapat ditularkan melalui kontak
langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan urine. Virus tersebut
masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut.

Manifestasi kliniknya diantaranya sakit kepala, anoreksia, diikuti


dengan sakit telinga ketika mengunyah, malaise, anoreksia, kelenjar parotid
membesar, dan nyeri kepala. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosis diantara tes darah rutin, amilase serum, pemeriksaan
serologis, dan pemeriksaan Virologi. Penatalaksanaan pada parotitis ini
tergantung kondisi klien, penataaksanaannya pengobatan parotitis
seluruhnya simptomatis dan suportif. Pasien dengan parotitis harus
ditangani dengan kompres hangat, sialagog seperti tetesan lemon,
dan pijatan parotis eksterna. Komplikasi dari parotitis diantaranya adalah
Meningoensepalitis, Ketulian, Orkitis, Ensefalitis atau Meningitis, Ooforitis,
Pankreatitis, Nefritis, Miokarditis, Artritis.

31
Sebagai seorang perawat sebaiknya kita mengetahui asuhan keperawatan
pada klien dengan parotitis secara jelas agar dapat menunjang keahlian perawat
dalam melaksanakan praktik keperawatan, mampu menegakkan diagnosis dan
intervensi secara cepat dan tepat, sehingga dapat memperpendek masa patologis
penyakit pada tubuh klien.

32
DAFTAR PUSTAKA

Sumber : Hockenberry,MJ and Wilson. (2011).Wong’s Nursing care of


infants and children 9th edition. Canada : Elsevier.

Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2 Jilid 2. Jakarta:


Media

Pearce. C Evelyn, 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis.


Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Soemarmo.2008.Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi


2.Jakarta:Penerbit IDAI

Wilkinson, Judith, M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, NANDA,


NIC, NOC. Jakarta: EGC

Ngastiyah. 2007. Perawatan Pada Anak. Jakarta: Penerbit buku


Kedokteran EGC

Isselbacher, Harrison, dkk. (1992). Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.


Jakarta: ECG.

Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2 Jilid 2. Jakarta:


Media Aesculapicus Penerbit FK UI.

Dayan, H, Gustavo. 2008. Recant Resurgence of Mumps United States.


The New England Journal of Medicine: England

Q. Xing, P. Xing / American Journal of Emergency Medicine 31 (2013)

M. Maillet et al. / Journal of Clinical Virology 62 (2015)

33

Anda mungkin juga menyukai