Pranata sosial dalam ajaran Islam adalah nilai-nilai yang mengaturan kehidupan sosial
Masyarakat Muslim berdasarkan syari'at Islam. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah
SAW pada masa dahulu untuk diimplementasikan masa sekarang. Dalam pranata sosial masjid
dan pondok pesantren berperan penting. Masjid adalah pusat pembinaan masyarakat Islam atau
dengan kata lain merupakan pranata sosial dalam masyarakat Islam. Masjid memiliki fungsi
ibadah dan muamalah. Manusia pertama yang memberikan fungsi masjid sebagai pusat ibadah
dan muamalah adalah Nabi SAW.
Dalam fungsinya sebagai tempat ibadah, Nabi dan para sahabat mendirikan shalat,
membaca Al Qur’an, berdzikir dan melakukan i’tikaf di dalamnya. Sebagai pusat kegiatan
muamalah, Nabi dan para sahabat menjadikan masjid sebagai tempat pengajaran dan pendidikan
(targhib wa tarhib), tempat proses transfer ilmu pengetahuan dan perpustakaan, tempat
musyawarah, tempat menyelesaikan persoalan masyarakat (peradilan), tempat penyuluhan dan
penerangan, tempat penyelenggaraan Baitul Mal dan kegiatan lain yang bermanfaat bagi
masyarakat muslim.
Selain masjid, lembaga pendidikan Islam seperti pesantren juga berperan dalam pranata
sosial Islam. Pertama ; Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan pengkaderan ulama,
fungsi ini tetap melekat pada pondok pesantren, karena ia adalah satu-satu lembaga pendidikan
yang melahirkan ulama. Namun walau demikian tuntutan modernisasi dan globalisasi
mengharuskan ulama memiliki kemampuan lebih, kapasitas intlektual yang mamadai, wawasan,
akses pengetahuan dan informasi yang cukup serta responsif terhadap perkembangan dan
perubahan. Kedua ; Pondok Pesantren sebagai lembaga pengembangan ilmu dan pengetahuan
khususnya agama Islam, dan pada tataran ini pondok pesantren memiliki peranan yang sangat
besar dalam menyebarluaskan ilmu pengetahuan agama yang dalam pendidikan formal sering
terabaikan.
Menurut Camat Gading, Slamet Hariyanto yang menerima kisah Taat Pribadi dari para
sesepuh di Desa Wangkal, bahwa Taat Pribadi diketahui sempat menghilang selama beberapa
waktu yang disebut-sebut memperdalam ilmu kepada seorang guru di Banten. Sepulang (dari
berguru) itu, Taat Pribadi merubah yayasannya diubah menjadi padepokan. Disebut padepokan
karena pengikutnya lintas umat beragama kendati mayoritas adalah muslim. Ada jemaah yang
menaikkan doa shalawat (muslim) yang mirip istighotsah. Warga baru terkejut setelah di antara
pengikut itu menyatakan, sebagai anggota padepokan yang dipimpin ‘Yang Mulia Dimas
Kanjeng’ Taat Pibadi yang memiliki ilmu menggandakan uang dan memberikan aneka jimat
lainnya.